96 Bahasa dan Sastra Indonesia SMA dan MA Kelas XII Program Bahasa
I. Kompetensi Bersastra
A. Menganalisis Sikap Penyair dalam Puisi Terjemahan yang Dilisankan
Tujuan Pembelajaran
Anda diharapkan mampu menganalisis sikap penyair terhadap sesuatu hal yang terdapat dalam puisi terjemahan yang dilisankan.
Sikap Penyair dalam Penuangan Puisi
Kalau ada kegilaan adalah kegilaan kreatif. Dengan kreativitas, kegilaan penciptaan dimungkinkan. Dengan kegilaan pula dapat dikecap capaian-
capaian artistik sebuah sajak. Penyair terkadang seperti orang “gila” gila dalam tanda kutip. Artinya, di tengah-tengah masyarakatnya penyair acap tampil
anormaly, menyendiri, mengasingkan diri dari interaksi massif, dan secara personal menampilkan sosok yang sering “nyleneh”, aneh, dan sulit dipahami.
Hal seperti itu dapat ditemukan pada puisi-puisi penyair dari Banjarbaru: Arsyad Indradi yang menyedot perhatian untuk digumuli.
Kegilaan Arsyad Indradi dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi segenap inderanya dalam menciptakan puisi masih dapat dinikmati. Niscaya merupakan
sebuah kegilaan manakala dalam satu tahun diterbitkan buku kumpulan puisi: Nyanyian Seribu Burung April 2006, Narasi Musafir Gila Mei 2006, Romansa
Setangkai Bunga Juni 2006, dan Kalalatu September 2006 yang semuanya diterbitkan secara swadana oleh Kelompok Studi Sastra Banjarbaru yang
dipimpinnya. Gila Mungkin begitu komentar orang. Kali ini perhatian secara khusus mengarah pada Narasi Musafir Gila yang memuat 90 puisi yang ditulis
tahun 2000-an.
Dari mana pembicaraan ini dimulai? Pembicaraan puisi bisa dimulai dari mana saja. Antologi ini dibuka dengan “ Narasi Ayat Batu”. Sebagai pembaca
kita lantas ingat adanya prasasti, tugu, daun lontar dan sebagainya yang menyimpan kearifan. Kubelah ayat ayat batumu di kulminasi bukit  Yang
terhampar di sajadahku  Kujatuhkan di tebing tebing lautmu  Cuma gemuruh ombak dalam takbirku ...Kuseru namamu tak hentihenti  Di ruas ruas jari
tanganku Yang gemetar dan berdarah Tumpahlah semesta langit  Di mata anak Adam yang sujud di kakimu Banjarbaru, 2000. Puisi ini secara intens
mengungkapkan pergulatan penyair dalam menghayati “misteri” Illahi.
Arsyad Indradi yang memasuki usia 54 tahun pada Desember 2008 ini seterusnya menulis “Narasi Pohon Senja” seperti ini : Kukalungkan lampu lampu
di ranjangmu  Lalu kujadikan pengantin  Lalu kunikahi daunmu kepompong birahi dendam Lahirlah kupu kupu  Betapa nikmat dalam dahaga  Menjelajahi
tubuhmu  Mencari rangkaian bunga  jauh dalam lubuk jantungmu Hal.2.
Di unduh dari : Bukupaket.com
97 Pelaksanaan Program-program Sekolah
Pelatihan
Sajak ini lebih mengedepankan kontemplasi dengan Ilahi ditampilkan melalui penginsanan-hubungan manusiawi dengan idiom simbol hubungan pengantin
di ranjang. Dalam “Narasi Gairah Embun” secara manis penyair menulis seperti ini “Mulutmu wangi sari gading  Menyentuh gorden gorden jendela  Tapi jangan
kau buka  Sebentar lagi pagi beranjak tiba” hal.3. Secara analogis, metaforis, dan liris dalam “Narasi Tanah Kelahiran” dinyatakan “Kau beri aku sampan
Riak riak menyusuri urat urat nadi  Wajahmu sudah lain tapi begitu angkuh Tumbuh rumah rumah batu” hal.4. Pergulatan dan pergumulan penyair sampai
pada kenyataan bahwa “Aku  Anak Adam  Yang tersesat di sajadahMu” “Zikir Senja”, hal.8.
Memasuki usia senja, penyair semakin intens mengolah rahasia pertemuan dengan Sang Khalik. Intensitas itu membuahkan puisi-puisi religius yang lembut
dan kongkret. Lebih kongkret lagi ketika penyair lantas mengkaji bumi yang dipijak. Bumi yang memberikan kesadaran bahwa persoalan manusia tidaklah
semata berkomunikasi dengan Sang Khalik, melainkan juga perlu membaca denyut kehidupan di bumi. Puisi-puisi yang mewakili tema kehidupan di bumi
yang ia pijak, antara lain: “Ekstase Seorang Pejalan Jauh”,”Etam Sayang Gunung”, “Romansa Bulan Saga”, “Romansa Seekor Hong”, “Romansa
Setangkai Bunga”, “Romansa Di Bawah Hujan Cinta Pun Abadi“, “Pertemuan”, “Jalan Begitu Lengang”.
Hal yang unik dan menarik, penyair Arsyad Indradi mencoba menawarkan cara ungkap multikultur dengan memanfaatkan campur code bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris dalam beberapa puisinya seperti : “As One of the Song, Mamimeca”, “Elly : Sonata is Silent”, dan “In My Last Mirrage”. Kita cermati
bagaimana penyair memakai campur kode bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam puisinya. Dalam “As One of the Song, Mamimeca” ditulis begini
“ ... Aku tahu betapa letih wajahmu  Dalam gugusan maha kelam  May soul stay in the wind, Mami” hal 27. “Aku musafir  Lirik-lirik yang jatuh dari matamu
Jatuh gemersik : Give to me one the world Di kulminasi bukit  Kupetik kembang ilalang : May sure not at all raincloud  Elly di tebing-tebing : I have lost my
wind: Elly : Sonata is Silent, hal 29. Pemanfaatan campur kode dalam puisi ibarat membuat gado-gado, bahan-bahan yang berlainan dipadu jadi satu,
dan ternyata enak juga.
Anda sudah mempelajari sikap dalam penuangan puisi terjemahan yang dilisankan, sekarang tugas Anda adalah menganalisis sikap penyair di
atas dengan objektif ditinjau dari aspek-aspek berikut 1.
Pandangan penyair 2.
Kehidupan sosialnya 3.
Keagamaannya 4.
Keleluasaan berpikir dan berimajinasinya 5.
Carilah puisi karya Rendra atau penyair lain. Kemudian analisislah sikap penyair tersebut dari syair-syair yang ditulisnya
Di unduh dari : Bukupaket.com
98 Bahasa dan Sastra Indonesia SMA dan MA Kelas XII Program Bahasa
B. Menulis Teks untuk Kebutuhan Majalah Dinding