D. Hipersensitivitas Tipe Lambat
Delayed-Type HypersensitivityDTH
Reaksi hipersensitivitas tipe lambat dapat disebut juga dengan hipersensitivitas seluler yang melibatkan sel T. Sel T melepas sitokin, bersamaan
dengan produksi mediator sitotoksik lainnya sehingga menimbulkan respons inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. Reaksi lambat
terlihat sampai sekitar 48 jam setelah terjadi pajanan dengan antigen. Selain sel T, sel lain yang berperan adalah makrofag dan sel NK, sedangkan antibodi tidak
terlibat. Respon inflamasi muncul karena adanya induksi oleh makrofag teraktivasi, limfosit T sitotoksik, dan sel-sel NK terhadap mikroorganisme
maupun reaktivitas terhadap iritan Louise, 2011. Berdasarkan komponen- komponen sel imun yang terlibat, reaksi DTH termasuk ke dalam respon imun
spesifik seluler. Sel yang berperan adalah sel TH-1 yang berperan dalam reaksi inflamasi dengan menghasilkan IL-2, IFN-
Ɣ, dan TNF. Fungsi dari produk- produk tersebut adalah sebagai mediator inflamasi Baratawidjaja dan Rengganis,
2010. Ada beberapa fase pada respon DTH yang dimulai dengan fase sensitasi
yang membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Dalam fase ini, Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Sel T yang diaktifkan
pada umumnya adalah sel CD4+ terutama Th1, tetapi pada beberapa hal sel CD8+ dapat diaktifkan juga. Pajanan ulang dengan antigen akan menginduksi sel efektor
fase efektor. Pada fase ini, sel Th1 melepas berbagai sitokin yang mengerahkan dan mengaktifkan makrofag dan sel inflamasi lainnya Baratawidjaja dan
Rengganis, 2010.
Reaksi DTH dapat terjadi sebagai kerusakan tambahan selama proses dari respon perlindungan sel Th-1 terhadap benda asing. Respon karakteristik dari
DTH meningkat selama 24 jam sampai 48 jam. Sekitar 4 jam seteah injeksi antigen, neutrofil akan terakumulasi di sekitar postcapillary venules pada lokasi
injeksi. Sekitar 12 jam kemudian, lokasi injeksi akan dimasuki oleh sel T dan monosit. Sel endotelial yang terdapat di sekitar venules akan membengkak,
menunjukkan peningkatan organel biosintesis dan menjadi bocor terhadap makromolekul plasma. Fibrinogen pun keluar dari pembuluh darah menuju ke
sekeliling jaringan yang kemudian berubah menjadi fibrin. Deposisi fibrin, akumulasi sel T dan monosit di dalam jaringan di sekitar lokasi injeksi
menyebabkan jaringan membengkak dan mengeras. Pengerasan yang menjadi ciri-ciri diagnostik dari DTH dapat dideteksi sekitar 18 jam setelah injeksi antigen
dan maksimal pada 24 sampai 48 jam Abbas, Lichtman, and Pillai, 2010.
E. Imunomodulator
Immunomodulator merupakan suatu substansi yang dapat
mengembalikan ketidakseimbangan pada sistem imun. Cara kerja dari imunomodulator yaitu mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu
imunorestorasi, meningkatkan fungsi sistem imun imunostimulan, dan menekan respon imun imunosupresan Baratawidjaja dan Rengganis, 2010.
Imunorestorasi merupakan suatu cara mengembalikan fungsi sitem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai macam komponen sistem imun
seperti imunoglobulin dalam bentuk Immune Serum Globulin ISG,