1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana persepsi perempuan tentang poligami yang
dilakukan para tokoh agama Islam “ustadz”?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan persepsi perempuan terhadap poligami yang dilakukan para tokoh agama Islam “ustadz”.
1.4 Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Kegunaan Teoritis Secara ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang berkaitan dengan persepsi perempuan pada komunikasi interpersonal.
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat memberikan pengertian dan penjelasan
mengenai poligami dan persepsi perempuan. b.
Memberikan gambaran bagi pembaca, khususnya masyarakat umum mengenai persepsi perempuan tentang tokoh agama Islam
”ustadz” yang berpoligami.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Komunikasi Interpersonal
Menurut Devito 1989, komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok
kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera Effendy, 2003 : 30 .
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua
sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya Deddy Mulyana, 2000 : 73 . Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal adalah
komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang,
karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat
komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat
memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya Sunarto, 2003 : 13 .
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang membutuhkan pelaku atau personal lebih dari satu orang. R Wayne Pace mengatakan bahwa komunikasi
interpersonal adalah Proses komunikasi yang berlangsung antara 2 orang atau lebih secara tatap muka. Komunikasi Interpersonal menuntut berkomunikasi
dengan orang lain. Komunikasi jenis ini dibagi lagi menjadi komunikasi diadik, komunikasi publik, dan komunikasi kelompok kecil. Komunikasi Interpersonal
juga berlaku secara kontekstual bergantung kepada keadaan, budaya, dan juga konteks psikologikal. Cara dan bentuk interaksi antara individu akan tercorak
mengikuti keadaan-keadaan ini.
2.1.1.1 Hubungan Interpersonal
Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi
hubungan di antara komunikan menjadi rusak. Anita Taylor mengatakan Komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan
interpersonal barangkali yang paling penting. Untuk menumbuhkan dan meningkatkan hubungan interpersonal, kita
perlu meningkatkan kualitas komunikasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal adalah: Rakhmat, 2003 : 129 – 138 .
1. Percaya trust Bila seseorang punya perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak
akan dikhianati, maka orang itu pasti akan lebih mudah membuka dirinya. Percaya pada orang lain akan tumbuh bila ada faktor-faktor sebagai berikut:
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
a. Karakteristik dan maksud orang lain, artinya orang tersebut memiliki kemampuan, keterampilan, pengalaman dalam bidang tertentu. Orang itu
memiliki sifat-sifat bisa diduga, diandalkan, jujur dan konsisten. b. Hubungan kekuasaan, artinya apabila seseorang mempunyai kekuasaan
terhadap orang lain, maka orang itu patuh dan tunduk. c. Kualitas komunikasi dan sifatnya mengambarkan adanya keterbukaan.
Bila maksud dan tujuan sudah jelas, harapan sudah dinyatakan, maka sikap percaya akan muncul.
2. Sikap suportif Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi. Orang bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Beberapa ciri perilaku suportif yaitu:
a. Evaluasi dan deskripsi: maksudnya, kita tidak perlu memberikan
kecaman atas kelemahan dan kekurangannya. b. Orientasi maslah: mengkomunikasikan keinginan untuk kerja sama,
mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain bersama-sama menetapkan tujuan dan menetukan cra mencapai tujuan.
c. Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang pendendam.
d. Empati: menganggap orang lain sebagai persona. e. Persamaan: tidak mempertegas perbedaan, komunikasi tidak melihat
perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan keyakinan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
f. Profesionalisme: kesediaan untuk meninjau kembali pendapat sendiri. 3.
Sikap terbuka, kemampuan menilai secara obyektif, kemampuan membedakan dengan mudah, kemampuan melihat nuansa, orientasi ke isi,
pencarian informasi dari berbagai sumber, kesediaan mengubah keyakinannya, profesional dll.
Komunikasi ini dapat dihalangi oleh gangguan komunikasi dan oleh kesombongan, sifat malu dll.
2.1.1.2 Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu Keterbukaan openness, Empati empathy,
Sikap mendukung supportiveness, Sikap positif positiveness, dan Kesetaraan equality.
1. Keterbukaan Openness
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya.memang ini
mungkin menarik, tapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang
biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut. Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator untuk
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita
ucapkan. Dan kita berhak mengharapkan hal ini. Tidak ada yang lebih buruk daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih
menyenangkan. 2.
Empati empathy Henry Backrack 1976 mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan
seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain
itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang
yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami
motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Kita dapat
mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan 1
keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai; 2 konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang
penuh perhatian, dan kedekatan fisik; serta 3 sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Sikap mendukung supportiveness
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung supportiveness. Suatu konsep yang perumusannya dilakukan
berdasarkan karya Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Kita
memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap 1 deskriptif, bukan evaluatif, 2 spontan, bukan strategic, dan 3 provisional, bukan sangat
yakin. 4.
