Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.
i
HALAMAN JUDUL
OPTIMASI HUMEKTAN PROPILENGLIKOL DAN GELLING AGENT
CARBOPOL 940 DALAM SEDIAAN GEL PENYEMBUH LUKA EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) :
APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan oleh : Evy Fenny Veronica
NIM : 098114067
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
(3)
iii HALAMAN PERSEMBAHAN
(4)
(5)
(6)
(7)
vii PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk segala kelimpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penelitian yang berjudul “Optimasi Humektan Propilenglikol dan Gelling Agent Carbopol 940 dalam Sediaan Gel Penyembuh Luka Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) : Aplikasi Desain Faktorial” ini dengan lancar dan tepat waktu. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memeproleh gelar Sarjana Strata Satu pada Program Studi Farmasi (S.Farm).
Terselesaikannya tugas akhir ini tidak lepas dari peran, dukungan, bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas segala dukungan, arahan, semangat dan masukan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.
4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada penulis.
5. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu serta pengalaman selama perkuliahan penulis.
(8)
viii
6. Pak Wagiran, Pak Musrifin, Pak Heru, Pak Parlan, Mas Sigit, serta laboran-laboran lain atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis.
7. Mitra kerja skripsi, Otniel Sanjaya dan Fransiskus Wisnu Kurniawan untuk setiap kerjasama, kesabaran, kebersamaan dan dukungan yang menemani perjuangan penulis dari awal penyusunan proposal, penelitian hingga penyusunan laporan akhir ini.
8. Rekan-rekan skripsi lantai 1 (Hendri, Melisa, Lani, Anta, Jenny, Lisu, Selvi) dan lantai 3 (Ela, Prita, Eny, Yani, Ningsih, Herta, Carli, Catur) untuk kebersamaan, bantuan, masukan serta keceriaan selama di laboratorium.
9. Yenny, Dina, Erni, Ecik, untuk pertemanan yang spesial, wejangan, semangat serta perhatian di saat suka dan duka penulis.
10.Teman-teman Palmers dan ex-Palmers, Intan, Monic, Mba Eta, Mba Ines, Mba Vica, Mba Lina, Mba Aprin, Sisil, Tika, Tyas, Queen, Oni dan teman-teman kos lain, untuk keceriaan, kebersamaan dan kepedulian yang diberikan kepada penulis.
11.Teman-teman OMK St.Aloysius Gonzaga Boyolali, khususnya 50-an orang yang berjuang bersama-sama penulis dalam kepanitiaan Jarkom 35, untuk setiap pengalaman, keseruan, keceriaan, doa dan harapan yang ikut mewarnai hidup penulis.
12.Ayu Eska, Astika, Resky, Pramesti untuk kesetiakawanan sejak masa-masa labil hingga stabilnya penulis.
(9)
ix
13.Teman-teman nongkrong, makan dan travelling, Vanny, Tina, Riza, Adel, Julio, Singgih, Jimmy, Reza, Itin, Shinta, Nio, Jo, Saka, Putra, Agnes, David, Surya untuk momen-momen berharga dalam hidup penulis.
14.Teman-teman Farmasi 2009, khususnya kelas FSM B, FST A serta 39 orang saat makrab di Kopeng untuk kebersamaan yang luar biasa dalam masa perkuliahan penulis.
15.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu untuk setiap dukungan dan bantuan kepada penulis.
“Tak ada gading yang tak retak, bukanlah gading namanya jika tak retak”, demikian juga penulis menyadari atas ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya ini. Oleh jkarena itu, penulis membuka pintu lebar-lebar untuk segala kritik dan saran yang berguna untuk kebaikan di kemudian hari. Penulis berharap semoga karya ini dapat berguna bagi siapa saja yang membutuhkan.
Yogyakarta, Mei 2013
(10)
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I. PENGANTAR ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Permasalahan ... 4
C.Keaslian Penelitian ... 4
D.Manfaat Penelitian... 5
(11)
xi
2. Manfaat praktis ... 6
E. Tujuan Penelitian... 7
1. Tujuan umum... 7
2. Tujuan khusus ... 7
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 8
A.Luka ... 8
B.Tanaman Petai Cina ... 10
C.Maserasi ... 12
D.Gel ... 12
E.Gelling Agent... 13
F. Humektan ... 14
G.Desain Faktorial ... 15
H.Landasan Teori ... 17
I. Hipotesis ... 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21
B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 21
1. Variabel penelitian... 21
2. Definisi operasional ... 22
C.Bahan Penelitian ... 24
(12)
xii
E. Tata Cara Penelitian ... 24
1. Pembuatan ekstrak daun petai cina... 24
2. Optimasi formula gel ... 25
3. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel ... 27
4. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina ... 28
5. Uji aktivitas wound healing ... 28
F. Optimasi dan Analisis Data ... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
A.Pembuatan Ekstrak Daun Petai Cina ... 31
1. Pengumpulan bahan dan pembuatan serbuk simplisia ... 31
2. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina ... 32
B.Pembuatan Gel ... 33
C.Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Gel ... 40
1. Uji organoleptis dan pH... 40
2. Uji daya sebar ... 41
3. Uji viskositas ... 42
D.Efek Penambahan Carbopol 940 dan Propilenglikol serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.)...44
1. Uji Normalitas Data ... 44
2. Uji Kesamaan Varians ... 45
(13)
xiii
4. Respon Daya Sebar... 48
E. Stabilitas Gel Ekstrak Daun Petai Cina ... 49
F. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina... 51
G.Uji aktivitas wound healing... 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A.KESIMPULAN ... 56
B.SARAN ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level ... 16 Tabel II. Formula Polyherbal Gel for Wound Healing ... 25 Tabel III. Formula gel hasil modifikasi... 26 Tabel IV. Level rendah dan level tinggi propilenglikol dan Carbopol 940 pada
formula gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina ... 26 Tabel V. Data uji organoleptis dan pH Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina 40 Tabel VI. Level rendah dan level tinggi Carbopol 940 dan Propilenglikol ... 41 Tabel VII. Daya sebar ( ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina setelah
48 jam penyimpanan ... 42 Tabel VIII. Viskositas ( ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina setelah
48 jam penyimpanan ... 42 Tabel IX. % Pergeseran Viskositas ( ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai
Cina ... 43 Tabel X. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar... 45 Tabel XI. Uji kesamaan varians viskositas dan daya sebar ... 45 Tabel XII. Efek carbopol 940 dan propilenglikol serta interaksinya dalam
menentukan respon viskositas ... 46 Tabel XIII. Efek carbopol 940 dan propilenglikol serta interaksinya dalam
menentukan respon daya sebar ... 48 Tabel XIV. Uji normalitas data pergeseran viskositas ... 49
(15)
xv
Tabel XV. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina... 51
Tabel XVI. Persentase Penutupan Luka Masing-masing Formula ...48
Tabel XVII. Uji normalitas aktivitas wound healing ... 53
(16)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Struktur kimia carbopol ... ... 14 Gambar 2. Struktur kimia propilenglikol ... 15 Gambar 3. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 terhadap
Viskositas Gel...31 Gambar 4. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 terhadap Daya
Sebar Gel ... 32 Gambar 5. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap
Viskositas Gel ... 38 Gambar 6. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap Daya
Sebar Gel ... 38 Gambar 7. Grafik Viskositas Gel Tiap Minggu ... 43 Gambar 8. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon viskositas setelah 48
jam ... 47 Gambar 9. Grafik hubungan propilenglikol terhadap respon viskositas setelah 48
jam ... 47 Gambar 10. Kurva Persentase Penutupan Luka vs Waktu Perlakuan ... 52
(17)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ekstrak cair daun petai cina ... 61
Lampiran 2. Data hasil orientasi carbopol dan propilenglikol ... 61
Lampiran 3. Data orientasi dosis ... 64
Lampiran 4. Hasil Analisis Menggunakan R-12.4.1 ... 65
Lampiran 5. Uji Statistik Aktivitas Wound Healing...71
Lampiran 6. Lembar Determinasi Tanaman Petai Cina ... 73
Lampiran 7. Dokumentasi ... 74
(18)
xviii INTISARI
Penyembuhan luka (Wound healing) merupakan proses yang penting yang melibatkan perbaikan dan regenerasi jaringan yang terluka. Daun petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) secara tradisional digunakan untuk mengobati luka. Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun petai cina sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel wound healing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari carbopol 940, propilenglikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel wound healing ekstrak daun petai cina. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi optimum carbopol 940 dan propilenglikol pada formula gel wound healing ekstrak daun petai cina serta mengetahui efek farmakologis sediaan dalam menyembuhkan luka.
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level. Carbopol 940 dan propilenglikol digunakan sebagai faktor, masing-masing dalam level rendah dan level tinggi. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas setelah gel disimpan selama 1 bulan. Analisis data menggunakan R-12.4.1 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940, propilenglikol dan interaksi keduanya memberikan respon yang signifikan terhadap viskositas, nilai efek yang paling besar ditunjukkan oleh carbopol 940. Carbopol 940 memberikan efek yang signifikan terhadap respon daya sebar, sedangkan propilenglikol dan interaksi carbopol 940 dan propilenglikol tidak memberikan efek. Pada penelitian ini tidak didapatkan area optimum. Gel mempunyai aktivitas wound healing pada tikus jantan galur Wistar.
