BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan masyarakat Indonesia berjalan kian hari kian cepat. Salah satu faktor yang berpengaruh sangat besar terhadap kecepatan ini
adalah pembangunan nasional. Ada banyak pengaruh yang memberikan arah kepada pembangunan nasional. Pengaruh yang sangat menonjol berasal dari
penerapan ilmu dan teknologi. Seirama dengan perkembangan itu, tidak hanya terjadi perbenturan dan pergeseran nilai-nilai yang dianut masyarakat,
tetapi bahkan terjadi pula perubahan-perubahan nilai. Tugas pendidikan tidak hanya terbatas pada mengalihkan hasil-hasil
ilmu dan teknologi. Selain itu, bidang pendidikan bertugas pula menanamkan nilai-nilai baru yang dituntut oleh perkembangan ilmu dan teknologi pada diri
anak didik dalam kerangka nilai-nilai dasar yang telah disepakati oleh bangsa Indonesia.
1
Undang-Undang No.2 Tahun 1989 maupun UU no.202003 merumuskan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Hal ini berarti tujuan pendidikan sains pun harus mencakup ranah kognitif, psikomotor, dan ranah afektif.
Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia SDM dalam kehidupan
sehari-hari. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang ada, menuntut sekolah sebagai lembaga pendidikan formal untuk dapat
1 Conny Semiawan, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses, Jakarta: PT. Gramedia, 1990, h. 1
menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan
mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih baik khususnya bidang ilmu pengetahuan alam IPA.
Belajar merupakan suatu proses yang menghasilkan perubahan dalam hal memperoleh pengetahuan dan perubahan tingkah laku seseorang . Untuk
menghasilkan perubahan tidaklah mudah, ada faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi proses tersebut. Dalam pengajaran IPA guru harus
memahami hakikat proses pembelajaran IPA yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Setara dengan pendapat yang diungkapkan Gordon
dalam Mulyasa menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi belajar yaitu pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap dan minat.
2
Sekolah merupakan sarana formal yang digunakan untuk belajar. Pada proses pembelajaran seharusnya siswa dapat berperan aktif untuk
mengembangkan potensi dirinya. Akan tetapi, masih banyak sekolah yang gurunya berperan sebagai pusat dari kegiatan belajar mengajar sehingga
siswa menjadi pasif. Dari hasil observasi yang telah dilakukan di MA At-Taqwa Tangerang
di Jl. KH. Mu’min Rt 0509 Belendung Benda Tangerang, kegiatan pembelajaran masih terpusat pada guru. Jadi siswa hanya aktif mendengarkan
apa yang diajarkan oleh guru. Siswa menerima informasi dan pengetahuan secara verbal sehingga menyebabkan siswa merasa jenuh dengan
pembelajaran yang demikian. Padahal pembelajaran yang tepat dapat mempengaruhi motivasi siswa untuk lebih giat dan bersemangat untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Siswa hanya diberikan kesempatan bertanya setelah pelajaran selesai. Hanya siswa tertentu yang
aktif bertanya apabila tidak mengerti dengan materi yang telah dipelajarinya. Selain itu, siswa menganggap biologi itu pelajaran yang membosankan
2 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005, h. 38-39
karena terlalu banyak hafalan. Selain itu, siswa kurang antusias dan terlihat jenuh saat guru menerangkan pelajaran biologi. Keadaan ini sangat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh karena itu, siswa membutuhkan metode yang tepat dan menarik supaya lebih mudah untuk menerima konsep-
konsep yang berhubungan dengan biologi. Tahun 2006 pemerintah memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan yang menekankan pada pengembangan kompetensi dasar yang dimiliki oleh siswa. Kurikulum ini merupakan penyempurnaan kurikulum
2004 yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK. Pengembangan kurikulum ini mengacu pada Standar Pendidikan Nasional
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional seperti yang dinyatakan dalam pasal 36 ayat 1.
3
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dirancang agar dapat menghasilkan lulusan yang kompeten memiliki pengetahuan,
sikap, dan nilai-nilai dasar yang tercermin dari kebiasaan berpikir dan bertindak. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menekankan pada
ketercapaian kompetensi siswa, berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman, menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, sumber
belajar yang bukan hanya guru, serta penilaian yang menekankan pada proses dan hasil belajar.
4
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kompetensi siswa yaitu dengan memberikan metode dan pendekatan yang bervariasi
sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar. Guru dalam memberikan pelajaran menggunakan metode dan pendekatan, untuk melayani, mendidik
dan mengajar agar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, maka perlu diterapkan suatu pembelajaran yang mengacu pada teori belajar kognitif.
Relevansi dari teori ini dalam pengajaran IPA dijabarkan melalui konstruktivis, siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri.
Salah satu bentuk pembelajaran yang berorientasi dengan pendekatan
3 Depdiknas, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, h. 15 4
R. Bambang A. Soekisno, Bagaimanakah Perjalanan Kurikulum Nasional pada pendidikan dasar dan menengah,
http:rbaryans.wordspress.com200705 22 Nopember 2007
konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif, karena pembelajaran kooperatif merupakan strategi alternatif untuk mencapai tujuan IPA yang antara lain
memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap, menanamkan sikap hidup ilmiah, memberikan
keterampilan untuk melakukan pengamatan, mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta mengahrgai para ilmuwan penemunya dan
menggunakan serta menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan.
