Motif masing-masing remaja putri sebagai Facebooker ditentukan oleh dominasi kebutuhan atau keinginan yang dia harapkan atau telah
diterimanya dalam penggunaan Facebook. Sebagaimana teori individual’s needs
pada Facebook, dapat mencerminkan Facebook sebagai lingkungan sosial yang telah menentukan kebutuhan penggunanya atau para Facebooker
di dalamnya.
4.1.3.2. Peran
Facebook sebagai Saluran Self Disclosure Remaja Putri di Surabaya
Meninjau motif informan penelitian di atas, mereka memiliki Facebook
untuk menjalin pertemanan lama dan mengaktualisasikan dirinya. Kedua motif itu jelas mengindikasikan adanya keterlibatan self disclosure
keterbukaan diri melalui Facebook. Selain itu, remaja putri sebagai wanita yang ditengarai memiliki kecenderungan kuat melakukan self disclosure,
sesuai pernyataan Devito 2006:63, “wanita lebih sering mengekspresikan perasaannya dan memiliki keinginan yang besar untuk selalu mengungkapkan
dirinya”. Dalam menjalin pertemanan dipastikan Facebooker menyampaikan
informasi pribadi tentang dirinya, misalnya menyampaikan identitas pribadinya. Sebab seseorang kemungkinan besar tidak akan menjalin
pertemanan dengan orang yang tidak dikenalnya sama sekali, sebagaimanan penjelasan riset di atas. Tidak dipungkiri, bahwa identitas seseorang seringkali
menjadi daya tarik orang lain mau berteman dengannya. Kecenderungan Facebooker
membuka informasi pribadi tentang dirinya dikuatkan melalui hasil penelitian oleh Acquisti and Gross 2006, Lampe, Ellison, and
Steinfield 2007, Stutzman 2006 yang menunjukkan bahwa para pengguna Facebook
membuka lebar informasi tentang diri mereka, dan tidak sadar dengan opsi privasi mengenai siapa yang dapat menyaksikan profil mereka.
Acquisti and Gross, 2006 dalam Dwyer, et.al, 2007 Kecenderungan pengungkapan informasi pribadi tersebut turut terjadi
pada Facebooker atau informan penelitian yang memiliki motif untuk mengaktualisasikan diri lewat Facebook. Ketika seseorang memutuskan untuk
mengaktualisasikan dirinya di Facebook, maka secara otomatis orang tersebut sedikit banyak melakukan pengungkapan informasi pribadinya. Terlebih lagi
berdasarkan motif di atas, informan penelitian lebih banyak melakukan aktualisasi diri melalui tulisan-tulisan di wall status dan notes. Menurut
mereka, membuat tulisan di wall atau notes dapat membebaskan ekspresi maupun pengungkapan diri mereka. Indikasi keterlibatan self disclosure
tersebut, dibenarkan oleh seluruh informan penelitian melalui pernyataannya kepada peneliti melalui wawancara penelitian.
Dari hasil wawancara penelitian itu, peneliti menemukan tiga kecenderungan sifat self disclosure yang dilakukan informan di Facebook,
yakni bersifat positif, negatif, dan netral. Penggolongan sifat self disclosure tersebut merupakan korelasi dari hasil wawancara penelitian dengan
pengertian sifat-sifat self disclosure. Berikut ini adalah sifat-sifat self disclosure
informan penelitian melalui Facebook berdasarkan wawancara penelitian :
a. Self disclosure bersifat positif
Self disclosure bersifat positif adalah cara keterbukaan diri informan
Facebooker dalam menyampaikan pesan positif yang bertujuan memberikan dampak positif di Facebook bagi informan sendiri maupun teman
Facebooker -nya, misalnya menciptakan motivasi yang membangun melalui
tulisan di wall status atau notes, menuliskan pesan yang dapat menimbulkan kesenangan atau kegembiraan.
Satu-satunya informan yang merasakan kecenderungan melakukan self disclosure
bersifat positif adalah Sarah. Sarah mengungkapkan informasi pribadinya agar orang lain turut berempati dengan perasaan yang
dirasakannya. Self disclosure yang dilakukannya juga sebagai upayanya untuk memotivasi orang lain secara positif. Sarah menyampaikan hal itu, melalui
pernyataannya sebagai berikut :
Informan 1
“Ungkapan informasi pribadiku, biar aman…yang positif aja.Misalnya ada kejadian yang aku rasa perlu kubagikan, apa
yang aku rasakan. Aku ingin berbagi sesuatu yang bisa bikin orang lain itu seneng, bukannya malah bikin tambah kesel.”
Interview: Rabu, 22 September 2010. Pukul 13.00 WIB. Lokasi: Rumah Sarah