PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN.
SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL
DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk
GEMPOL, PASURUAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Industri
Oleh :
0632010105
IMAM MUKAYANI
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN“
JAWA TIMUR
SURABAYA
2010
(2)
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
ABSTRAKSI ... xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan ... 3
1.5. Asumsi ... 4
1.6. Manfaat ... 4
1.7. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengukuran Kinerja Perusahaan ... 6
2.1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja ... 7
2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja ... 7
2.2 Supply Chain Management ... 8
(3)
2.3 Pengukuran Performansi Supply Chain ... 11
2.3.1 Kegunaan dan Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain 13 2.4 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model ... 14
2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 17
2.5.1 Langkah-Langkah Analytical Hierarchy Process ... 20
2.5.2 Pengukuran Konsistensi Setiap Matriks Perbandingan ... 23
2.6 Pengumpulan Data ... 26
2.6.1 Data Primer ... 26
2.6.2 Data Sekunder ... 27
2.7 Penentuan Jumlah Sampel ... 27
2.8 Pengujian Data ... 28
2.8.1 Uji Validitas ... 28
2.8.2 Uji Reliabilitas ... 38
2.9 Scoring Sistem ... 29
2.10 Proses Normalisasi ... 30
2.11 Peneliti Terdahulu ... 32
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.2 Identifikasi Variabel ... 34
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 38
3.3.1 Penyusunan Kuisioner... 39
(4)
3.4.1 Uji Validitas ... 41
3.4.2 Uji Reliabilitas ... 41
3.4.3 Uji Konsistensi ... 42
3.4.4 Perhitungan Nilai Normalisasi Dengan Standarisasi SCOR 42 3.4.5 Perhitungan Nilai Akhir Performansi Supply Chain ... 42
3.5 Analogi Perhitungan KPI ... 43
3.6 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ... 45
BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 53
4.1.1 Pengumpulan Kualitatif ... 56
4.1.2 Pengumpulan Data Kuantitatif ... 55
4.1.2.1 Plan ... 56
4.1.2.1.1 Data Produksi dan Rencana Produksi . 56 4.1.2.1.2 Data Permintaan Aktual Dan Permintaan Hasil Peramalan ... 56
4.1.2.1.3 Data Internal Relationship ... 56
4.1.2.2 Source ... 57
4.1.2.2.1 Data Source Employee Reliability ... 57
4.1.2.2.2 Data Supplier Delivery Lead Time ... 57
4.1.2.2.3 Data Payment Term ... 57
(5)
4.1.2.3.1. Data Manufacturing Employee Reliability 58
4.1.2.4 Deliver ... 58
4.1.2.4.1 Data Delivery Lead Time ... 58
4.1.2.4.2 Data Minimum Delivery Quantity ... 59
4.1.2.5 Return ... 59
4.1.2.5.1 Data Komplain Customer ... 59
4.1.3 Pembuatan dan Penyebaran Kuisioner ... 59
4.1.3.1 Pembuatan Kuisioner Indikator Kualitatif ... 59
4.1.3.2 Penentuan Sampel ... 60
4.1.4 Uji Validitas ... 60
4.1.4.1 Uji Validitas Kuisioner Karyawan Bagian DPK . 60 4.1.4.2 Uji Validitas Kuisioner Karyawan DPT ... 61
4.1.5 Uji Reliabilitas ... 62
4.1.5.1 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Bagian DPK ..62
4.1.5.2 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Bagian DPT 63 4.1.6 Pembobotan KPI ... 64
4.1.6.1 Pembuatan Kuisioner KPI ... 64
4.1.6.2 Penyebaran dan Pengumpulan Kuisioner KPI ... 64
4.1.6.3 Pembobotan KPI Dengan AHP ... 64
4.2 Pengolahan Data ... 65
4.2.1 Perhitungan Nilai Aktual Performansi Supply Chain ... 65
(6)
4.2.4 Agregasi Nilai Performansi ... 74 4.3 Analisa dan Pembahasan ... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ... 82 5.2 Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(7)
Tabel 2.1 Contoh Matriks Perbandingan ... 22
Tabel 2.2 Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process ... 22
Tabel 2.3 Nilai Indeks Random ... 25
Tabel 2.4 Sistem Monitoring Indikator Performansi ... 31
Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator ... 35
Tabel 3.2 Kategori Indikator Performansi ... 43
Tabel 4.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator di PT Laser Jaya Sakti ... 55
Tabel 4.2 Data Produksi dan Rencana Produksi PT Laser Jaya Sakti ... 56
Tabel 4.3 Data Permintaan Aktual Dan Permintaan Hasil Peramalan ... 56
Tabel 4.4 Data Internal relationship ... 56
Tabel 4.5 Data Source Employee Reliability ... 57
Tabel 4.6 Data Supplier Delivery Lead Time ... 57
Tabel 4.7 Data Payment Term ... 57
Tabel 4.8 Data Material order cost ... 58
Tabel 4.9 Data Manufakturing employeeReliability ... 58
Tabel 4.10 Data Delivery Lead Time ... 58
Tabel 4.11 Data Minimum Delivery Quantity ... 59
Tabel 4.12 Data Number of Customer Complaint ... 59
Tabel 4.13 Uji Validitas Bagian Tata Usaha dan Keuangan ... 61
(8)
Tabel 4.16 Uji Reliabilitas Bagian Instalasi, Pabrikasi, Tanaman ... 63
Tabel 4.17 Nilai Bobot KPI Setiap Level ... 65
Tabel 4.18 Hasil Performansi Supply Chain Aktual ... 68
Tabel 4.19 Hasil Scoring Aktual ... 71
Tabel 4.20 Nilai Akhir Kinerja Supply Chain ... 73
Tabel 4.21 Nilai Performansi Supply Chain Perusahaan ... 75
Tabel 4.22 Hasil Indikator Dengan Skor ... 77
Tabel 4.23 Hasil Indikator Dengan Skor Rendah ... 79
(9)
Gambar 2.1 Proses Dalam Supply Chain ... 10
Gambar 2.2 Ruang Lingkup Pengukuran Kinerja Supply Chain ... 14
Gambar 2.3 Supply Chain Model ... 14
Gambar 3.1 Hirarki Awal Pengukuran Performansi Supply Chain ... 38
Gambar 3.2 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah ... 45
Gambar 4.1 Hirarki Pengukuran Performansi Supply Chain ... 54
(10)
Supply Chain adalah konsep yang merupakan integrasi dari keseluruhan elemen dari perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen, yaitu merupakan kesatuan dari Supplier, Manufacturing, Customer, dan Delivery Process. Sehubungan dengan itu, untuk mengetahui apakah rantai Supply Chain produk dalam suatu perusahaan telah beroperasi dengan baik atau belum, diperlukan adanya suatu sistem pengukuran kinerja.
PT. Laser Jaya Sakti merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri manufaktur, hasil produksinya adalah separator. separator ini merupakan salah produk alat untuk pemisah minyak. PT. Laser Jaya Sakti sudah memiliki kerangka pengukuran kinerja tetapi pengukuran kinerja supply chain hanya diukur secara fungsional dan diterapkan pada bagian produksi dengan berbagai indikator kinerja seperti efisiensi material dan efisiensi total, sehingga konsep supply chain dalam perusahaan tidak stabil. Hal ini menjadikan tidak seimbangnya antara permintaan dan pasokan produk yang ada di PT. Laser Jaya Sakti.
Dengan memperhatikan fungsi supply chain dan masalah yang dihadapi PT. Laser Jaya Sakti, maka dilakukan penelitian yang dengan menggunakan Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model. Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model diperlukan untuk mengukur performansi dari suatu perusahaan. Supply Chain Operations Reference
(SCOR) Model diorganisasikan dalam lima proses utama Supply Chain yaitu Plan, Source,
Make, Deliver dan Return.
Hasil pengukuran performasi supply chain PT. Laser Jaya Sakti dapat diketahui bahwa nilai performansi.Pada Percentage of adjusted production quantitye didapat nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 8, Forecast Accuracy didapat nilai tertinggi 29 dan nilai terendah 3, Internal Relationship didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50, Source Employee reliability
didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50, Supplier Delivery Lead Time didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50, Payment term didapat nilai yang sama dalam waktu bulan yaitu 96.67, Material order cost didapat nilai tertinggi 92 dan nilai terendah 38,
Manufacturing Employee Reliability didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 75, Delivery Lead Time didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 86.67, Minimum delivery quantity
didapat nilai tertinggi 35 dan nilai terendah 26, Number or Customer Complaint didapat nilai yang bagus yaitu 100. Dan dari 11 indikator performansi Supply Chain perusahaan terdapat 8 indikator yang mempunyai nilai skor yang tinggi dan 3 indikator yang mempunyai nilai skor rendah, yang terdiri dari Percentage of adjusted production quantity (39.3) perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melakukan perencanaan produksi dan meramalnya dengan metode yang sesuai dengan perusahaan, Forecast Accuracy (12.075) perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melihat kondisi pasaran dan dalam meramalkan permintaan produk harus melihat atau mengacu pada permintaan pada bulan-bulan sebelumnya, Minimum delivery quantity (30) perbaikan yang perlu dilakukan adalah sebaiknya perusahaan menyediakan jumlah transportasi jika jumlah pesanan lebih dari atau sama dengan 200 unit, hal ini untuk menekan biaya transportasi agar biaya transportasi dan harga produk seimbang.
