Standar Nasional Indonesia Spesifikasi d (1)

Prakata

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

Standar Nasional Indonesia (SNI) ini dipersiapkan oleh Panitia Teknik Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil melalui Gugus Kerja Bahan Bangunan pada Subpanitia Teknis Bahan, Sains, Struktur dan Konstruksi Bangunan.

Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu ini adalah adopsi dengan modifikasi dari National Design Specification for Wood Construction, 2012 Edition yang akan digunakan dalam mendisain konstruksi kayu untuk menggantikan PERATURAN KONSTRUKSI KAYU INDONESIA, NI-5 PKKI 1961 sebagai peraturan perencanaan untuk konstruksi kayu di Indonesia.

Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman BSN Nomor 8 Tahun 2007 dan telah dibahas dalam forum rapat konsensus tanggal 14 Maret 2013 di Bandung. Forum rapat konsensus ini dihadiri oleh wakil dari produsen, konsumen, asosiasi, lembaga penelitian, perguruan tinggi dan instansi pemerintah terkait.

tan dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

dan tidak untuk di komersialkan”

© BSN 2013

xxix

Pendahuluan

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

Semenjak diterbitkannya PERATURAN KONSTRUKSI KAYU INDONESIA, NI-5 PKKI 1961 sebagai peraturan perencanaan untuk konstruksi kayu di Indonesia, telah banyak perkembangan baru muncul seperti teknologi, pemahaman, dan pengetahuan yang berkembang dalam bidang rekayasa bangunan kayu. Saat ini PKKI 1961 yang sah berlaku sudah sangat dirasa perlu dilakukan pengkiniannya, dengan membuat Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu bagi perencanaan yang lebih rasional dan lebih akurat.

Ruang lingkup spesifikasi desain untuk konstruksi kayu ini juga lebih luas, mengingat kebutuhan akan hal-hal baru yang sangat pesat berkembang, atau yang sebelumnya belum diatur di dunia konstruksi bangunan kayu di Indonesia, untuk menjadikan spesifikasi desain untuk konstruksi kayu ini lebih lengkap.

Untuk tetap berada pada perkembangan terkini dari kemajuan dunia di bidang rekayasa konstruksi kayu, dikombinasikan dengan penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi di Indonesia, Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu menjadi cita-cita bagi perencanaan

tan

bangunan kayu yang baru. Usaha-usaha telah dilakukan untuk mendukung hal tersebut,

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

sehingga apa yang telah dicapai dalam penulisan spesifikasi desain untuk konstruksi kayu ini, merupakan usaha yang terbaik yang telah dilakukan oleh tim penyusun sampai saat ini. Namun demikian mengingat penelitian, ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang, diharapkan spesifikasi desain untuk konstruksi kayu ini dapat dikaji ulang dan direvisi secara berkala.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan

bantuan dalam penyusunan spesifikasi desain untuk konstruksi kayu ini.

dan tidak untuk di komersialkan”

© BSN 2013 xxx

1 Persyaratan Umum untuk Desain Struktural

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

1.1 Lingkup

1.1.1 Praktik yang didefinisikan

1.1.1.1 Spesifikasi ini mendefinisikan metode yang harus diikuti di dalam desain struktural dengan produk-produk kayu sebagai berikut: ‐ kayu yang dipilah secara visual ‐ kayu yang dipilah secara mekanis ‐ kayu glulam struktural ‐ pancang kayu ‐ tiang kayu ‐ I-joist kayu prapabrikasi ‐ kayu komposit struktural ‐ panel kayu struktural Spesifikasi ini juga mendefinisikan praktik yang harus diikuti didalam desain dan pabrikasi sambungan pengencang tunggal dan majemuk dengan menggunakan pengencang yang

tan

didefinisikan di sini.

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

1.1.1.2 Rakitan struktural yang menggunakan produk panel harus didesain dengan mengikuti prinsip mekanika rekayasa (lihat Referensi 32, 33, 34, dan 53 untuk ketentuan desain untuk produk panel yang umum digunakan).

1.1.1.3 Rakitan struktural yang menggunakan pelat konektor metal harus didesain sesuai dengan praktik rekayasa yang dapat diterima (lihat Referensi 9).

1.1.1.4 Spesifikasi ini tidak ditujukan untuk menghalangi penggunaan material, perakitan, struktur, atau desain yang tidak memenuhi kriteria di sini, dengan syarat ditunjukkan dengan analisis yang didasarkan pada teori yang dikenal, uji pembebanan prototipe atau skala

penuh, studi analogi model atau pengalaman yang menunjukkan bahwa material, rakitan,

struktur, atau desain akan memenuhi peruntukannya.

1.1.2 Supervisi yang Kompeten

Nilai desain acuan, koreksi nilai desain, dan persyaratan desain struktural di dalam Spesifikasi ini adalah untuk desain yang dibuat dan dilaksanakan dengan supervisi yang kompeten.

dan tidak untuk di komersialkan”

1.2 Persyaratan Umum

1.2.1 Pemenuhan Standar

Kualitas produk kayu dan pengencang, dan desain sambungan dan komponen struktur pemikul beban harus memenuhi standar yang ditetapkan di sini.

1.2.2 Perangkaian dan Pembreisingan

Semua komponen struktur harus dirangkai, diangker, dikencangkan, dan dibreising sedemikian rupa sehingga komponen struktur tersebut mempunyai kekuatan dan rigiditas yang dibutuhkan. Breising dan perangkai yang memadai untuk menahan angin dan gaya- gaya lateral lain harus digunakan.

© BSN 2013

1 dari 318

1.3 Standar Sebagai Satu Kesatuan

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

Seluruh Pasal, Bagian, Subbagian dan Bagian lain di dalam Spesifikasi ini saling terkait dan persyaratan yang berlaku pada masing-masing Pasal, Bagian, Subbagian, dan Artikel juga berlaku pada seluruh Pasal, Bagian, Subbagian, dan Artikel lainnya, kecuali apabila dinyatakan tidak demikian.

1.4 Prosedur Desain

Spesifikasi ini memberikan persyaratan untuk desain produk kayu yang disebutkan di sini dengan menggunakan metode sebagai berikut: (a) Desain Tegangan Izin (DTI) (b) Desain Faktor Beban Ketahanan (DFBK) Desain harus dibuat dengan mengikuti persyaratan untuk Desain Tegangan Izin (DTI) atau Desain Faktor Beban Ketahanan (DFBK)

1.4.1 Asumsi Pembebanan

tan

Bangunan gedung kayu atau struktur kayu lainnya, dan komponen strukturnya, harus

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

didesain dan dilaksanakan agar dengan aman dapat memikul semua beban yang diantisipasi. Spesifikasi ini didasarkan pada prinsip bahwa pembebanan yang diasumsikan di dalam desain merepresentasikan kondisi aktual.

1.4.2 Ditentukan di Peraturan

Beban desain minimum harus memenuhi peraturan bangunan gedung di mana struktur

tersebut didesain, atau apabila berlaku, standar beban desain minimum lain yang dikenal.

1.4.3 Beban yang Diperhitungkan

Beban desain harus meliputi sebagian atau seluruh beban atau gaya berikut: mati, hidup,

angin, gempa bumi, pelaksanaan, dan gaya dinamik dan statik lain.

