Ruang Lingkup Masalah Lokasi Penelitian Kerangka Teori

6 nama tergantung kepada orang tua yang memberikan dan menyandang nama tersebut. Namun, dibelakang nama yang diberikan terkandung suatu maksud, suatu makna. Inilah yang menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian, dimana penulis merasa tertarik untuk meneliti nama-nama pada masyarakat Batak Toba.

1.2 Ruang Lingkup Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana proses pemberian dan penggantian nama orang pada masyarakat Batak Toba. 2. Apa makna dan maksud yang terkandung dalam pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba. 3. Perubahan pemberian nama bagi masyarakat Batak Toba.

1.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pollung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan. Alasan pemilihan lokasi di Desa tersebut adalah karena penduduknya mayoritas beretnis Batak Toba. Berdasarkan pengamatan dan informasi sementara yang penulis dapat, ternyata ditemukan nama-nama yang unik yang diberikan orang tua mereka kepada anaknya. Universitas Sumatera Utara 7 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1Tujuan Penelitian Penelitian tentang pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan proses pemberian dan penggantian nama orang pada masyarakat Batak Toba 2. Untuk mengungkapkan makna dan maksud nama yang terkandung dalam masyarakat Batak Toba 3. Untuk melihat perubahan pemberian nama pada masyarakat Batak Toba.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu: 1. Hasil penelitian ini dapat menambah khasanah referensi dibidang Antropologi mengenai pemberian nama orang pada masyarakat Batak Toba. 2. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dalam pelestaraian budaya daerah. 3. secara akademis bahwa hasil penelitian ini merupakan bahan untuk menyusun skripsi guna memperoleh gelar sarjana program Antropologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara 8

1.5 Kerangka Teori

Menurut Sibarani 2004: 108 nama sebagai bagian dari bahasa yang digunakan sebagai penanda identitas kita juga memperlihatkan budaya pemilik nama itu. Dengan mendengar nama Daniel, Tomson, Nurcahaya, Suwito, Haposan, Pardomuan, kita tahu, paling tidak kita dapat menebak, agama atau etnik orang pemilik nama itu. Kalaupun ada penyimpangan, itu disebabkan oleh maksud, efek, dan latar belakang tertentu. Selanjutnya menurut Sibarani dalam Fasya, 2006: 7 proses penamaan sangat berhubungan dengan kebudayaan, baik itu yang menyangkut identitas orang-orang pemilik nama itu atau pun kebiasaan kelompok masyarakat dalam pemberian nama. Menurut Spradley 1997: xx budaya sebagai suatu sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun srategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Dalam antropologi kognitif ini berasumsi bahwa setiap masyarakat memupunyai sistem yang unik dalam mempersepsikan dan mengorganisasikan fenomena material, seperti benda-benda, kejadian prilaku, emosi. Karena itu, objek kajian antropologi bukanlah fenomena material tersebut, tetapi tentang cara fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran mind manusia. Dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material. Dalam hal ini, tugas antropolog adalah mencoba menemukan dan menggambarkan fenomena tersebut diorganisasikan dalam pikiran’mind’manusia. Dengan itu peneliti mencoba mengorek keluar isi pikiran masyarakat Pollung untuk menjelaskan konsep mereka tentang nama. Untuk menjelaskan pikiran Universitas Sumatera Utara 9 konsep tentang nama yang ada dalam ‘kepala’masyarakat, dalam hal ini peneliti akan melihat orang tua dalam memberikan nama-nama kepada anak-anak mereka. Proses belajar tersebut menghasilkan pengetahuan-pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman individu atau masyarakat yang pada akhirnya fenomena tersebut terorganisasi di dalam pikiran ‘mind’ inidividu atau masyarakat. Setiap kebudayaan suku bangsa di dunia, seperti di Indonesia dapat juga dipelajari melalui tiga aspeknya wujudnya, yaitu 1 kebudayaan sebagai tata kelakuan atau lazim disebut sistem budaya; 2 kebudayaan sebagai kelakuan manusia atau sistem sosial dan 3 kebudayaan sebagai hasil karya manusia atau disebut sebagai kebudayaan