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Persaingan bisnis yang semakin ketat di era globalisasi ini menuntut perusahaan untuk menyusun kembali strategi dan taktik bisnisnya sehari-hari. Esensi dari persaingan terletak pada bagaimana perusahaan mengimplementasikan proses dalam menghasilkan produk atau jasa yang lebih baik, lebih murah dan cepat dibanding pesaingnya. Untuk itu dalam rangkaian kerja tersebut sebuah perusahaan harus dapat memperbaiki performansinya agar dapat terus bersaing dan mengalami kemajuan.
Supply Chain Operation Research (SCOR) Model diperlukan untuk mengukur performansi dari suatu perusahaan. Dari pengukuran tersebut akan didapatkan hasil performansi yang akan mengarahkan perusahaan dan memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan sendiri, supplier maupun
konsumen. Model SCOR diorganisasikan dalam 5 (lima) proses Supply Chain
utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return dimana ini pada level pertama, kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level untuk pengukuran performansinya.
PT. Laser Jaya Sakti merupakan perusahaan yang bergerak didalam industri manufaktur yang memproduksi separator yang berlokasi didesa Gempol, Pasuruan, dimana produk – produk tersebut dikerjakan sesuai dengan permintaan atau pemesanan dari pemesan secara continues agar perusahaan dapat mengurangi kerugian. produk ini diamati karena produk tersebut di pesan dengan spek yang ketat, pembuatanya berdasarkan progress dengan waktu yang
(12)
disepakati oleh kedua belah pihak (antara customer dan PT . Laser Jaya Sakti sebagai fabricator).
Masalah yang terjadi di PT . Laser Jaya Sakti ini belum adanya system pengukuran performansi yang sifatnya menyeluruh, pengukuran performansi hanya di ukur secara fungsional dan hanya segi output saja, tanpa menggunakan system pengukuran kinerja untuk mengontrol kinerja supply chain,sehingga kurang efektif dan efisien.Target dan output produksi sering tidak sesuai, sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sepenuhnya dan keterlambatan datangnya bahan baku dari supplier.
Dengan memperhatikan fungsi supply chain dan masalah yang dihadapi PT Laser Jaya Sakti, maka penulis melakukan penelitian yang dengan
mengembangkan suatu kerangka kerja pengukuran kinerja supply chain dengan
menggunakan indikator pengukuran kinerja yang lebih sesuai dengan kondisi dan tujuan strategis perusahaan. Dengan harapan PT Laser Jaya Sakti lebih dapat
menyeimbangkan supply chain Management yang ada, agar plan, source, make,
deliver, return dapat berjalan dengan baik. Supply Chain Management merupakan
solusi dimana peneliti berusaha menyatukan aspek-aspek yang telah ada dari
seluruh aktivitas, yaitu sejak material datang dari pihak supplier, kemudian
material diolah menjadi produk jadi sampai produk didistribusikan ke konsumen sehingga didapatkan hasil yang terintegrasi.
(13)
1.2. Perumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang
muncul adalah : “Mengetahui performansi dan indikator-indikator apa saja yang
perlu mendapatkan perbaikan melalui pendekatan Supply Chain Operations Reference (SCOR ) di PT . Laser Jaya Sakti?”
1.3. Batasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini terdapat batasan-batasan masalah yang dapat diteliti yaitu :
1. Pengukuran dengan model Supply Chain Operations Reference (SCOR)
sampai pada level 3, yaitu penentuan parameter dari setiap matrik dan komponen yang akan diukur.
2. Responden adalah semua staf di perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan purcashing, marketing, logistic, enginering, PPIC.
3. Data yang diambil adalah data pada bulan januari sampai juni 2010.
1.4. Tujuan Penelitian
Dengan berdasar permasalahan-permasalahan yang ada, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Mengetahui performansi kinerja Supply Chaín PT . Laser Jaya Sakti
2. Memberikan usulan perbaikan di PT . Laser Jaya Sakti agar perusahaan
(14)
1.5. Asumsi-asumsi
Asumsi dari penelitian ini adalah bahwa :
1. Semua kebijakan perusahaan selama penelitian ini tidak mengalami perubahan secara signifikan.
2. Bahwa karyawan mempunyai skill yang sama
3. Karyawan mampu secara kolektif dalam tingkat yang lebih tinggi, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian maupun strategi.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini antara lain : 1. Manfaat untuk kepentingan ilmiah.
Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai informasi dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat untuk perusahaan.
Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pimpinan perusahaan atau pihak yang akan berkepentingan dalam keputusan lebih lanjut dimasa yang akan datang. Dan juga dapat memaksimalkan hubungan antar bagian serta dengan para mitra bisnisnya.
3. Manfaat bagi peneliti.
Sebagai studi banding antara teori yang diterima dibangku kuliah dengan keadaan nyatanya.
(15)
I.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, asumsi, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan, yang diharapkan mampu memberikan gambaran pelaksanaan dan pembahasan laporan skripsi ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti yaitu mengenai metode Supply Chain dan
bagaimana cara mengukur performansi kinerja perusahaan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang lokasi dan waktu penelitian, identifikasi dan definisi variabel serta langkah-langkah pemecahan masalah.
BAB IV ANALISA DAN PEMBASAHAN
Bab ini berisi tentang analisa hasil dan pembahasan pengukuran performansi PT . Laser Jaya Sakti.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang didapat dari penelitian skripsi dan saran-saran sebagai masukan untuk pelaksanaan performansi perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(16)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengukuran Kinerja Perusahaan
Pengukuran kinerja perusahaan pada periode tertentu sangat diperlukan agar prestasi perusahaan dapat diketahui. Selama ini, pengukuran kinerja perusahaan hanya berfokus pada perspektif keuangan saja, yang hanya menggambarkan kinerja pada satu sisi yaitu perusahaan (internal), sedangkan sisi luar perusahaan (eksternal) kurang tersentuh.
Adapun definisi dari pengukuran kinerja itu sendiri menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Mulyadi (1993)
“Penentuan secara periodik efektivitas operasional dari suatu organisasi sebagai bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan : sasaran, standar dan kriteria yang telah diharapkan sebelumnya”
2. Stoner et al (1996)
“Suatu ukuran seberapa efisien dan efektif individu atau organisasi dalam tujuan yang memadai”
3. Anderson dan Clancy (1991)
“Feedback from the accountant to management that provides information about how well the action represent the plans, it also identifies where manager may need to make correction or adjusmention future planning and controlling activities”
(17)
4. Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997)
“The activity of measuring the performance of an activity or the entire value chain”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada dalam perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian– penyesuaian atas aktifitas perencanaan dan pengendalian.
2.1.1. Tujuan Pengukuran Kinerja
Menurut Mulyadi (1993) tujuan pengukuran kinerja adalah :
a) Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap
organisasi secara keseluruhan.
b) Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam
berorganisasi.
c) Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal)
menjalankan bagiannya seirama dengan tujuan pokok perusahaan secara keseluruhan.
2.1.2. Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Lynch dan Cross (1993), manfaat dari sistem pengukuran kinerja yang baik adalah :
1. Menelusuri manfaat kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan
(18)
seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan sebagai
bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya–upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste).
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.
5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
“reward” atau perilaku yang diharapkan tersebut.
2.2. Supply Chain Management
Perkembangan teknologi dan perubahan kondisi pasar yang cepat dan persaingan dunia usaha yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Perusahaan ini semakin menyadari adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan perusahaan tidak akan bisa bertahan bila manajemen perusahaan masih terfokus pada integrasi proses internal. Untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam rangka untuk memenangkan pasar,
diawal tahun 1990, pandangan manajemen mulai bergeser ke manajemen Supply
Chain. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan adanya penerapan
manajemen Supply Chain antara lain yaitu dapat meningkatkan customer
(19)
2.2.1. Pengertian Supply Chain Management
Istilah “Supply Chain Management” merupakan istilah yang baru bagi
beberapa orang. Namun satu fakta yang jelas bahwa dunia usaha telah berubah dan setiap perusahaan diharuskan untuk mampu mencapai efisiensi tinggi dalam proses sorcing, making, maupun delivering.
Supply Chain Management (SCM) adalah metode, alat, atau pendekatan
pengelolaan dari kegiatan supply chain. Namun perlu ditekankan bahwa SCM
menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi.