1.4.4 Kombinasi Beban

Kombinasi gaya dan beban desain, dan faktor kombinasi beban, harus mengikuti peraturan gedung di mana struktur tersebut didesain, atau apabila berlaku, standar beban minimum yang dikenal (lihat Referensi 5 untuk informasi tambahan). Peraturan bangunan gedung yang menentukan harus dirujuk di dalam menggunakan faktor kombinasi beban. Kombinasi beban beserta faktor efek waktu, , untuk dipakai di dalam DFBK diberikan di dalam

dan tidak untuk di komersialkan”

Lampiran N.

1.5 Spesifikasi dan Gambar Rencana

1.5.1 Ukuran

Gambar rencana, Spesifikasi, atau keduanya, harus menunjukkan apakah ukuran produk kayu dinyatakan di dalam nominal standar, neto standar, atau ukuran khusus, sebagaimana ditetapkan untuk masing-masing produk kayu di dalam Pasal 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.

© BSN 2013 2 dari 312

1.6 Notasi

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

Kecuali apabila dinyatakan lain, simbol yang digunakan di dalam Spesifikasi ini mempunyai arti sebagai berikut:

A 2 = luas penampang, mm

A critical = luas geser minimum untuk pengencang di dalam satu baris, mm 2

A group-net = luas penampang kelompok kritis antara baris pertama dan terakhir

dari pengencang, mm 2

= luas penampang bruto komponen struktur kayu utama, mm 2

A n = luas potongan melintang komponen struktur yang ditakik, mm 2

A = luas penampang neto, mm net 2

A s = jumlah luas penampang bruto komponen struktur sisi, mm 2

C D = faktor durasi beban

C F = faktor ukuran untuk kayu gergajian

C I = faktor interaksi tegangan untuk glulam

C L = faktor stabilitas balok

C M = faktor layan basah

tan

C P = faktor stabilitas kolom

C T = faktor kekakuan tekuk untuk kayu dimensi

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

C V = faktor volume untuk glulam struktural atau kayu komposit struktural

C b = faktor luas tumpu

C c = faktor kelengkungan untuk glulam struktural

C cs = faktor penampang kritis untuk tiang kayu bundar

C ct = faktor perlakuan kondisi untuk tiang kayu dan pancang kayu

C d = faktor kedalaman penetrasi untuk sambungan

di

C = faktor diafragma untuk sambungan dengan paku

C dt = konstanta empirik yang diturunkan dari hubungan persamaan untuk defleksi balok tirus dan balok prismatis

C eg = faktor serat ujung untuk sambungan

C fu = faktor penggunaan rebah

C g = faktor aksi kelompok untuk sambungan

C i = faktor tusuk untuk kayu dimensi

C ls = faktor berbagi beban untuk tiang kayu

C r = faktor komponen struktur berulang untuk kayu dimensi, balok I kayu prapabrikasi, dan kayu komposit struktural

C rs = faktor reduksi tegangan radial bentuk beban empirik untuk komponen

struktural lentur glulam struktural lengkung tirus ganda

C s = faktor ukuran panel struktural kayu

C st = faktor pelat sisi metal untuk sambungan pelat geser 100 mm

dan tidak untuk di komersialkan”

C = faktor temperatur

C tn = faktor paku miring untuk sambungan berpaku

C y = faktor defleksi balok glulam struktural tirus

C vr = faktor reduksi geser untuk glulam struktural

C ∆ = faktor geometri untuk sambungan COV E = koefisien variasi untuk modulus elastisitas

D = diameter, mm

D r = diameter inti, mm

E = panjang ujung tirus pengencang yang didorong

E, E’ = modulus elastisitas acuan dan terkoreksi, MPa

E aksia = MOE glulam untuk deformasi memanjang, MPa

E min ,E min ’ = modulus elastisitas acuan dan terkoreksi untuk perhitungan stabilitas balok dan kolom, MPa (EI) min , (EI) min ’ = EI acuan dan terkoreksi untuk perhitungan stabilitas balok dan kolom, MPa

E m = modulus elastisitas komponen struktur utama, MPa

© BSN 2013

3 dari 318

E s = modulus elastisitas komponen struktur sisi, MPa

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

E x = modulus elastisitas glulam untuk defleksi akibat lentur terhadap sumbu x-x,

MPa

E x min = modulus elastisitas glulam untuk perhitungan stabilitas balok dan kolom untuk tekuk terhadap sumbu x-x, MPa

E y = modulus elastisitas glulam untuk defleksi akibat lentur terhadap sumbu y-y,

MPa

E y min = modulus elastisitas glulam untuk perhitungan stabilitas balok dan kolom untuk tekuk terhadap sumbu y-y, MPa

F b ,F b ’ = nilai desain acuan dan terkoreksi, MPa

F b * = nilai desain lentur acuan dikalikan dengan semua faktor koreksi yang berlaku kecuali C L , MPa

F **

b = nilai desain lentur acuan dikalikan dengan semua faktor koreksi yang

berlaku kecuali C V , MPa

F b1 ’ = nilai desain lentur terhadap sumbu kuat terkoreksi, MPa

F b2 ’ = nilai desain lentur terhadap sumbu lemah terkoreksi, MPa

F bE = nilai desain tekuk kritis untuk komponen struktur lentur, MPa

F bx + = nilai desain lentur acuan untuk lentur positif glulam struktural, MPa

tan

bx

= nilai desain lentur acuan untuk lentur negatif glulam struktural, MPa

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

F by = nilai desain lentur acuan glulam struktural yang melentur terhadap sumbu

y-y, MPa

F c ,F c ’ = nilai desain tekan sejajar serat acuan dan terkoreksi, MPa

F c * = nilai desain tekan acuan sejajar serat dikalikan dengan semua faktor koreksi

kecuali C P , MPa

F cE = nilai desain tekuk kritis untuk komponen struktur tekan, MPa

F cE1 ,F cE2

= nilai desain tekuk kritis untuk komponen struktur tekan di bidang tumpuan

lateral, MPa

F c  ,F c  ‘ = nilai desain tekan tegak lurus serat acuan dan terkoreksi, MPa

F c x = nilai desain tekan acuan untuk beban tumpu di muka lebar glulam struktural,

MPa

F c y = nilai desain tekan acuan untuk beban tumpu di muka sempit glulam

struktural, MPa

F e = kuat tumpu pasak, MPa

F em = kuat tumpu pasak komponen struktur utama, MPa

F es = kuat tumpu pasak komponen struktur sisi, MPa

F e|| = kuat tumpu pasak sejajar serat, MPa

F e  = kuat tumpu pasak tegak lurus serat, MPa

F e  = kuat tumpu pasak bersudut terhadap serat, MPa

F rc = nilai desain tekan radial acuan untuk komponen struktur glulam struktural,

dan tidak untuk di komersialkan”

MPa

F rt ,F rt ’

= nilai desain tarik radial acuan dan terkoreksi tegak lurus serat untuk glulam

struktural, MPa

F s ,F s ’

= nilai desain geser pada bidang (geser gulung) acuan dan terkoreksi, MPa

F t ,F t ’ = nilai desain tarik sejajar serat acuan dan terkoreksi, MPa

F v ,F v ’

= nilai desain geser acuan dan terkoreksi tarik sejajar serat (geser horizontal),

MPa

F vx = nilai desain geser acuan untuk komponen struktur glulam dengan beban yang menyebabkan lentur terhadap sumbu x-x, MPa