Kata kunci : ekstrak daun petai cina, carbopol 940, propilenglikol, desain faktorial, gel Wound healing
(19)
xix
ABSTRACT
Wound healing is an important process involves the recovery and regeneration of the broken tissue. Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit. leaf traditionally used for healing the wound. In this sudy, leucaena leaf extract used as the active ingredient in the wound healing gel formulation. The aim of this study is to determine the dominant effect of carbopol 940, propyleneglycol and the interaction between them in determining physical properties and the stability of leucaena leaf extract wound healing gel. Beside that, the other aims of this study are to get the optimum composition area of carbopol 940 and propyleneglycol in the formulation of leucaena leaf extract wound healing gel and to determine the gel pharmacology activity in healing the wound.
This study is a pure experimental design, the explorative one, with two factors and two levels of factorial design. Carbopol 940 and propyleneglycol are the factors, each of them in the low and high level. The optimation is applied to the physical properties parameters and the gel stability include spreadability, viscosity and viscosity shift after a month storage. The data analysis using R-12.4.1 to determine the significance (p<0.05) for each factor and its interaction in showing the effect.
The result showed that carbopol 940, propyleneglycol and their interaction show the significance responses toward the gel viscosity, the biggest effect shown by carbopol 940. Carbopol 940 showed the significance effect toward the gel spreadibility, whereas propyleneglycol and carbopol 940-propyleneglycol interaction showed no effect toward the gel spreadibility. The optimum area was not found. Gel has activity as wound healing in Wistar male rat.
Keywords : leucaena leaf extract, carbopol 940, propyleneglycol, factorial design, wound healing gel
(20)
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Penyembuh luka atau Wound healing merupakan suatu proses biologi penting yang melibatkan perbaikan serta regenerasi jaringan dan melibatkan suatu rangkaian proses biokimiawi dan seluler yang menyebabkan pertumbuhan dan regenerasi jaringan yang terluka (C.O. Esimone, E.C. Ibezim dan K.F. Chah, 2005). Sediaan penyembuh luka yang berada di pasaran umumnya berupa larutan atau solutio. Sediaan solutio memiliki beberapa keterbatasan, sehingga perlu diformulasikan bentuk sediaan lain yang memiliki sifat-sifat yang lebih baik secara fisik maupun estetika. Salah satu bentuk sediaan yang dapat dibuat adalah gel. Gel memiliki konsistensi yang lembut, memberikan sensasi dingin pada pemakaian, kemampuan merekat yang lebih lama sehingga meningkatkan kenyamanan penggunaannya.
Gel adalah bentuk sediaan setengah padat yang tersusun dari suspensi partikel anorganik ukuran kecil atau molekul organik yang berukuran besar yang tersusun dengan baik serta meresap dalam suatu cairan (Ansel, 2005). Sediaan gel yang dipilih dalam penyembuh luka ini merupakan suatu hidrogel. Sediaan hidrogel dipilih karena sediaan gel cenderung lebih dapat diterima masyarakat dengan alasan lebih kompatibel pada jaringan biologis serta tidak meninggalkan kesan berminyak dan lengket pada kulit sehingga meningkatkan nilai aseptabilitasnya (Zatz dan Kushla, 1996). Hidrogel sesuai untuk pengobatan luka karena kandungan lembabnya yang tinggi mampu mempertahankan kelembaban
(21)
pada permukaan luka. Kelembaban lingkungan yang terjaga dapat mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, mempercepat angiogenesis dan meningkatkan pecahnya fibrin dan jaringan mati (Mallefet danDweck, 2008).
Dalam penelitian ini dibuat sediaan gel penyembuh luka dengan zat aktif dari bahan alam karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan bahan sintetis maupun semi sintetis, di antaranya lebih aman, efek samping lebih kecil bahkan tidak ada, serta mudah didapat dengan harga murah (Pauli, 2013). Salah satu bahan alam yang dapat menyembuhkan luka adalah daun petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.). Masyarakat telah mengenal cara pengobatan luka dengan daun petai cina sejak zaman dahulu, yakni dengan cara menumbuknya hingga halus atau mengunyahnya kemudian ditempelkan pada bagian yang terluka (Centeral Health, 2011). Aktivitas penyembuhan luka oleh daun petai cina disebabkan berbagai kandungan yang ada di dalamnya, seperti tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Chew, et al, 2011). Pengobatan dengan cara tradisional memiliki beberapa kelemahan seperti tidak praktis, tidak steril, dosis tidak tepat sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman pada pasien. Oleh karena itu, perlu adanya pembuatan daun petai cina dalam bentuk sediaan yang lebih efektif, aman dan nyaman dalam penggunaannya, sehingga dalam penelitian ini menggunakan ekstrak daun petai cina sebagai zat aktif dalam pembuatan sediaan gel untuk penyembuh luka.
Pada formulasi sediaan gel, terdapat bahan-bahan penting selain zat aktif yang ikut menentukan sifat fisika dan kimia sediaan gel, yakni penggunaan eksipien, khususnya gelling agent dan humektan. Peneliti memilih carbopol
(22)
sebagai gelling agent serta propilenglikol sebagai humektan dalam penelitian ini. Gelling agent yang digunakan dalam sediaan farmasi dan kosmetik harus memenuhi beberapa kriteria, seperti inert, aman dan tidak bereaksi dengan bahan lain (Zatz dan Kushla, 1996). Carbopol merupakan senyawa yang tidak toksik, tidak iritan serta tidak menimbulkan hipersensitivitas pada penggunaan topikal. Propilenglikol aman digunakan dalam sediaan farmasi karena dapat terabsorbsi pada kulit yang rusak, tidak iritan dan tidak toksik (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
Gelling agent dan humektan memiliki peranan yang penting dalam pembentukan bentuk fisik gel. Gelling agent dapat membentuk struktur tiga dimensi yang merupakan faktor yang penting dalam sistem gel. Peningkatan jumlah gelling agent dapat memperkuat jaringan struktur gel sehingga terjadi kenaikan viskositas (Zatz dan Kushla, 1996). Humektan berfungsi untuk mempertahankan kandungan lembab dalam sediaan gel serta memperbaiki konsistensinya. Humektan mampu memberikan pengaruh pada pelepasan zat aktif dari basis yang kemudian mempengaruhi efektivitas obat juga sifat fisikokimianya (Barry, 1983).
Pada formulasi sediaan gel penyembuh luka dari ekstrak daun petai cina ini perlu adanya optimasi penggunaan gelling agent carbopol serta humektan propilenglikol agar didapat sediaan gel yang stabil secara fisikokimia, dapat diaplikasikan dengan nyaman dan melepaskan zat aktif dengan baik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desain faktorial dengan dua faktor, yakni propilenglikol dan carbopol serta dua level, yakni level rendah dan level
(23)
tinggi. Propilenglikol dan carbopol dipilih sebagai faktor yang dioptimasi karena kedua bahan ini memiliki peran penting dalam menentukan sifat fisik gel, yakni daya sebar serta viskositas yang nantinya berpengaruh juga dalam nilai kemanfaatan dan penerimaan sediaan oleh pasien. Metode ini mampu memberikan informasi tentang efek yang dominan antara propilenglikol, carbopol dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisis (daya sebar, viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas) sediaan gel yang dibuat (Voigt, 1994). Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan sediaan gel penyembuh luka dari ekstrak daun petai cina yang memenuhi kriteria sifat fisik dan stabilitas gel yang diinginkan.
B. Permasalahan
a. Faktor apakah yang paling dominan antara propilenglikol, carbopol dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina?
b. Apakah dapat ditemukan area komposisi optimum propilenglikol dengan carbopol pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina?
c. Apakah sediaan gel obat luka ekstrak daun petai cina dapat berefek farmakologis untuk menyembuhkan luka?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, penelitian tentang optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina dengan aplikasi desain
(24)
faktorial belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang terkait adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fauziyah (2008) : “Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Dan Petai Cina (Leucaena glauca, Benth) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar”. Penelitian tersebut menguji efek antiinflamasi ekstrak etanol daun petai cina pada tikus putih jantan galur Wistar yang diinduksi karagenin 1 %. Selain itu juga terdapat penelitian yang dilakukan oleh Erlandha Endry Perdhana (2011) : “Perbedaan Waktu Penyembuhan
Luka Insisi Pada Mencit Antara Perasan Daun Lamtoro (Leucaena
leucocephala) dan Betadin® (Povidon Iodine)”. Penelitian tersebut membandingkan waktu penyembuhan luka insisi pada mencit antara perasan daun lamtoro dan Betadin® (povidon iodine) dengan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka insisi pada mencit dari kedua obat yang diberikan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian mengenai aplikasi desain faktorial tentang bentuk sediaan gel penyembuh luka yang menggunakan bahan aktif dari alam.
(25)
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dalam mengetahui efek dominan antara propilenglikol, carbopol dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel penyembuh luka serta komposisi optimum propilenglikol dengan carbopol pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel penyembuh luka yang menggunakan zat aktif dari bahan alam.
(26)
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan sediaan gel penyembuh luka dengan bahan aktif ekstrak daun petai cina yang memenuhi sifat fisik dan stabilitas tertentu.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui faktor yang paling dominan antara propilenglikol, carbopol 940 dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.
b. Mengetahui apakah terdapat area komposisi optimum propilenglikol dengan carbopol 940 pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina. c. Mengetahui apakah sediaan gel obat luka ekstrak daun petai cina dapat
(27)
8 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Luka
Luka merupakan salah satu permasalahan kesehatan yang pernah dialami oleh sebagian besar orang. Luka didefinisikan sebagai kerusakan pada bagian tubuh yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik yang menimbulkan gangguan kontinuitas struktur jaringan yang normal (Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998). Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks dan dinamis yang merupakan reaksi tubuh terhadap berbagai cedera yang dialami sehingga menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsinya (Black, Hawks, Keene, 2001).
