imun yang muncul jika adanya pajanan antigen sehingga muncul respon inflamasi Louise, 2011 dan dinyatakan dengan peningkatan volume kaki
belakang hewan uji setelah terpajan antigen yang kedua kali Chakraborthy, 2009.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Madu kelengkeng yang diperoleh dari distributor “Madu Pramuka” di Yogyakarta.
b. Simplisia kering jahe emprit yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal Jalan Kaliurang km. 21,5 Yogyakarta.
2. Hewan uji
Tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan berat 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imuno Hayati Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Bahan untuk proses ekstraksi jahe emprit
Etanol 96
4. Bahan uji respon hipersensitivitas tipe lambat DTH
Antigen suspensi darah merah domba SDMD yang diperoleh dari Balai Kesehatan Yogyakarta.
D. Alat penelitian
1. Pembuatan serbuk kering dan proses ekstraksi rimpang jahe emprit
Sendok, batang pengaduk, corong Buchner, rotary evaporator, timbangan analitik, ayakan no mesh 40, mesin grinder, kertas saring Whatmann,
erlenmeyer 1000 mL, cawan porselen, gelas ukur 250 mL, pipet tetes, oven.
2. Pembuatan campuran larutan uji
Cawan porselen, spuit injeksi oral 3 mL
3. Uji respon hipersensitivitas tipe lambat DTH
Spuit injeksi oral 3 mL, spuit injeksi peritoneal 3 mL dan spuit injeksi subkutan 1 mL, jangka sorong digital.
E. Tata Cara Penelitian
1. Penyiapan bahan utama
Simplisia jahe emprit yang digunakan berasal dari pabrik pembuat jamu tradisional di Yogyakarta, yaitu CV. Merapi Farma Herbal di jalan Kaliurang
km.21,5. Madu kelengkeng yang digunakan berasal dari salah satu distributor madu di Yogyakarta yaitu PT. Madu Pramuka.
2. Pembuatan serbuk simplisia dan penetapan kadar air
Simplisia kering jahe emprit sebanyak 1,5 kg yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal dikeringkan terlebih dahulu didalam oven pada suhu ±50
C selama 15 menit sebelum dilakukan penyerbukan. Simplisia yang sudah kering
lalu dibuat menjadi sediaan serbuk dengan menggunakan mesin penggiling
grinder kemudian diayak menggunakan ayakan nomor mesh 40. Serbuk kering jahe emprit yang diperoleh dari hasil penyerbukkan sebanyak 1 kg.
Selanjutnya serbuk yang sudah dibuat dilakukan penetapan kadar air berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 661MenkesSKVII1994
tentang Persyaratan Obat Tradisional, standar kadar air maksimum simplisia adalah 10. Penetapan kadar air dilakukan menggunakan metode gravimetri.
Prinsip metode ini , yaitu analisis kuantitatif berdasarkan berat tetapnya berat konstan Gandjar dan Rohman, 2010. Kadar air yang diperoleh sebesar 9,50
dan kadar air yang diperoleh ini telah memenuhi syarat Menteri Kesehatan sehingga dapat disimpulkan bahwa serbuk yang digunakan masih memenuhi
syarat simplisia yang baik.
3. Pembuatan ekstrak etanolik jahe emprit
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Sebanyak 50,0 gram serbuk rimpang jahe emprit dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup, lalu
ditambahkan 250,0 mL pelarut etanol 96 dan dilakukan proses maserasi selama 3x24 jam pada suhu kamar. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan
corong Buchner. Maserat yang diperoleh untuk selanjutnya dipekatkandiuapkan untuk menghilangkan etanol. Penguapan dilakukan menggunakan rotary
evaporator . Pelarut yang masih tersisa diuapkan dengan menggunakan bantuan
oven pada suhu 40 C. Ekstrak kental yang diperoleh digunakan dalam pembuatan
sediaan uji.