F vy = nilai desain geser acuan untuk komponen struktur glulam dengan beban yang menyebabkan lentur terhadap sumbu y-y, MPa

F yb = kuat leleh lentur pengencang, MPa

F  ’ = nilai desain tumpu bersudut terhadap serat terkoreksi, MPa

G = berat jenis

G v = modulus rigiditas acuan untuk panel kayu struktural

© BSN 2013 4 dari 312

I = momen inersia, mm 4 K, K’

= koefisien kekakuan geser acuan dan terkoreksi untuk balok kayu I

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

prapabrikasi K D = koefisien diameter untuk sambungan pengencang tipe pasak dengan

D <6,35 mm K F = faktor konversi format K M

= koefisien kadar air untuk batang tekan kayu gergajian pada rangka batang K T

= koefisien batang tekan pada rangka batang untuk kayu gergajian K bE = koefisien tekuk Euler untuk balok K cE = koefisien tekuk Euler untuk kolom K cr = faktor deformasi yang bergantung pada waktu (rangkak) K e = koefisien panjang tekuk untuk komponen struktur tekan K f = koefisien stabilitas kolom untuk kolom tersusun berpaku dan berbaut

K r = koefisien tegangan radial K rs = faktor tegangan radial empirik untuk komponen lentur glulam struktural

lengkung tirus K t

= koefisien temperatur K x

= koefisien penjepitan kolom berspasi K 

tan

= koefisien sudut terhadap serat untuk sambungan pengenang tipe pasak

dengan D <6,35 mm

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

K ϕ = faktor bentuk tegangan lentur empirik untuk glulam struktural lengkung tirus L

= panjang bentang untuk komponen struktur lentur, m L

= jarak antara titik-titik tumpuan lateral komponen struktur tekan, m L c = panjang dari ujung tiang ke penampang kritis, m

M = momen lentur maksimum, Nmm M r ,M r ’

= momen desain acuan dan terkoreksi, Nmm N, N’

= nilai desain acuan dan terkoreksi bersudut terhadap serat untuk unit

konektor cincin belah tunggal atau unit konektor pelat geser, N P

= beban terpusat total atau beban aksial total, N P, P’

= nilai desain lateral acuan dan terkoreksi sejajar serat untuk unit konektor cincin belah tunggal atau unit konektor pelat geser, N P r = kapasitas keling acuan sejajar serat, N

P w = kapasitas kayu acuan sejajar serat, N Q

= momen statis suatu area terhadap sumbu netral, mm 3

Q, Q’

= nilai desain lateral acuan dan terkoreksi tegak lurus serat untuk unit

konektor cincin belah tunggal atau unit konektor pelat geser, N Q r

= kapasitas paku keling acuan tegak lurus serat, N Q w

= kapasitas kayu acuan tegak lurus serat untuk paku keling kayu, N R

= radius kelengkungan, mm R B = rasio kelangsingan komponen struktur lentur

dan tidak untuk di komersialkan”

d = suku reduksi untuk sambungan pengencang tipe pasak R m = radius kelengkungan di garis pusat komponen struktur glulam, mm

R r ,R r ’ = reaksi desain acuan dan terkoreksi, N S

= modulus penampang, mm 3

T = temperatur, o C

V = gaya geser, N

V r ,V r ’ = geser desain acuan dan terkoreksi, N W, W’

= nilai desain cabut acuan dan terkoreksi untuk pengencang, N per mm

penetrasi Z, Z’

= nilai desain lateral acuan dan terkoreksi untuk sebuah pengencang pada sambungan, N Z GT ’

= kapasitas sobek kelompok terkoreksi kelompok pengencang, N Z NT ’

= kapasitas tarik terkoreksi penampang neto, N Z RT ’

= kapasitas sobek terkoreksi baris berganda pengencang, N Z RTi ‘

= kapasitas sobek terkoreksi satu baris pengencang, N

© BSN 2013

5 dari 318

Z || = nilai desain lateral acuan untuk sebuah pengencang tipe pasak pada sambungan dengan semua komponen struktur kayu sejajar serat, N

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

Z m  = nilai desain lateral acuan untuk sebuah pengencang tipe pasak pada sambungan kayu ke kayu dengan komponen struktur utama dibebani tegak lurus serat dan komponen struktur sisi dibebani sejajar serat, N

Z s  = nilai desain lateral acuan untuk sebuah pengencang tipe pasak pada sambungan kayu ke kayu dengan komponen struktur utama dibebani sejajar

serat dan komponen struktur sisi dibebani tegak lurus serat, N Z 

= nilai desain lateral acuan untuk sebuah pengencang tipe pasak pada sambungan kayu ke kayu, kayu ke metal, atau kayu ke beton dengan

komponen struktur kayu dibebani tegak lurus serat, N Z  ’

= nilai desain acuan untuk pengencang tipe pasak yang mengalami kombinasi

pembebanan lateral dan cabut, N

a = faktor kondisi tumpuan untuk kolom tirus

a p = jarak ujung minimum untuk beban sejajar serat untuk sambungan paku keling kayu, mm

= jarak ujung minimum untuk beban tegak lurus serat untuk sambungan paku

keling kayu, mm

tan

b = lebar komponen struktur lentur persegi panjang, mm

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

c = jarak dari sumbu netral ke serat terluar, mm

d = tinggi komponen struktur lentur, mm

d = dimensi terkecil komponen struktur tekan persegi panjang, mm

d = kode (penny weight) paku atau pantek

d = dimensi yang mewakili untuk kolom tirus, mm

d c = tinggi penampang terbesar untuk komponen struktur lentur glulam lengkung

tirus ganda, mm

d e = tinggi efektif komponen struktur di suatu sambungan, mm

d e = tinggi komponen struktur lentur glulam lengkung tirus ganda, mm

d e = tinggi di ujung kecil komponen struktur lentur glulam tirus lurus, mm

d equiv = tinggi komponen struktur glulam prismatis ekivalen, mm

d max = dimensi maksimum untuk muka kolom tirus, mm

d min = dimensi minimum untuk muka kolom tirus, mm

d n = tinggi yang tersisa pada komponen struktur bertakik tegak lurus panjang komponen struktur, mm

d y = tinggi glulam struktural yang sejajar dengan muka lebar laminasi apabila dibebani sehingga mengalami lentur terhadap sumbu y-y, mm

d 1 ,d 2 = dimensi penampang komponen struktur tekan persegi panjang di bidang tumpuan lateral, mm

e = eksentrisitas, mm

dan tidak untuk di komersialkan”

e = jarak takikan dari tepi dalam tumpuan, mm

e p = jarak tepi minimum pada tepi yang tidak dibebani untuk sambungan paku keling kayu, mm

= jarak tepi minimum tepi yang dibebani untuk sambungan paku keling kayu,

mm

f b = tegangan lentur aktual, MPa

f b1 = tegangan lentur aktual terhadap sumbu kuat, MPa

f b2 = tegangan lentur aktual terhadap sumbu lemah, MPa

f c = tegangan tekan aktual sejajar serat, MPa

f c ’ = kekuatan tekan beton, MPa

f c  = tegangan tekan aktual tegak lurus serat, MPa

f r = tegangan radial aktual pada komponen struktur lentur lengkung, MPa

f t = tegangan tarik aktual sejajar serat, MPa

f v = tegangan geser aktual sejajar serat, MPa

g = ukuran sekrup

© BSN 2013 6 dari 312 © BSN 2013 6 dari 312

tengah bentang, mm

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

h a = jarak vertikal dari ujung balok glulam struktur lengkung tirus ganda ke

puncak balok , mm ℓ

= panjang bentang komponen struktur lentur, mm ℓ

= jarak antara titik-titik tumpuan lateral komponen struktur tekan, mm ℓ b = panjang tumpu, mm