Jenis-jenis luka, antara lain:
Necrotic wounds. Merupakan luka yang ditutupi oleh suatu lapisan berwarna hitam dari jaringan mati yang keras dan kering.
Sloughy wounds. Slough merupakan zat yang berwarna putih, kuning atau coklat muda yang terbentuk dari sel-sel mati di permukaan luka.
Granulating wounds. Luka ini ditandai dengan warna merah, adanya granul-granul dan lembab. Hal ini terjadi karena jaringan granul-granulasi, mengandung pembuluh darah, kolagen dan jaringan penghubung lain, yang berada di dasar luka.
Epithelializin wounds. Berwarna merah muda yang menunjukkan epidermis baru telah terbentuk. Luka ini terjadi selama 24 jam dengan luka yang dangkal.
(28)
Exuding wounds. Granulating wounds dan epithelializing wounds menghasilkan banyak cairan, yang biasanya berkurang sejalan sembuhnya luka.
Infected and malodorous wounds. Infeksi ditandai dengan warna merah, rasa panas, dan inflamasi pada jaringan (Winfield dan Richards, 2004).
Proses penyembuhan luka (wound healing process) merupakan serangkaian tahapan yang independen dan saling berkaitan. Pada tahapan-tahapan ini komponen-komponen seluler dan matriks akan bekerja untuk memulihkan integritas jaringan-jaringan yang rusak dan penggantian jaringan-jaringan yang hilang (Boateng, Matthews, Stevens danEccleston, 2008).
Tahapan-tahapan ini dapat diklasifikasikan dalam lima tahapan, yaitu: Hemostasis : respon pertama ketika terjadi luka adalah pendarahan.
Pendarahan merupakan cara efektif untuk membersihkan bakteri yang berada di permukaan kulit. Kemudian pendarahan mengaktivasi tahapan hemostasis yang diinisiasi oleh faktor-faktor pembekuan darah, sehingga terbentuk permukaan yang keras di sekitar luka yang melindungi jaringan-jaringan di bawahnya.
Inflamasi : tahapan ini dimulai hampir bersamaan dengan hemostasis. Inflamasi terjadi antara beberapa menit hingga 24 menit setelah terjadinya luka. Pada tahapan ini histamin dan serotonin dilepaskan ke area luka dan mengaktifkan fagosit untuk memasuki area luka dan menelan sel-sel yang mati.
(29)
Migrasi : pada tahapan ini pemulihan luka dimulai. Sel-sel epitel dan fibroblas bergerak menuju area luka dan tumbuh dengan cepat di bawah lapisan (keropeng) yang keras untuk menggantikan jaringan-jaringan yang rusak.
Proliferasi : tahapan ini memiliki tiga karakteristik. Pertama, jaringan granulasi terbentuk karena pertumbuhan pembuluh kapiler. Kedua, pembuluh limfa memasuki luka dan yang ketiga, sintesis kolagen mulai terjadi dan memperkuat jaringan yang terluka.
Maturasi : pada tahapan ini, pembentukan keropeng akhir ditentukan oleh pembentukan jaringan penghubung seluler dan penguatan epitelium yang baru (Boateng, et al, 2008).
B. Tanaman Petai Cina
Petai cina memiliki nama lain lamtoro (Jawa). Klasifikiasi tanaman petai cina adalah seperti berikut :
Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Rosidae
Ordo : Fabales Famili : Fabaceae
(30)
Genus : Leucaena
Spesies : Leucaena leucocephala (Thomas, 1992). Secara turun temurun daun petai cina dapat menyembuhkan luka dengan cara dikunyah lalu ditempelkan pada bagian yang luka (Thomas, 1992). Aktivitas penyembuhan luka oleh daun petai cina disebabkan berbagai kandungan yang ada di dalamnya, seperti tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Chew, et al, 2011). Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Dwidjoseputro , 1994). Alkaloid memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Mekanisme antibakterinya adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991). Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah sebagai berikut : toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Saponin mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawan fungi. Mekanisme kerja saponin sebagai antifungi berhubungan dengan interaksi saponin dengan sterol membran (Faure, 2002). Saponin juga diketahui dapat memacu pertumbuhan kolagen, yakni protein yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka, selain itu saponin juga dapat menghilangkan rasa sakit dan berperan dalam proses reepitelisasi (Wardani, 2009).
(31)
C. Maserasi
Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan bahan yang terkandung dengan pelarut cair yang sesuai. Secara umum ekstraksi dapat dilakukan secara infudasi, maserasi, perkolasi dan destilasi uap. Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari dengan bantuan penggojogan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut terjadi berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain (Depkes RI, 1986). Senyawa yang diinginkan dari ekstrak daun petai cina adalah tanin, saponin dan flavonoid. Flavonoid larut dalam sebagian besar pelarut organik, tidak larut dalam air. Tanin sangat larut dalam alkohol, aseton; praktis tidak larut dalam benzen, kloroform, eter, petroleum eter, karbondisulfida, karbontetraklorida (Stecher, Finkel, Siegmund, dan Szafranski, 1960). Kelarutan saponin dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robbinson, 1995).
D. Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), gel merupakan suatu sistem suspensi semisolid yang terdiri dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan terpenetrasi pada suatu cairan. Gel merupakan sediaan semisolid yang transparan atau keruh dengan perbandingan pelarut yang
(32)
lebih tinggi dari gelling agent. Ketika gelling agent didispersikan pada pelarut yang sesuai, maka akan terbentuk matriks tiga dimensi (Osborne dan Amann, 1990).
Gel dapat diklasifikasikan menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel meliputi komponen koloid yang larut dalam air dan juga organik hidrogel seperti gum alam dan sintetis dan juga hidrogel anorganik. Organogel meliputi hidrokarbon, lemak hewan atau nabati, dan organogel hidrofilik (Allen, 1999). Hidrogel dapat digunakan untuk sediaan penyembuh luka karena memenuhi beberapa kriteria, antara lain: 1) membantu rehidrasi jaringan yang mati, 2) sesuai untuk membersihkan luka, 3) tidak iritan, 4) menyediakan lingkungan yang lembab untuk penyembuhan luka, 5) tidak lengket, dan 6) dapat mendinginkan permukaan luka (Fonder, et al, 2008).
E. Gelling Agent
Gelling agent merupakan basis dari sediaan gel, dan harus bersifat inert, aman, dan tidak reaktif terhadap komponen lain dalam suatu formulasi gel. Gel dari polisakarida alam mudah mengalami degadasi oleh mikroba seihingga ditambahkan pengawet dalam formula gel untuk mencegah degradasi gel oleh mikroba. Peningkatan jumlah gelling agent dapat memperkuat struktur gel (matriks gel) sehingga viskositas gel meningkat (Zatz dan Kushla, 1996).
(33)
Gambar 1.Struktur kimia carbopol (Sahoo, et al, 2011)
Carbomer (Carbopol) adalah polimer sintetik dari asam akrilat yang mempunyai ikatan silang dengan alil sukrosa atau sebuah alil eter dari pentaerythritol. Carbomer mengandung asam karboksilat antara 56%hingga 68% pada keadaan kering. Berat molekulnya secara teoritis diperkirakan sekitar 7 x 105 hingga 4 x 109. Carbomer merupakan serbuk putih, asam, higroskopis, dengan sedikit bau yang khas. Carbomer dapat berfungsi sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5 - 2%. Carbomer dapat mengembang di air dan gliserin, dan setelah netralisasi di etanol 95%, membentuk struktur mikrogel tiga dimensional (Rowe, Sheskey dan Quinn, 2009).
F. Humektan
Humektan merupakan suatu bahan higroskopis yang memiliki sifat mengikat air dari udara yang lembab serta dapat mempertahankan air yang ada di dalam sediaan (Soeratri, 2004). Propilenglikol biasa digunakan sebagai antimikrobial preservatif, disinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, agen stabilitas, dan cosolvent. Pemeriannya adalah jernih, tidak berwarna, kental, biasanya tidak berbau, dengan rasa manis, sedikit tajam seperti gliserol. Pada
(34)
konsentrasi sekitar 15% dari formula, propilenglikol berfungsi sebagai humektan. Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin, dan air, kelarutannya adalah 1 bagian dalam 6 bagian eter. Tidak bercampur dengan minyak mineral, tetapi dapat terlarut dalam beberapa minyak esensial. Secara kimia stabil ketika dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air, dan larutannya dapat disterilisasi dengan autoklaf (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
Gambar 2. Struktur Kimia Propilenglikol (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009)
G. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi dari sistem regresi yang membandingkan antara variabel respon dengan variabel bebas. Dalam desain faktorial dapat dilihat hubungan antara respon variabel dengan dua atau lebih variabel bebas yang digunakan untuk menentukan efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang berpengaruh secara signifikan. Pada desain faktorial harus diketahui dan didapatkan faktor dan level faktor yang akan diteliti, serta respon yang akan diukur (Kurniawan dan Sulaiman, 2009).
Desain faktorial dapat digunakan untuk mengevaluasi efek dari dua atau lebih faktor dalam waktu yang bersamaan. Dengan digunakannya metode ini, maka kontrol terhadap faktor yang berbeda dalam satu kelompok dapat
(35)
ditingkatkan. Keuntungan secara ekonomi dapat didapat dengan menggunakan metode ini dalam suatu observasi atau penelitian, karena subjek uji yang dibutuhkan dapat dikurangi ketika dua subjek uji menimbulkan interaksi yang sama pada observasi yang berbeda (Muth, 1999).