Jadi SCM tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner. Koordinasi dan kolaborasi antar perusahaan
menjadi diperlukan dalam supply chain karena perusahaan-perusahaan yang
berada pada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir
yang sama, mereka harus bekerjasama membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan
bekerjasama antara elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan dapat
dicapai. Oleh karena itu cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain,
tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain. (I Nyoman
(20)
2.2.2 Proses dalam Supply Chain
Ada 5 proses utama dalam supply chain dan ini dapat sabagai rancangan
awal key performance indicator sebagai berikut yaitu :
1. Plan, yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan
pengiriman (delivery) yang baik.
2. Source, yaitu proses untuk menyediakan produk dan jasa (raw material) untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.
3. Make, yaitu proses untuk mentransformasi raw material menjadi produk jadi untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.
4. Deliver, yaitu proses mengirimkan produk jadi dan jasa untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan actual, termasuk juga manajemen penjualan, manajemen transportasi, dan manajemen distribusi.
5. Return, yaitu proses yang dikaitkan dengan pengembalian atau menerima kembali produk dengan berbagai alasan. Proses ini juga termasuk didalam bagian delivery customer support.
(21)
2.3 Pengukuran Performansi Supply Chain
Pengukuran kinerja adalah suatu proses untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dari suatu aktivitas. Dalam sistem manajemen bisnis modern, pengukuran kinerja bukan hanya sekedar sistem pengukuran dan perhitungan saja, melainkan juga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja.
Ada sejumlah tipe pengukuran kinerja yang berbeda yang digunakan untuk mengkarakteristik sistem, khususnya sistem produksi, distribusi, dan inventori. Banyaknya sistem pengukuran tersebut, maka untuk melakukan pemilihan sistem
pengukuran manakah yang paling sesuai dengan pengukuran performansi supply
chain sangat sulit.
Ide dari pengukuran kinerja ini diawali dari pengukuran operasi
manufakturing yang dilakukan oleh Frederick W. Taylor (father of scientific
methods) pada awal abad ke 20. Beliau melakukan penelitian mengenai studi gerak dan waktu. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang ada serta membuat kriteria yang obyektif untuk mengukur dan menetapkan kinerja yang obyektif untuk mengukur dan menempatkan kinerja dan efisiensi pekerja tersebut.
Lama-kelamaan pandangan pengukuran kinerja semakin berkembang. Penelitian mengenai pengukuran kinerja tidak lagi difokuskan pada penelitian kinerja individual melainkan mengarah pada pengukuran kinerja bisnis perusahaan. Pada awal tahun 1920 mulailah muncul dan berkembang sistem pengukuran secara tradisional yang masih berfokus pada aspek finansial. Sistem pengukuran tradisional ini dinilai oleh para praktisi dan akademisi memiliki banyak kekurangan karena berfokus pada satu indikator saja yaitu finansial.
(22)
Pengukuran kinerja sebaiknya memiliki orientasi jangka panjang dibandingkan dengan jangka pendek. Ukuran finansial menunjukkan dampak kebijakan dan prosedur perusahaan pada posisi keuangan perusahaan jangka pendek, hal ini merupakan salah satu kekurangan sistem kinerja secara tradisional.
Dalam pengukurannya, ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat antara lain :
1. Ukuran tidak diorientasikan dan dipusatkan atas menyediakan suatu perspektif
memandang ke depan.
2. Ukuran tidak selalu dihubungkan dengan pentingnya masalah keuangan,
namun seperti pelayanan pelanggan/loyalty dan mutu produk.
3. Ukuran tidak secara langsung ada keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas
operasional.
Pengukuran performansi terhadap Supply Chain haruslah mengandung
indikator-indikator. Indikator-indikator tersebut sebaiknya harus berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :
1. Aspek-aspek apa saja yang harus diukur ? 2. Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut ?
3. Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa, memperbaiki dan mengontrol kualitas rantai produktivitas ?
Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bukanlah merupakan tugas yang mudah. Banyak indikator-indikator yang harus disiapkan dan perlu penggunaan ukuran-ukuran yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu : 1. Universality (bersifat umum dan mudah diukur).
(23)
2. Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang dapat diukur).
3. Consistency (menjamin kekonsistenan pengukuran). (A. Zainur Razikh, ST, 2008)
2.3.1 Kegunaan dan Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain
Pengukuran kinerja dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi perusahaan, apakah perusahaan tersebut telah berjalan dengan baik dan mampu mencapai
tujuannya atau justru mengalami kemunduran. Pengukuran supply chain dan
analisisnya dapat digunakan untuk :
1. Memberikan pengetahuan tentang berbagai macam variasi metode, proses,
teknik dan sistem yang dapat digunakan untuk me-manage supply chain dan
mempelajari entiti–entiti supply chain untuk mengidentifikasi area yang
berpotensi untuk dikembangkan.
2. Melakukan implementasi metode, proses, teknik dan sistem secara
keseluruhan untuk menunjang performa supply chain.
3. Untuk kontrol biaya.
4. Untuk kontrol kualitas.
5. Untuk menentukan level of customer service dan cara mengontrolnya.
(Ita Yustianingwati, ST, 2005)
Pengukuran kinerja supply chain mencakup pengukuran kinerja perusahaan
pada proses internal dan proses eksternal perusahaan. Proses internal perusahaan merupakan seluruh proses yang terjadi didalam perusahaan mulai dari proses
(24)
proses eksternal merupakan proses yang melibatkan hubungan perusahaan dengan stage yang berada diluar perusahaan, yaitu supplier dan Customer.
Gambar 2.2 Ruang lingkup pengukuran kinerja supply chain
2.4
Supply Chain Operations Reference (SCOR) ModelModel Supply Chain Operations Reference (SCOR) dikembangkan oleh suatu
lembaga professional, yaitu Supply Chain Council (SCC). Supply Chain Council
(SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath (PRTM) dan AMR Research. Model ini dikuasakan kepada seluruh industry standart yang
digunakan untuk supply chain management. Model ini dikembangkan untuk
mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan seluruh fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan customer. (Supply Chain Council, 2004)
Adapun bentuk dari Supply Chain yang digambarkan oleh SCOR model
adalah :
(25)
Gambar 2.3. Supply Chain Model
Sumber : Supply Chain Council, Supply Chain Reference Model, Overview Version 6.1,
Adapun definisi dari kelima proses manajemen utama Supply Chain dalam
SCOR adalah sebagai berikut :
Performansi Supply Chain
Make Deliver Return
Source Plan
Reliability Responsiveness Flexibility
Indikator-indikator Performansi Supply Chain
Cost Assets
Gambar 2.4
Hierarki Awal Pengukuran Performansi Supply Chain
Level 0
Level 1
Level 2
(26)
1. Plan
Proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk
mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan Source, produksi dan
pengiriman yang terbaik. 2. Source
Proses yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperoleh material dan hubungan perusahaan dengan supplier.
3. Make
Proses untuk merubah (transformasi) material menjadi produk jadi untuk
memenuhi permintaan customer.
4. Delivery
Proses mengirimkan produk jadi dan atau jasa untuk memenuhi permintaan. 5. Return
Proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan.
Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) diorganisasikan dalam 5
(lima) proses Supply Chain utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan Return
dimana ini pada level pertama. Kemudian SCOR dibagi lagi menjadi level-level
untuk pengukuran performansinya. Didalam level 2 SCOR, dimunculkan setiap
aspek yang akan diukur. Misalnya saja mengenai reliability, responsiveness,
flexibility, costs, dan assets.
Dari masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks pengukuran yang akan diukur sehingga dapat kita nilai. Level dua dari SCOR,
(27)
performansinya. Sedangkan untuk level tiganya, setiap komponen yang ada di
mapping level dua, di breakdown sehingga mendapatkan sesuatu yang detail dari komponen-komponen tersebut. Pada level tiga juga sudah mulai dilakukan penentuan parameter dari setiap metriks dan komponen yang akan diukur. (I nyoman Pujawan, 2005)
Adapun contoh-contoh metriks yang ada di dalam metode SCOR, adalah sebagai berikut :
A. Aspek reliability
1. Inventory inaccuracy, yaitu besarnya penyimpangan antara jumlah fisik persediaan yang ada di gudang dengan catatan / dokumentasi yag ada.
2. Defect rate, yaitu tingkat pegembalian material cacat yang dikembalikan ke
supplier.
3. Stockout Probability, probabilitas atau kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan.
B. Aspek Responsiveness
1. Planning cycle time, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal produksi.
2. Source item responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier untuk memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan jumlah jenis material tertentu dari permintaan awal suatu order.
(28)
C. Aspek Flexibility
1. Minimum order quantity, yaitu jumlah unit minimum yang bisa dipenuhi
supplier dalam setiap kali order.
2. Make volume flexibility, yaitu prosentase penongkatan yang dapat dipenuhi oleh produksi dalam kurun waktu tertentu.
D. Aspek Cost
1.8.2 Defect cost, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk penggantian produk
cacat.