ℓ c = bentang bersih, mm ℓ c = panjang antara titik-titik tangen untuk komponen struktur glulam lengkung

tirus ganda, mm ℓ e = panjang efektif komponen struktur tekan, mm ℓ e1 , ℓ e2 = panjang efektif komponen struktur tekan di bidang tumpuan lateral, mm

ℓ e /d = rasio kelangsingan komponen struktur tekan ℓ m = panjang tumpu pasak di komponen struktur utama kayu, mm ℓ n = panjang takikan, mm

ℓ s = panjang tumpu pasak di komponen struktur sisi kayu, mm ℓ u = panjang bentang tak tertumpu lateral komponen struktur lentur, mm ℓ 1 , ℓ 2 = jarak antara titik-titik tumpuan lateral komponen struktur tekan di bidang 1

tan

dan 2, mm

ℓ 3 = jarak dari pusat kelos ke pusat berat kelompok konektor cincin belah atau

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

pelat geser di kelos ujung kolom berspasi, mm m.c.

= kadar air berdasarkan berat kering oven kayu, % n

= banyaknya pengencang di satu baris n R = banyaknya baris paku keling n c = banyaknya paku keling per baris n i = banyaknya pengencang di satu baris n row = banyaknya baris pengencang

= panjang penetrasi pengencang ke dalam komponen struktur kayu, mm p min = panjang minimum penetrasi pengencang ke dalam komponen struktur kayu,

mm

p t = panjang penetrasi pengencang ke dalam komponen struktur kayu untuk

perhitungan cabut, mm r

= radius girasi, mm s

= spasi as ke as antara pengencang yang bersebelahan di dalam satu baris, mm s kritis

= jarak minimum yang diambil dari yang terkecil di antara jarak ujung dan

jarak antara pengencang di dalam satu baris, mm s p

= spasi antara paku keling sejajar serat, mm s q

= spasi antara paku keling tegak lurus serat, mm t

= tebal, mm t

dan tidak untuk di komersialkan”

= waktu paparan, jam

t m = tebal komponen struktur utama, mm t s

= tebal komponen struktur sisi, mm x

= jarak antara muka tumpuan ke beban, mm

∆ H = defleksi horizontal di tumpuan komponen struktur glulam struktural lengkung tirus ganda simetris

∆ LT = defleksi sesaat akibat komponen jangka panjang beban desain, mm

∆ ST = defleksi akibat komponen normal atau jangka pendek dari beban desain, mm ∆ T = defleksi total akibat pembebanan jangka panjang dan jangka pendek, mm ∆ c = defleksi vertikal di tengah bentang komponen struktur glulam struktur

lengkung tirus ganda 

= sudut antara permukaan kayu dan arah beban untuk pengencang tipe

pasak yang mengalami kombinasi pembebanan lateral dan cabut, derajat

© BSN 2013

7 dari 318

 eff = laju bakar efektif (mm/jam) terkoreksi untuk waktu pengeksposan, t  n

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

= laju bakar nominal (mm/jam), laju bakar linear berdasarkan pengeksposan 1

jam 

= modulus beban/gelincir untuk suatu sambungan, N/mm 

= faktor efek waktu 

= sudut antara tirus pada muka tekan atau tarik komponen struktur glulam struktural, derajat 

= sudut antara arah beban dan arah serat (sumbu longitudinal komponen struktur) untuk desain konektor pelat geser atau cincin belah, derajat 

= faktor ketahanan ϕ B = sudut kemiringan tepi bawah di ujung komponen struktur glulam struktural

lengkung tirus ganda, derajat ϕ T = sudut kemiringan tepi atas komponen struktur glulam struktural lengkung

tirus ganda, derajat 

= beban terbagi rata, kN/m

tan dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

dan tidak untuk di komersialkan”

© BSN 2013 8 dari 312

2 Nilai Desain untuk Komponen Struktur

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

2.1 Umum

2.1.1 Persyaratan Umum

Setiap komponen struktur atau sambungan kayu harus mempunyai ukuran dan kapasitas cukup untuk memikul beban tanpa melampaui nilai desain terkoreksi yang ditetapkan di sini.

2.1.1.1 Untuk DTI, perhitungan nilai desain terkoreksi harus ditentukan dengan menggunakan faktor-faktor koreksi DTI yang ditetapkan di sini.

2.1.1.2 Untuk DFBK, perhitungan nilai desain terkoreksi harus ditentukan dengan menggunakan faktor-faktor koreksi DFBK yang ditetapkan di sini.

2.1.2 Tanggungjawab Perencana untuk Mengoreksi terhadap Kondisi Penggunaan

tan

Nilai desain terkoreksi untuk komponen struktur dan sambungan kayu pada penggunaan

akhir khusus harus sesuai dengan kondisi dimana kayu tersebut digunakan, dengan

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

memperhitungkan perbedaan kekuatan kayu akibat perbedaan kadar air, durasi beban, dan jenis perlakuan. Kondisi penggunaan yang dimaksud di dalam Spesifikasi di sini adalah kondisi umum. Desainer bertanggungjawab untuk mengaitkan asumsi desain dan nilai desain acuan, dan melakukan penyesuaian nilai desain yang sesuai dengan penggunaan akhir.

2.2 Nilai Desain Acuan

Nilai desain acuan dan koreksi nilai desain untuk produk kayu di 1.1.1.1 didasarkan atas metode yang disebutkan di dalam masing-masing Pasal produk kayu. Pasal 4 sampai 9 berisi persyaratan desain untuk berturut-turut: kayu gergajian, glulam struktural, tiang dan tiang pancang, balok kayu I prapabrikasi, kayu komposit struktural, dan panel kayu struktural. Pasal 10 sampai 13 berisi persyaratan desain untuk sambungan. Nilai desain acuan adalah untuk durasi beban normal pada kondisi kadar air yang ditetapkan.

2.3 Koreksi terhadap Nilai Desain Acuan

2.3.1 Keberlakuan Faktor Koreksi

dan tidak untuk di komersialkan”

Nilai desain acuan harus dikalikan dengan semua faktor koreksi yang berlaku untuk

menentukan nilai desain terkoreksi. Keberlakuan faktor koreksi pada nilai desain untuk kayu gergajian, glulam struktural, tiang dan tiang pancang, balok kayu I prapabrikasi, kayu komposit struktural, panel kayu struktural, dan sambungan berturut-turut didefinisikan di 4.3,

5.3, 6.3, 7.3, 8.3, 9.3, dan 10.3.

