iv ⇒
Jika a ∈
Ker θ
, maka θ
a =
S
= θ
R
. Karena θ
injektif, maka a =
R
, sehingga Ker
θ =
{0
R
}. ⇐
Ambil sembarang r
1
, r
2
∈ R sedemikian sehingga
θ r
1
= θ
r
2
. Maka 0
S
= θ
r
1
+ −θ
r
2
= θ
r
1
+ θ
− r
2
= θ
r
1
+ −
r
2
. Jadi r
1
+ −
r
2
∈ Ker
θ .
Padahal Ker θ
= {0
R
}, ini berarti haruslah r
1
+ −
r
2
=
R
, yaitu r
1
= r
2
. Terbukti
θ injektif.
■
Pada Proposisi 2.5.9 telah dibuktikan bahwa jika θ
: R →
S homomorfisma gelanggang, maka Im
θ subgelanggang dari S, dan Ker
θ ideal dalam R. Selanjutnya
teorema berikut membuktikan bahwa jika I ideal dalam gelanggang R, maka terdapat suatu pemetaan
α : R
→ I
R yang merupakan homomorfisma surjektif sedemikian
sehingga Ker α
=
I. Pemetaan ini disebut homomorfisma kanonik.
Teorema 2.5.10.
Misalkan R gelanggang dan I ideal dalam R. Maka pemetaan α
: R →
I R
dengan aturan
α r
= I
+ r untuk setiap r
∈ R, adalah homomorfisma surjektif dan Ker
α =
I.
BUKTI. Ditunjukkan dahulu pemetaan terdefinisi dengan baik. Ambil sembarang r
1
, r
2
∈ R
sedemikian sehingga r
1
= r
2
. Akan ditunjukkan α
r
1
= α
r
2
. Karena r
1
∈ I
+ r
1
, maka r
2
= r
1
= n
+ r
1
untuk suatu n ∈
I. Di sini r
2
+ −
r
1
= n
∈ I. Dan karena R grup aditif,
maka menurut Lema 2.2.9, I +
r
1
= I
+ r
2
, yaitu α
r
1
= α
r
2
. Kemudian akan ditunjukkan
α homomorfisma surjektif. Perhatikan bahwa
α r
1
+ r
2
= I
+ r
1
+ r
2
= I
+
r
1
+ I
+ r
2
= α
r
1
+ α
r
2
dan α
r
1
⋅ r
2
= I
+ r
1
⋅ r
2
= I
+ r
1
⋅ I
+ r
2
= α
r
1
⋅ α
r
2
, sehingga
α homomorfisma. Jelas
α surjektif sebab jika diambil sembarang s
∈ I
R ,
maka s =
I +
r dengan r ∈
R, dan α
r =
I +
r =
s. Selanjutnya ditunjukkan Ker α
= I.
Ker α
= {r
∈ R :
α r
= I
+ 0}
= {r
∈ R : I
+ r
= I
+ 0}
= {r
∈ R : r
∈ I}
= I.
■
Definisi 2.5.8.
Jika θ
: R →
S homomorfisma gelanggang yang bijektif, maka θ
disebut isomorfisma gelanggang. Selanjutnya R dan S dikatakan isomorfis ditulis R
≅ S jika terdapat suatu
isomorfisma dari R ke S.
Homomorfisma gelanggang disebut juga pemetaan yang mempertahankan operasi, artinya bayangan dari jumlahan adalah jumlahan bayangan, dan bayangan dari perkalian
adalah perkalian bayangan. Beberapa sifat dari homomorfisma Proposisi 2.5.9 adalah elemen 0
R
dipetakan ke elemen 0
S
analog, 1
R
dipetakan ke 1
S
jika R dan S mempunyai elemen satuan, invers aditif dipetakan ke invers aditif dari bayangan, dan sebagainya.
Sedangkan isomorfisma gelanggang, selain mempertahankan operasi karena homomorfisma, disebut juga pemetaan yang mempertahankan sifat struktur aljabar
dari R dan S yang saling isomorfis. Dari definisi isomorfisma, jika R dan S isomorfis maka R
= S . Proposisi berikut menunjukkan beberapa sifat lain dari isomorfisma.
Proposisi 2.5.11.
Misalkan θ
: R →
S isomorfisma gelanggang. i
Jika R mempunyai elemen satuan, maka S mempunyai elemen satuan.
ii Jika R komutatif, maka S komutatif. iii Jika R medan, maka S medan.