Ada beberapa istilah dalam desain faktorial yang harus dipahami :
1. Faktor adalah variabel yang telah ditetapkan pada suatu penelitian yang dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Faktor ini harus bisa dinyatakan dalam suatu harga atau nilai.
2. Level adalah harga yang ditetapkan untuk faktor.
3. Respon adalah hasil yang terukur yang didapat dari suatu penelitian dan harus dapat dikuantifikasi. Bervariasinya level pada suatu penelitian dapat menyebabkan perubahan respon.
4. Interaksi adalah akibat dari penambahan efek-efek faktor yang dapat bersifat sinergis ataupun antagonis. Bersifat sinergis berarti interaksi memiliki efek yang menambah besar efek faktor, sedangkan antagonis berarti interaksi memiliki efek yang mengurangi efek faktor (Kurniawan dan Sulaiman, 2009). Tabel I. Rancangan Desain Faktorial dengan Dua Faktor dan Dua Level
Formula Faktor A Faktor B Interaksi
1 - - +
A + - -
B - + -
Ab + + +
Keterangan :
+ = level tinggi
- = level rendah
Faktor A dan B = faktor A (carbopol 940) dan Faktor B (propilenglikol) Formula 1 = level rendah carbopol 940 dan propilenglikol
Formula a = level tinggi carbopol 940 dan level rendah propilenglikol
(36)
Formula b = level rendah carbopol 940 dan level tinggi propilenglikol
Formula ab = level tinggi carbopol 940 dan propilenglikol Rumus desain faktorial yang berlaku :
Y = bo + b1(A) + b2(B) + b12(A)(B)……… (1) Di mana,
Y = respon hasil atau sifat yang diamati (A), (B) = level faktor A dan faktor B
B0, b1, b2, b12 = koefisien, dihitung dari hasil percobaan H. Landasan Teori
Daun petai cina digunakan oleh nenek moyang sebagai obat luka secara tradisional, yakni dengan menumbuk atau meremas-remasnya dan ditempelkan pada luka (Centeral Health, 2011). Secara ilmiah tanaman ini juga telah terbukti memiliki aktivitas untuk menyembuhkan luka, seperti penelitian yang dilakukan oleh Perdhana (2011) membuktikan bahwa perasan daun petai cina memiliki kesamaan waktu penyembuhan luka insisi pada mencit jika dibandingkan dengan obat luka yang beredar di pasaran. Aktivitas penyembuhan luka oleh daun petai cina disebabkan berbagai kandungan yang ada di dalamnya, seperti tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Chew, et al, 2011). Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri (Dwidjoseputro , 1994). Alkaloid memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Mekanisme antibakterinya adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
(37)
menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1991). Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah sebagai berikut : toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau substrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Tanin juga diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati (Ajizah, 2004). Tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik (Masduki, 1996). Saponin mempunyai tingkat toksisitas yang tinggi melawan fungi. Mekanisme kerja saponin sebagai antifungi berhubungan dengan interaksi saponin dengan sterol membran (Faure, 2002). Saponin juga diketahui dapat memacu pertumbuhan kolagen, yakni protein yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka, selain itu saponin juga dapat menghilangkan rasa sakit dan berperan dalam proses reepitelisasi (Wardani, 2009). Protein mempunyai peranan penting dalam penyembuhan luka, antara lain sebagai komponen dasar dalam pembentukan sel dan jaringan tubuh serta perbaikan dan regenerasi jaringan tubuh. Berdasarkan aktivitasnya dalam menyembuhkan luka, maka ekstrak daun petai cina dapat diformulasikan menjadi bentuk sediaan topikal sebagai obat penyembuh luka.
(38)
Hidrogel merupakan jaringan tiga dimensi dari polimer-polimer hidrofilik, terbuat dari bahan-bahan seperti gelatin, polisakarida dan polimer-polimer sintetis yang membentuk cross-link, mengandung sejumlah besar air (Winfield, et al, 2004). Hidrogel sesuai untuk sediaan penyembuh luka karena memiliki beberapa sifat seperti: sifat alir yang baik, kompatibel dengan jaringan kulit, kenyamanan dan kemudahan dalam aplikasi, serta biokompatibilitas yang sangat baik terkait banyaknya kandungan air pada strukturnya (Kopecek, 2009). Pada formulasi hidrogel terdapat komponen-komponen utama, yakni gelling agent dan humektan. Gelling agent berperan dalam meningkatkan viskositas gel, sedangkan humektan berperan dalam menjaga kandungan lembab pada gel tersebut. Pada penelitian ini gelling agent yang digunakan adalah carbopol 940 yang memiliki beberapa kelebihan, seperti aman dan efektif, non-sensitizing, tidak mempengaruhi efek biologis zat aktif, serta sifat thickening yang sangat baik (Hosmani, Thorat, Kasture, 2006). Humektan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propilenglikol, karena sifatnya yang mudah diabsorbsi oleh kulit yang rusak (luka), relatif tidak toksik, sifat iritan yang kecil, relatif stabil secara kimia dan stabil dalam proses sterilisasi dengan autoklaf (Rowe, et al, 2009). Penggunaan kedua komponen tersebut secara bersamaan dapat berpengaruh kuat terhadap sifat fisik serta stabilitas gel.
Terkait uraian di atas, diperlukan optimasi terhadap jumlah gelling agent serta humektan yang digunakan agar dapat menghasilkan gel obat luka dari ekstrak daun petai cina dengan sifat fisik dan stabilitas yang baik. Optimasi
(39)
dilakukan menggunakan desain faktorial dengan dua faktor, yakni carbopol 940 dan propilenglikol serta dua level, yakni level tinggi dan level rendah.
I. Hipotesis
Terdapat pengaruh dari jumlah gelling agent carbopol 940 dan humektan propilenglikol terhadap respon yang dihasilkan oleh sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina, yang meliputi respon sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas); dapat ditemukan area komposisi optimum propilenglikol dengan carbopol pada superimposed contour plot yang diprediksikan sebagai formula optimum gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina sediaan gel serta sediaan gel ekstrak daun petai cina dapat berefek farmakologis dalam menyembuhkan luka.
(40)
21 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dua level.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
1) Propilenglikol (level rendah :10% b/b dan level tinggi : 12% b/b). 2) Carbopol 940 (level rendah :1% b/b dan level tinggi : 1,5% b/b).
b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran viskositas setelah satu bulan penyimpanan)
c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kecepatan putar (skala 2 pada mixer), lama pencampuran, lama penyimpanan (1 bulan), kondisi penyimpanan selama 1 bulan (temperatur ruangan), alat-alat percobaan, lokasi pengambilan daun petai cina, galur tikus, umur tikus, jenis kelamin tikus.
d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan, kelembaban ruangan, interaksi molekuler dalam sediaan, kecepatan perputaran batang viscotester, imunitas tikus, pola aktivitas tikus, sirkulasi darah masing-masing tikus.
(41)
2. Definisi operasional
a. Gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina adalah sediaan semipadat yang dibuat dari ekstrak daun petai cina menggunakan gelling agent (Carbopol 940) dan humektan (propilenglikol) sesuai formula yang telah ditentukan, dibuat sesuai prosedur pembuatan gel pada penelitian ini.
b. Gelling agent adalah bahan pembawa gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini dan sangat berpengaruh terhadap bentuk sediaan gel, dalam hal ini adalah Carbopol 940.
c. Humektan adalah bahan yang berfungsi sebagai pelembab dalam sediaan gel di mana merupakan faktor yang akan dioptimasi dalam penelitian ini, dalam hal ini adalah propilenglikol.
d. Sifat fisik dan stabilitas gel adalah parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas sediaan gel. Dalam penelitian ini sifat fisik sediaan gel meliputi daya sebar dan viskositas gel, stabilitas sediaan gel meliputi persen pergeseran viskositas gel setelah penyimpanan selama 1 bulan.
e. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel. Desain faktorial ini digunakan untuk mencari area komposisi optimum gelling agent (Carbopol 940) dan humektan (propilenglikol) berdasarkan superimposed contour plot yang diprediksi sebagai formula optimum terbatas pada jumlah gelling agent dan humektan yang diteliti.
(42)
f. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu Carbopol 940 sebagai faktor A dan propilenglikol sebagai faktor B.
g. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini ada 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah Carbopol 940 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1%b/b dan level tinggi sebanyak 1,5%b/b. Level rendah propilen glikol dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 10% b/b dan level tinggi sebanyak 12% b/b.
h. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatifkan. Dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas gel (persen pergeseran viskositas). i. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor.
Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.
j. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum formula berdasar satu parameter kualitas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.
k. Superimposed contour plot adalah penggabungan garis-garis pada daerah optimum yang telah dipilih pada uji daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina.
l. Area optimum adalah area yang menghasilkan gel dengan daya sebar > 3 cm tetapi <5 cm, viskositas 250-300 d.Pa.s, dan persen pergeseran viskositas (setelah satu bulan penyimpanan) kurang dari 10%.
(43)
C. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak daun petai cina, propilenglikol (kualitas farmasetis), Carbopol 940 (kualitas farmasetis), trietanolamin, aquadest, metil paraben, 12 ekor tikus albino dewasa galur Wistar jantan/betina dengan berat 200-300 gram, Gel Bioplacenton®.