2.3.2 Faktor Durasi Beban, C D (hanya DTI)

2.3.2.1 Kayu mempunyai sifat mampu memikul beban maksimum jauh lebih besar untuk durasi pembebanan singkat dibandingkan dengan durasi pembebanan lama. Nilai desain acuan berlaku untuk durasi beban normal. Durasi beban normal merepresentasikan beban yang secara penuh menimbulkan tegangan di suatu komponen struktur hingga mencapai nilai desain izin dengan pemberian beban desain untuk durasi kumulatif kurang lebih sepuluh tahun. Apabila durasi kumulatif beban maksimum penuh tidak melebihi periode waktu yang ditentukan, maka semua nilai desain acuan kecuali modulus elastisitas, E, modulus

© BSN 2013

9 dari 318 9 dari 318

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

sesuai, C D , dari Tabel 2.3.2 atau Gambar B1 (lihat Lampiran B) untuk memperhitungkan

perubahan kekuatan kayu terhadap durasi beban.

2.3.2.2 Faktor durasi beban, C D , untuk beban durasi tersingkat di dalam kombinasi beban harus berlaku untuk kombinasi beban tersebut. Semua kombinasi beban yang berlaku harus dievaluasi untuk menentukan kombinasi beban kritis. Desain komponen struktur dan sambungan harus didasarkan atas kombinasi beban kritis (lihat Lampiran B.2).

2.3.2.3 Faktor durasi beban, C D , di dalam Tabel 2.3.2 dan Lampiran B tidak bergantung pada faktor kombinasi beban, dan keduanya harus digunakan di dalam perhitungan desain (lihat 1.4.4 dan Lampiran B.4).

Tabel 2.3.2 Faktor Durasi Beban yang Sering Digunakan, C 1 D

Durasi Beban

C D Beban Desain Tipikal

Permanen 0,9 Beban Mati

tan

Sepuluh Tahun

Beban Hidup Hunian

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

Tujuh Hari

Beban Pelaksanaan

Sepuluh Menit

Beban Gempa/Angin

Impak 2 2,0 Beban Impak

1 Faktor durasi beban tidak berlaku pada modulus elastisitas acuan, E, modulus elastisitas untuk stabilitas balok dan kolom, E min , dan nilai desain tekan acuan tegak lurus serat, F c  , yang didasarkan

atas limit deformasi.

2 Faktor durasi beban yang lebih besar daripada 1,6 tidak berlaku pada komponen struktur yang

diawetkan dengan proses tekanan menggunakan bahan pengawet larut air (lihat Referensi 30), atau bahan kimiawi hambat api. Faktor durasi beban impak tidak berlaku pada sambungan .

2.3.3 Faktor Temperatur, C t

Nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor temperatur, C t , di dalam Tabel 2.3.3 untuk komponen struktural yang akan mengalami pengeksposan tetap pada temperatur tinggi sampai 65 o

C (lihat Lampiran C).

Tabel 2.3.3 Faktor Temperatur, C t

Kondisi

Nilai Desain

Kadar Air

Acuan

Layan 1 T<38 o

C 38 o C<T<52 o

C 52 o C<T<65 o C dan tidak untuk di komersialkan”

Basah atau

F t , E, E min 1,0 0,9

Kering Kering 1,0

1 Kondisi basah dan kering untuk kayu gergajian, glulam struktural, balok kayu I prapabrikasi, kayu komposit struktural, dan panel kayu struktural ditetapkan berturut-

turut di 4.1.4, 5.1.5, 7.1.4, 8.1.4, dan 9.3.3.

© BSN 2013 10 dari 312

2.3.4 Perlakuan Hambat Api

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

Efek perlakuan kimiawi tahan api terhadap kekuatan harus diperhitungkan di dalam desain. Nilai desain terkoreksi, termasuk nilai desain sambungan terkoreksi, untuk kayu dan glulam struktural yang diberi tekanan dengan bahan kimiawi tahan api, harus diperoleh dari perusahaan yang memberikan perlakuan dan pelayanan pengeringan. Faktor durasi beban yang lebih besar daripada 1,6 tidak berlaku untuk komponen struktur yang diberi tekanan dengan bahan kimiawi hambat api (lihat Tabel 2.3.2).

2.3.5 Faktor Konversi Format, K F (hanya DFBK)

Untuk DFBK, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor konversi format, K F , yang ditetapkan di dalam Tabel 2.3.5. Faktor konversi format, K F , tidak berlaku untuk desain yang menggunakan metode DTI yang ditetapkan di sini.

Tabel 2.3.5 Faktor Konversi format, K F (hanya DFBK)

Aplikasi Properti K F

Komponen struktur

F b 2,54

tan

F t 2,70

F v ,F rt ,F s 2,88

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

F c 2,40

F c ┴ 1,67

E min 1,76 Semua sambungan

(semua nilai desain)

2.3.6 Faktor Ketahanan, (hanya DFBK) 

Untuk DFBK, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor ketahanan, , yang ditetapkan di dalam Tabel 2.3.6. Faktor ketahanan, , tidak berlaku untuk desain yang menggunakan metode DTI yang ditetapkan di sini.

Tabel 2.3.6 Faktor Ketahanan, ϕ (Hanya DFBK)

Aplikasi Properti Simbol Nilai

b 0,85

F t  t 0,80 Komponen struktur

F v ,F rt ,F s  v 0,75

E min  dan tidak untuk di komersialkan”

F c ,F c ┴  c 0,90

s 0,85

Sambungan

(semua nilai desain)

 z 0,65

2.3.7 Faktor Efek Waktu, λ (hanya DFBK)

Untuk DFBK, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor efek waktu, λ, yang ditetapkan di Lampiran N.3.3. Faktor efek waktu, λ, tidak berlaku untuk desain yang menggunakan DTI yang ditetapkan di sini.

© BSN 2013

11 dari 318

3 Ketentu uan dan Pe ersamaan D Desain

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

3.1 Umum m

Pasal 3 m enetapkan ketentuan desain umu um yang be erlaku pada a semua ko mponen str ruktur kayu dan s sambungan n yang dica kup di dala am Spesifika asi ini. Setia ap kompon en struktur kayu atau samb bungan haru us mempun nyai ukuran dan kapas sitas cukup untuk mem mikul beban yang bekerja tan npa melam paui nilai d desain terko oreksi yang ditetapkan n di sini. Nil lai desain a acuan dan persya aratan desa ain khusus yang berla ku pada pro oduk kayu tertentu dib berikan di P Pasal- Pasal lain Spesifikasi ini.

3.1.2 Lua as Penamp pang Neto

3.1.2.1 Luas pena ampang ne eto diperole eh dengan menguran ngi luas pe enampang bruto dengan lua as terproyek ksi semua m material yan ng dihilangk kan dengan n cara meng gebor, meng galur, memahat, menakik, atau cara lain. Luas s penampa ang neto h harus digun nakan di d dalam menghitun g kapasitas s pikul beb ban kompo nen struktu ur, kecuali untuk kolo m sebagaim mana ditetapkan di dalam 3

3.6.3. Efek eksentrisita as beban pa ada kompo nen struktu ur di penam mpang

tan

neto harus s diperhitung gkan.

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

Untuk pemb 3.1.2.2 U bebanan sej jajar serat d dengan pen ngencang b berseling be erupa baut, , baut dorong, pi in dorong atau sekru p kunci, p engencang yang bers sebelahan harus dian nggap terletak pa ada penamp pang kritis yang sama a apabila s pasi sejaja r serat anta ara pengen ncang pada baris s-baris yan ng bersebe lahan kura ng dari em mpat kali d iameter pe engencang (lihat Gambar 3A A).