4. Pembuatan suspensi darah merah domba 1
Darah domba segar yang telah diberi antikoagulan disentrifugasi menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan plasma
dari sel darah merah. Lapisan atas yang berupa plasma dibuang dengan mikropipet dan pada lapisan bawah yang berupa endapan sel darah merah,
ditambahkan larutan PBS pH 7,2 sebanyak 3 kali volume SDMD yang tersisa. Tabung kemudian dibolak-balik dengan perlahan-lahan sampai SDMD
tersuspensi secara homogen, kemudian disentrifugasi lagi. Pencucian paling sedikit dilakukan 3 kali. Setelah disentrifugasi, PBS dikeluarkan sehingga yang
tertinggal adalah SDMD 100. Ambil 0,5 mL suspensi SDMD 100, tambahkan PBS dengan volume sama sehingga didapat suspensi SDMD 50. Untuk
mendapatkan suspensi SDMD 1, maka dari 1 mL suspensi SDMD 50 ditambahkan PBS ad 50 mL Kumala, Dewi, dan Nugroho, 2012.
5. Tahap penentuan dosis
Penentuan dosis campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit didasarkan pada Suranto 2007 dan penelitian Mellawati 2008. Suranto
menyatakan bahwa dosis madu yang dianjurkan pada manusia adalah 1-2 kalihari 1 sendok makan 15 mL. Konversi dosis pada manusia yang berat badannya 70
kg ke tikus yang berat badannya 200 g adalah 0,018 Ngatidjan, 1991. Dosis madu untuk tikus 200 g adalah :
Faktor konversi x dosis penggunaan 2 kalihari = 0,018 x 30 mL = 0,54 mL
≈ 0,6 mL
Untuk dosis ekstrak etanolik jahe emprit didasarkan pada penelitian Mellawati 2008. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mellawati dosis 25
mgkgBB volume pemberian 0,2 mL20 g BB memberikan efek yang optimal dan sama dengan imunostimulator sintetik Levamisol hidroklorida dan
imunostimulator alami ekstrak echinacea. Dosis ekstrak etanolik jahe emprit untuk tikus 200 g adalah :
Volume pemberian x berat badan tikus = 0,2 mL20 g BB x 200 g = 2,0 mL
Untuk dosis perlakuan madu lengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit dibuat menjadi 5 komposisi sebagai berikut Lampiran 9:
Komposisi 1 : jahe 100 = 2,0 mL Komposisi 2 : jahe 75 ; madu 25 = 1,5 mL ; 0,2 mL
Komposisi 3 : jahe 50 ; madu 50 = 1,0 mL ; 0,3 mL Komposisi 4 : jahe 25 ; madu 75 = 0,5 mL ; 0,5 mL
Komposisi 5 : madu 100 = 0,6 mL
6. Tahap orientasi dosis
Sebanyak 18 hewan uji dibagi dalam enam kelompok yaitu satu kelompok kontrol negatif dan lima kelompok perlakuan dimana masing-masing
kelompok terdiri dari tiga ekor tikus. Pembagian kelompok-kelompok tersebut yaitu :
a. Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus tanpa perlakuan b. Kelompok perlakuan 1 Jahe 100 : kelompok tikus yang diberi larutan
jahe dengan volume pemberian 2,0 mL
c. Kelompok perlakuan 2 jahe 75 : madu 25 : kelompok tikus yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit
dengan volume pemberian 1,5 mL jahe : 0,2 mL madu. d. Kelompok perlakuan 3 jahe 50 : madu 50 : kelompok tikus yang
diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit dengan volume pemberian 1,0 mL jahe : 0,3 mL madu.
e. Kelompok perlakuan 4 jahe 25 : madu 75 : kelompok tikus yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit
dengan volume pemberian 0,5 mL jahe : 0,5 mL madu. f. Kelompok perlakuan 5 madu 100 : kelompok tikus yang diberi larutan
madu kelengkeng dengan volume pemberian 0,6 mL Semua tikus pada kelompok perlakuan diberikan perlakuan selama
delapan hari secara oral. Pada hari ke-0, hewan uji terlebih dahulu diinjeksi dengan antigen secara injeksi peritoneal. Pada hari ke-8, hewan uji kembali
diinjeksi dengan antigen pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan tetapi sebelum diinjeksi kaki tikus diukur terlebih dahulu menggunakan jangka sorong
digital sebagai data pre. Setelah 24 jam diinjeksi secara subkutan, kaki belakang tikus kembali diukur sebagai data post. Selisih volume telapak kaki belakang tikus
sebelum dan sesudah 24 jam diinjeksi dengan antigen secara subkutan dinyatakan sebagai respon DTH. Hasil yang didapatkan pada tahap orientasi ini akan
digunakan dalam tahap percobaan.