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu glasswares (Pyrex-Germany), neraca analitik, mixer, blender, waterbath, viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, seperangkat alat maserasi, Laminar Air Flow (LAF), seperangkat alat maserasi, vacuum rotary evaporator, pompa vakum, autoklaf, batang spreader, cawan petri, kertas pH indikator universal, pisau bedah steril, gunting bedah, kasa steril dan plester luka.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan ekstrak daun petai cina
a. Pengumpulan dan pembuatan serbuk daun petai cina. Daun petai cina diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Daun dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun. Daun yang telah dicuci diangin-anginkan sampai daun benar-benar kering, ditandai dengan mudah dipatahkan atau hancur bila diremas. Simplisia yang sudah kering diserbuk dengan menggunakan blender.
(44)
b. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina
25 gram serbuk daun petai cina diekstrak dengan 500 mL campuran aquadest:etanol 96% (1:1) terus menerus selama 3 hari pada suhu ruangan. Kemudian, ekstrak disaring dengan bantuan pompa vakum dan filtratnya diekstrak lagi menggunakan 500 mL ethanol 96% selama 1 hari pada suhu ruangan dan disaring. Kedua ekstrak tersebut dicampur dan dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator hingga konsentrasi yang diinginkan. Ekstrak disimpan untuk keperluan selanjutnya.
2. Optimasi formula gel
a. Formula. Formula yang digunakan dalam percobaan ini mengacu pada formula Polyherbal Gel for Wound Healing (Patel A.N., 2011).
Tabel II. Formula Polyherbal Gel for Wound Healing Ekstrak C. asiatica (% b/b) 2
Ekstrak C. longa (% b/b) 2 Ekstrak T. arjuna (% b/b) 2 Carbopol 940 934 (% b/b) 2
Propilenglikol 2mL
Etanol 5mL
Trietanolamin Secukupnya hingga basis gel netral
Aquadest Secukupnya
Dilakukan modifikasi dan optimasi terhadap formula di atas sehingga dihasilkan formula baru sebagai berikut:
(45)
Tabel III. Formula gel hasil modifikasi Ekstrak daun petai cina (% b/b) 6
Carbopol 940 (% b/b) 1-1,5 Propilenglikol (% b/b) 10-12
Metil paraben (%b/b) 0,1
Trietanolamin (TEA) Secukupnya hingga basis gel netral
Aquadest Secukupnya
Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu propilenglikol dan Carbopol 940 dengan 2 level yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah dan level tinggi propilenglikol dan Carbopol 940 pada formula gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina dapat ditentukan sebagai berikut:
Tabel IV. Level rendah dan level tinggi propilenglikol dan Carbopol 940 pada formula gel penyembuh luka ekstrak daun petai cina
Formula Carbopol 940 (% b/b) Propilenglikol(% b/b)
1 1 10
A 1,5 10
B 1 12
Ab 1,5 12
b. Pembuatan gel
Carbopol 940 dikembangkan dengan aquadest dengan cara menaburkan Carbopol 940 di atas aquadest (campuran 1). Pengembangan dilakukan selama 24 jam. Propilenglikol dan metil paraben ditambahkan ke dalam campuran 1, lalu TEA ditambahkan hingga basis netral (campuran 2). Melakukan pengadukan dengan mixer selama 1 menit, kemudian disterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit dengan suhu 121°C. Ekstrak daun petai cina dan sisa
(46)
aquadest yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam campuran 2 yang telah disterilisasi, kemudian dilakukan pengadukan dengan mixer selama 1 menit. 3. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel
a. Uji Organoleptis dan pH
Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati bau dan warna gel 48 jam setelah pembuatan. Pengukuran pH dilakukan dengan bantuan indikator pH universal (pH stick) dengan cara memasukkannya ke dalam sediaan dan membandingkan warna dengan standar.
b. Uji Daya Sebar
Pengukuran daya sebar sediaan gel dilakukan setelah 48 jam pembuatan. Pengukuran daya sebar dilakukan dengan cara : gel ditimbang 1 gram kemudian gel diletakkan di tengah lempeng kaca bulat berskala. Di atas gel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, didiamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter sebarnya (Garg et al., 2002).
c. Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dua kali, yaitu setelah 48 jam pembuatan gel dan setelah gel disimpan selama 1 bulan. Masing-masing formula gel ditentukan viskositasnya dengan menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04 (Melani, Purwanti, Soeratri, 2005). Ukuran rotor yang digunakan adalah skala 2.
(47)
4. Uji sterilitas gel ekstrak daun petai cina
Uji sterilitas dilakukan dengan spread plate technique, yaitu dengan mengambil sedikit gel, meletakkannya di medium Nutrient Agar (NA) yang ditempatkan dalam cawan petri dan diratakan dengan bantuan batang spreader secara aseptis. Cawan petri diinkubasi selama ± 24 jam, lalu diamati apakah terdapat koloni bakteri pada medium tersebut.
5. Uji aktivitas wound healing
Uji aktivitas wound healing dilakukan dengan menggunakan model luka eksisi. Tikus albino galur Wistar jantan/betina dengan berat 200-300 gram dibagi secara acak ke dalam 6 kelompok masing-masing 1 ekor tikus. Punggung masing-masing tikus dilukai dan dipersiapkan setelah dibersihkan. Area lingkaran dengan diameter ± 1 cm pada punggung hewan uji yang dilukai ditandai dengan spidol. Area yang ditandai dipotong kulitnya menggunakan pisau bedah steril dan gunting setelah diberikan anastesi. Kelompok 1 diberikan gel Bioplacenton® (kontrol positif), kelompok 2 tidak diberikan perlakuan (kontrol negatif), kelompok 3, 4, 5 dan 6 diberikan gel ekstrak daun petai cina masing-masing untuk formula 1, a, b dan ab, 1 kali sehari. Luka yang sudah diberi gel lalu dibalut dengan kasa steril dan plester luka, setiap harinya diameter luka diukur dan diberi gel hingga luka menutup sempurna. Repetisi dilakukan tiga kali, yakni dengan memberikan 3 luka pada masing-masing tikus. Kontraksi luka diukur sebagai persentase pengurangan luka pada area
(48)
luka untuk tiap harinya (Charde et al, 2003; Sunilkumar et al, 1998). Pengurangan ukuran luka dihitung dengan rumus:
………. (2) Di mana,
∆A = perbedaan luas area luka dalam mm2
antara awal dan pada hari particular post-operative
B = luas area luka dalam mm2 sesaat setelah perlukaan.
F. Optimasi dan Analisis Data
Data sifat fisik dan stabilitas fisik gel yang diperoleh dianalisis sesuai dengan metode perhitungan desain faktorial untuk mengetahui efek dari Carbopol 940, propilenglikol dan interaksinya. Dengan pendekatan desain faktorial untuk menghitung koefisien b0, b1, b2, b12 sehingga didapatkan persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12 X1X2. Dari persamaan ini kemudian dapat dibuat contour plot sifat fisik gel obat lukaekstrak daun petai cina. Dari masing-masing contour plot digabungkan menjadi contour plot superimposed untuk mengetahui area komposisi optimum Carbopol 940 dan propilenglikol, terbatas pada level yang diteliti. Analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak R-2.14.1 dengan berbagai uji statistik yang dilakukan, antara lain: Sahpiro-Wilk untuk mengetahui normalitas distribusi data dan Levene’s Test untuk mengetahui kesamaan varians. Apabila data yang diuji memenuhi persyaratan uji statistik parametrik, maka dilanjutkan dengan uji ANOVA untuk melihat signifikansi antar kelompok data.
(49)
Namun, apabila tidak memenuhi persyaratan uji parametrik, maka dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis dengan post hoc Wilcoxon.
(50)
31 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Ekstrak Daun Petai Cina
1. Pengumpulan bahan dan pembuatan serbuk simplisia
Tanaman petai cina yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Sebelum digunakan, tanaman perlu dipastikan kebenaran spesiesnya dengan melakukan determinasi. Determinasi tanaman dilakukan dengan membandingkan ciri-ciri morfologi tanaman dengan kunci determinasi yang mengacu pada pustaka menurut oleh Steenis (1992). Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah Leucaena leucocephala (Lam) de Wit (Lampiran 6).
Pengumpulan bahan dilakukan pada bulan Agustus 2012 dari pohon yang sama dengan tujuan untuk mendapatkan keseragaman hasil. Kondisi tanaman saat pengambilan daun adalah tanaman sedang berbunga, berbuah, usia tanaman sekitar 3 tahun, tinggi tanaman kurang lebih 4-5 meter. Dipilih daun yang masih segar, utuh dan berwarna hijau untuk menghindari adanya kemungkinan kerusakan atau berkurangnya kandungan kimia pada daun yang dapat disebabkan oleh serangan hama atau perlakuan yang kurang tepat. Sortasi basah dilakukan dengan mencuci daun menggunakan air mengalir, bertujuan untuk menghilangkan pengotor, seperti serangga, debu dan bahan-bahan asing lainnya yang dapat mengganggu perolehan hasil pada penelitian. Kemudian daun dijemur di tempat yang teduh agar tidak terkena sinar
(51)
matahari langsung selama kurang lebih 2 hari untuk mendapatkan daun yang kering. Pengeringan ini dilakukan untuk mengurangi kandungan air dalam daun, sehingga mencegah tumbuhnya jamur, mikroba atau terjadinya reaksi enzimatis sehingga daun akan membusuk. Daun yang sudah kering ditandakan dengan daun dapat dipatahkan dengan mudah.