Jar rak antara penge encang

Jarak antara

pengencang

di baris-bar ris yang

berd dekatan

di satu baris

Gambar 3A G A Spasi Pen ngencang B Berselang- -seling

dan tidak untuk di komersialkan”

3.1.2.3 Luas pena ampang ne to pada sa ambungan cincin bela ah atau pe elat geser h harus ditentukan dengan m engurangi luas penam mpang bruto o dengan lu uas terproy yeksi dari lu ubang baut dan a alur cincin belah atau pelat gese er di dalam komponen n struktur (l ihat Gamba ar 3B dan Lamp iran K). Ap pabila kone ektor cincin belah atau u pelat ges ser bersela ng-seling, maka konektor y yang berseb belahan har rus dipanda ang terjadi d di penampa ng kritis yan ng sama ap pabila spasi sejaj jar serat an tara baris-b baris yang b bersebelaha an kurang d dari atau sa ama dengan n satu diameter k konektor (lih hat Gambar 3A).

© BSN 201 3 12 dari 312

Alur untuk k konektor cinci n belah atau pelat t geser

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

Lubang baut

Gambar 3B Penam pang Neto di Sambun ngan Cinci in Belah at au Pelat G eser

3.1.3 3 Sambun ngan

Kom ponen stru ktur dan pe engencang harus disu usun secara a simetris d di sambung gan, kecuali i apab bila momen lentur yan ng ditimbulk kan pada su usunan asi metris (sep perti pada s sambungan n

tan

lewa tan) telah d diperhitungk kan di dala am desain. Sambunga n harus did desain dan dipabrikasi i

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

untuk k menjamin n bahwa set tiap kompon nen struktur r memikul te egangan pr roporsionaln nya.

3.1.4 4 Deforma asi yang Be ergantung pada Wakt tu

Apab bila kompon nen struktu ur dari rang gka struktur ral terdiri a tas satu at tau lebih la apisan atau u bagia an, maka e efek deform masi yang b bergantung pada wakt u harus dip perhitungka an di dalam m desa ain (lihat 3.5 5.2 dan Lam mpiran F).

3.1.5 5 Konstru ksi Kompo osit

Kons struksi kom mposit, sep perti komp posit kayu- beton, kay yu-baja, da an kayu-ka ayu, harus s

dides sain sesuai prinsip-prin nsip mekan nika teknik d dengan men nggunakan nilai desain n terkoreksi i untuk k komponen n struktur d an sambun ngan yang d ditetapkan d di sini.

3.2 Komponen n Struktur Lentur

3.2.1 1 Bentang g Kompone en Struktur r Lentur

Untu uk kompone en struktur lentur sed derhana, m menerus, da an kantileve er, bentang gnya harus s diam mbil sama de engan jarak k dari muka a ke muka t umpuan, di tambah set tengah panj jang tumpu u di ma asing-masin ng ujung.

dan tidak untuk di komersialkan”

3.2.2 2 Distribus si Lateral B Beban Terp pusat

Distr ribusi latera al beban ter rpusat dari komponen n struktur ya ang dibeba ani kritis ke komponen n struk ktur yang s sejajar di se ebelahnya dengan me enggunakan n lantai ata au kompon en struktur r melin ntang lainn ya, harus dihitung d di dalam m menentukan momen le entur dan g gaya geser r vertik kal desain ( (lihat 15.1).

© BS SN 2013

13 dar ri 318

3.2.3 Takikan

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

3.2.3.1 Komponen struktur lentur tidak boleh ditakik melebihi ketentuan di 4.4.3, 5.4.4,

7.4.4, dan 8.4.1. Potongan gradual dari tinggi tereduksi suatu komponen struktur ke tinggi penuh komponen struktur tersebut, bukan takik siku, mengurangi konsentrasi tegangan.

3.2.3.2 Kekakuan komponen struktur lentur, sebagaimana ditentukan dari penampangnya, tidak dipengaruhi oleh adanya takikan dengan dimensi sebagai berikut: tinggi takikan

< (1/6) (tinggi balok)

panjang takikan

< (1/3) (tinggi balok)

3.2.3.3 Lihat 3.4.3 untuk efek takikan terhadap kekuatan geser.

3.3 Komponen Struktur Lentur – Lentur

3.3.1 Kekuatan Lentur

Momen atau tegangan lentur aktual tidak boleh melebihi nilai desain lentur terkoreksi.

tan

3.3.2 Persamaan Desain Lentur

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

3.3.2.1 Tegangan lentur aktual akibat momen lentur, M, dihitung sebagai berikut: Mc M

(3.3-1)

Untuk komponen struktur lentur persegi panjang dengan lebar, b, dan tinggi, d, persamaan di atas menjadi:

M 6M f b  

2 S (3.3-2) bd

tinggi penampang:

3.3.2.2 Untuk komponen struktur persegi panjang solid dengan sumbu netral tegak lurus

bd 3 I 

 momen inersia, mm 4 (3.3-3)

12 I bd 2

S    modulus penampang, mm 3 (3.3-4) c 6

3.3.3 Faktor Stabilitas Balok, C L

dan tidak untuk di komersialkan”

3.3.3.1 Apabila tinggi komponen struktur lentur tidak melebihi lebarnya, d < b, tumpuan lateral tidak diperlukan dan C L = 1,0.

3.3.3.2 Apabila komponen struktur lentur kayu gergajian persegi panjang ditumpu lateral dengan mengikuti ketentuan 4.4.1, maka C L = 1,0.

3.3.3.3 Apabila tepi tekan komponen struktur lentur ditumpu di seluruh panjangnya untuk mencegah peralihan lateral, dan ujung-ujung tumpu mempunyai tumpuan lateral untuk mencegah rotasi, maka C L = 1,0.

3.3.3.4 Apabila tinggi komponen struktur lentur melebihi lebarnya, d > b, maka tumpuan lateral harus diberikan di titik-titik tumpu untuk mencegah rotasi dan/atau peralihan lateral di titik-titik tersebut. Apabila tumpuan lateral tersebut diberikan di titik-titik tumpu, tetapi tidak ada tumpuan lateral tambahan di sepanjang komponen struktur tersebut, maka panjang tak

© BSN 2013 14 dari 312 © BSN 2013 14 dari 312

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

dan/atau peralihan lateral di titik-titik antara dan di kedua ujung, maka panjang tak tertumpu, ℓ u , adalah jarak antara titik-titik tumpuan lateral antara tersebut.

3.3.3.5 Panjang bentang efektif, ℓ e , untuk komponen struktur bentang tunggal atau kantilever harus ditentukan sesuai Tabel 3.3.3.