2.8.2 Machine maintenance, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk
perawatan mesin produksi. E. Aspek Assets
1. Payment term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material dengan waktu pembayaran ke supplier.
2. Cash to cash cycle time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan uang untuk pembelian material sampai dengan perusahaan menerima uang pembayaran dari konsumen. (Ita Yustianingwati, ST, 2005)
2.5. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP dikembangkan oleh Saaty (1980) dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak terstruktur. Data yang ada adalah bersifat kualitatif yang didasarkan, diamati, namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk memodelkan secara kuantitatif.
AHP dapat diaplikasikan dengan berguna untuk mengelompokkan berbagai situasi dan permasalahan. Misalnya memprioritaskan alternatif keputusan yang
(29)
sangat kompleks, menentukan kekonsistenan, memformulasikan konsistensi, menganalisa permasalahan publik, analisa sensitivitas, evaluasi tingkat kepentingan faktor, formulasi strategis, alokasi sumber daya, analisa benefit cost, aplikasi inovasi pada daerah baru , dan lain-lain.
Salah satu keuntungan utama AHP yang membedakan dengan model pengambilan keputusan lainnya adalah tidak ada syarat konsistensi mutlak. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan manusia sebagian didasarkan logika dan sebagian lagi didasarkan pada unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman dan intuisi.
Kelebihan AHP (Suryadi dan Ramdhani, 1998) dibandingkan dengan yang lainnya karena adanya :
1. Struktur yang hirarki
2. bagai konsistensi dari kriteria yang dipilih, sampai kepada sub-sub kriteria
yang paling dalam.
3. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.
4. Memperhitungkan ketahanan output analisis sensivitas pemgambilan
keputusan.
5. Karena menggunakan input persepsi manusia, model ini dapat mengolah data
yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif sekaligus.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi-objektif dan multi-kriteria yang didasarkan pada perbandingan preferensi tiap elemen dalam hirarki, sehingga menjadi model pengambilan keputusan yang komprehensif.
(30)
Prosedur yang dipakai dalam model Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah sebagai berikut :
1. Pembentukan Hirarki
Hirarki dibentuk untuk menyederhanakan suatu masalah yang rumit menjadi lebih terstruktur. Sebuah hirarki menunjukkan pengaruh tujuan dari level atas sampai level yang paling bawah. Hirarki sendiri dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu :
• Hirarki struktural, yaitu suatu pembagian masalah yang rumit ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.
• Hirarki fungsional, yaitu suatu penguraian masalah ke dalam beberapa
bagian didasarkan atas hubungan esensialnya.
2. Pair-wise Comparison
Merupakan perbandingan berpasangan yang digunakan untuk mempertimbangkan faktor-faktor keputusan dengan memperhitungkan hubungan antara faktor dan sub faktor itu sendiri.
3. Pengecekan Konsistensi
Pengecekan konsistensi bertujuan untuk melihat apakah perbandingan berpasangan yang sudah dibuat masih berada didalam batas kontrol penerimaan atau tidak. Apabila berada diluar batas maka dilakukan kajian ulang untuk menyelidiki apakah konsistensi tersebut dapat diaplikasikan.
4. Evaluasi
Tahap ini bertujuan untuk mengevaluasi seluruh proses pembobotan, dimana faktor dari seluruh alternatif harus diketahui. Bobot tersebut harus dilakukan proses normalisasi pada setiap matrik perbandingan berpasangan. Alternatif
(31)
dengan bobot tertinggi adalah alternatif dengan prioritas tertinggi sehingga alternatif tersebut merupakan yang terbaik.
2.5.1. Langkah-langkah Analytical Hierarchy Process
Secara umum langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP adalah (Suryadi dan Ramdhani, 1998) :
1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan secara spesifik tujuan dan
solusi yang diinginkan. Jika digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, pada tahap ini dilakukan pengambilan alternatif.
2. Menyusun masalah ke dalam struktur hirarki sehingga permasalahan yang
kompleks dapat ditinjau dari segi detail dan terukur. Penyusunan hirarki yang memenuhi kebutuhan harus melibatkan pihak ahli didalam bidang pengambilan keputusan.
3. Menyusun matriks-matriks perbandingan berpasangan untuk setiap level
dibawahnya, sebuah matriks untuk setiap elemen yang tepat berada pada level diatasnya. Elemen-elemen pada level bawah saling diperbandingkan berdasarkan pengaruhnya pada tiap elemen yang tepat pada level diatasnya. Hasilnya adalah matriks penilaian bujur sangkar.
4. Pengisian matriks perbandingan berpasangan oleh pengambil keputusan.
Dibutuhkan sebanyak n(n-1)/2 judgement untuk setiap matriks pada tahap 3
diatas.
5. Melakukan pengujian konsistensi dengan menggunakan eigen value terhadap
(32)
hirarki. Pertama, uji nilai indeks konsistensi, hitung nilai ratio dari konsistensi indeks dan random indeks.
6. 3, 4 dan 5 diulang untuk setiap level cluster dan hirarki.
7. Melakukan sintesis untuk menyusun bobot vektor eigen tiap elemen masalah
pada setiap level hirarki. Proses ini akan menghasilkan bobot elemen pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Prioritas dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan antar seluruh elemen pada level yang sama.
8. Mengevaluasi konsistensi hirarki, jika nilainya lebih besar 0,1 maka terjadi
inkonsistensi, kualitas data harus diperbaiki. • Penyusunan Prioritas
Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalankeputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu elemen-elemen dibandingkan berpasangan terhadap kriteria yang ditentukan. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan ini, mulailah pada puncak hierarki untuk memilih criteria C, atau sifat, yang digunakan untuk melakukan perbandingan yang pertama. Lalu, dari tingkat tepat dibawahnya, ambil elemen-elemen yang akan dibandingkan (A1, A2, A3 dan seterusnya).
(33)
Susunan elemen-elemen ini pada sebuah matriks seperti tabel berikut : Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan
C A1 A2 - - - A7
A1 1
A2 1
- - -
A7 1
Dari matriks ini, dibandingkan elemen A, dalam kolom sebelah kiri dengan elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan
dengan sifat C disudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2
Tingkat Kepentingan
dan seterusnya. Untuk mengisi matriks banding berpasangan itu kita menggunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingkahnya suatu elemen diatas yang lainnya, berkenaan dengan sifat tersebut tabel dibawah ini memuat skala banding berpasangan.
Tabel 2.1 : Tabel Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process
Definisi Keterangan
1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai
pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya
5 Elemen yang satu sedikit lebih
cukup daripada elemen yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen
(34)
lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting
daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting
daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai
pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu
angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan I a = 1 / ij a ij
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
2.5.2. Pengukuran Konsistensi Setiap Matriks Perbandingan
Konsistensi adalah jenis pengukuran yang tak dapat terjadi begitu saja atau mempunyai syarat tertentu. Suatu matrik, misalnya terdapat 3 unsur (i, j, k) dan setiap perbandingannya dinyatakan dengan a. Konsistensi 100% apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
ik jk ij .a a
a =
dengan syarat tersebut maka matriks A berikut dapat dinyatakan konsistensi karena :
Tabel 2.2 : Contoh Matriks Perbandingan
i j k
i 1 4 2
A = j ¼ 1 4
k ½ ¼ 1
Apabila ketiga syarat diatas sudah bisa terpenuhi maka bisa dikatakan bahwa matriks A tersebut konsistensi 100% atau dapat juga dikatakan tingkat
(35)
konsistensinya 0%. Apabila muncul angka atau skala 5 dalam sebuah matriks perbandingan maka tidak lain adalah 5/1. Dengan dasar tersebut maka dapat dijelaskan bahwa :
aij = wi / wj, dimana i,j = bilangan asli
karena itu,
aij . ajk = (wi / wj) . (wj / wk) = wj / wk = aik
dan juga dapat dibuktikan bahwa : aij = wj / wi = 1 / (wi / wj) = 1 / a
∑
=n =1 j
i i j
i . x y
a
ij
Apabila sejumlah n persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui dipecahkan dengan cara matriks maka bentuk persamaan matriksnya menjadi :
A . x = Y ... (1)
Dimana A merupakan matriks yang berisi koefisien-koefisien dari semua persamaan. x merupakan variabel yang hendak dicari besarnya dan Y merupakan konstanta di sisi kanan setiap persamaan. Rumus (1) dapat juga dinyatakan sebagai berikut :
, dimana i = bilangan asli
Karena,
(
w /)
1.
aij j wi = , dimana i,j = bilangan asli Atau ) (1/w . w . a j n 1 j j ij
∑
= , dimana a, i = bilangan aslimaka
∑
=n =1 j
i j
ij. w n . w
(36)
yang adalah sama dengan
A . w = n . w ... (2)
Dalam teori matriks, rumus (2) menunjukkanbahwa w adalah eigen vestor
dari matriks A, sedangkan n menunjukkan eigen value nya.
Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas suatu
eigen value maksimum. Dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan.