Setelah proses pengeringan selesai, maka daun dipisahkan dari tangkai, bunga dan bagian tanaman lainnya, lalu dilakukan sortasi kering, yakni untuk memastikan tidak ada pengotor yang masih tertinggal. Simplisia kering lalu diserbuk dengan menggunakan blender untuk mendapatkan ukuran partikel yang lebih kecil dan diayak dengan pengayak nomer mesh 40. Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan kontak dengan cairan penyari lebih besar, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal pada proses ekstraksi. Akan tetapi, ukuran partikel yang terlalu kecil tidak diinginkan juga, karena dapat memperbesar gaya kohesi antar partikel, sehingga akan menggumpal dan mengurangi kualitas serbuk simplisia. Dari 1 kg daun segar menghasilkan sekitar 500 gram serbuk kering halus, berwarna hijau tua, berbau khas.
2. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, yakni dengan menggunakan dua macam pelarut, yakni etanol 96% dan aquadest dengan perbandingan 1:1. Komponen dari daun petai cina yang ingin diekstraksi antara lain protein, tanin, saponin dan flavonoid. Protein pada daun petai cina diketahui memiliki konsentrasi yang besar, yakni 25,9% (NAS, 1977).
(52)
Metode maserasi digunakan karena kemampuannya dalam mengekstraksi komponen dari tanaman dengan konsentrasi yang besar. Berdasarkan Handbook of Pharmaceutical Excipients, edisi ke 6, alkohol dapat digunakan sebagai pelarut pada proses ekstraksi dengan konsentrasi hingga 80% v/v. Selain itu, etanol 96% digunakan karena beberapa komposisi dari daun petai cina larut dalam pelarut organik ini, antara lain tanin dan flavonoid, etanol juga memiliki aktivitas sebagai disinfektan, sehingga dapat membunuh kontaminan jamur dan bakteri yang kemungkinan terdapat pada simplisia. Sementara aquadest digunakan untuk melarutkan saponin. Pelarut akan masuk ke dalam sel, sehingga terjadi gradien konsentrasi senyawa di dalam sel yang lebih besar daripada konsentrasi di luar sel yang menyebabkan senyawa tertarik ke luar sel. Maserasi dibantu dengan penggojogan selama 3 hari dan dilanjutkan dengan remaserasi menggunakan etanol saja untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih optimal. Proses dilanjutkan dengan penguapan pelarut menggunakan vacuum rotary evaporator yang dengan tekanan rendah mempercepat proses penguapan, yakni hingga didapat 250 mL ekstrak cair dari 1000 mL larutan yang dimaserasi. Hasil yang didapat adalah ekstrak cair berwarna hijau kehitaman. (Lampiran 1).
B. Pembuatan Gel
Hidrogel merupakan jaringan tiga dimensi dari polimer-polimer hidrofilik, terbuat dari bahan-bahan seperti gelatin, polisakarida dan polimer-polimer sintetis yang membentuk cross-link, mengandung sejumlah besar air (Winfield, et al, 2004). Hidrogel sesuai untuk pengobatan luka karena kandungan
(53)
lembabnya yang tinggi mampu mempertahankan kelembaban pada permukaan luka. Kelembaban lingkungan yang terjaga dapat mencegah dehidrasi jaringan dan kematian sel, mempercepat angiogenesis dan meningkatkan pecahnya fibrin dan jaringan mati (Mallefet dan Dweck, 2008). Sediaan untuk luka haruslah memenuhi persyaratan sterilitas (Heather dan Adam, 2012). Oleh karena itu pembuatan gel obat luka ini dilakukan secara aseptis, termasuk dengan melakukan sterilisasi terhadap alat dan bahan yang digunakan serta proses mixing dilakukan di dalam LAF. Sterilisasi alat dan bahan dilakukan dengan autoklaf. Mengacu pada Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6 (2009), bahan-bahan yang digunakan dalam formula, antara lain, propilenglikol, TEA dan metil paraben dapat disterilisasi dengan autoklaf. LAF digunakan karena dapat menyediakan aliran udara yang berkelanjutan, tetap dan satu arah dengan kecepatan aliran udara yang rendah di dalam ruangan tersebut, sehingga udara akan mengaliri seluruh permukaan yang ada dengan demikian mencuci peralatan yang ada di dalamnya dengan udara tersebut dan dikeluarkan melalui exhaust point. LAF dapat digunakan untuk proses pengerjaan yang aseptis, akan tetapi tidak dapat digunakan untuk pengerjaan yang melibatkan mikroba maupun zat kimia yang berbahaya karena udara yang terpapar kepada operator dapat membahayakan operator dan lingkungan di sekitarnya.
Pada dasarnya setiap sediaan farmasi terdiri dari zat aktif dan eksipien-eksipiennya. Zat aktif yang digunakan dalam formulasi gel obat luka pada penelitian ini adalah ekstrak daun Petai Cina. Secara empiris, daun Petai Cina telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati luka, yakni dengan cara daun
(54)
diremas-remas atau dikunyah-kunyah lalu ditempelkan pada luka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perdhana (2011), tidak terdapat perbedaan waktu penyembuhan luka insisi pada mencit antara tumbukkan daun petai cina (Leucaena leucocephala) dengan Betadin® (Povidon iodin). Aktivitas penyembuhan luka oleh daun petai cina disebabkan berbagai kandungan yang ada di dalamnya, seperti tanin, saponin, flavonoid dan alkaloid (Chew, et al, 2011). Di samping itu, daun petai cina juga memiliki kandungan protein yang cukup besar, yakni 25,9% (NAS, 1977).
Selain zat aktif, eksipien juga memegang posisi penting dalam suatu formula. Eksipien yang digunakan dalam sediaan semisolid topikal harus memiliki kemampuan untuk: 1) meningkatkan kelarutan zat aktif; 2) mengatur pelepasan dan permeasi obat; 3) meningkatkan aspek estetika sediaan; 4) meningkatkan stabilitas obat dan formulasi; serta 5) mencegah kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Heather, et al, 2012).
y = 156,4x + 83,40 R² = 0,980
0 100 200 300 400 500
0 0,5 1 1,5 2
V is k os it a s (d. P a .s )
Konsentrasi Carbopol dalam formula (%)
Pengaruh Konsentrasi Carbopol
terhadap Viskositas Gel
Series1
Linear (Series1)
Gambar 3. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 terhadap Viskositas Gel
(55)
y = -1,011x + 5,262 R² = 0,816
0 1 2 3 4 5 6
0 0,5 1 1,5 2
da y a s e ba r (c m )
konsentrasi carbopol dalam formula (%)
Pengaruh Konsentrasi Carbopol
terhadap Daya Sebar Gel
dayasebar
Linear (dayasebar)
Gambar 4. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Carbopol 940 terhadap Daya Sebar Gel
Pada kedua grafik di atas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi carbopol 0,5%, 1% dan 1,5% memberikan efek yang besar terhadap viskositas gel dan konsentrasi carbopol 1% dan 2% memberikan efek yang besar pada daya sebar gel. Oleh karena itu, didapat daerah irisan dari kedua grafik tersebut, yakni antara konsentrasi carbopol 1% dan 1,5%. Pada daerah tersebut juga sudah memenuhi viskositas yang diinginkan (200-300 d.Pa.s) serta daya sebar yang diinginkan (3-5cm), sehingga dipilih level rendah carbopol 1% dan level tingginya 1,5%. Gel yang dibuat pada masing-masing formula sejumlah 200 gram, sehingga carbopol yang digunakan sebanyak 2-3 gram.
Gelling agent yang digunakan dalam formula gel obat luka ini adalah Carbopol 940, biasanya digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5 – 2%, akan tetapi pada formulasi ini digunakan Carbopol 940 dengan konsentrasi 1-1,5% sesuai dengan hasil orientasi yang telah dilakukan Carbopol banyak digunakan dalam berbagai produk topikal karena memiliki beberapa kelebihan,
(56)
seperti aman dan efektif, non-sensitizing, tidak mempengaruhi efek biologis zat aktif, serta sifat thickening yang sangat baik (Hosmani, Thorat, Kasture, 2006). Pada dispersi cair dengan konsentrasi 1% b/v carbopol memiliki pH yang sangat asam, yakni antara 2,5-3,0, sedangkan menurut Heather, dkk (2012), kulit memiliki rentang pH antara 5 dan 6,5, dijelaskan pula bahwa pH sediaan tidak hanya mempengaruhi solubilitas dan stabilitas obat dalam sediaan, tetapi dapat juga berpotensi menimbulkan iritasi, sehingga sediaan ini harus diformulasikan pada rentang pH tersebut. Oleh karena itu, perlu ditambahkan basa amin untuk meningkatkan pH sediaan, yakni dengan penambahan trietanolamin (TEA). Penambahan trietanolamin ini berpengaruh juga terhadap viskositas sediaan, hal ini disebabkan keberadaan elektrolit yang bermuatan negatif yang kemudian akan menimbulkan gaya tolak-menolak dari ion-ion tersebut, sehingga meningkatkan viskositas (Bluher et al., 1995).
Propilenglikol digunakan sebagai humektan dalam sediaan untuk mempertahankan kelembaban gel, adanya gugus fenolik (-OH) pada strukturnya menyebabkan propilenglikol dapat berinteraksi dengan molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen. Propilenglikol digunakan karena sifatnya yang mudah diabsorbsi oleh kulit yang rusak (luka), relatif tidak toksik, sifat iritan yang kecil, relatif stabil secara kimia dan stabil dalam proses sterilisasi dengan autoklaf (Rowe et al, 2009).