Tabel 3.3.3 Panjang Efektif, ℓ e , untuk komponen struktur lentur, mm

apabila ℓ u /d > 7 ℓ e Beban terbagi rata = 0,90 ℓ u +

Kantilever 1 apabila ℓ u /d <7

ℓ e = 1,33 ℓ u 3d = 1,44 +

Beban terpusat di ujung bebas

ℓ e = 1,87 ℓ u

3d

apabila ℓ u /d > 7 Beban terbagi rata

Balok Bentang Tunggal 1,2 apabila ℓ u /d <7

ℓ e = 2,06 ℓ u ℓ e = 1,63 ℓ u + 3d Beban terpusat di pusat tanpa tumpuan

ℓ e = 1,80 ℓ u ℓ e = 1,37 ℓ u + 3d

tan

lateral antara

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

Beban terpusat di pusat dengan tumpuan lateral di pusat

ℓ e = 1,11 ℓ u

Dua beban terpusat sama di titik-titik 1/3 ℓ e dengan tumpuan lateral di titik-titik 1/3 = 1,68 ℓ u Tiga beban terpusat sama di titik-titik 1/4

ℓ e dengan tumpuan lateral di titik-titik ¼ = 1,54 ℓ u Empat beban terpusat sama di titik-titik 1/5

ℓ e = 1,68 ℓ u

dengan tumpuan lateral di titik-titik 1/5

Lima beban terpusat sama di titik-titik 1/6 ℓ e dengan tumpuan lateral di titik-titik 1/6 = 1,73 ℓ u Enam beban terpusat sama di titik-titik 1/7

ℓ e = 1,78 ℓ u

dengan tumpuan lateral di titik-titik 1/7 Tujuh atau lebih beban terpusat sama,

berjarak sama, dengan tumpuan lateral di

ℓ e = 1,84 ℓ u

titik-titik beban Momen ujung sama

ℓ e = 1,84 ℓ u

1 Untuk balok bentang tunggal atau kantilever dengan kondisi beban tidak tercantum di dalam Tabel 3.3:

ℓ e = 2,06 ℓ u apabila ℓ u /d <7 ℓ e = 1,63 ℓ u + 3d apabila 7 < ℓ u /d <14,3

ℓ e = 1,84 ℓ u apabila u 2 /d >14,3 ℓ

dan tidak untuk di komersialkan”

Penggunaan bentang panjang harus didasarkan atas nilai tabel atau analisis teknik.

3.3.3.6 Rasio kelangsingan, R B , untuk komponen struktur lentur harus dihitung sebagai berikut:  d

B 2 (3.3-5) b

3.3.3.7 Rasio kelangsingan untuk komponen struktur lentur, R B , tidak boleh melebihi 50.

3.3.3.8 Faktor stabilitas balok harus dihitung sebagai berikut:

© BSN 2013

15 dari 318

1 2  * F/F

b  1 F/F bE *  bE b 

 F/F bE b

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

b = nilai desain lentur acuan dikalikan dengan semua faktor koreksi kecuali C fu ,C V , dan C L (lihat 2.3) 1,20E 

F bE min  R 2 B

3.3.3.9 Lihat Lampiran D untuk informasi latar belakang tentang perhitungan stabilitas balok

dan Lampiran F untuk informasi tentang koefisien variasi modulus elastisitas (COV E ).

3.3.3.10 Komponen struktur yang mengalami lentur terhadap kedua sumbu utama (lentur biaksial) harus didesain sesuai dengan 3.9.2.

3.4 Komponen Struktur Lentur – Geser

tan dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

3.4.1 Kekuatan Geser Sejajar Serat (Geser Horizontal)

3.4.1.1 Tegangan geser aktual sejajar serat atau gaya geser di setiap penampang komponen struktur lentur tidak boleh melebihi nilai desain geser terkoreksi. Pengecekan kekuatan geser tegak lurus serat komponen struktur lentur kayu tidak disyaratkan.

3.4.1.2 Prosedur desain geser yang ditetapkan di sini untuk menghitung f v di atau dekat

titik-titik tumpuan vertikal hanya berlaku pada komponen struktur lentur solid seperti kayu gergajian, Glulam struktural, kayu komposit struktural, atau balok kayu laminasi mekanis. Desain geser di tumpuan untuk komponen tersusun yang mempunyai sambungan pemikul beban di atau dekat titik-titik tumpuan, seperti di antara batang-batang pada rangka batang harus didasarkan atas hasil uji atau cara-cara lain.

3.4.2 Persamaan Desain Geser

Tegangan geser aktual sejajar serat yang terjadi pada komponen struktur lentur kayu gergajian, glulam struktural, kayu komposit struktural, atau tiang dan pancang kayu harus dihitung sebagai berikut:

VQ f v  (3.4-1) Ib

dan tidak untuk di komersialkan”

Untuk komponen struktur lentur persegi panjang dengan lebar, b, dan tinggi, d, persamaan di atas menjadi:

3V f v  (3.4-2)

2bd

3.4.3 Desain Geser

3.4.3.1 Di dalam menghitung gaya geser, V, di komponen struktur lentur:

(a) Untuk balok yang ditumpu dengan cara tumpu penuh di satu permukaan dan beban bekerja di permukaan lainnya, beban terbagi rata di dalam jarak dari tumpuan sama

© BSN 2013 16 dari 312 © BSN 2013 16 dari 312

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

b beban terpu usat di dala am jarak, d d, dari tump puan dapat t dikalikan dengan x/d d dengan x x

a adalah jarak k dari muka tumpuan b balok ke beb ban tersebu ut (lihat Gam mbar 3C).

Lihat 3.4.3 3.1 untuk krit teria perh hitungan beba an

tan

Gamba ar 3C Geser r di Tumpu uan

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

(b) B Beban berge erak tungga al terbesar h harus dileta akkan pada jarak dari tu umpuan sa ma dengan n ti inggi kompo onen struktu ur lentur, de engan beba an-beban la in tetap ber rhubungan normal dan n mengabaika m an semua b beban di da lam jarak d dari tumpua n sama den ngan tinggi komponen n s struktur lent ur. Kondisi ini harus di cek di setia ap tumpuan .

(c) D Dengan du a atau leb bih beban b bergerak ya ang hampi r sama be esarnya, be eban-beban n

te ersebut har rus diletakk kan di posis si yang men nghasilkan gaya geser r, V, terbes sar, dengan n m mengabaika an semua b beban di da lam jarak d dari tumpua n sama den ngan tinggi komponen n s struktur lent ur.

3.4.3 3.2 Untuk k komponen n struktur l entur berta akik, gaya g geser, V, h harus didas sarkan atas s

prins sip-prinsip m mekanika te eknik (kecua ali yang diny yatakan di d dalam 3.4.3 3.1).

(a) U Untuk komp ponen struk ktur lentur dengan pe enampang persegi pa njang dan bertakik di i m muka tarik ( lihat 3.2.3), geser desa ain rencana a, V r ’, harus dihitung se ebagai berik kut:

V V   2    r d  v d F bd n n  ( (3.4-3)  3   d

dan tidak untuk di komersialkan”

Kete rangan:

d = tinggi kompo onen struktur r tanpa takik , mm

d n =t tinggi kompo onen struktur r sisa di bagi an bertakik, mm

F v ’= nilai desain g geser sejaja r serat terko reksi, MPa

(b) U Untuk komp onen strukt tur lentur de engan pena ampang ling gkaran dan bertakik di muka tarik k (l lihat 3.2.3), geser desa ain terkorek ksi, V r ’, haru us dihitung s sebagai ber rikut:  2 2   d

V V r  v   FA A n n  (3.4-4) (  3   d

Kete rangan:

A n =l luas penamp pang kompon nen struktur bertakik, mm m 2

© BS SN 2013

17 dar ri 318

(c) Untuk k komponen st truktur lentu r bertakik di muka tarik dengan pen nampang buk kan lingkara n dan bukan p persegi panj ang (lihat 3. .2.3), geser desain terko oreksi, V r ’, h harus didasa rkan atas an nalisis

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

teknik k konvensional l dengan me mperhitungk kan konsentra asi tegangan n di takikan. (d) Peruba han gradual l pada pena ampang diba andingkan d dengan takik k siku, meng gurangi tega angan geser a aktual sejajar r serat mend ekati yang d ihitung deng an kompone en struktur le entur tanpa ta akikan dengan tinggi d n .