Rumus dari index konsistensi (CI) adalah
(
)
( )
n-1 n CI= λmaks−Berikut ini indeks random untuk matriks berukuran 3 sampai 10 (matriks berukuran 1 dan 2 mempunyai inkonsistensi 0)
Tabel 2.3 : Nilai Indeks Random (RI)
N RI
1 0
2 0
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1,32
8 1,41
9 1,45
10 1,49
(Sumber : Analytical Hierarchy Process, Bambang Brodjonegoro, 1991)
Rumus dari konsistensi/inkonsistensi (CR) itu sendiri dapat dituliskan sebagai berikut :
CR = CI / RI
(37)
CI = Indeks Konsistensi
RI = Indeks Random
Tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah tingkat inkonsistensi sebesar 10% kebawah (Bambang Permadi S. Brodjonegoro, 1991 : 15)
2.6. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder (Nazir, 1985 : 58)
2.6.1. Data Primer
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara antara lain :
1. Pengamatan (Observasi)
Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek yang belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati objek penelitian untuk dimengerti tentang objek penelitian tersebut.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa penggunaan proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari seseorang atau kelompok orang.
(38)
Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang diteliti atau responden. Isinya berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh peneliti untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu :
• Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak
sesuai untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.
• Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan
yang memadai dan kemampuan yang cukup.
2.6.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber pertama dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen tertulis.
2.7 Penentuan Jumlah Sampel
Penentuan jumlah sample / kuesioner ini menurut Suharsini Arikunto (2002), apabila Subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyek besar (lebih dari 100), maka dapat diambil antara 10%-15%, maka menggunakan rumus:
n = 15% x N
keterangan: n = besar sampel N = besar populasi
(39)
2.8 Pengujian Data
Metode pengujian data yang dipakai dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas (M.T.Safirin, 2002 : 33).
2.8.1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi
product moment sebagai berikut :
(
)
( )
[
2 2]
[
(
2( )
2)
]
Y Y N X X N Y) X)( ( -(X)(Y) N r Σ − Σ Σ Σ Σ Σ Σ =
Dimana : r = koefisien korelasi yang dicari N = jumlah responden
X = skor tiap-tiap variabel Y = skor total tiap responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r.
2.8.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai
asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai
(40)
nama lain seperti kepercayaan, keandalan, keajegan, konsistensi dan sebagainya. Namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa dalam beberapa kali pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Runus alpha dugunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.
Rumus alpha :
( )
Σ−
= 2
1 2
11 1
1 -k
k r
σσb Dimana : r11 = reliabilitas instrument
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Σσb2 = jumlah varians butir σ12 = varians total
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social Science)
dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.
2.9. Scoring System
Scoring System dilakukan untuk mengetahui nilai pencapaian terhadap target yang telah ditetapkan untuk setiap indikator kinerja. Sebelum dilakukan pengukuran dilakukan penentuan jenis skor terlebih dahulu. Adapun 3 macam skor yang ditekankan pada KPI adalah sbb :
(41)
1. Lower Is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin rendah nilainya (mendekati nol), maka kualitasnya akan lebih baik.
2. Larger Is Better
Karakteristik kualitas ini meliputi pengukuran dimana semakin besar nilainya maka kualitasnya akan lebih baik.
3. Nominal Is Better
Pada karakteristik kualitas ini biasanya ditetapkan suatu nilai nominal tertentu, dan semakin mendekati nilai nominal tersebut, kualitas semakin baik.
2.10. Proses Normalisasi
Proses normalisasi dilakukan agar masing-masing indikator kinerja memiliki skala ukuran yang sama. Sebab jika indikator kinerja memiliki ukuran skala yang berbeda, maka nilai kinerja tersebut tidak mencerminkan kinerja perusahaan yang sebenarnya. Proses normalisasi dilakukan yaitu dengan rumus :
Untuk Larger is Better Snorm =
min max
min) (
S S
S Si
−
− x 100 ...(2.1)
Untuk Lower is Better Snorm =
min max
) max (
S S
Si S
−− x 100 ...(2.2) Keterangan :
Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai
(42)
Smin = Nilai pencapaian kinerja terburuk dari indikator kinerja
Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam interval nilai tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling jelek dan seratus (100) diartikan paling baik. Dengan demikian parameter dari setiap indikator adalah sama, setelah itu didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisa.
Untuk memantau nilai pencapaian performansi terhadap nilai pencapaian terbaik atau target yang ingin dicapai oleh perusahaan maka dibutuhkan sistem monitoring indikator performansi. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian
performansinya dapat dikategorikan kedalam kondisi yang sangat rendah (poor)
sedangkan jika skor normalisasi mencapai nilai diatas 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali (excellent)
Tabel 2.4. Sistem Monitoring Indikator Performansi
Sistem Monitoring Indikator Performansi
> 90 Exellent
70 – 90 Good
50 – 70 Average
40 – 50 Marginal
< 40 Poor
Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000
2.11. Peneliti Terdahulu
Berikut akan dijelaskan secara singkat hasil peneliti terdahulu yang
berhubungan dengan penerapan metode Supply Chain Operations Reference
(43)
1. Andri Bagus Sulistiono :
Pengukuran performancsi supply chain dengan scor model, jurusan teknik inddustri universitas pembangunan nasional veteran jawa timur, 2005
Dari pengukuran tersebut akan didapatkan hasil performansi yang akan mengarahkan perusahaan dan memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan sendiri, supplier maupun konsumen.
Dari hasil pengukuran performasi supply chain CV. Setia Group dapat diketahui bahwa nilai performansi yang paling tinggi terdapat pada periode bulan Januari 2005 (73,74) dan nilai performasi supply chain yang paling rendah terdapat pada periode bulan April 2005 (55,58). Katagori indicator kinerja Average.
2. Fitria Murdianingrum :
Pengukuran performancsi supply chain dengan scor model di PT. Selatan Jadi Jaya ( SJJ ). jurusan teknik inddustri universitas pembangunan nasional veteran jawa timur, 2005.
Hasil performansi Supply chain PT. Selatan Jadi Jaya yang paling tinggi
terdapat pada periode bulan juli 2005 (65.71) dan nilai performansi supply chain yang paling rendah terdapat pada periode bilan November 2005 (62.56) serta mempunyai performansi supply chain perusahaan rata-rata sebesar (64.69) yang termasuk katagori indicator kinerja Average.
(44)
3. M.Arief Rohman :
Pengukuran kinerja supply chain dengan scor model ( Studi kasus : PT. Atak Otomotif Indometal Waru ) 2006. Pada peneletiasn ini di dapatakan pengukuran kinerja supply chain ( berdasarkan nilai kinerja aktual , Scoring system dengan normalitas , nilai kinerja supply chain perusahaan ) yang paling tinggi terdapat pada periode Januari 2005 (69.5) dan paling rendah terdapat pada periode April 2005 (63.9) Serta mempunyai nilai kinerja supply chain perusahaan rata-rata (67.321) yang termasuk Katagori indicator kinerja Average.
(45)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Laser Jaya Sakti, tbk yang terletak di Gempol,
Pasuruan, Penelitian dilakukan mulai januari 2010 sampai data yang dibutuhkan tercukupi.
3.2. Identifikasi Variabel
Untuk memepertegas batasan-batasan yang dimaksud dalam tujuan peneliti, maka perlu adanya identifikasi variabel yang digunakan yaitu :
1. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah seberapa baik kinerja dalam obyek peneliti sehinggan dapat dilakukan pengukuran dengan menggunakan metode
Supply Chain Operation Reference.
2. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
1) Plan, variabel ini dilihat dari proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk mengembangkan tindakan yang
memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman yang terbaik.
Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam melakukan perencanaan sehingga tujuan strategis perusahaan bisa tercapai.
2) Source, variabel ini dilihat dari proses yang berkaitan dengan aktivitas
untuk memperoleh material dan hubungan perusahaan dengan supplier.
(46)
Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh material dan menjalin hubungan dengan supplier.
3) Make, variabel ini dilihat dari proses untuk merubah (transformasi) material
menjadi produk jadi untuk memenuhi permintaan customer. Terfokus pada
kemampuan perusahaan mentransformasikan bahan baku menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi untuk memenuhi permintaan yang ada.
4) Deliver, variabel ini dilihat dari proses mengirimkan produk jadi dan atau jasa untuk memenuhi permintaan. Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam melakukan pengiriman order untuk memenuhi permintaan konsumen.
5) Return, variabel ini dilihat dari proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan. Terfokus pada kemampuan perusahaan yang berkaitan dengan proses pengembalian produk karena alasan tertentu.
Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator
Key Performansi Indikator Keterangan
PLAN Reliability
Number of production schedule revision
Jumlah jadwal produk yang mengalami perubahan
Percentage of adjusted production quatity
Prosentase perubahan jumlah unit produksi dengan rencana produksi awal
Forecast Accuracy Prosentase penyimpangan permintaan actual dengan permintaan hasil peramalan
Inventory accuracy of material
Keakuratan persediaan dalam material
Inventory accuracy of packaging
Keakuratan persediaan dalam pengemasan
Inventory accuracy of finished product
Keakuratan persediaan dalam produk akhir
Internal Relationship Hubungan internal antara bagian dalam perusahaan
Planning employee reliability
Keandalan tenaga kerja bagian PPC
(47)
product specification melakukan penelitian dan pengembangan produk baru
Time to revise production schedule
Waktu yang dibutuhkan untuk merevisi jadwal produksi
Time to produce a production schedule
Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal produksi
SOURCE
Reliability
Supplier Delivery Performance
Kinerja pengiriman supplier
Source Employee Reliability
Keandalan tenaga kerja bagian pengadaan bahan baku
Percentage of suppliers with long term contracts
Prosentase supplier jangka panjang
Supplier reliability Keandalan dari supplier
Responsiveness
Supplier delivery lead time
Rata-rata rentang pengiriman
Source Volume
responsiveness of material
Tingkat ketanggapan volume bahan baku
Source volume responsiveness of packaging
Tingkat ketanggapan volume pengemasan
Time to identify a new supplier
Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengidentifikasi supplaier baru
Flexibility
Source item flexibility of packaging
Banyaknya perubahan jenis material yang diminta yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu
Minimum order quality of packaging
Jumlah minimum kuantitas untuk setiap kali order yang bias dipenuhi oleh supplier
Cost
Material order cost Biaya yang dikeluarkan untuk order material
Supplier evaluation cost Biaya yang dikeluarkan untuk melakukan ecvaluasi supplier dalam 1 tahun
Assets
Cash to cash cycle time Waktu sejak perusahaan
mengeluarkan uang untuk membeli material sampai dengan menerima uang dari konsumen
Payment term Rata-rata selisih waktu antara penerimaan material dari supplier sampai dengan waktu pembayaran ke supplier
MAKE Reliability
Percentage of product out of weight specification
Prosentase produk yang keluar dari spesifikasi berat
Number of backorder Jumlah unit yang diproduksi secara backoerder salam suatu permintaan
Repair time percentage Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin yang rusak
Breakdown time percentage
Waktu yang menyebabkan proses produksi terhenti
Time between machine failure
Waktu rata-rata antar kerusakan mesin yang menyebabkan proses terhenti
Manufacturing employee reliability
(48)
Responsiveness
Production lead time Lead time produksi
Make volume responsiveness
Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi peningkatan permintaan sebesar 20%
Make item responsiveness Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi perubahan jenis produk
Changeover time Waktu persiapan mesin yang diperlukan apabila terjadi
penggantian jenis produk yang akan diproduksi
Flexibility
Make volume flexibility Prosentase peningkatan permintaan yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu
Production item flexibility Flexibiltas item produk
Cost
Overhead cost Biaya overhead
Defect cost Biaya-biaya penggantian produk cacat
Machine maintenance cost Biaya perawatan mesin
Assets Asset turn Total penerimaan kotor dibagi total
asset bersih
DELIVER
Reliability
Delivery fill rate Prosentase jumlah permintaan yang bias dipenuhi dari total permintaan
Percentage of orders delivered complete
Prosentase order yang kuantitasnya terkirim lengkap
Stockout probability Kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan
Responsiveness
Delivery lead time Waktu sejak distributor industri memesan barang sampai barang diambil
Flexibility Minimum delivery quantity
Jumlah minimum pengiriman
Cost Holding cost Biaya penyimpanan per unit
RETURN
Reliability
Product reject rate Tingkat pengembalian produk
Number of customer complaint
Jumlah complain dari konsumen
Responsiveness
Time to solve a complain Waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi complain konsumen
Packaging supplier repair time
Waktu yang dibutuhkan supplier untuk mengganti material yang diklaim setiap kali terjadi klaim
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder.
(49)
Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara antara lain :
1. Pengamatan (observasi)
Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek yang belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati obyek penelitian untuk dimengerti tentang obyek penelitian tersebut.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa penggunaan proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari seseorang atau kelompok orang.
3. Daftar pertanyaan (angket / kuesioner)
Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang diteliti atau responden. Isinya berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh peneliti untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu :
a.Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak sesuai
untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.
b.Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan yang
memadai dan kemampuan yang cukup. b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber pertama dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen perusahaan.
(50)
Pada tahapan ini penulis membuat kuesioner yang berhubungan dengan
pengukuran performansi Supply Chain PT. Laser Jaya Sakti. Penyusunan
kuesioner dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data. Kuesioner harus ringkas dan tidak membingungkan responden.
Penyusunan kuesioner pengukuran performansi Supply Chain : Kuesioner tingkat kepentingan
Untuk mengetahui seberapa penting atribut Key performance Indicator (KPI)
bagi kinerja perusahaan.
Untuk pengisian kuesioner pada bagian tingkat kepentingan, responden
diminta memberikan skala nilai terhadap atribut-atribut Key performance
Indicator (KPI) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Skala yang digunakan adalah skala kepentingan Analitical Hierarkhi Process (AHP).
1 = Kedua elemen sama penting
3 = Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain
5 = Elemen yang satu sedikit lebih cukup dari elemen yang lain
7 = Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lain
9 = Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen yang lain
2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai berdekatan
3.3.2 Penyebaran Kuesioner
Setelah kuesioner dibuat maka penulis menyebarkan kuesioner kepada pihak-pihak yang ada di PT. Laser Jaya Sakti yang mengerti tentang masalah
(51)
3.4 Pengolahan Data 3.4.1 Uji Validitas
Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan
menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :
r =
(
)( )
[
2 2]
[
(
2)( )
2]
) )( ( ) )( (
∑
∑
∑
∑
∑
∑ ∑
− Y Y N X X N Y X Y X N dimana :r = Koefisien korelasi yang dicari N = Jumlah responden
X = Skor tiap-tiap variabel Y = Skor total tiap responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r.
3.4.2 Uji Reliabilitas
Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian. Rumus Alpha :
r11 −
−
∑
21 2 1 ) 1 ( σ σb k k =
(52)
dimana :
r11 = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal
Σσb2 = Jumlah varians butir
σ12
a. Consistency Index (CI)
= Varians total
Program komputer SPSS 10.0 (Statistical Package for The Social
Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.
3.4.3 Uji Konsistensi
Dalam uji konsistensi ini, dilakukan perhitungan antara lain :
CI = 1 max −− n n λ
b. Consistency Ratio (CR)
CR =
RI CI
Matriks konsistensi jika CR ≤ 0,1
3.4.4 Perhitungan Nilai Normalisasi dengan Standarisasi SCOR
Dalam proses standarisasi SCOR ini, diberlakukan perhitungan sebagai berikut :
1. Large is Better
Snorm
(
)
100%min max min x S S S Si − − =
2. Lower is Better
Snorm
(
)
100%min max max x S S S S i −− =
(53)
Untuk menghitung nilai akhir performansi Supply Chain diberlakukan rumus :
Pi =
∑
=
n
j
j ijW
S 1
Dimana :
Pi = Total performansi supply chain varian i
n = Jumlah obyektif performansi
Sij = Skor supply chain ke i didalam obyektif performansi ke j
Wj
Sistem Monitoring
= Bobot dari obyektif performansi
Dari perhitungan tersebut akan menghasilkan nilai performansi dari PT. Laser Jaya Sakti. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian performansinya
dapat dikategorikan dalam kondisi yang sangat rendah (poor) sedangkan jika
nilai kinerjanya > 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali
Indikator Performansi
> 90 Exellent
71 – 90 Good
51 – 70 Average
40 – 50 Marginal
< 40 Poor
(Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000)
Tabel 3.2 : Kategori Indikator Performansi
3.5 Analogi Perhitungan KPI
(54)
2. Perhitungan Nilai Aktual Performansi Supply Chain per indikator.
Contoh perhitungan untuk KPI Percentage of adjusted production quantity
(PAPQ) adalah sebagai berikut :
Rumus :
(
rencanaproduksi)
Target
Produksi
x 100% 3. Scoring System Dengan Normalisasi.
Scoring system berfungsi untuk menyamakan skala nilai dari masing-masing KPI. Contoh perhitungan untuk PAPQ adalah sebagai berikut :
Rumus :
(
)
Smin Smax
Si Smax
−− x 100%
4. Perhitungan Nilai Akhir Kinerja Supply Chain.
Perhitungan nilai akhir kinerja supply chain dapat diperoleh dengan persamaan:
i KPI = Wi * Ni
Dimana :
i KPI = Nilai performansi KPI ke-i
Wi = Nilai bobot KPI ke-i Ni = Nilai Normalitas KPI ke-i 5. Agregasi Nilai Performansi.
Nilai performansi agregat adalah jumlah keseluruhan dari perkalian bobot dan nilai normalisasi KPI dan dapat dijabarkan sebagai berikut :
NAgregat =
∑
I KPI =∑
Wi*NiDimana :
NAgregat = Nilai performansi supply chain perusahaan
I KPI
Wi = Nilai bobot KPI ke-i
(55)
Ni = nilai normalitas KPI ke-i 6. Membuat Grafik Nilai Performansi Supply Chain.