(57)
y = 4,428x + 188,8 R² = 0,659
200 225 250 275 300
8 9 10 11 12 13 14 15
v is k o si ta s (d. P a .s )
konsentrasi propilenglikol dalam formula (%)
Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol
terhadap Viskositas Gel
Series1
Linear (Series1)
Gambar 5. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap Viskositas Gel
y = -0,408x + 13,36 R² = 0,615
0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000
8 9 10 11 12 13 14 15
da y a s e ba r (c m )
konsentrasi propilenglikol dalam formula (%)
Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol
terhadap Daya Sebar Gel
Series1
Linear (Series1)
Gambar 6. Grafik Orientasi Pengaruh Konsentrasi Propilenglikol terhadap Daya Sebar Gel
Pada kedua grafik di atas dapat diketahui bahwa pada konsentrasi propilenglikol 10%, 11% dan 12% memberikan efek yang besar terhadap viskositas gel dan konsentrasi propilenglikol 10-13% memberikan efek yang besar pada daya sebar gel. Oleh karena itu, didapat daerah irisan dari kedua grafik tersebut, yakni antara konsentrasi carbopol 10% dan 12%. Pada daerah tersebut
(58)
juga sudah memenuhi viskositas yang diinginkan (200-300 d.Pa.s) serta daya sebar yang diinginkan (3-5cm), sehingga dipilih level rendah propilenglikol 10% dan level tingginya 12%. Gel yang dibuat pada masing-masing formula sejumlah 200 gram, sehingga propilenglikol yang digunakan sebanyak 20-24 gram. Propilenglikol sebagai humektan digunakan dalam konsentrasi kurang dari 15%, berdasarkan hasil orientasi digunakan propilenglikol dengan konsentrasi 10-12%.
Hidrogel dengan kandungan air yang cukup banyak menyebabkan besarnya kemungkinan untuk terjadi kontaminasi oleh mikroba. Penggunaan antimikroba dalam sediaan gel bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme. Bahan pengawet dapat melawan mikroorganisme dengan spektrum yang luas (Heather dan Adam, 2012). Pengawet yang digunakan dalam formula ini adalah metil paraben dengan konsentrasi 0,1%. Metil paraben dipilih karena memiliki spektrum yang luas, stabil pada sediaan berair dengan pH 3-6, stabil dalam proses sterilisasi dengan autoklaf, mutagenik, non-karsinogenik dan non-teratogenik (Rowe et al, 2009).
Cara pembuatan yakni pertama-tama carbopol dikembangkan dengan aquadest selama 24 jam, kemudian ke dalam carbopol ditambahkan TEA dan metil paraben yang dilarutkan dengan propilenglikol, kemudian dicampur menggunakan mixer selama 1 menit. Basis gel tersebut disterilisasi dengan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit, metode sterilisasi ini terbukti tidak berpengaruh terhadap stabilitas formula (Mohanambal, Arun dan Abdul, 2010). Kemudian ekstrak daun petai cina dan sisa aquadest ditambahkan dan dicampur selama 1 menit. Pada formula yang diacu Polyherbal Gel for Wound Healing
(59)
(Patel A.N., 2011), terdapat juga penggunaan etanol, tetapi dalam formula yang dibuat dalam penelitian ini etanol tidak digunakan karena etanol diketahui dapat mengeringkan luka, sehingga ditakutkan dapat mengaburkan efek penyembuhan luka dari gel yang dibuat. Ekstrak daun petai cina yang digunakan sebanyak 6% didapatkan berdasar hasil orientasi dosis (Lampiran 3).
C. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Gel
Salah satu kriteria untuk sediaan semisolid yang baik adalah memiliki stabilitas fisik yang baik. Uji stabilitas penting untuk membantu meyakinkan bahwa suatu formulasi dapat mempertahankan integritasnya (Dukes, 1990). Sifat fisik yang diuji meliputi organoleptis, pH, daya sebar dan viskositas, sedangkan stabilitas fisik yang diuji adalah pergeseran viskositas.
1. Uji organoleptis dan pH
Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna dan bau sediaan gel, sedangkan uji pH dilakukan dengan menggunakan pH strips.
Tabel V. Data uji organoleptis dan pH Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina
Kriteria f1 fa fb Fab
Warna Hijau
jernih
Hijau jernih
Hijau jernih
Hijau jernih
Bau khas khas khas Khas
pH 6 6 6 6
Hasil pengamatan organoleptis dan pH pada setiap formula relatif sama. Penampilan fisik gel yang berwarna hijau jernih dan bau yang tidak
(60)
menyengat diharapkan dapat diterima lebih baik oleh pasien. pH memenuhi range pH kulit yakni antara 5-6,5 sehingga tidak mengiritasi kulit (Heather dan Adam, 2012).
2. Uji daya sebar
Daya sebar merupakan karakteristik yang penting dari bentuk sediaan topikal dan bertanggungjawab terhadap penghantaran obat ke tempat aksi, kemudahan penggunaan, ekstrudabilitas dari kemasan dan yang paling penting, penerimaan oleh pasien (Garg et al, 2002). Daya sebar adalah kemampuan sediaan untuk menyebar saat diaplikasikan pada kulit. Garg (2002) juga menyatakan bahwa daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan. Semakin besar viskositas suatu sediaan, maka semakin kecil kemampuannya untuk menyebar. Sediaan topikal yang ideal memiliki nilai daya sebar yang tidak terlalu besar maupun terlalu kecil. Humektan dan gelling agent memiliki pengaruh yang besar terhadap viskositas dan daya sebar suatu sediaan. Setelah melakukan orientasi (Lampiran 2), didapat kombinasi jumlah Carbopol 940 dan propilenglikol sebagai berikut:
Tabel VI. Level rendah dan level tinggi Carbopol 940 dan Propilenglikol Faktor Carbopol 940 Propilenglikol
Level rendah 2 gram 20 gram
Level tinggi 3 gram 24 gram
(61)
Tabel VII. Daya sebar ( ̅ ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina setelah 48 jam penyimpanan
Formula Daya sebar (cm)
1 4,650 ± 0,265
A 3,983 ± 0,416
B 4,100 ± 0,350
Ab 3,783 ± 0,029
Dari Tabel VII diketahui bahwa daya sebar untuk semua formula masuk dalam range daya sebar, yakni antara 3-5 cm.
3. Uji viskositas
Pengujian sifat alir suatu sediaan diperlukan jika sifat rheologinya dapat mempengaruhi pelepasan obat dari sediaan tersebut. Sebagian besar sediaan semi solid yang diaplikasikan untuk kulit, viskositas biasanya digunakan untuk melihat sifat alir, karena viskositas dari suatu produk dapat mengindikasikan perubahan stabilitas fisik dari produk tersebut (Heather dan Adam, 2012).
Pengamatan viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan gel. Hal ini dimaksudkan agar gel sudah membentuk sistem yang stabil, yakni tidak terpengaruh oleh suhu maupun pengadukan saat pembuatan. Viskositas yang dikehendaki dari penelitian ini adalah 200-300 d.Pa.s. Pergeseran viskositas yang diinginkan adalah kurang dari 10%.
Tabel VIII. Viskositas ( ̅ ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina setelah 48 jam penyimpanan
Formula Viskositas (d.Pa.s) 1 243,333 ± 5,744 A 300,000 ± 0,000 B 246,667 ± 5,774 Ab 275,000 ± 0,000
(62)
Hasil pengukuran viskositas pada tabel di atas menunjukkan bahwa viskositas semua formula setelah 48 jam penyimpanan masuk range viskositas yang diinginkan.
Pengukuran viskositas juga dilakukan kembali setelah 1 bulan penyimpanan dan pada setiap minggunya untuk melihat profil viskositas dan pergeseran viskositasnya. Pergeseran viskositas yang diinginkan adalah kurang dari 10%.
Gambar 7. Grafik Viskositas Gel Tiap Minggu
Tabel IX. % Pergeseran Viskositas ( ̅ ) Gel Obat Luka Ekstrak Daun Petai Cina
Formula Viskositas setelah 48 jam penyimpanan (d.Pa.s)
Viskositas setelah 1 bulan penyimpanan (d.Pa.s)
% Pergeseran viskositas
1 243,333 246,667 1,389 ± 1,203
a 300,000 291,667 2,778 ± 0,962
b 246,667 248,333 0,694 ± 1,203
ab 275,000 295,000 7,273 ± 1,819
Secara umum, dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa keempat formula memiliki profil sifat alir yang relatif sama, yakni pseudoplastis. Pada sifat aliran
200,000 250,000 300,000 350,000
0 1 2 3 4 5
Vi sko si tas (d .P a.s )
waktu penyimpanan (minggu)
formula 1
formula a
formula b
(63)
pseudoplastis viskositas sediaan berkurang dengan adanya shearing stress. Di samping itu, setelah minggu ke-3, semua formula juga memiliki viskositas yang relatif stabil. Pada tabel IX dapat diketahui bahwa semua formula memenuhi persyaratan pergeseran viskositas, yakni kurang dari 10%, sehingga dapat dikatakan bahwa keempat formula memiliki stabilitas yang baik.
