10
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi yang terdapat pada usaha
pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele. 2.
Menganalisis probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele.
3. Menganalisis alternatif strategi yang dilakukan untuk mengatasi risiko
produksi pada usaha pembenihan ikan lele Sangkuriang di Saung Lele.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut : 1.
Bagi pemilik usaha, sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pengambilan keputusan dalam mengelola usaha pembenihan ikan lele
Sangkuriang agar lebih waspada dalam menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima.
2. Bagi penulis, sebagai pembelajaran dalam menganalisis dan memberikan
alternatif solusi dari permasalahan yang ada. 3.
Bagi akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi pembaca, sebagai informasi dan rujukan untuk menambah wawasan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian
Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah analisis risiko produksi pada kegiatan menghasilkan benih berukuran 2-3 cm atau benih berumur 25 hari. Pada
Saung Lele, kegiatan menghasilkan benih berukuran 2-3 cm atau benih berumur 25 hari adalah ukuran benih yang lebih rentan terhadap kematian dibandingkan
ukuran benih lainnya. Pada penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian yaitu
terbatasnya data yang dimiliki oleh perusahaan sehingga digunakan beberapa pendekatan dan asumsi yang digunakan.
11 Data yang dimaksud adalah data mengenai input produksi dan kematian
benih akibat sumber risiko produksi. Data input produksi bertujuan untuk mendapatkan nilai SR. Dalam memperoleh nilai SR data yang diperlukan adalah
jumlah tebar benih awal dan jumlah benih yang dihasilkan benih akhir. Pada kegiatan produksi di lokasi penelitian, proses produksi dimulai dari kegiatan
pemijahan induk ikan lele Sangkuriang sehingga jumlah benih awal yang ditebar tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu dilakukanlah penghitungan
dengan menggunakan asumsi untuk nilai jumlah telur pada setiap kg induk betina, derajat pembuahan FR, dan derajat penetasan HR. Nilai hasil derajat penetasan
adalah nilai yang digunakan sebagai jumlah benih awal. Data jumlah kematian benih akibat sumber risiko produksi di Saung Lele
diperoleh dengan cara melakukan pendekatan menggunakan metode
M NOPQ
l dan observasi di lokasi penelitian. Pendekatan tersebut dilakukan karena di lokasi
penelitian tidak melakukan pencatatan yang baik terhadap jumlah benih yang mati akibat setiap sumber risiko.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian terdahulu mengenai risiko produksi diperlukan sebagai gambaran bagi penulis dalam penelitian yang akan dilakukan. Penelitian yang terkait dengan
risiko produksi perikanan yaitu Dewiaji 2011 yang melakukan analisis risiko produksi pembesaran ikan lele dumbo di CV Jumbo Bintang Lestari
Gunungsindur Kabupaten Bogor, Ferdian 2011 yang melakukan penelitian mengenai manajemen risiko pembenihan ikan lele sangkuriang pada Cahaya Kita
di Gadog Kabupaten Bogor, Saputra 2011 yang melakukan Analisis Risiko Produksi Pembenihan Patin Siam Pangasius Hypopthalmus Pada Darmaga Fish
Culture di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, dan Sahar 2010 yang melakukan penelitian manajemen risiko pembenihan larva ikan bawal air tawar di
Ben s Fish Farm Cibungbulang, Bogor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewiaji 2011, Ferdian 2011,
Saputra 2011 dan Sahar 2010, terdapat beberapa kesamaan sumber risiko produksi pada perikanan yaitu penyakit, perubahan suhu yang drastis dan
kesalahan manusia. Namun terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai sumber risiko produksi yaitu menurut Dewiaji 2011 adalah kualitas dan pasokan benih,
mortalitas dan kualitas pakan, sedangkan menurut Ferdian 2011 yaitu kondisi alam yang berfluktuatif, serangan hama, kualitas pakan yang buruk dan
ketersediaan pakan yang kurang, dan pada penelitian Saputra 2011 yaitu kanibalisme, musim kemarau, serta pada penelitian Sahar 2010 yaitu musim