7. Tahap percobaan uji respon hipersensitivitas tipe lambat DTH
Pada tahap percobaan ini, sebanyak 30 ekor hewan uji dibagi dalam enam kelompok seperti pada tahap orientasi yaitu satu kelompok kontrol negatif
tanpa perlakuan dan lima kelompok perlakuan dimana pada masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor tikus. Pembagian kelompok-kelompok tersebut
sama seperti pada tahap orientasi, yaitu : a. Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus tanpa perlakuan
b. Kelompok perlakuan 1 Jahe 100 : kelompok tikus yang diberi larutan jahe dengan volume pemberian 2,0 mL
c. Kelompok perlakuan 2 jahe 75 : madu 25 : kelompok tikus yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe
emprit dengan volume pemberian 1,5 mL jahe : 0,2 mL madu. d. Kelompok perlakuan 3 jahe 50 : madu 50 : kelompok tikus
yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit dengan volume pemberian 1,0 mL jahe : 0,3 mL madu.
e. Kelompok perlakuan 4 jahe 25 : madu 75 : kelompok tikus yang diberi campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe
emprit dengan volume pemberian 0,5 mL jahe : 0,5 mL madu. f. Kelompok perlakuan 5 madu 100 : kelompok tikus yang diberi
larutan madu kelengkeng dengan volume pemberian 0,6 mL. Pada tahap percobaan ini, tahap penelitian yang dilakukan sama seperti
pada tahap orientasi. Semua hewan uji pada kelompok perlakuan diberikan perlakuan selama delapan hari. Pada hari ke-0, hewan uji terlebih dahulu diinjeksi
dengan antigen secara injeksi peritoneal. Pada hari ke-8, hewan uji kembali
diinjeksi dengan antigen pada telapak kaki sebelah kiri secara subkutan tetapi sebelum diinjeksi kaki tikus diukur terlebih dahulu menggunakan jangka sorong
digital sebagai data pre. Setelah 24 jam diinjeksi secara subkutan, kaki belakang tikus kembali diukur sebagai data post. Selisih volume telapak kaki belakang tikus
sebelum dan sesudah diinjeksi dengan antigen secara subkutan dinyatakan sebagai respon DTH.
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh selanjutnya dievaluasi secara statistik dengan melakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov dan Levene test
untuk mengetahui homogenitas data. Data yang terdistribusi normal dan homogen p 0,05 dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan
95, selanjutnya jika terdapat perbedaan yang bermakna pada data akan dilanjutkan dengan uji Tukey.
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh dari pemberian campuran madu kelengkeng dan ekstrak etanolik jahe emprit terhadap respon
hipersensitivitas tipe lambat. Respon hipersensitivitas tipe lambat ini ditunjukkan dengan perbedaan volume bengkak pada kaki tikus sebelum dan sesudah diinjeksi
dengan antigen yang diukur dengan menggunakan jangka sorong digital. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov untuk mengetahui normalitas data. Data yang terdistribusi normal P
0,05 selanjutnya dianalisis dengan uji Levene untuk mengetahui homogenitas data lalu dianalisis menggunakan uji one way ANOVA taraf kepercayaan 95
yang dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan yang signifikan pada respon hipersensitivitas tipe lambat tiap kelompok perlakuan.
A. Identifikasi Madu Kelengkeng
Penelitian ini menggunakan jenis madu kelengkeng sebagai salah satu bahan utama yang diperoleh dari distributor “Madu Pramuka” di kota Yogyakarta.