D. Efek Penambahan Carbopol 940 dan Propilenglikol serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Obat Luka Ekstrak
Daun Petai Cina
Adanya perbedaan level dan faktor menyebabkan terjadinya perubahan respon yang disebut dengan efek. Efek carbopol 940, propilenglikol serta interaksinya terhadap sifat fisik gel (viskositas, daya sebar, pergeseran viskositas) dapat diketahui dengan analisis data menggunakan perangkat lunak statistik R-12.14.1 dengan uji two way ANOVA menggunakan taraf kepercayaan 95%. Selain itu, dilakukan juga analisis pada signifikansi masing-masing faktor dalam menimbulkan efek. Penelitian ini menggunakan rancangan desain faktorial dengan dua faktor pada dua level (level tinggi dan level rendah). Jumlah bahan pada masing-masing formula disamakan, kecuali carbopol 940 dan propilenglikol, karena penelitian ini ingin melihat efek dari penambahan kedua bahan tersebut pada level yang diteliti saja.
1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data dilakukan untuk melihat distribusi data yang didapat dari hasil penelitian. Data yang diharapkan adalah data dengan distribusi normal
(64)
(Mario dan Sujarweni, 2006). Pada penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah Shapiro Wilk. Data dikatakan terdistribusi normal apabila memiliki nilai p > 0,05 (Istyastono, 2012). Hasil yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel X. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar Jenis Data Formula nilai p
Viskositas 1 0,1736
A 1
B 1
ab 0,7804 Daya sebar 1 0,3631 a 0,4633 b 0,9265 ab 0,6369
Pada Tabel X terlihat bahwa viskositas dan daya sebar untuk tiap formula memiliki nilai p > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa data terdistribusi normal.
2. Uji Kesamaan Varians
Kesamaan varians adalah salah satu syarat agar uji ANOVA dapat dilakukan, bertujuan untuk mellihat kesamaan varians pada suatu populasi. Uji yang digunakan adalah Uji Levene, apabila nilai p > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa data tidak menunjukkan perbedaan varians (Suhartono, 2008). Hasil yang didapat adalah:
Tabel XI. Uji kesamaan varians viskositas dan daya sebar Jenis data nilai p
Viskositas 0,5672 Daya sebar 1,7598
(65)
Data pada Tabel XI menunjukkan bahwa uji viskositas dan daya sebar memiliki nilai p > 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa data tersebut memiliki kesamaan varians dan dapat dilakukan uji parametrik.
3. Respon Viskositas
Data viskositas gel ekstrak daun petai cina yang diukur 48 jam setelah pembuatan memberikan hasil sebagai berikut:
Tabel XII. Efek carbopol 940 dan propilenglikol serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas
Faktor Efek Standard
Error
Sum of Squares
Mean Square
Df F nilai p Carbopol 940 185,333 29,684 5418,8 5418,8 1 325,125 9,183x10-8 Propilenglikol 12,833 3,426 352,1 352,1 1 21,125 0,0017642 Interaksi -6,583 1,344 602,1 602,1 1 36,125 0,0003197
Dari data pada Tabel XII yang didapat dari analisis uji ANOVA yang terdapat pada program R-12.4.1 menunjukkan bahwa carbopol 940 memiliki nilai efek paling besar, yaitu 185,333. Suatu faktor dikatakan memberikan efek yang signifikan terhadap respon viskositas jika nilai p-nya < 0,05. Dari Tabel XII dapat dilihat bahwa carbopl 940, propilenglikol maupun interaksinya memiliki nilai p < 0,05, sehingga ketiganya sama-sama memberikan efek yang signifikan terhadap viskositas sediaan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap viskositas adalah carbopol karena pada uji ANOVA memiliki nilai p yang paling kecil.
Model persamaan untuk respon viskositas memiliki nilai p < 0,05 (Lampiran 4), sehingga model persamaan ini signifikan dan dapat digunakan dalam menentukan pengaruh tiap-tiap faktor terhadap respon viskositas yang diamati. Persamaan desain faktorial untuk respon viskositas adalah: Y = -117,667
(66)
(±75,678) + 185,333 (±29,684)X1 + 12,833 (±3,426)X2 – 6,583 (±1,344)X1X2; dengan nilai p 1,444 x 106 (Persamaan 2) dengan X1 adalah carbopol 940, X2 adalah propilenglikol dan X1X2 adalah interaksi carbopol 940 dan propilenglikol.
Pengaruh carbopol 940 dan propilenglikol terhadap viskositas gel ekstrak daun petai cina dapat dilihat pada grafik berikut:
0,000 100,000 200,000 300,000 400,000
0 1 2 3 4
v is k o si ta s carbopol
Pengaruh Penambahan Carbopol
940 terhadap Viskositas
level rendah PG
level tinggi PG
Gambar 8. Grafik hubungan carbopol 940 terhadap respon viskositas setelah 48 jam 0 100 200 300 400
19 20 21 22 23 24 25
v is k o si ta s propilenglikol
Pengaruh Penambahan
Propilenglikol terhadap Viskositas
level rendah carbopol
level tinggi carbopol
Gambar 9. Grafik hubungan propilenglikol terhadap respon viskositas setelah 48 jam
(1)
Formula 1; 1 bulan Formula a; 1 bulan
Formula b; 1 bulan Formula ab; 1 bulan
(2)
Uji Daya Sebar Uji Viskositas
Uji sterilitas; hasil (-) Uji sterilitas; hasil (+)
(3)
(4)
BIOGRAFI PENULIS
Evy Fenny Veronica lahir di Salatiga pada tanggal 25 Maret 1991. Merupakan anak ketiga putri kedua dari empat bersaudara lahir dari pasangan Bapak Pius Wargono Budi Santosa (Kwiek Tjong Biek) dan Ibu Theresia Haryati Waluyo (Kwee Swie Hwa). Penulis memulai pendidikan di bangku TK Kanisius Boyolali pada tahun 1994-1997. Kemudian dilanjutkan di SD Santo Fransiskus Boyolali pada tahun 1997-2003, SMP Negeri 1 Boyolali pada tahun 2003-2006, SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta pada tahun 2006-2009. Terakhir penulis menempuh pendidikan di Program Studi S1 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2009-2013. Selama menempuh pendidikan S1, penulis memiliki pengalaman sebagai asisten praktikum Formulasi dan Teknologi Sediaan Semi Solid (2012), Farmasi Fisika (2013) dan Formulasi Teknologi Sediaan Steril (2013). Di samping itu, penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan, seperti sebagai editor dalam Redaksi Buletin Pharmaholic (Mei-Desember 2009), Sie Publikasi, Pendaftaran dan Kesekretariatan dalam Pharmacy Performance and Event Cup (2010), serta Koordinator Sie Acara dalam Paingan Festival (2011).
(5)
xviii INTISARI
Penyembuhan luka (Wound healing) merupakan proses yang penting yang melibatkan perbaikan dan regenerasi jaringan yang terluka. Daun petai cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.) secara tradisional digunakan untuk mengobati luka. Pada penelitian ini digunakan ekstrak daun petai cina sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan gel wound healing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang dominan dari carbopol 940, propilenglikol, dan interaksi keduanya dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas gel wound healing ekstrak daun petai cina. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan area komposisi optimum carbopol 940 dan propilenglikol pada formula gel wound healing ekstrak daun petai cina serta mengetahui efek farmakologis sediaan dalam menyembuhkan luka.
Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni yang bersifat eksploratif menggunakan desain faktorial dengan 2 faktor dan 2 level. Carbopol 940 dan propilenglikol digunakan sebagai faktor, masing-masing dalam level rendah dan level tinggi. Optimasi dilakukan terhadap parameter sifat fisik dan stabilitas gel yang meliputi daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas setelah gel disimpan selama 1 bulan. Analisis data menggunakan R-12.4.1 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol 940, propilenglikol dan interaksi keduanya memberikan respon yang signifikan terhadap viskositas, nilai efek yang paling besar ditunjukkan oleh carbopol 940. Carbopol 940 memberikan efek yang signifikan terhadap respon daya sebar, sedangkan propilenglikol dan interaksi carbopol 940 dan propilenglikol tidak memberikan efek. Pada penelitian ini tidak didapatkan area optimum. Gel mempunyai aktivitas wound healing pada tikus jantan galur Wistar.
Kata kunci : ekstrak daun petai cina, carbopol 940, propilenglikol, desain faktorial, gel Wound healing
(6)
xix ABSTRACT
Wound healing is an important process involves the recovery and regeneration of the broken tissue. Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit. leaf traditionally used for healing the wound. In this sudy, leucaena leaf extract used as the active ingredient in the wound healing gel formulation. The aim of this study is to determine the dominant effect of carbopol 940, propyleneglycol and the interaction between them in determining physical properties and the stability of leucaena leaf extract wound healing gel. Beside that, the other aims of this study are to get the optimum composition area of carbopol 940 and propyleneglycol in the formulation of leucaena leaf extract wound healing gel and to determine the gel pharmacology activity in healing the wound.
This study is a pure experimental design, the explorative one, with two factors and two levels of factorial design. Carbopol 940 and propyleneglycol are the factors, each of them in the low and high level. The optimation is applied to the physical properties parameters and the gel stability include spreadability, viscosity and viscosity shift after a month storage. The data analysis using R-12.4.1 to determine the significance (p<0.05) for each factor and its interaction in showing the effect.
The result showed that carbopol 940, propyleneglycol and their interaction show the significance responses toward the gel viscosity, the biggest effect shown by carbopol 940. Carbopol 940 showed the significance effect toward the gel spreadibility, whereas propyleneglycol and carbopol 940-propyleneglycol interaction showed no effect toward the gel spreadibility. The optimum area was not found. Gel has activity as wound healing in Wistar male rat.
Keywords : leucaena leaf extract, carbopol 940, propyleneglycol, factorial design, wound healing gel