material Koentjaraningrat, 1983: 5 Ilmu yang mempelajari seluk beluk nama disebut onomastik onomastics. Onomastik dapat dibagi lagi atas dua bagian yaitu antroponomastik anthroponomastics, cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk beluk nama orang, dan toponomastik toponomastics yaitu yang kadang-kadang juga disebut toponimi toponymy, cabang ilmu onomastik yang menyelidiki seluk beluk nama tempat Sibarani, 1993: 8. Menurut Voergowen 1986: 252 sebagian tondi jiwa seseorang bemukim didalam Goarnya namanya, terikat kepadanya dan dapat mempengaruhi nasibnya. Orang mengasalkan kemakmurannya antara lain dari namanya. Jika nasib malang dan derita menimpanya, ia akan mencampakkan namanya yang dianggap sial dan mengambil nama baru dengan pengharapan persekutuan baru, antara nama dan pribadi akan lebih menguntungkan. Universitas Sumatera Utara 10 Nama adalah bayangan dari pribadi atau cita-cita orang yang menyandangnya dan merupakan bagian dari intrinsik dari keperibadiannya Tobing, 1992: 49. Pemberian nama-nama yang baik memberikan pengaruh yang baik kepada keperibadian anak agar anak dapat mempunyai sosok ideal yang dapat ditirunya, dari nama yang diberikan kepadanya. Tallcot Parson dalam Suwarno dan alvin, 1990 mengatakan masyarakat selalu mengalami perubahan, tetapi teratur. Perubahan sosial yang terjadi pada suatu lembaga akan berakibat pada perubahan lain untuk mencapai keseimbangan baru. Dengan demikian, masyarakat bukan sesuatu yang statis, tetapi dinamis, sekalipun perubahan itu amat teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru. Jika suatu bagian tubuh manusia berubah, maka bagian lain akan mengikutinya. Ini dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan intern dan mencapai keseimbangan baru. Menurut Thatcher, dkk dalam Sibarani, 1993: 8 ada tujuh aturan pemberian nama yang baik pada seseorang anak: 1. Nama harus berharga , bernilai, dan berfaedah. 2. Nama harus mengandung makna yang baik. 3. Nama harus asli. 4. Nama harus sudah dilafalkan 5. Nama harus bersifat membedakan. 6. Nama harus cocok dengan nama keluarga. 7. Nama harus menunjukkan jenis kelamin. Universitas Sumatera Utara 11 Aturan pertama menyatatakan bahwa pemberian nama harus didasarkan pada pertimbangan kasih sayang dan pertimbangan keindahan bunyi. Jika kita mengakui bahwa anak sebagai pemberian Tuhan, maka kita perlu menamainya dengan baik. Dengan demikian, orang tua sebaiknya memberikan nama yang dapat menimbulkan inspirasi dan kebanggaan kepada anaknya. Aturan kedua menyarankan bahwa nama itu harus memiliki makna yang baik. Artinya, apabila nama itu dirunut dalam bahasa aslinya, sebaiknya nama itu memiliki arti yang baik. Namun, meskipun suatu nama mengandung makna yang baik, janganlah digunakan sebagai nama jika mengandung asosiasi yang yang jelek. Aturan ketiga menyarankan nama seharusnya orisinil atau asli. Keaslian di sini dapat dihubungkan dengan imajinasi dan akal sehat pemberi nama. Menurut aturan ini, nama seorang bisa diberi sesuai dengan keadaan atau situasi ketika bayi itu lahir. Aturan keempat menyarankan agar nama yang diberikan kepada seorang mudah diucapkan. Oleh karena itu, seharusnya dipilih nama yang susunan bunyinya terdapat di dalam bahasa yang bersangkutan . apabila nama itu diambil dari bahasa asing, sebaiknya bunyinya disesuaikan dengan bunyi bahasa pemilik nama itu. Aturan kelima menyarankan agar nama yang diberikan kepada seseorang seharusnya berbeda dari nama orang lain. Di dalam satu keluarga atau kelompok masyarakat, nama-nama anggota keluarga atau masyarakat itu harus berbeda meskipun mereka juga mempunyai nama yang sama sebagai pertanda ikatan keluarga atau kemasyarakatan mereka. Pada masyarakat tertentu, nama nama yang Universitas Sumatera Utara 12 dimiliki bersama sebagai pertanda ikatan kelompok kekerabatan baik secara matrilineal maupun secara patrilineal disebut marga Aturan keenam menyarankan agar nama yang diberikan kepada seseorang sesuai dengan nama keluarganya atau, paling tidak, tidak bertentangan dengan nama keluarga. Aturan ketujuh atau yang terakhir menyarankan agar nama yang diberikan kepada seseorang dapat membedakan jenis kelamin. Hal ini sangat penting karena dengan