Pengaruh Adat dan falsafah dalam Pemberian Nama

78 Penggantian nama anak juga dilakukan oleh masyarakat Pollung oleh ibu R br Banjar Nahor, 35 tahun penuturannya sebagai berikut: “Goarni anakkon nami na ujui Lasma. Alana nuaeng gaorna gabe si Tiur, hu ganti hami gaorna on alana dang cocok manang dang boi diboan gaor Lasmai. Didokkon natua-tua paborat hu goarri tu pamatangna, ditikki dang huganti hami goari holan marsahit-sahit do boru nami on. Nuaeng ungga sehat be si Tiur on”. “Dulunya nama anak kami Lasma. Tetapi karena dia selalu saki-sakitan banyak orang berkata terlebih orang tua katanya dia tidak mampu atau tidak cocok dengan nama lasma. Sehingga kami sepakat menggantikan namanya menjadi Tiur. Setelah diganti namanya menjadi Tiur dia menjadi sehat”. Selain karena ketidakcocokan nama penggantian nama juga terjadi pada pasangan suami istri. Penggantian nama panggilan kepada pasangan suami istri yang sudah mempunyai anak, maka nama ayah dan juga ibu akan berubah sesuai dengan nama anaknya. Khususnya nama anak yang pertama, sebagai contohnya apabila pasangan suami istri di atas tersebut mempunyai anak dan anak tersebut diberi nama Lamtiur maka sang ayah akan dipanggil bapa si Lamtiur bapak Lamtiur dan sang istrinya akan dipanggil nai Lamtiur ibu Lamtiur.

3.6 Pengaruh Adat dan falsafah dalam Pemberian Nama

Adat dan falsafah yang dimiliki masyarakat Batak Toba berpengaruh besar terhadap pemberian nama. Dalam segi adat, misalnya hula-hula famili dari keluarga pihak ibu mempunyai kedudukan yang sangat terhormat yaitu sebagai raja. Hula-hula dipandang sebagai perantara berkat Tuhan. Bahkan Tulang Universitas Sumatera Utara 79 dianggap sebagai Debata naniida perhitian ni pasu-pasu “Tuhan yang kelihatan yang merupakan perantara berkat Tuhan”. Suatu keluarga meminta doa dari tulang apabila mempunyai suatu cita-cita atau mengalami malapetaka. Pentingnya kedudukan tulang terlihat dari fakta bahwa suatu keluarga meminta nama anaknya dari tulang. Pada saat bayi lahir, orang tua sering bertanya mengenai nama yang cocok untuk bayi tersebut. Tulang akan memberikannya dengan keyakinan bahwa nama tersebut akan membawa berkat kepada pemiliknya. Sekalipun nama yang dibarikan tulang itu kurang sesuai dengan orang tua si anak. Nama ini tidak boleh ditolak atau dipertanyakan. Apa yang dapat dilakukan orang tua hanyalah menerima nama itu dan bila merasa perlu memberikan nama tambahan. Dalam segi falsafah, nama-nama Batak sering terpengaruhi oleh ungkapan “anak ni raja dohot boru ni raja”. ‘Semua putra dan putrid Batak Toba adalah anak-anak raja’. Falsafah ini bukan berarti penyombongan diri tetapi lebih berorientasi pada makna yang dikandung kata raja yakni orang yang dihormati, disegani, dan dikedepankan Panggabean dalam Sibarani dan Tarigan, 1993; 36. Universitas Sumatera Utara 80 Tabel 3.1 Perubahan Pemberian Nama dahulu dan Sekarang Pemberian Nama No Perubahan Dahulu Sekarang 1. Tata cara Upacara martutuaek. Bayi dibawa ke pancuran, kepermandian mata air, ke sungai atau danau untuk dipermandikan. Upacara baptisan. Upacara ini dilakukan dengan membawa bayi ke gereja. 2. Pemimpin upacara. Seorang datu dukun. Petugas dari gereja Pendeta. 3. Sebelum diadakan upacara. Acara adat memandikan si bayi dilakukan setelah datu memilih hari baik berdasarkan kelender Batak yang dinamakan parhalaan. Pendeta mengeluarkan pengumuman ting-ting, yang menyatakan bahwa ada acara baptisan untuk anak-anak. Selanjutnya rang tua belajar marguru dan dibimbing selama satu minggu, dengan tujuan untuk mendidik anak secara rohani, dan supaya si anak di kemudian hari belajar dan mengerti firman Allah. 4 Komponen atau orang yang hadir dalam upacara. Datu dukun. orang tua ayahibu. Kekeknenek dari ayah dan ibu. Keluargasaudara.Teman sekampung dongan Pendeta. Orang tua ayahibu, kakeknenek dari ayah ibu, keluargasaudara, dan teman sekampung Universitas Sumatera Utara 81 sahuta. Dalihan na tolu kelompok borupenerima gadis, kelompok hula- hulapemberi gadis, dongan sabutahutemas satu marga.. dongan sahuta, serta unsur dalihan na tolu kelompok .borupenerima gadis, kelompok hula- hulapenerima gadis, dongan sabutuha satu marga. 5. Maksud diadakannya upacara. Memperkenalkan bayi dengan air untuk membersihkan dirinya, dan menyampaikan persembahan kepada dewa- dewa terutama dewi air boru Saniang naga, yang merupakan reperesentasi kuasa. Mulajadi Na Bolon. Dan roh-roh leluhur untuk menyucikan si bayi dan menjauhkan dari kuasa- kuasa jahat Baptisan adalah sakramen yang menjadikan seorang anak masuk kedalam kerajaan Allah, pewaris segala berkat dan keselamatan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Dan sebagai bukti bahwa si anak beragama Kristen dan diterima sebagai aggota jemaat, sekaligus sebagai pertanda dibuat surat keterangan babtisan. 6. Bahan dan peralatan yang digunakan dalam upacara. Tepung beras 1 2 1 liter .sejumlah daun sejenis daun terong lanteung. 1 alat penugal yang dinamakan giringan. 1 mangkuk air 7. Fungsi peralatan. Bayi yang dipermandikan ke mata air, sungai atau danau menandakan bahwa anak tersebut di Seperti yang terdapat dalam firman allah 1 Petrus 3: 21 mengatakan : ”Juga Universitas Sumatera Utara 82 sucikan.daun lanteung berfungsi menutupi lobang, perlobangan ini dianggap sebagai pemberitahuan kepada penguasa bawah bumi. Boras pati ni tano tepung beras, menandakan bahwa ada seorang bayi yang dipermandiakan dengan harapan bahwa roh itu menerima persembahan. Ngarngar sebagai tanda kepada setiap orang bahwa baru saja ada bayi yang untuk pertama kali dipermandiakan. kamu sekarang diselamatkan oleh kuasanya, yaitu baptisan, maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan memohon hati nurani yang baik kepada Alla . Air yang dipercikkan itu melambangkan air yang suci”. “8. Bila bayi meninggal belum mengadakan upacara Demikian pula dalam kepercayaan lama, apabila seorang bayi meninggal duania sebelum martutuaek, maka roh bayi tidak dapat berhubungan dengan penghuni banua atas. Untuk mengatasi itu maka setiap ayahibu diberi wewenang untuk membuat martutuaek di jabu atau rumah. Seorang bayi dari keluarga penganut Kristen meninggal dunia sebelum dibaptis, maka tidak akan masuk dalam kerajaan sorga. Agar anak tidak terhalang memasuk kerajaan sorga maka diberi hak pada sintua atau ayahibu si bayi membaptis bayi tersebut yang disebut tardidi nahinipu. Universitas Sumatera Utara 83 9. Pakaian yang digunakan Seorang bayi menggunakan ulos Batak kain Batak. Seorang bayianak mengenakan pakaian yang berwarna putih, karena putih menandakan suci. 11. Pemberian nama Nama diberikan setelah si bayi kembali dari permandian, kemudian nama si bayi berikan setelah orang tua mengajukan nama anak mereka kepada seorang datu. Nama seorang anak diberiakn setelah anak tersebut lahir, akan tetapi pada umumnya nama telah dipersiapkan sebelum anak tersebut lahir. 12. Tanda bukti setelah selesai megadakan upacara Bayi menjadi bersih dan suci setelah diadakan upacara martutuaek. Dan menjauhkan kuasa-kuasa jahat. Kepada orang tua si anak yang dibabtis pendeta, diberi sehelai surat baptisan, yaitu sebagai bukti bahwa si anak beragama Kristen, pemberian nama secara Kristiani, dan juga sebagai pendaftaran anggota jemaat baru. Universitas Sumatera Utara 84

