Kecepatan Arus dan Kedalaman Air pH Air, Salinitas Air dan Oksigen Terlarut

Dari kisaran nilai suhu yang diukur, dapat dikatakan bahwa suhu di perairan ekosistem mangrove Belawan masih dalam batas toleransi untuk mendukung kehidupan dan pertumbuhan kepiting bakau. Hutabarat 1983 menyatakan kepiting bakau dapat hidup pada kisaran suhu perairan 26°C- 35°C di perairan Ujung Alang Cilacap. Sulistiono et al. 1992 menyatakan kepiting bakau dapat dijumpai pada kisaran suhu 13,0°C – 40,0°C di perairan Segara Anakan. Queensland Department of Primary Industries 1989 menyatakan kepiting bakau dapat hidup pada perairan yang mempunyai kisaran suhu 12°C - 35°C dan tumbuh dengan cepat pada suhu 29°C. Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan. Hasil pengukuran memperlihatkan bahwa secara keseluruhan nilai kecerahan air di lokasi kajian tidak lebih dari 3 m. Sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 2004 a menyatakan nilai baku mutu untuk kecerahan air laut lebih besar dari 3 m. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi perairan ekosistem mangrove Belawan relatif keruh dan sangat mendukung kehidupan kepiting bakau. Kasry 1996 menyatakan perairan yang keruh sangat sesuai bagi kehidupan kepiting bakau sebab dapat mengurangi jangkauan jarak penglihatan predator, sehingga memperluas daerah pembesaran kepiting dan akhirnya dapat meningkatkan tingkatan hidup kepiting muda yang banyak terdapat pada ekosistem mangrove.

4.1.2. Kecepatan Arus dan Kedalaman Air

Kecepatan arus berperan penting bagi kehidupan kepiting bakau terutama dalam hal migrasi, sedangkan kedalaman air berpengaruh terutama pada saat melakukan perkawinan. Hasil pengukuran kecepatan arus pada tiap stasiun mendapatkan kisaran nilai antara 0,38 mdetik – 0,62 mdetik, dan untuk kedalaman air menunjukkan kisaran nilai antara 2,92 m – 4,63 m Tabel 4.1. Hasil pengukuran memperlihatkan kecepatan arus terendah didapatkan pada stasiun II, dan tertinggi pada stasiun I, sebaliknya untuk kedalaman air nilai terendah dijumpai pada stasiun I dan tertinggi pada staiun II. Tingginya kecepatan arus pada stasiun I disebabkan pada stasiun ini dijumpai adanya sumber-sumber Universita Sumatera Utara air tawar, sehingga dapat mempengaruhi kecepatan arusnya. Knox 1986 menyatakan tingginya kecepatan arus salah satunya disebabkan oleh adanya sumber air tawar yang mengalir ke perairan tersebut, selain adanya pengaruh arus akibat pasang surut. Kedalaman air di ekosistem mangrove Belawan masih dapat mendukung kehidupan kepiting bakau. Siahainenia 2008 menyatakan bahwa kepiting bakau dapat hidup pada kedalaman air yang berkisar antara 2,00 m – 4,00 m di perairan hutan mangrove Teluk Pelita Jaya, Seram Barat Maluku. Moosa et al., 1985 menyatakan sebaran kepiting bakau menurut kedalaman hanya terbatas pada paparan benua atau dengan kisaran 0 – 32 m.

4.1.3. pH Air, Salinitas Air dan Oksigen Terlarut

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan. pH air berperan dalam kehidupan kepiting bakau terutama dalam hal moulting, demikian juga dengan salinitas air. Ketersediaan oksigen di perairan sangat dibutuhkan kepiting bakau dalam proses respirasi. Hasil pengukuran terhadap pH air pada tiap stasiun mendapatkan nilai berkisar antara 6,75 – 7,20 Tabel 4.1. Nilai pH air terendah didapatkan pada stasiun I dan tertinggi pada stasiun II. Secara keseluruhan nilai pH air di perairan ekosistem mangrove Belawan masih dalam kisaran toleransi dalam mendukung kehidupan kepiting bakau. Toro 1986 dan Sukarya 1991 menyatakan kepiting bakau dapat hidup pada perairan dengan kondisi agak asam sampai basa atau dengan kisaran nilai pH antara 6,16 – 8,90. Siahainenia 2008 juga mendapatkan kepiting bakau pada kisaran pH 6,00- 7,00 di perairan hutan mangrove Teluk Pelita Jaya, Seram Barat-Maluku. Salinitas air pada tiap stasiun memperlihatkan nilai yang bervariasi mulai dari rendah sampai tinggi. Variasi salinitas ini disebabkan oleh adanya sumber- sumber air tawar yang terdapat pada lokasi kajian seperti aliran sungai. Nilai salinitas air yang didapatkan memiliki kisaran nilai antara 20,34‰ – 25,39‰. Nilai salinitas terendah dijumpai pada stasiun I sebesar 20,34‰ dan salinitas tertinggi dijumpai pada stasiun II sebesar 25,39‰. Rendahnya salinitas air pada stasiun I dikarenakan adanya sumber-sumber air tawaraliran sungai yang terdapat Universita Sumatera Utara pada stasiun ini. Wahyuni dan Ismail 1987 menyatakan kepiting bakau mulai dari fase juvenil hingga dewasa termasuk golongan hewan eurihalin yang dapat mentolerir dan hidup pada kisaran salinitas luas yakni sebesar 0‰ – 34,0‰. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa salinitas air di perairan ekosistem mangrove Belawan masih layak dalam mendukung kehidupan kepiting bakau. Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut pada tiap stasiun menunjukkan nilai yang bervariasi antara 4,19 mgL – 5,11 mgL. Nilai oksigen terlarut terendah didapatkan pada stasiun III sebesar 4,19 mgL dan tertinggi pada stasiun II sebesar 5,11 mgL. Rendahnya kandungan oksigen terlarut pada stasiun III disebabkan suhu perairan pada stasiun tersebut cukup tinggi 30°C yang berpengaruh pada nilai kandungan oksigen terlarutnya. Boyd 1990 menyatakan kandungan oksigen terlarut pada perairan akan rendah jika suhu perairan tinggi. Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut di perairan ekosistem mangrove Belawan masih dapat kisaran toleransi dalam mendukung kehidupan kepiting bakau. Clark 1974 menyatakan bahwa oksigen terlarut optimum bagi kehidupan biota perairan berkisar antara 4,1 mgL - 6,6 mgL, dengan batas toleransi minimum adalah 4 mgL.

4.1.4. Fraksi Substrat