5
Pembelajaran kooperatif juga merupakan suatu model pembelajaran yang dibentuk dalam suatu kelompok kecil di mana siswa bekerjasama dalam
mengoptimalkan keterlibatannya dan anggota kelompoknya dalam belajar. Menurut Tantra dan Tengah 1999 dalam Selamat, siswa diberikan dua
macam tanggung jawab pada belajar kooperatif yaitu, mempelajari dan menyelesaikan materi tugas yang diberikan serta menyakinkan diri dan
anggota kelompok lainnya. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tingkatan sasaran, yaitu kooperatif, kompetisi, dan individualisasi. Ketiga
sasaran ini penting diupayakan dalam proses pembelajaran. Sasaran kooperatif merupakan hal yang paling dominan dalam interaksi belajar
mengajar. Tiga tingkatan sasaran dalam pembelajaran kooperatif tersebut yang membedakan dengan model berkelompok biasa.
6
Pembelajaran kooperatif dapat membantu pembentukan kepribadian siswa. Kepribadian dapat dikembangkan dengan bekerja sama dengan orang
lain untuk mencapai hal-hal yang baik. Kerja sama sangat diperlukan dalam pembelajaran kooperatif sebagai bentuk interaksi siswa di lingkungan kelas,
terutama untuk mencapai hasil belajar yang lebih baik. Menurut Johnson and Johnson dalam Zuchdi, sejak tahun 1970-an di
Amerika Serikat terjadi suatu gerakan dalam pendidikan yang disebut Cooperative Learning ‘belajar secara kooperatif’ berbagai pendekatan untuk
5 Isjoni, Pembelajaran Kooperatif, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, h. 142 6 I Nyoman Selamat, Pengembangan Pembelajaran Kooperatif Melalui Metode Bermain
untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa pada Konsep-konsep Kimia SMU, h. 37
mengajarkan kepada murid-murid cara bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila proses
pendidikan tersebut dilakukan secara efektif, pembelajaran yang bersifat akademik dan yang bersifat sosial berlangsung dengan lebih baik.
7
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang diterapkan salah satunya STAD. STAD merupakan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran dengan cara kooperatif ini bertujuan untuk menciptakan suasana yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa dengan bekerja
satu sama lain dengan anggota kelompoknya. Tercapainya tujuan pembelajaran akan terjadi dengan sendirinya seiring dengan peningkatan
minat dan motivasi belajar karena minat belajar berkorelasi positif dengan hasil belajar.
8
Selain dengan pembelajaran kooperatif, metode ekspositori merupakan metode yang tepat untuk biologi karena dengan bantuan alat
bantu dan media dapat memperjelas penyampaian informasi sehingga memudahkan siswa untuk memahami konsep-konsep biologi tanpa
menghafal. Jadi dengan adanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan peserta
didik diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat agar dapat melakukan sesuatu dalam
bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
9
Di antara aspek-aspek tersebut, nilai merupakan aspek penting yang perlu dikembangkan. Menurut Manan yang dikutip dalam Suroso nilai adalah
serangkaian sikap yang menimbulkan atau menyebabkan pertimbangan yang harus dibuat untuk menghasilkan suatu standar atau serangkaian prinsip dan
7 Darmiyati Zuchdi, Pendekatan Pendidikan Nilai secara Komprehensif sebagai suatu
Alternatif Pembentukan Akhlak Bangsa, Cakrawala Pendidikan, No. 3 Th. XX Juni 2001, h. 164 8
Isjoni, Op. Cit, h. 16 9
Mega Iswari, Pendidikan untuk Mempersiapkan Anak Menghadapi Era-Globalisasi, Pedagogi Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol. II No. 1 Juni 2001, h. 3
aktivitas yang dapat diukur.
10
Dengan demikian nilai dimaknai sebagai standar pertimbangan perilaku dalam kehidupan seseorang.
Sainsbiologi merupakan bidang studi yang memberikan banyak kesempatan untuk mengungkapkan nilai-nilai, sebab sains menyentuh banyak
segi kehidupan manusia. Nilai-nilai dan pengajaran sains saling berkaitan. Proses pengungkapan nilai-nilai seseorang tergantung pada pengetahuan
tentang fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut dengan tingkat nilai-nilai, seorang guru membuat pengetahuan yang diajarkannya menjadi relevan
dengan kehidupan sehari-hari.
11
Nilai-nilai yang terkandung dalam sains antara lain: nilai religius, nilai praktis, nilai intelektual, nilai ekonomi, dan
nilai sosio-budaya. Pengajaran sains yang disertai pengungkapan nilai-nilai yang terkandung dalam konsep ekosistem. Karena ekosistem membahas hal-
hal yang berkaitan dengan kehidupan makhluk hidup seperti : faktor biotik dan abiotik yang mendukung kehidupan makhluk itu sendiri serta interaksi
antara makhluk hidup dengan lingkungan maupun antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya.
Dengan demikian, pembelajaran kooperatif dan metode ekspositori akan memberikan suasana berbeda bagi siswa dalam kegiatan belajar
mengajar untuk memahami dan mempelajari nilai-nilai yang terkandung dalam konsep ekosistem khususnya nilai religi dan praktis sehingga akan
mempengaruhi hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik
untuk mengambil judul : “PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD
DENGAN METODE EKSPOSITORI PADA KONSEP EKOSISTEM TERINTEGRASI NILAI.” Sebuah quasi eksperimen di Madrasah
Aliyah At-Taqwa Tangerang
10 Suroso Adi Yudianto, Op. Cit., h. 51-52 11
I Wayan Suja, Pendekatan Nilai-nilai Kemanusiaan Human Values dalam Pembelajaran Sains, Aneka Widya STKIP Singaraja, Edisi Khusus TH.XXXIII September 2000,
B. Identifikasi Masalah