Dilakukan proses identifikasi pada madu kelengkeng yang digunakan dengan tujuan untuk mengetahui kebenaran identitas dan keaslian dari jenis madu yang
digunakan dalam penelitian ini. Proses identifikasi madu pada penelitian ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
a. Menurut cara yang dijelaskan oleh Ihsan 2011, yaitu dengan cara menuangkan cairan madu ke dalam sebuah gelas berisi air . Madu
tersebut dikatakan murni jika madu tersebut mengendap dan tidak bercampur dengan air sehingga air akan tetap jernih.
b. Menurut cara yang dijelaskan oleh Saqa 2010, yaitu saat menuangkan cairan madu dari dalam wadah, madu dikatakan murni
jika saat dituang madu tersebut seperti benang dan tidak terputus. c. Menurut Sulaiman 2010 dan Ihsan 2011, akan tercium aroma yang
khas dalam tiap jenis madu berdasarkan jenis bunga yang menjadi sumber nektarnya, misalnya madu rambutan memiliki aroma buah
rambutan karena sumber nektarnya berasal dari bunga buah rambutan. Hasil identifikasi yang diperoleh dari cara-cara yang dilakukan diatas,
madu yang digunakan termasuk madu murni karena saat dituang ke dalam segelas air, madu tersebut langsung mengendap dan tidak tercampur dengan air sehingga
air tetap jernih serta aliran madu saat dituang berbentuk seperti benang dan tidak terputus Lampiran 5 sedangkan dari aromanya, tercium bau khas buah
kelengkeng karena madu kelengkeng merupakan madu berasal dari nektar bunga kelengkeng sebagai sumber utama nektarnya.
B. Determinasi Tanaman Jahe Emprit
Pada penelitian ini juga dilakukan determinasi tanaman jahe emprit
Zingiber officinale Roscoe yang digunakan sebagai bahan utama selain madu
kelengkeng. Determinasi ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas dari bahan uji yang digunakan dalam penelitian sehingga bahan yang diperoleh
tersebut benar-benar bahan yang kita inginkan. Proses determinasi dilakukan oleh pihak CV. Merapi Farma Herbal. Hasil determinasi menunjukkan bahwa bahan
yang diperoleh dari CV. Merapi Farma Herbal memang benar-benar Zingiber officinale
Roscoe Lampiran 3.
C. Pembuatan Ekstrak Etanolik Jahe Emprit
Proses ekstraksi rimpang jahe emprit diawali dengan tahap penyerbukan
simplisia. Simplisia kering dari rimpang jahe emprit perlu dilakukan penyerbukan dengan menggunakan mesin grinder yang bertujuan untuk memperkecil ukuran
partikel sehingga memperluas kontak antara bahan terhadap cairan penyari. Semakin besar kontak antara bahan dengan penyari, maka semakin mudah
kandungan–kandungan senyawa tersari dengan optimal. Sebelum dilakukan proses ekstraksi, dilakukan pengukuran kadar air dari
serbuk jahe emprit dan kadar air yang diperoleh sebesar 9,50. Kadar air yang diperoleh ini sudah memenuhi syarat Menteri Kesehatan sehingga dapat
disimpulkan bahwa serbuk yang digunakan sudah memenuhi syarat simplisia yang baik. Proses selanjutnya yaitu dilakukan tahap ekstraksi. Serbuk rimpang
jahe emprit dibuat menjadi ekstrak kental mengunakan metode ekstraksi maserasi. Maserasi merupakan metode yang paling mudah untuk dilakukan karena peralatan
yang digunakan lebih sederhana dibandingkan metode ekstraksi lainnya. Proses ekstraksi serbuk rimpang jahe emprit dilakukan dengan
menggunakan etanol 96 sebagai cairan penyari. Pemilihan etanol 96 didasarkan pada sifat etanol sebagai penyari universal yang mampu melarutkan
senyawa polar maupun senyawa non polar namun tetap dapat memisahkan dengan baik beberapa senyawa tertentu dengan tingkat kepolaran yang tertentu pula, sulit