kemarau dan kerusakan pada peralatan teknis. Terdapat kesamaan pada pengukuran sumber risiko produksi yang
dilakukan oleh Dewiaji 2011, Ferdian 2011, Saputra 2011 dan Sahar 2010 yaitu menggunakan metode z-score atau pengukuran nilai standar untuk
menghitung probabilitas dan VaR Value at Risk untuk menghitung dampak dari masing
masing sumber risiko. Penelitian yang dilakukan Dewiaji 2011 menggunakan data SR
memperoleh nilai
pada tabel z yaitu sebesar 0,352. Artinya, kemungkinan CV Jumbo Bintang Lestari mampu menghasilkan derajat kelangsungan hidup ikan lele dumbo
lebih dari derajat kelangsungan hidup ikan lele normal yaitu 75 persen, adalah sebesar 0,352 atau 35,2 persen. Pengukuran dampak risiko menggunakan metode VaR Value
13
RS TUV
k. Hasil analisis yang diperoleh Rp 24.965.886 yang artinya CV Jumbo Bintang Lestari bisa yakin 95 persen bahwa perusahaan tidak akan menderita
kerugian akibat dari kurangnya jumlah produksi ikan lele dari jumlah normal melebihi Rp 24.965.886 Namun, ada kemungkinan lima persen CV Jumbo Bintang
Lestari menderita kerugian lebih besar dari Rp 24.965.886 Sumber-sumber risiko produksi tersebut adalah kualitas dan pasokan benih, mortalitas, kualitas pakan,
penyakit, cuaca, dan sumber daya manusia.
Berdasarkan penelitian Ferdian 2011 dalam mengukur probabilitas didapat hasil sebesar 31,9 persen yang berarti kemungkinan Cahaya Kita untuk
memproduksi benih lele sangkuriang kurang dari tingkat SR normal adalah 0,319 atau 31,9 persen. Sedangkan pengukuran dampak risiko
menggunakan metode VaR
W R
XYZ RS
T U V
k, hasil analisis yang diperoleh adalah sebesar Rp 11.684.577 yang artinya Cahaya Kita dapat yakin 95 persen bahwa perusahaan tidak akan menderita
kerugian akibat kurangnya jumlah produksi benih dari jumlah normal melebihi Rp 11.684.577 Namun ada kemungkinan 5 persen Cahaya Kita menderita kerugian lebih
besar dari Rp 11.684.577.
Sahar 2010 menghitung probabilitas
kemungkinan terjadi penyimpangan hasil pada tiap kali produksinya sebesar 33,36 persen. Nilai ini menunjukkan
probabilitas produksi larva kurang dari 28.000.000 ekor larva per bulan sebesar 33,36 persen.
Hasil analisis dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh risiko produksi sebesar Rp 136.236.663.
Hasil penelitian Saputra 2011 berbeda dengan ketiga peneliti lainnya dalam menganalisis
risiko produksi. Saputra dalam penelitiannya menghitung risko produksi dari setiap sumber yang ada, sedangkan ketiga peneliti lainnya
menghitung keseluruhan risiko yang terjadi. Sumber risiko kesalahan dalam melakukan seleksi induk memiliki nilai probabilitas risiko sebesar 7,9 persen,
kesalahan penyuntikan induk sebesar 47,2 persen, kanibalisme sebesar 14,7 persen, musim kemarau sebesar 23,6 persen, perubahan suhu air sebesar 28,8
persen, dan penyakit sebesar 41,3 persen. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kesalahan penyuntikan induk merupakan risiko dengan nilai probabilitas risiko
terbesar. Sementara itu, hasil dari analisis dampak risiko menggunakan metode VaR memperlihatkan bahwa musim kemarau merupakan sumber risiko produksi
yang memberikan dampak kerugian terbesar, yaitu sebesar Rp 45.018.750,
14 kemudian selanjutnya secara berurutan yaitu kesalahan penyuntikan induk sebesar
Rp 16.617.146, penyakit sebesar Rp 6.238.299, kesalahan dalam melakukan seleksi induk sebesar Rp 6.042.250, perubahan suhu air sebesar Rp 3.766.603, dan
kanibalisme sebesar Rp 2.534.131. Strategi pengelolaan risiko produksi perikanan dari hasil penelitian Dewiaji
2011 yaitu strategi preventif dengan cara menjaga ketersediaan benih dengan memproduksi benih sendiri dan lebih meningkatkan pengawasan produksi
terhadap mitra yang melakukan produksi benih agar menghasilkan benih yang berkualitas baik. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan yaitu menjalin
kemitraan dengan pembudidaya benih ikan lele dengan melakukan sistem kontrak, serta mejalin kerjasama dengan supplier pakan.