BUKTI. i
Ambil sembarang θ
r ∈
S untuk suatu r ∈
R. Karena θ
adalah isomorfisma dan R mempunyai elemen satuan 1
R
, maka θ
r =
θ r
⋅ 1
R
= θ
r ⋅
θ 1
R
. Dengan cara yang sama,
θ r
= θ
1
R
⋅ θ
r. Jadi θ
1
R
= 1
S
elemen satuan dalam S. ii Jika
θ r
1
, θ
r
2
∈ S untuk suatu r
1
, r
2
∈ R, maka
θ r
1
⋅ θ
r
2
= θ
r
1
⋅ r
2
= θ
r
2
⋅ r
1
= θ
r
2
⋅ θ
r
1
sebab R komutatif. Jadi S juga komutatif. iii Karena R medan, maka untuk
∀ a
≠
R
∈ R mempunyai invers multiplikatif b
∈ R
sedemikian sehingga a ⋅
b =
1
R
. Karena θ
adalah isomorfisma, maka θ
a ⋅
θ b
= θ
a ⋅
b =
θ 1
R
= 1
S
. Ini berarti ∀θ
a ≠
S
∈ S
∃θ b
∈ S
θ a
⋅ θ
b =
1
S
. Dengan demikian S juga medan.
■
Jika R dan S isomorfis, maka semua sifat yang berlaku pada R berlaku pula pada S, demikian juga sebaliknya. Teorema berikut membuktikan bahwa isomorfisma adalah
relasi ekivalensi pada himpunan semua gelanggang, sehingga isomorfisma membagi himpunan semua gelanggang ke dalam kelas-kelas ekivalensi, di mana gelanggang-
gelanggang yang saling isomorfis berada dalam kelas yang sama dan mempunyai struktur aljabar yang sama.
Teorema 2.5.12.
Isomorfisma gelanggang adalah relasi ekivalensi pada himpunan semua gelanggang.
BUKTI. Jelas R
≅ R sebab pemetaan identitas
ι : R
→ R adalah homomorfisma yang bijektif,
sehingga ≅
refleksif. Jika R ≅
S, maka terdapat θ
: R →
S yang merupakan isomorfisma gelanggang. Ini berarti
θ
− 1
: S →
R bijektif. Ambil sembarang a, b ∈
S sedemikian sehingga
θ
− 1
a =
x dan θ
− 1
b =
y. Maka a =
θ x dan b
= θ
y, sehingga a +
b =
θ x
+ θ
y =
θ x
+ y dan a
⋅ b
= θ
x ⋅
θ y
= θ
x ⋅
y. Ini berarti x +
y =
θ
− 1
a +
b dan x ⋅
y =
θ
− 1
a ⋅
b. Perhatikan bahwa θ
− 1
a +
b =
x +
y =
θ
− 1
a +
θ
− 1
b dan θ
− 1
a ⋅
b =
x ⋅
y =
θ
− 1
a ⋅
θ
− 1
b, sehingga θ
− 1
homomorfisma. Jadi S ≅
R, sehingga ≅
simetris. Kemudian, jika R
≅ S dan S
≅ T, maka terdapat isomorfisma
α : R
→ S dan
β : S
→ T. Dengan
demikian β
o α
: R →
T bijektif. Pemetaan β
o α
adalah homomorfisma sebab untuk sembarang r, s
∈ R, maka
β o
α r
+ s
= β
α r
+ s
= β
α r
+ α
s =
β α
r +
β α
s =
β o
α r
+ β
o α
s dan β
o α
r ⋅
s =
β α
r ⋅
s =
β α
r ⋅
α s
= β
α r
⋅ β
α s
= β
o α
r ⋅
β o
α s. Jadi R
≅ T, sehingga
≅ transitif.
Terbukti ≅
adalah relasi ekivalensi. ■
Sudah dibuktikan pada Teorema 2.5.10 bahwa setiap gelanggang faktor dari gelanggang R merupakan bayangan homomorfis dari R. Selanjutnya teorema berikut
membuktikan bahwa setiap bayangan homomorfis dari R isomorfis dengan suatu
gelanggang faktor dari R, sehingga setiap bayangan homomorfis dari R merupakan gelanggang faktor dari R.
Teorema 2.5.13 Teorema Isomorfisma pada Gelanggang.
Jika θ
: R →
S homomorfisma gelanggang dan Ker θ
= I, maka
I R
≅ Im
θ .