(e) Apabila suatu kom ponen struk ktur lentur d itakik di mu uka tekan di i ujung sepe erti terlihat d dalam Gamba r 3D, geser d desain terkor reksi, V r ’, ha rus dihitung sebagai beri ikut:

2    d  d  

V 

Fbd v     e  (3.4-5)

3    d d n  

Keteran ngan:

e = jarak takikan ke d alam dari tep pi dalam tum mpuan dan ha arus lebih ke ecil atau sama dengan ting ggi sisa di tak kikan, e < d n . Apabila e > >d n , maka d n n harus digun akan di dala am menghitun ng f v dengan n menggunak kan Persama aan 3.4-2.

d n n = tinggi komponen s struktur sisa di takikan ya ang memenu uhi ketentuan n 3.2.3. Apabi ila ujung balo ok dipotong miring, sepe rti ditunjukka an dengan ga aris putus dalam m Gambar 3D n diukur d D, d dari tepi dala am tumpuan.

tan dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

Gambar 3D G - Ujung Ko omponen s struktur Len ntur - Ditak kik di Muka a Tekan

Apabila sam 3.4.3.3 A mbungan d i kompone n struktur l lentur diken ncangkan d dengan kon nektor cincin bela ah, konekto or pelat ges ser, baut, a atau sekrup p kunci (term masuk balo ok yang ditu umpu

oleh jenis pengencan ng tersebut atau kasus s-kasus yan ng ditunjukk kan dalam Gambar 3E E dan

3I), maka gaya geser r, V, harus ditentukan dengan pr rinsip-prinsi ip mekanika a teknik (ke ecuali yang diteta apkan di 3.4 4.3.1).

(a) Apabila a sambung an kurang dari lima k kali tinggi, 5 5d, kompon nen struktu ur dari ujung gnya, maka g geser desai n terkoreks i, V r ’, harus s dihitung se ebagai berik kut:

 2 2 2    d   V r e  v F bd e   (3.4-6) )

 3 3    d 

dan tidak untuk di komersialkan”

Keteran ngan:

untuk sa ambungan c cincin belah a atau pelat ge eser: d e = ting ggi kompone en struktur, d dikurangi jara ak dari tepi ko omponen str ruktur yang t idak dib ebani ke tep pi terdekat sa ambungan c cincin belah a atau pelat ge eser (lih at Gambar 3 3E), mm

untuk sa ambungan s sekrup kunci: : d e = ting ggi kompone en struktur, d dikurangi jara ak dari tepi ko omponen str ruktur yang t idak dib bebani terseb but ke pusat baut atau se ekrup kunci te erdekat (liha at Gambar 3E E), mm

(b) Apabila a sambung an sekuran ngnya lima kali tinggi, 5d, kompo nen struktu ur dari ujung gnya, maka g geser desai n terkoreks si, V r ’, harus s dihitung se ebagai berik kut: 2

V r  v  F bd e (3.4-7) ) 3

© BSN 201 3 18 dari 312

(c) A Apabila pen ggantung te ersembunyi i digunakan n, geser des sain terkore eksi, V r ’, har rus dihitung g berdasarkan b n atas keten ntuan pada

3.4.3.2 unt uk kompone en struktur lentur berta akik.

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

te epi tidak dibe ebani

te pi tidak dibeba ani

tepi tidak dibe ebani

tan

Gam mbar 3E - T Tinggi Efek ktif, d e , kom mponen str uktur di sa ambungan

dar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id

3.5 Komponen n Struktur Lentur - De efleksi

3.5.1 1 Perhitun ngan Deflek ksi

Apab bila defleks si merupaka an faktor d i dalam de sain, maka a defleksi h harus dihitu ung dengan n

meng ggunakan metode-me etode stand dar mekani ka teknik d dengan me eninjau def leksi lentur r

dan, apabila be erlaku, defle eksi geser. Peninjauan n defleksi g eser diperl ukan apabi la modulus s elast tisitas acuan n belum dik koreksi untu uk memasuk kkan efek d defleksi gese er (lihat Lam mpiran F).

3.5.2 2 Pembeb anan Jang gka Panjang g

Apab bila defleks si total pada a pembeba anan jangka a lama har rus dibatasi i, maka me emperbesar r ukura an kompon nen struktu ur adalah salah satu u cara unt uk menam mbah kekak kuan untuk k meng gatasi mas salah deform masi yang bergantung g pada wa aktu tersebu ut (lihat La ampiran F). . Defle eksi total,  T T , harus dih hitung sebag gai berikut:

 T K cr  LT ST T (3.5-1) (

Kete rangan:

dan tidak untuk di komersialkan”

K K cr = faktor defor = rmasi (rangk ak) yang ber rgantung pad da waktu

= = 1,5 untuk k ayu yang dik keringkan, gl ulam struktu ral, balok I k kayu prapabrikasi p , atau kayu k komposit stru uktural yang digunakan p pada kondisi layan kering l sebagaiman na didefinisik kan masing-m masing di 4.1

7 7.1.4, dan 8.1 1.4. = 2,0 untuk g = lulam struktu ural yang dig gunakan dala am kondisi b basah sebagaiman na didefinisik kan di 5.1.4. = = 2,0 untuk pa anel struktur ral kayu yang g digunakan dalam kondi isi kering sebagaiman na didefinisik kan di 9.1.4. = = 2,0 untuk k ayu yang tid ak dikeringka an atau kayu u yang dikeri ngkan, yang g digunakan d dalam kondis si basah seb bagaimana d idefinisikan d di 4.1.4.

∆ LT = defleksi se esaat akibat komponen ja angka panja ng dari beba an desain, m m ∆ ST = defleksi ak kibat kompon nen jangka p pendek atau normal dari beban desai in, mm

© BS SN 2013

19 dar ri 318

3.6 Komp ponen Stru uktur Tekan n – Umum

ta Badan Standardisasi Nasional, Copy s

3.6.1 Ter rminologi

Di dalam S Spesifikasi i ni, sebutan ”kolom” me erujuk pada a semua tip e kompone en struktur te ekan, termasuk komponen struktur ya ang merupa akan bagian n dari rang gka batang atau komp ponen struktural l ain.

3.6.2 Kla sifikasi Ko olom

3.6.2.1 Kolom Kay yu Masif Se ederhana. Kolom sed derhana ter rdiri atas sa atu bagian atau beberapa bagian yan g dilem den ngan benar r untuk mem mbentuk sa atu kompon en struktur (lihat Gambar 3F F).

Kolom Bers 3.6.2.2 K spasi, Dihub bungkan de engan Kone ektor. Kolom m berspasi terdiri atas s dua atau lebih komponen struktur in dividual de ngan sumb bu longitudi nal sejajar, dihubungk kan di kedua uju ung dan ti itik-titik ten ngah dari panjangnya a dengan mengguna akan kelos dan dihubungk an di ujun g-ujungnya a dengan m menggunak kan konekto or cincin b belah atau pelat

tan

geser yang g mampu m mengemban gkan ketah anan geser r yang diper rlukan (lihat t 15.2).

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157