110
Jadi, melihat penjelasan di atas bahwa pelaksanaan beberapa musyawarah dalam perencanaan PNPM MP di Desa Sitio II belum konsisten, karena pelaksanaan musyawarah tetap
dijalankan walupun jumlah peserta musyawarah belum sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam PTO.
2. Kuatnya Bias Gender dalam Perencanaan Pembangunan
Kekuatan kategori gender dalam masyarakat telah membuat kita hidup dalam cara-cara yang telah tergenderkan. Selain itu, mustahil pula bagi kita untuk tidak memunculkan perilaku-
perilaku yang tergenderkan saat berinteraksi dengan orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bila pelestarian kategori gender sangat bergantung pada kuatnya penanaman diperilaku keseharian.
Laki-laki atau perempuan keduanya tidak akan pernah bisa menjadi kategori sosial yang penting tanpa menampilkan perilaku gender mengenderkan atau digenderkan secara proporsional
Itsna, 2007: 75-76. Hubungan perempuan dan laki-laki di Indonesia, masih didominasi oleh ideology gender
yang membuahkan budaya patriarkhi. Budaya ini, tidak mengakomodasikan kesetaraan, keseimbangan, sehingga perempuan menjadi tidak penting untuk diperhitungkan. Murniati,
2004: 75. Selain itu didalam pelaksanaan Menurut Bernard dalam Sugihastuti 2007: 313-314,
perempuan membatasi kebebasan semata-mata kepada urusan keluarga dan urusan rumah tangga lambat-laun akan menghambat pertumbuhan mentalnya dan akibatnya adalah kemampuan
rasional yang berlahan-lahan akan mengalami kemunduran. Pada hal pekerjaan rumah tangga bertentangan dengan kemungkinan terwujudnya manusia secara utuh dalam kegiatan-kegiatan
sosial.
Universitas Sumatera Utara
111
Hal ini pun dapat dilihat dalam perencanaan PNPM MP di Desa Sitio II yang sangat mengharapkan adanya partisipasi yang sama dari masyarakat baik laki-laki dan perempuan. Dari
hasil penemuan penulis terlihat adanya perbedaan peran yang diterima laki-laki dan perempuan. Seperti pendapat Bapak Tauada Silaban yang mengatakan bahwa perempuan sangat perlu
dilibatkan dalam perencanaan PNPN MP karena perempuan dianggap lebih cocok sebagai bendahara dan dianggap lebih teliti dalam urusan keuangan selain itu juga, Bapak tersebut
beranggapan bahwa kaum perempuan lebih bersifat jujur dan lebih tahu apa yang menjadi kebutuhan desa.
Selain perbedaan peran perempuan dan laki-laki dalam perencanaan PNPM MP juga adanya perbedaan tingkat kehadiran yang perempuan dan laki-laki dalam setiap musyawarah.
Setiap pelaksanaan musyawarah PNPM MP selalu didominasi oleh kehadiran kaum laki-laki dapat dilihat dalam daftar hadir setiap musyawarah. Penyebab rendahnya kehadiran perempuan
dalam musyawarah disebabkan masih kuatnya budaya partriarki di Desa Sitio II. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang mengatakan bahwa budaya Batak
lebih memprioritaskan laki-laki dalam setiap kegiatan terutama dalam hal pengambilan keputusan karena laki-laki dianggap sebagai pemimpin, sedangkan perempuan menganggap
dirinya kurang layak untuk mengambil keputusan. Selain budaya partriarki yang menyebabkan kurangnya partisipasi perempuan dalam
perencanaan PNPM MP di Desa Sitio II juga disebabkan oleh perempuan itu sendiri. Kurangnya kepedulian dan kesadaran perempuan untuk ikut terlibat dalam pembangunan desa, perempuan
telah membatasi dirinya untuk mengurus rumah tangga dan mencari nafkah walaupun dari hasil wawancara sudah memperlihatkan kepemahaman masyarakat khususnya perempuan terhadap
maksud dan tujuan dari PNPM MP itu, namun belum meningkatkan kesadaran untuk
Universitas Sumatera Utara
112
memberikan waktunya hadir dalam setiap musyawarah perencanaan PNPM MP. Disamping pemahaman masyarakat terhadap PNPM MP, PTO juga memberikan keberpihakan peran yang
lebih besar kepada perempuan untuk ikut berpartisipasi dalam perencanaan. Peran tersebut adalah perempuan diharuskan memberikan dua usulan kegiatan yang akan dilaksanakan di desa.
Pemberian peran yang oleh PNPM MP yang dijelaskan dalam PTO, hanya dimamfaatkan oleh sebagian kecil dari masyarakat perempuan. Kalau dibandingkann dengan jumlah perempuan
Desa Sitio II yang berjumlah 660 orang hal itu belum memperlihatkan keterlibatan perempuan dalam musyawarah yang hanya dihadiri oleh 9-31 orang. Berdasarkan penjelasan ini dapat
penulis menarik kesimpulan bahwa keterlibatan perempuan dalam musyawarah PNPM MP hanya untuk memenuhi syarat agar Desa Sitio II dapat mengikuti setiap tahapan dalam
perencanaan PNPM MP untuk mendapatkan bantuan berupa kegiatan pengerasan jalan dan SPP dari PNPM MP.
3. Masalah Ekonomi Sebagai Salah Satu Penyebab Rendahnya Partisipasi Dalam Pembangunan