BAB 1V MAKNA PEMBERIAN NAMA ORANG PADA MASYARAKAT BATAK

TOBA 4.1 Jenis-jenis Nama dan Makna sebuah Nama 4.1.1 Nama yang diambil dari Bahasa Batak Toba Setiap suku bangsa yang ada diwilayah nusantara ini, masing-masing memiliki bahasa daerah. Di samping bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai bahasa negara, masyarakat juga masih memakai bahasa daerah mereka masing-masing yang disebut juga sebagai bahasa ibu, bahasa daearah ini mereka gunakan dalam pergaulan sehari-hari. Pengaruh bahasa Batak Toba kedalam sistem penamaan orang-orang Batak Toba terlihat dengan adanya nama-nama orang Batak yang berasal dari bahasa Batak Toba. Pengaruh bahasa Batak Toba terhadap nama-nama orang Batak Toba berlaku bagi anak mereka laki-laki maupun anak perempuan. Pengambilan nama untuk anak-anak mereka menurut masyarakat Batak Toba, mempunyai harapan-harapan sesuai dengan nama yang disandang oleh si anak. Pengaruh bahasa Batak Toba ikut memperkaya nama-nama yang terdapat dalam pemberian nama pada seseorang. Masyarakat Batak Toba pada umumnya memberikan nama anaknya, dengan memperlihatkan makna apa yang terkandung di dalam nama itu, sehingga sering terjadi bahwa nama anaknya itu mengandung makna peristiwa atau kenangan. Makna situasi yang tetap mengandung nilai atau makna harapan. Orang tua selalu menginginkan anaknya kelak menjadi orang baik, sehingga orang tua senantiasa memberikan nama kepada anaknya dengan memiliki makna harapan. Universitas Sumatera Utara