3.6. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Langkah-langkah pemecahan masalah diperlukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian agar proses penelitian dapat berjalan secara sistematis dan terarah. Adapun langkah-langkah pemecahan masalah yang dilakukan dapat dilihat dalam gambar 3.2.
(56)
Mulai
Studi Literatur
Uji Reliabilitas Uji Validitas Tujuan Penelitian
Buang data yang tidak valid
Identifikasi Variabel
Penyebaran Kuisioner
Studi Lapangan
Penyusunan Kuisioner Indikator Kualitatif Perumusan Masalah
Valid?
Reliabel? Ya
Ya Penyusunan Kuisioner KPI
Penyebaran Kuisioner
A
Tidak
(57)
Ya
Gambar 3.2 : Langkah-langkah pemecahan masalah
Penjelasan langkah-langkah pemecahan masalah :
1. Studi Literatur
Di dalam melakukan penelitian ini, diperlukan informasi-informasi sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan setiap masalah yang ada. Studi literature
CR ≤ 0,1 A
Uji konsistensi
Pembobotan tingkat kepentingan indikator kinerja dengan AHP
Agregasi nilai performansi
Perhitungan nilai actual performansi supply chain
Kesimpulan dan saran
Perhitungan nilai kinerja supply chain dengan bobot Penyamaan skala ukuran dengan proses normalisasi
Analisa hasil dan pembahasan
Selesai
(58)
disini lebih difokuskan terhadap literature-literatur mengenai konsep Supply Chain Management, metode pengukuran Supply Chain, dan metode-metode pembobotan di dalam pengukuran performansi. Studi literature hal-hal tersebut diperoleh dari buku-buku, jurnal-jurnal, dan juga dari skripsi-skripsi yang ada di perpustakaan, baik perpustakaan UPN “Veteran” Jawa Timur maupun perpustakaan diluar UPN “ Veteran” Jawa Timur.
Dengan adanya studi literature yang peneliti lakukan, diharapkan akan memberikan inputan kepada penulis mengenai aspek-aspek pengukuran yang ada
di dalam Supply Chain. Selain itu, peneliti juga mengharapkan akan menemukan
parameter-parameter yang dapat digunakan sebagai alat ukur dari aspek-aspek tersebut. Dengan demikian dapat membuat suatu kerangka pengukuran performansi Supply Chain perusahaan dari perusahaan yang diteliti.
2. Studi Lapangan
Studi ini dilakukan sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian, dimana peneliti berusaha mempelajari kondisi perusahaan secara keseluruhan terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang nantinya akan diteliti dan dianalisa.
3. Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini mencari aspek-aspek Supply Chain yang
mempengaruhi performansi dan membuat kerangka pengukuran yang tepat untuk perusahaan agar dapat dianalisa dikarenakan PT. Laser Jaya Sakti belum pernah melakukan pengukuran terhadap kinerja supply chain selama ini.
(59)
Dalam menentukan tujuan dari penelitian ini tentunya akan memberikan arah dalam pelaksanaannya. Adapun tujuannya adalah merancang suatu model
pengukuran performansi Supply Chain. Kemudian menginterpretasikan dan
menganalisa indikator performansi agar dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan performansi kearah yang lebih baik begitu juga dengan hubungan antar bidang.
5. Identifikasi Variabel
Setelah menentukan tujuan dari penelitian, kemudian ditentukan variabel yang akan diidentifikasi menjadi obyek penelitian atau merupakan aspek yang berperan dalam peristiwa yang akan diteliti.
6. Penyusunan Kuisioner Indikator
Tahap ini adalah tahap pembuatan kuisioner indicator kualitatif tentang kondisi supply chain secara umum di PT. Laser Jaya Sakti.
7. Penyebaran Kuisioner
Tahap ini adalah tahap penyebaran kuisioner kepada staff yang berhubungan dengan supply chain perusahaan.
8. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur, yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. pada pengujian validilitas buang data yang tidak valid dan apabila data valid maka dilanjutkat proses selanjutnya dengan uji reliabel.
(60)
9. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti kepercayaan, keandalan, keajegan, konsistensi dan sebagainya. Namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa dalam beberapa kali pengukuran terhadap sekelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah. Pada pengujian ini apabila data tidak reliabel maka kembali pada penyusunan kuisoner indicator kualitatif dan apabila data reliabel dilanjutkan dengan proses selanjutnya.
10. Penyusunan Kuisioner KPI
Tahap ini adalah tahap penyusunan kuisioner KPI yang nantinya akan digunakan untuk pembobotan tingkat kepentingan dengan AHP.
11. Penyebaran Kuisioner KPI
Tahap ini adalah tahap penyebaran kuisioner agar diisi sesuai dengan kondisi perusahaan. Untuk kuisioner pembobotan Level 1 dan level 2 diberikan
kepada General Manager, level 3 diberikan kepada kabag tanaman.
12. Pembobotan Tingkat Kepentingan Indikator Performansi
Pembobotan dilakukan pada setiap proses utama dan indikator pengukuran
performansi dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process)
(61)
kontribusi dari masing-masing indikator terhadap nilai performansi Supply Chain
perusahaan. Pembobotan ini dilakukan untuk level satu, level dua, dan level tiga.
13. Uji Konsistensi
Uji konsistensi merupakan suatu tahapan untuk menguji kekonsistensian dari matriks perbandingan berpasangan yang dibuat berdasarkan masalah yang ada.
14. Perhitungan Nilai Aktual Pengukuran Performansi Supply Chain
Nilai aktual disini merupakan hasil pengolahan data mentah yang didapatkan dari berbagai sumber di PT. Laser Jaya Sakti
15. Perhitungan Scoring System dengan Normalisasi
Proses normalisasi dilakukan agar masing-masing indikator performansi memiliki skala ukuran yang sama, sebab jika indikator performansi memiliki skala ukuran yang berbeda maka nilai performansi tidak mencerminkan performansi perusahaan yang sebenarnya.
16. Perhitungan nilai kinerja supply chain dengan bobot
Pada tahap ini dilakukan perhitungan nilai performansi Supply Chain
berdasarkan perkalian nilai indikator performansi yang telah dinormalisasikan dengan bobot dari masing-masing indikator performansi. Selanjutnya dilakukan integrasi hasil pengukuran pada level perusahaan. Perhitungan ini bertujuan untuk
mengetahui nilai performansi Supply Chain perusahaan secara keseluruhan.
17. Agregasi Nilai Performansi
Setelah dapat diketahui nilai pencapaian aktual, nilai normalisasi dan nilai akhir kinerja dari masing-masing KPI, maka selanjutnya akan dapat dihitung nilai
(62)
performansi keseluruhan perusahaan (agregat). Nilai performansi agregat adalah jumlah keseluruhan dari perkalian bobot dan nilai normalisasi KPI
18. Analisa Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengolahan data, dapat kita lihat hasil pengukuran performansi kita selama penelitian yang selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan gambaran umum performansi Supply Chain selama periode penelitian.
19. Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan langkah paling akhir dari penelitian yaitu menarik kesimpulan atas hasil-hasil yang diperoleh dari penulisan skripsi ini. Hasil-hasil tersebut kemudian bisa dijadikan dasar untuk membuat rekomendasi atau saran bagi perusahaan ke arah yang lebih baik.
(63)
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengumpulan Data
4.1.1 Pengumpulan Data Kualitatif
Dapat diketahui dari table 3.1 dan gambar 3.1 yaitu key performance indicator supply chain secara keseluruhan, tetapi setiap perusahaan mempunyai
kondisi Supply Chain yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pada tahap ini
perencanaan sistem pengukuran performansi supply chain PT Laser Jaya Sakti
berdasarkan indikator-indikator performansi yang telah berhasil diidentifikasi. Pada level tiga dalam penggunaan indikatornya sudah mengalami penyesuaian, penyesuaiannya berkaitan dengan :
1. Sesuai atau tidaknya kondisi perusahaan
2. Ada tidaknya data yang diperlukan
3. Sulit atau tidaknya data yang diperoleh
Penyesuaian-penyesuaian itulah yang menyebabkan banyaknya pengurangan pada level tiga di dalam pengukuran performansi PT Laser Jaya Sakti Rancangan sistem pengukuran performansi ini ditampilkan dalam bentuk hierarkhi yang dapat dilihat pada gambar 4.1.
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain :
1. Dari hasil pengukuran performasi supply chain PT Laser Jaya Sakti dengan menggunakan SCOR model dapat diketahui bahwa nilai performansi pada :
• Perspektif Plan pada indicator Percentage of adjusted production quantitye didapat nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 8.
• Perspektif Plan pada indicator Forecast Accuracy didapat nilai tertinggi 29 dan nilai terendah 3.
• Perspektif Plan pada indicator Internal Relationship didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50.
• Perspektif Source pada indicator Source Employee reliability didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50.
