Proses Persepsi Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi

tetapi lain halnya bagi orang – orang mentawai di pedalaman Siberut atau saudara kita di pedalaman Irian.

2.1.2.4 Proses Persepsi

Dalam proses persepsi terdapat tiga komponen, yaitu : a. Seleksi Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. b. Interpretasi Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman masa lalu, motivasi dan lain – lain. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya. c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Tahap terakhir dari konsep perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa yang telah dipersepsi. Lingkaran persepsi belum sempurna sebelum menimbulkan suatu tindakan. Tindakan itu bisa tersembunyi dan bisa pula terbuka. Tindakan tersembunyi bisa berupa pembentukan pendapat atau sikap, sedangkan tindakan yang terbuka berupa tindakan nyata sehubungan dengan persepsi itu Sobur, 2003 : 464 . Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai Sobur, 2003 : 447 .

2.1.2.5 Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi

Persepsi sering tidak cermat, sehingga salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan kita. Kita mempersepsi sesuatu atau seseorang sesuai dengan pengharapan kita. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi tersebut adalah sebagai berikut : Deddy Mulyana, 2001 : 211-230 1. Kesalahan atribusi Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber informasi. Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara. Atribusi kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal yang menyebabkannya atau sebaliknya kita menduga faktor ekternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal yang membangkitkan perilakunya. Salah satu sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya atau “mengisi” kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 2. Efek Halo Kesalahan persepsi yang di sebut efek halo merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat – sifatnya yang spesifik. Efek halo memang lazim dan berpengaruh kuat sekali pada diri kita dalam menilai orang – orang yang bersangkutan. Dalam kehidupan sehari – hari, kita mungkin menemukan suatu sifat positif yang sangat menonjol pada seseorang, misalnya bahwa seseorang itu jujur, atau periang, atau murah hati. 3. Stereotip Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan, yakni menggeneralisasikan orang – orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai merek berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Penstereotipan adalah proses menempatkan orang – orang dan objek – objek ke dalam kategori – kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang – orang atau objek – objek berdasarkan kategori – kategori yang di anggap sesuai, alih – alih berdasarkan karakteristik individual mereka. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mendefinisikan stereotip sebagai persepsi atau kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok – kelompok atau individu – individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk. Menurut Robert A. Baron dan Paul B. Paulus, stereotip adalah kepercayaan hampir selalu salah bahwa semua anggota suatu kelompok tertentu memiliki ciri – ciri tertentu atau menunjukkan perilaku – perilaku tertentu. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Ringkasnya, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan – perbedaan individual. Mengapa terdapat stereotip? Menurtu Baron dan Paulus, beberapa faktor tampaknya berperan. Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ini ke dalam dua kategori : kita dan mereka. Orang – orang yang kita persepsi sebagai di luar kelompok kita dipandang sebagai lebih mirip satu sama lain daripada orang – orang dalam kelompok kita sendiri. Karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung menyamaratakan mereka semua, dan menganggap mereka sebagai homogen. Kedua, stereotip tampaknya bersumber dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin, dalam berpikir mengenai orang lain. Dengan memasukkan orang kedalam kelompok, kita dapat mengasumsikan bahwa kita mengetahui banyak tentang mereka, dan menghemat tugas kita yang menjemukan untuk memahami mereka sebagai individu. Pada umumnya stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah berbahaya sejauh kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila stereotip ini di aktifkan dalam hubungan manusia. 4. Prasangka Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Beberapa pakar cenderung menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagin, dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif kepercayaan dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi prasangka ini konsekuensi dari stereotif, dan lebih teramati daripada Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. stereotip. Menggunakan kata – kata Ian Robertson, “ Pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental yang kaku yang meringkas apapun yang dipercayai sebagai khas suatu kelompok. Menurut Richard W. Brislin mendefinisikan prasangka sebagai suatu sikap tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Seperti juga stereotip, meskipun dapat positif atau negatif, prasangka umumnya bersifat negatif. Brislin menyatakan bahwa prasangka mencakup hal – hal berikut : memandang kelompok lain lebih rendah; sifat memusihi kelompok lain; bersikap ramah terhadap kelompok lain pada saat tertentu, namun menjaga jarak pada saat lain; berperilaku yang dibenci kelompok lain seperti datang terlambat, padahal mereka menghargai ketepatan waktu. Wujud prasangka yang nyata dan ekstrem adalah diskriminasi, yakni pembatasan atas peluang atau akses sekelompok orang terhadap sumber daya semata – mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut seperti ras, suku, gender, pekerjaan dan sebagainya. 5. Gegar budaya Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang – orang baru. Menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nila budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai. Gegar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua : yakni faktor internal dan faktor eksternal.

2.1.3 Perkawinan