mengetahui namanya, kita sudah tahu bahwa dia seorang pria atau wanita. Antropolinguistik, adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat, komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika berbahasa, adat-istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa Sibarani, 2004: 50. Makna nama dalam bahasa Batak Toba mengandung dua makna yaitu : 1 Pengharapan dan 2 kenangan. Maka pengharapan ini masih dapat dibagi menjadi dua yaitu 1 makna pengharapan futuratif dan 2 makna pengharapan situasional. Makna nama pengharapan futuratif adalah makna nama pemberian yang mengandung pengharapan agar kehidupan pemilik nama seperti maknanya. Sedangkan makna nama pengharapan situasional adalah makna nama yang mengandung pemberitahuan situasi. Sekarang kehidupan keluarga pemilik nama dengan pengharapan agar kehidupan keluarganya lebih baik dari pada situasi sekarang. Universitas Sumatera Utara 13 Menurut Sibarani 2004: 112-114 pemberian nama dalam masyarakat Batak Toba terbatas hanya kepada seorang bayi yang baru lahir, tetapi juga dapat diberikan kepada orang dewasa. Jadi, apabila kita memperhatikan pemberian nama dalam budaya Batak Toba, bahwa nama diberikan : 1. Setelah bayi lahir. Jika seorang anak lahir, dia akan diberi nama oleh orang tuanya. Jenis nama yang pertama sekali diberikan adalah nama pranama dan setelah beberapa hari kemudian, diberikanlah goar sihadakdanahon. 2. Setelah mempunyai anak. Setelah seseorang mempunyai anak. Ia dan istrinya diberi nama baru yang diambil dari nama anak sulungnya dengan ditambah kata yang dapat menunjuk pada kata yang bermakna ‘ayah’untuk ayah dan yang bermakna ‘ibu’untuk ibunya jenis nama ini disebut panggoaran. 3. Setelah mempunyai cucu. Setelah pasangan suami istri mempunyai cucu, dia dan istrinya juga akan diberi nama baru yang diambil dari nama cucu pertama dan ditambah kata yang dapat menunjuk pada kata yang bermakna “kakek” atau “nenek”yang dipentingkan adalah nama cucu pertama dari putra pertamanya. Jenis nama ini disebut panggoaran. 4. Setelah memiliki pekerjaan atau tabiat tertentu. Orang yang pekerjaan atau tabiatnya sangat menonjolsangat mencolok sering dijuluki dengan nama yang sesuai dengan keadaan atau tabiatnya. Jenis nama ini disebut goar- goar. 5. Setelah masuk Klan. Seorang yang masuk pada suatu klan diberi nama atau keluarga atau marga. Misalnya, orang dari etnis China bisa masuk pada etnis Batak. Setelah salah satu persyaratannya adalah pemberian Universitas Sumatera Utara 14 nama keluarga marga kepadanya. Inilah yang disebut mampe goar “menahbiskan marga”. Pemberian nama itu harus dilakukan dengan upacara tertentu dan harus diangkat menjadi anak seorang dari marga yang diinginkannya. 6. Setelah menikah. Orang yang baru menikah, biasanya wanita, diberi nama tambahan sesuai dengan nama suaminya, baik nama keluarga maupun nama pertama suaminya itu. Orang yang sudah lama menikah tetapi belum mempunyai anak biasanya diberi nama baru menunggu mereka mendapatkan anak. Si suami diberi nama ama ni paima, dan si istri diberi nama nai paima yang artinya “bapakibu yang sedang menunggu. Menurut Tobing 1992: 42 beberapa nama yang bermakna, yang dalam bahasa Batak Toba disebut goar tulut nama yang menuntun dan terbagi dalam beberapa kelompok, antara lain 1 nama pujaan, seperti debata Raja Allah itu Raja; 2 nama kenangan pada suatu peristiwa, umpamanya, waktu ia lahir ayahnya sedang mengadakan suatu perjanjian yang sangat penting, seperti Marsangakap bersepakat ; 3 nama menolak bala seperti: Horas sehat-selamat- bahagia. Nama itu biasanya diberikan kepada anak yang lahir di dalam keluarga yang sering mengalami musibah kematian anak. Di harapkan dari nama yang sandang seseorang dapat diperoleh sekedar gambaran tentang keperibadiannya. Menurut Sibarani 2004: 109 dalam budaya Batak Toba terdapat jenis lima yaitu : 1. Pranama, yaitu julukan yang diberikan kepada si anak sebelum dia diberi nama-sebenarnya. Anak laki-laki dengan sendirinya diberi nama si unsok Universitas Sumatera Utara 15 dan anak perempuan diberi nama si butet. Pranama ini pun dengan sendirinya akan tanggal setelah si anak di beri nama sebenarnya. Kadang- kadang, pranama ini bisa terus digunakan sampai si anak berusia balita meskipun si anak sudah diberi nama terutama oleh orang yang tidak mengetahui nama si anak. 2. Goar sihadakdanahon “nama sebenarnyasejak lahir”, yaitu nama yang diberikan oleh orang tua kepada si anak sejak kecil seperti Bonar, Togi, Parulian. Inilah yang disebut dengan proper name” nama pribadi”. Nama ini lebih kekal dari pada nama-nama lain dan terus digunakan dan bahkan sampai seorang meninggal dunia. Oleh karena itu nama sebenarnya, nama inilah yang digunakan dalam daftar-daftar identitas dengan diikuti oleh nama keluarga atau marga. 