BUKTI. Didefinisikan
α :
I R
→ Im
θ dengan aturan
α I
+ r
= θ
r, ∀
I +
r ∈
I R
, r ∈
R. Ditunjukkan terlebih dahulu pemetaan terdefinisi dengan baik. Ambil sembarang I
+ r
1
, I
+ r
2
∈ I
R sedemikian sehingga I
+ r
1
= I
+ r
2
. Maka r
1
= n
+ r
2
untuk suatu n ∈
I. Dan
α I
+ r
1
= θ
r
1
= θ
n +
r
2
= θ
n +
θ r
2
=
S
+ θ
r
2
= θ
r
2
= α
I +
r
2
sebab θ
homomorfisma dan n ∈
Ker θ
. Jadi jika I +
r
1
= I
+ r
2
, maka α
I +
r
1
= α
I +
r
2
. Pemetaan
α homomorfisma sebab
α I
+ r
1
+ I
+ r
2
= α
I +
r
1
+ r
2
= θ
r
1
+ r
2
= θ
r
1
+ θ
r
2
= α
I +
r
1
+ α
I +
r
2
dan α
I +
r
1
⋅ I
+ r
2
= α
I +
r
1
⋅ r
2
= θ
r
1
⋅ r
2
= θ
r
1
⋅ θ
r
2
= α
I +
r
1
⋅ α
I +
r
2
. Jelas α
surjektif sebab jika s ∈
Im θ
, maka s =
θ r
untuk r ∈
R, yang berarti terdapat I +
r ∈
I R
dan α
I +
r =
θ r
= s. Kemudian untuk
membuktikan α
pemetaan yang injektif, ekivalen dengan menunjukkan bahwa Ker α
= {I
+
R
} Proposisi 2.5.9iv. Di sini didapat bahwa Ker
α =
{I +
r ∈
I R
: α
I +
r =
S
} =
{I +
r ∈
I R
: θ
r =
S
} =
{I +
r ∈
I R
: r ∈
Ker θ
} =
{I +
r ∈
I R
: r ∈
I} =
{I +
r ∈
I R
: I +
r =
I +
R
} =
{I +
R
}. ■
Pada Contoh 2.5.2 sebelumnya, telah diperlihatkan bahwa pemetaan θ
: Z →
Z
n
adalah homomorfisma. Cukup jelas di sini bahwa θ
surjektif, sehingga Im θ
= Z
n
. Kemudian, Ker
θ =
{z ∈
Z :
θ z
= [0]}
= {z
∈
Z : [z]
= [0]}
= {k
∈
Z : z
≡ 0 mod n}
= {z
∈
Z : z
= kn, k
∈ Z}
=
nZ
= n. Selanjutnya dengan menggunakan Teorema
Isomorfisma di atas, maka n
Z ≅
Im θ
= Z
n
. Pada kenyataannya dapat dibuktikan bahwa
n Z
= Z
n
.
Teorema 2.5.14.
Jika daerah integral D berkarakteristik prima p, maka D memuat subgelanggang yang
isomorfis dengan Z
p
. Jika D berkarakteristik 0, maka D memuat subgelanggang yang
isomorfis dengan Z.
BUKTI. Didefinisikan pemetaan
θ
: Z →
D dengan aturan θ
n =
n1
D
untuk setiap n ∈
Z.
Jelas aturan pemetaan terdefinisi dengan baik sebab jika m =
n, maka m1
D
= n1
D
, yaitu θ
m =
θ n untuk m, n
∈
Z. Pemetaan
θ homomorfisma sebab
θ m
+ n
= m
+ n1
D
= m
1
D
+ n1
D
= θ
m +
θ n dan
θ mn
= mn1
D
= m1
D
n1
D
= θ
m θ
n. Perhatikan bahwa Ker
θ =
{n ∈
Z :
θ n
= 0}
= {n
∈
Z : n1
D
= 0}. Jika D berkarakteristik p, yaitu
p 1
D
= 0, maka Ker
θ =
{n ∈
Z : n
= kp, k
∈ Z}
= p. Menurut Teorema Isomorfisma,
Im θ
≅ p
Z ≅
Z
p
. Ini berarti D memuat subgelanggang yang isomorfis dengan Z
p
. Jika D berkarakteristik 0, maka Ker
θ =
{0}. Menurut Proposisi 2.5.9iv, θ
injektif, sehingga Im
θ ≅
Z. Jadi D memuat subgelanggang yang isomorfis dengan Z.
■
Teorema 2.5.15.