Pada penelitian Ferdian 2011 strategi pengelolaan risiko produksi perikanan yang dilakukan adalah strategi preventif dengan cara meningkatkan
kinerja manajemen operasional produksi, menjaga keadaan lingkungan budidaya, menjalin kerjasama degan pemasok pakan alami dan melakukan kultur pakan
alami. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan yaitu melakukan pergantian air, tindak cepat dalam menangani benih yang terserang penyakit serta melakukan
penyortiran berkala. Saputra 2011 menyatakan bahwa strategi pengelolaan risiko produksi
perikanan yang dapat dilakukan yaitu strategi preventif dengan cara tidak memberikan pakan alami yang sudah rusak, menjaga kualitas air tandon,
pemisahan benih yang terserang penyakit, menjaga suhu ruangan untuk tetap ideal, meningkatkan
[ \]
ll penyuntikan dan memberikan pakan terhadap larva
secara teratur dengan kuantitas yang terjaga. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan yaitu dengan cara pemberian pakan terhadap induk dengan intensif dan
penambahan dosis penyuntikan dengan segera apabila terjadi kekurangan dosis pada induk.
Strategi pengelolaan risiko produksi perikanan dari hasil penelitian Sahar 2010 yaitu strategi preventif dengan cara membuat SOP, melengkapi sarana dan
prasarana produksi, mengoptimalkan sumberdaya manusia dengan cara membuat job description, pemilihan induk yang berkualitas, sistem kontrak dengan
pemasok dan kontrak penjualan larva dengan pelanggan serta melakukan
15 pengendalian penyakit. Sedangkan strategi mitigasi yang dilakukan untuk
memperkecil dampak dari faktor cuaca dan fluktuasi harga jual dengan cara membuat unit bisnis pendederan.
Penelitian yang ini
memiliki beberapa persamaan dengan penelitian sebelumnya, diantaranya adalah adanya beberapa persamaan pada masalah yang
dihadapi. Masalah yang dihadapi mengenai risiko produksi pada budidaya perikanan air tawar. Pada umunya, risiko yang terjadi disebabkan oleh
kanibalisme, penyakit dan perubahan suhu media yang drastis. Selain itu, alat analisis yang digunakan
sama dengan alat analisis yang digunakan oleh Dewiaji 2011, Ferdian 2011, Saputra 2011, dan Sahar 2010 yaitu menggunakan metode nilai standar z-
score untuk mengetahui probabilitas sumber risiko dan VaR Value at Risk untuk mengetahui dampak sumber risiko, serta pemetaaan risiko. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian Dewiaji 2011 adalah lokasi penelitian dan tahap budidaya pembesaran. Penelitian yang dilakukan adalah usaha pembenihan ikan
lele Sangkuriang dengan output benih berukuran 2-3 cm, sedangkan penelitian Dewiaji 2011 adalah usaha pembesaran ikan lele dumbo dengan output ikan
berukuran konsumsi. Berbeda dengan Saputra 2011 yang meneliti tentang pembenihan patin sedangkan penelitian yang akan dilakukan tentang pembenihan
lele sangkuriang. Penelitian yang dilakukan oleh Sahar 2010 tidak hanya mengenai risiko produksi, tetapi juga risiko pasar. Sedangkan perbedaan dengan
Ferdian 2011 adalah komoditas yang diteliti memiliki ukuran output 4-6 cm dan menggunakan sistem budidaya organik serta menganalisis pendapatan. Manfaat
yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah mengetahui lebih spesifik akan risiko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang dengan mengidentifikasi
sumber risiko dan menganalisis probabilitas dan dampak dari masing-masing sumber risiko sehingga dapat memberikan alternatif strategi pengelolaan risiko
dari masing-masing sumber di lokasi penelitian.
16
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Risiko