Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi maka perlu dilihat table kriteria pengujian Durbin Watson Uji DW.
Gambar 7 : Statistik d Durbin-Watson
2 4
Menolak Ho Bukti
Autokorelasi Positif
Menolak Ho
Bukti Autokorelasi
Negatif
Menerima Ho atau Ho Atau kedua-duanya
d
Daerah keragua-
raguan Daerah
keragua- raguan
d
L
d
U
4 – d
U
4 – d
L
d
Sumber: Suliyanto, 2005, Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran, Ghalia Indonesia, hal. 86.
c Heterokedastisitas
Pengujian heterokedastisitas dilakukan untuk melihat apakah ada kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal
tersebut dilambangkan sebagai : E Ui
2
=
2
Suliyanto, 2005 : 115 . Dimana :
2
= varian i = 1, 2, 3, …n
Apabila didapat varian yang sama maka asumsi homokedastisitas penyebaran yang sama diterima.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1.
Letak Kabupaten Sidoarjo.
Daerah tingkat II Sidoarjo terletak pada jalur persimpangan antara kota Surabaya dan Malang, lebih tepatnya diantara 112.5
– 112.9 bujur timur dan
7.3 – 7.5
lintang selatan dengan ketinggian terbagi atas 3 macam, yaitu : Ketinggian 0 – 3 meter
: daerah pantai dan pertambakan berada di timur sebesar 29,99.
Ketinggian 3 – 10 meter : daerah tengah berair tawar 40,81. Ketinggian 10 – 25 meter : daerah tengah berair tawar 40,81.
Jika dilihat berdasarkan antara kabupaten, bahwa batas – batas administrasi antara kabupaten Sidoarjo dan Kotamadya Surabaya nampaknya
tidak ada batas – batas lagi karena terjadi perkembangan kota Surabaya yang semakin lama semakin besar terutama bangunan – bangunan dan proyek – proyek
perumahan. Namun demikian secara garis besar Kabupaten Sidoarjo secara administratife mempunyai batas –batas tertentu secara berikut :
Sebelah Utara : Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik. Sebelah Selatan : Kabupaten Pasuruan.
Sebelah Timur : Selat Madura. Sebelah Barat : Kabupaten Mojokerto.
Dengan batas-batas tersebut di atas bahwa kedudukan Kabupaten Sidoarjo cukup strategis, baik dari segi transportasi maupun dari segi perdagangan. Selain
itu pula dengan adanya jalan bebas hmbatan merupakan suatu sarana dalam memperlancar jalur perhubungan atau transportasi antara Kota Surabaya dan Kota
Sidoarjo. Secara administratif pemerintah daerah tingkat II Kabupaten Sidoarjo
terbagi atas 18 Kecamatan antara lain : 1.
Kecamatan Sidoarjo Luas daerah 55,5414 km
2
2. Kecamatan Buduran
Luas daerah 36,6019 km
2
3. Kecamatan Candi
Luas Daerah 36,7720 km
2
4. Kecamatan Porong
Luas daerah 27,7474 km
2
5. Kecamatan Krembung
Luas Daerah 26,5410 Km
2
6. Kecamatan Tulangan
Luas Daerah 29,6025 Km
2
7. Kecamatan Tanggulangin
Luas Daerah 30,0161 Km
2
8. Kecamatan Jaban
Luas Daerah 62,2531 Km
2
9. Kecamatan Krian
Luas Daerah 30,0185 Km
2
10. Kecamatan Balongbendo
Luas Daerah 28,6375 Km
2
11. Kecamatan Wonoayu
Luas Daerah 32,6725 Km
2
12. Kecamatan Tarik
Luas Daerah 32,4972 Km
2
13. Kecamatan Prambon
Luas Daerah 31,3914 Km
2
14. Kecamatan Taman
Luas Daerah 28,8253 Km
2
15. Kecamatan Waru
Luas Daerah 27,7224 Km
2
16. Kecamatan Gedangan
Luas Daerah 23,0971 Km
2
17. Kecamatan Sedati
Luas Daerah 61,9157 Km
2
18. Kecamatan Sukodono
Luas Daerah 31,5323 Km
2
4.1.2. Gambaran Umum Perkembangan Industri Kecil di Sidoarjo
.
Kabupaten Sidoarjo yang sebagaian besar tingkat kemampuan sumber daya manusianya yang masih rendah merupakan salah satu faktor yang
mendukung semakin besarnya alasan masyarakat untuk mendirikan usaha di dalam rumah tangganya home industry dengan berbekal ketrampilan yang
dimiliki. Dari industri – industri rumah tangga yang ditumbuh kembangkan oleh
masyarakat ini, semakin lama berkembang menjadi industri kecil sandal. Pertumbuhan industri ini dilatar belakangi oleh keinginan seseorang untuk
malakukan kegiatan produksi. Pada mulanya industri rumah tangga ini diawali dengan keinginan seseorang didalam suatu rumah tangga untuk menciptakan
suatu hasil produksi yang dapat dipasarkan atau dijual untuk memenuhi masyarakat dengan harapan akan dapat memperoleh keuntungan. Kemudian
berbekal ketrampilan yang dimiliki berusaha untuk memproduksi barang yang berupa kerajinan sandal dan dijual dipasaran baik dalam negeri maupun luar
negeri. Semakin lama keinginan pasaran untuk memiliki hasil kerajinan sandal semakin banyak, tentu saja pesanan yang diperolaeh semakin besar khususnya
pada hari – hari besar keagamaan. Untuk memenuhi kebutuhan kemudian diajak beberapa anggota keluarga untuk membuat kerajianan sandal tersebut. Dari
perisiwa itulah kegiatan produksi mulanya dilakukan sendiri atau individu berkembang menjadi kegiatan keluarga, sampai pada suatu saat dibutuhkan suatu
tambahan tenaga untuk memproduksi, kemudian memperkerjakan orang – orang lain diluar keluaga sebagai tenaga kerja. Kegiatan ini akhirnya berkembang