3. Panggoaran “teknonim atau nama dari anakcucu sulung”, yaitu nama tambahan yang diberikan masyarakat secara langsung kepada orang tua dengan memanggil nama anak atau cucu sulungnya. Misalnya, jika anak sulung pasangan suami-istri bernama Lamtiur, maka si suami akan dipanggil Ama Lamtiur “Pak Lamtiur dan istri akan dipanggil Nai Lamtiur “Bu Lamtiur”. Ama menunjukkan ayah dan Nai menunjukkan pada ibu. Jika pasangan suami istri itu telah mempunyai cucu yang bernama Sahat, maka nama cucunya itu yang digunakan sebagai nama tambahan mereka seperti ompu Sahat “KakekNenek Sahat”. Dalam panggilan sehari-hari dan dalam urusan-urusan formal lainnya, nama panggoaran inilah yang paling sering digunakan karena kurang sopan Universitas Sumatera Utara 16 memanggil seseorang yang telah mempunyai anak dengan nama aslinya atau nama yang diberikan kepadanya ketika masih bayi. Kebiasaaan penamaan seorang orang tua berdasarkan nama atau cucunya disebut teknonimi. 4. Goar-goar” nama julukan”, yaitu nama tambahan yang diberikan orang banyak kepada seseorang yang mimiliki pekerjaan, keistimewaan, tabiat atau sifat tertentu. Sebenarnya, ada dua jenis nama ini yaitu nama julukan berdasarkan jabatangelar profesi dan nama julukan berdasarkan sifat seseorang. Nama julukan pertama hampir sama dengan “gelar kehormatan”, sedangkan nama julukan kedua sama dengan ”nama sindiran”. Nama julukan kehormatan pada umumnya bermakna positif, membanggakan, dan benar adanya seperti Datu, Si Baso, Guru, Mantari, Dokter, Profesor, Sintua, Pandita. Sebagaimana terlihat pada contoh- contoh tersebut, nama julukan kehormatan ini tidak begitu banyak dan baru muncul seteklah mengalami kemajuan karena masyarakat Batak Toba dahulu hampir semua petani kecuali datu ”dukun” dan si baso “bidan”. Akhir-akhir ini, dua gelar kehormatan itu pun bergeser maknanya menjadi bermakna negatif. Akan tetapi, nama julukan sindiran ini cukup banyak dan biasanya mengandung makna negatif, menngejek, dan mungkin tidak benar adanya. Misalnya, nama Tokke Haminjon diberikan kepada seseorang karena dia berpenampilan seperti saudagartoke kemenyan dan nama Parsoto “Tukang Mi” diberikan karena dia pernah berjualan soto “mi”. karena kebanyakan jenis nama ini mengandung makna negatif, ada kemungkinan seseorang diberi nama julukan tanpa sepengetahuan orang Universitas Sumatera Utara 17 itu sehingga nama itu hanya disebut ketika yang dijuluki tidak mendengarnya. Nama si Mokmok “si Gendut”, si Ganjang “si Panjang”, Pangaracun “Tukang Racun”, Guru Lasiak “Guru Cabe”, Parbibi “Pemilik Bebek”, nama julukan sindiran ini cukup banyak dan telah lama dipraktekkan dalam masyarakat Batak Toba. 5. Marga “nama keluargakerabat”, yaitu nama yang diberikan kepada seseorang dengan otomatis berdasarkan kekerabatan yang unilininear atau garis keturunan geneologis secara patrilineal dari satu nenek moyang. Pada mulanya, marga ini berasal dari nama pribadi seseorang nenek moyang. Pada keturunannya kemudian menggunakan nama ini sebagai nama keluarga marga untuk menandakan bahwa mereka keturunan si nenek moyang itu. Misalnya dahulu ada orang bernama Pasaribu; kemudian, semua keturunannya menggunakan marga Pasaribu sebagai nama keluarganya untuk menandakan bahwa mereka keturunan nenek moyang mereka itu. Marga ini selalu digunakan sebagai nama akhir atau ditempatkan di akhir nama. Misalnya, nama pribadi seseorang adalah Gumontom dan nama keluarganya Pasaribu, maka dia bernama lengkap Gumontom Pasaribu. Meskipun seseorang memiliki dua nama pribadi, nama keluarga tetap berada di akhir. Jenis nama inilah yang disebut dengan sib name. Universitas Sumatera Utara 18

1.6 Kerangka Konsep