• Perspektif Source pada indicator Supplier Delivery Lead Time didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 50.
• Perspektif Source pada indicator Payment term didapat nilai yang sama yaitu 96.67.
• Perspektif Source pada indicator Material order cost didapat nilai tertinggi 92 dan nilai terendah 38.
(2)
• Perspektif Make pada indicator Manufacturing Employee Reliability
didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 75.
• Perspektif deliver pada indicator Delivery Lead Time didapat nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 86.67.
• Perspektif deliver pada indicator Minimum delivery quantity didapat nilai tertinggi 35 dan nilai terendah 26.
• Perspektif return pada indicator Number or Customer Complaint
didapat nilai yang bagus yaitu 100.
2. Ada tiga indikator yang mempunyai nilai skor rendah, yang pertama adalah
Percentage of adjusted production quantity dengan skor 39.3 hal ini menunjukkan nilai performansi kurang dan perlu adanya perbaikan. Perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melakukan perencanaan produksi dan dalam melakukan perencanaan produksi harus melihat hasil produksi pada bulan – bulan sebelumnya ( peramalaan ) dan meramalnya dengan metode yang sesuai dengan perusahaan,. Yang kedua adalah Forecast Accuracy dengan skor 12.075, perbaikan yang perlu dilakukan adalah lebih teliti dalam melihat kondisi pasaran dan dalam meramalkan permintaan produk harus melihat atau mengacu pada permintaan pada bulan-bulan sebelumnya, sehingga penyimpangan permintaan aktual dengan permintaan hasil peramalan tidak berbeda jauh, Dan yang ketiga adalah Minimum delivery quantity dengan skor 30, perbaikan yang perlu dilakukan adalah sebaiknya perusahaan menyediakan jumlah transportasi jika jumlah pesanan lebih dari atau sama dengan 200 unit, hal ini untuk menekan biaya transportasi agar biaya
(3)
transportasi dan harga produk seimbang dan untuk pembeli awal ( pertama kali membeli ) perlu diberi penanganan khusus sebagai sarana promosi.
5.2. Saran
Adapun saran-saran yang peneliti sampaikan kepada perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Perusahaan mempertahankan nilai indikator performansi yang sudah mencapai target untuk kemajuan perusahaan.
2. Perusahaan sebaiknya memperhatikan indikator performansi yang mempunyai nilai skor yang rendah dan dilakukan suatu perbaikan agar indikator yang mempunyai nilai skor rendah tersebut dapat mencapai nilai skor yang tinggi.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Indrajit, R.E dan Djokopranoto, R, 2002, "Konsep Manajemen Supply Chain : Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang", PT. Grasindo, Jakarta.
Kaplan, Robert S. dan Norton, David B, 2000, “Balance Scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi”, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Levi, David S. dan P, Levi, E.S, 2000, ”Design and Managing The Supply Chain : Concept, Strategies and Case Studies", Mc Graw-Hill, Singapore.
Pujawan, Nyoman, I (2005), Supply Chain Management, Guna Widya, Surabaya. Saaty, Thomas L, 1993, “Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin”, PT.
Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Safirin, MT, 2002, “Metodologi Penelitian”, Penerbit Unesa Press, Surabaya.
Santoso, Singgih dan Tjiptono, Fandy, 2001, “Riset Pemasaran : Konsep Dan Aplikasi dengan SPSS”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sudjana, 1992, "Metode Statistik", Edisi ke-5, Penerbit Tarsito, Bandung.
Yulianto, Dito, 2004, "Perancangan dan Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja Supply Chain", Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Ahmad L.S. :
(5)
LAMPIRAN J
R TABEL DENGAN α = 95%df T r df t r
1 6.3138 0.9877 51 1.6753 0.2284
2 2.9200 0.9000 52 1.6747 0.2262
3 2.3534 0.8054 53 1.6741 0.2241
4 2.1318 0.7293 54 1.6736 0.2221
5 2.0150 0.6694 55 1.6730 0.2201
6 1.9432 0.6215 56 1.6725 0.2181
7 1.8946 0.5822 57 1.6720 0.2162
8 1.8595 0.5494 58 1.6716 0.2144
9 1.8331 0.5214 59 1.6711 0.2126
10 1.8125 0.4973 60 1.6706 0.2108
11 1.7959 0.4762 61 1.6702 0.2091
12 1.7823 0.4575 62 1.6698 0.2075
13 1.7709 0.4409 63 1.6694 0.2058
14 1.7613 0.4259 64 1.6690 0.2042
15 1.7531 0.4124 65 1.6686 0.2027
16 1.7459 0.4000 66 1.6683 0.2012
17 1.7396 0.3887 67 1.6679 0.1997
18 1.7341 0.3783 68 1.6676 0.1982
19 1.7291 0.3687 69 1.6672 0.1968
20 1.7247 0.3598 70 1.6669 0.1954
21 1.7207 0.3515 71 1.6666 0.1940
22 1.7171 0.3438 72 1.6663 0.1927
23 1.7139 0.3365 73 1.6660 0.1914
24 1.7109 0.3297 74 1.6657 0.1901
25 1.7081 0.3233 75 1.6654 0.1888
26 1.7056 0.3172 76 1.6652 0.1876
27 1.7033 0.3115 77 1.6649 0.1864
28 1.7011 0.3061 78 1.6646 0.1852
29 1.6991 0.3009 79 1.6644 0.1841
30 1.6973 0.2960 80 1.6641 0.1829
31 1.6955 0.2913 81 1.6639 0.1818
32 1.6939 0.2869 82 1.6636 0.1807
33 1.6924 0.2826 83 1.6634 0.1796
34 1.6909 0.2785 84 1.6632 0.1786
35 1.6896 0.2746 85 1.6630 0.1775
36 1.6883 0.2709 86 1.6628 0.1765
37 1.6871 0.2673 87 1.6626 0.1755
38 1.6860 0.2638 88 1.6624 0.1745
39 1.6849 0.2605 89 1.6622 0.1735
40 1.6839 0.2573 90 1.6620 0.1726
41 1.6829 0.2542 91 1.6618 0.1716
42 1.6820 0.2512 92 1.6616 0.1707
43 1.6811 0.2483 93 1.6614 0.1698
44 1.6802 0.2455 94 1.6612 0.1689
45 1.6794 0.2429 95 1.6611 0.1680
46 1.6787 0.2403 96 1.6609 0.1671
47 1.6779 0.2377 97 1.6607 0.1663
48 1.6772 0.2353 98 1.6606 0.1654
49 1.6766 0.2329 99 1.6604 0.1646
(6)
LAMPIRAN K
α Tabel
df
t r x2df
t r x21 6.314 .988 3.841 39 1.685 .260 54.572
2 2.920 .900 5.991 40 1.684 .257 55.758
3 2.353 .805 7.815 41 1.683 .254 56.942
4 2.132 .729 9.488 42 1.682 .251 58.124
5 2.015 .669 11.070 43 1.681 .248 59.304
6 1.943 .621 12.592 44 1.680 .246 60.481
7 1.895 .582 14.067 45 1.679 .243 61.656
8 1.860 .549 15.507 46 1.679 .240 62.830
9 1.833 .521 16.919 47 1.678 .238 64.001
10 1.812 .497 18.307 48 1.677 .235 65.171
11 1.796 .476 19.675 49 1.677 .233 66.339
12 1.782 .458 21.026 50 1.676 .231 67.505
13 1.771 .441 22.362 51 1.675 .228 68.669
14 1.761 .426 23.685 52 1.675 .226 69.832
15 1.753 .412 24.996 53 1.674 .224 70.993
16 1.746 .400 26.296 54 1.674 .222 72.153
17 1.740 .389 27.587 55 1.673 .220 73.311
18 1.734 .378 28.869 56 1.673 .218 74.468
19 1.729 .369 30.144 57 1.672 .216 75.624
20 1.725 .360 31.410 58 1.672 .214 76.778
21 1.721 .352 32.671 59 1.671 .213 77.931
22 1.717 .344 33.924 60 1.671 .211 79.082
23 1.714 .337 35.172 61 1.670 .209 80.232
24 1.711 .330 36.415 62 1.670 .207 81.381
25 1.708 .323 37.652 63 1.669 .206 82.529
26 1.706 .317 38.885 64 1.669 .204 83.675
27 1.703 .311 40.113 65 1.669 .203 84.821
28 1.701 .306 41.337 66 1.668 .201 85.965
29 1.699 .301 42.557 67 1.668 .200 87.108
30 1.697 .296 43.773 68 1.668 .198 88.250
31 1.696 .291 44.985 69 1.667 .197 89.391
32 1.694 .287 46.194 70 1.667 .195 90.531
33 1.692 .283 47.400 71 1.667 .194 91.670
34 1.691 .279 48.602 72 1.666 .193 92.808
35 1.690 .275 49.802 73 1.666 .191 93.945
36 1.688 .271 50.998 74 1.666 .190 95.081
37 1.687 .267 52.192 75 1.665 .189 96.217