Jika medan F berkarakteristik prima p, maka F memuat submedan yang isomorfis
dengan Z
p
.
BUKTI. Setiap medan F adalah daerah integral. Dari Teorema 2.5.14, F memuat submedan yang
isomorfis dengan Z
p
sebab Z
p
medan dan isomorfisma adalah relasi ekivalensi. ■
Sedangkan jika medan F berkarakteristik 0, maka F memuat daerah integral B
yang isomorfis dengan daerah integral Z. Menurut Teorema Medan Hasil Bagi Daerah
Integral pembuktiannya tidak diberikan di sini, F memuat dengan tunggal submedan
anggota-anggotanya direpresentasikan sebagai hasil bagi anggota-anggota dari B yang
isomorfis dengan medan Q. Jadi medan berkarakteristik 0 memuat submedan yang isomorfis dengan Q.
Definisi 2.5.9. Medan-medan Z
p
dan Q disebut medan prima. Submedan dari medan F yang isomorfis dengan Z
p
atau Q disebut submedan prima dari F.
2.6. Polinomial
Polinomial suku banyak memegang peranan penting dalam mempelajari medan. Seperti halnya himpunan, polinomial mudah untuk dipahami tetapi sulit untuk
didefinisikan dengan tepat. Dalam kalkulus yang banyak bekerja dengan fungsi, polinomial fx di kenal sebagai fungsi bernilai real, dengan x adalah bilangan real.
Sebagai contoh, fx =
3x
2
+ 1 dikenal sebagai fungsi bernilai real dalam x di mana
koefisien-koefisien 3 dan 1 adalah bilangan-bilangan real. Jadi polinomial fx adalah
sebuah fungsi dari R ke R.
Di atas adalah sebuah contoh polinomial. Misalkan polinomial lain gx =
x +
5, maka fx
+ gx
= 3x
2
+ x
+ 6, dan katakanlah hasil yang didapat barusan adalah
polinomial lainnya hx. Demikian juga fx gx =
3x
3
+ 15x
2
+ x
+ 5 adalah polinomial,
katakanlah kx. Jadi dapat dikatakan bahwa fx, gx, hx, kx adalah anggota-anggota dari himpunan polinomial-polinomial.
Dalam tradisi aljabar abstrak, biasanya kita mengijinkan polinomial fx dengan koefisien-koefisien bilangan real juga berlaku untuk sembarang gelanggang R. Untuk
hal tersebut, hanya dipandang pada koefisien-koefisien dan memperlakukan x hanya sebagai simbol taktentu indeterminate. Jadi yang merupakan anggota dari R adalah
koefisien-koefisien dari polinomial. Nanti ditunjukkan bagaimana suatu gelanggang dapat dikonstruksi yang memuat R dan x. Kemudian dalam bab ini juga ditunjukkan
bahwa setiap polinomial menentukan sebuah fungsi polinomial. Ini berarti dalam menentukan akar-akar atau penyelesaian dari persamaan polinomial fx
= 0, maka x
dapat diperlakukan sebagai peubah variable. Secara umum bentuk polinomial px ditulis dengan px
= a
+ a
1
x +
… +
a
n
x
n
, atau dalam notasi sigma
∑
=
=
n i
i i
x a
x p
. Kemudian a
i
disebut koefisien dari px dan
a
i
x
i
disebut suku. Jika a
n
≠
0, maka bilangan bulat taknegatif n disebut derajat dari px
di mana n adalah pangkat tertinggi dari x dan a
n
disebut koefisien pemimpin.
Jika R gelanggang dan a
i
∈ R untuk setiap i
≥ 0, maka polinomial px disebut
polinomial dalam x dengan koefisien-koefisien dalam R, disingkat polinomial atas R.
Himpunan semua polinomial atas gelanggang R dinotasikan dengan R[x]. Polinomial dx
= a
disebut polinomial berderajat 0. Polinomial zx
= 0 disebut
polinomial nol dan didefinisikan tidak mempunyai derajat beberapa mendefinisikan
berderajat −
1 atau −∞
. Polinomial konstan adalah polinomial nol atau polinomial
berderajat 0. Jadi jelas semua anggota dalam R adalah polinomial-polinomial konstan, sehingga R
⊆ R[x].
Misalkan juga qx =
b +
b
1
x +
… +
b
m
x
m
, maka px dan qx dikatakan sama
jika dan hanya jika koefisien-koefisien dari px dan qx untuk tiap-tiap x
i
sama, yaitu