Sikap positif positiveness Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal
dengan sedikitnya dua cara: 1 menyatakan sikap positif dan 2 secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif
mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif
terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak
ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap
situasi atau suasana interaksi. 5. Kesetaraan
Equality Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dalam segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya,, harus ada pengakuan
secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya
untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima
dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah Carl rogers,
kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
2.1.2 Persepsi
Persepsi adalah inti komunikasi, penafsiran adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian bolak – balik dalam proses komunikasi. Menurut
Ujang 2000 : 112 bahwa persepsi adalah bagaimana cara kita memandang dunia sekitar kita. Karena cara atau proses tersebut berbeda untuk tiap individu sesuai
keinginan, nilai – nilai, serta harapan masing – masing individu, maka persepsi mengenai suatu hal tersebut tentunya berbeda untuk setiap individu. Selanjutnya,
masing – masing individu akan cenderung bertindak dan beraksi berdasarkan persepsinya masing – masing.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Persepsi biasanya digunakan untuk mengungkapkan tentang pengalaman terhadap sesuatu benda ataupun sesuatu kejadian yang dialami. Persepsi ini
didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisir data – data indra kita pengindraan untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita
dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Definisi lain menyebutkan, bahwa persepsi adalah kemampuan membeda-bedakan,
mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang. Dalam proses pengelompokan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses
interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek. Proses pengelompokan, membedakan, dan mengorganisir informasi pada
dasarnya dapat terjadi pada tingkatan sensasi. Sensasi sendiri adalah sistem yang mengoordinasi sejumlah peralatan untuk mengamati yang dirancang secara
khusus. Dalam proses kerjanya sistem sensasi ini dikerjakan dalam sebuah proses mendeteksi sejumlah rangsang sebagai bahan informasi yang diubah menjadi
impuls saraf dan dikirim ke otak melalui benang-benang saraf. Oleh karenanya, secara sederhana proses sensasi ini diartikan sebagai alat penerima receptor
sejumlah rangsang yang akan diteruskan ke otak yang kemudian akan menyeleksi rangsang yang diterima tersebut. Hanya saja dalam sensasi tidak terjadi
interpretasi atau pemberian arti terhadap stimulus. Pada persepsi pemberian arti ini menjadi hal penting dan utama.
Pemberian arti ini dikaitkan dengan isi pengalaman seseorang. Dengan kata lain, seseorang menafsirkan satu stimulus berdasarkan mibat, harapan dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
ketertarikannya dengan pengalaman yang dimilikinya. Oleh karenanya, persepsi juga dapat didefinisikan sebagai interpretasi berdasarkan pengalaman.
2.1.2.1 Jenis Persepsi
Menurut Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar 2001 : 171 pada dasarnya persepsi manusia terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Persepsi terhadap objek atau lingkungan fisik
Persepsi tiap orang dalam menilai suatu objek atau lingkungan fisik tidak selalu sama. Terkadang dalam mempersepsi lingkungan fisik, seseorang dapat
melakukan kekeliruan, sebab terkadang indera seseorang menipu diri orang tersebut, hal tersebut dikarenakan :
a. Kondisi yang mempengaruhi pandangan seseorang, seperti keadaan cuaca
yang membuat orang melihat fatamorgana, pembiasan cahaya seperti dalam peristiwa ketika seseorang melihat bahwa tongkat yang dimasukkan
ke dalam air terlihat bengkok padahal sebenarnya tongkat tersebut lurus. Hal inilah yang disebutkan dengan ilusi.
b. Latar belakang pengalaman yang berbeda antara seseorang dengan orang
lain. c.
Budaya yang berbeda. d.
Suasana psikologis yang berbeda juga membuat perbedaan persepsi seseorang dengan orang lain dalam mempersepsi suatu objek.
2. Persepsi terhadap manusia atau persepsi sosial
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dengan kejadian-kejadian yang dialami oleh seseorang dalam lingkungan orang tersebut.
Persepsi sosial adalah penilaian-penilaian yang terjadi dalam upaya manusia memahami orang lain. Persepsi sosial merupakan sumber penting dalam pola
interaksi antar manusia, karena persepsi sosial seseorang menentukan hubungan seseorang dengan orang lain. Hal penting namun bukan tugas yang mudah bahkan
mungkin cenderung sulit dan kompleks. Persepsi sosial dikatakan lebih sulit dan kompleks disebabkan :
a. Manusia bersifat dinamis, oleh karena itu persepsi terhadap manusia dapat
berubah dari waktu ke waktu, dan lebih cepat dari persepsi terhadap objek. b.
Persepsi sosial tidak hanya menanggapi sifat-sifat yang tampak dari luar namun juga sifat-sifat atau alasan-alasan internalnya.
c. Persepsi sosial bersifat interaktif karena pada saat seseorang mempersepsi
orang lain, orang lain tersebut tidak diam saja, melainkan ikut mempersepsi orang tersebut Mulyana, 2001: 171-176
Persepsi sosial terdiri atas tiga elemen, yaitu : 1.
Pribadi person yaitu persepsi sosial yang dilakukan dnegan cepat ketika melihat penampilan seseorang. Contoh : jenis kelamin, ras, usia, latar
belakang etnik, aspek demografi lainnya. 2.
Situasi situation yaitu persepsi sosial seseorang mengenai keadaan yang sedang dialami berdasarkan pengalaman terdahulu. Contoh : seseorang
pernah melewati suatu jalan asing yang dulu pernah ia lewati ketika tersesat.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Perilaku behavior persepsi sosial yang dibentuk berdasarkan gejala-
gejala perilaku orang lain. Contoh : menilai seseorang berdasarkan sifat dan tingkah lakunya.
2.1.2.2 Ciri – ciri Umum Dunia Persepsi
Pengindraan terjadi dalam suatu konteks tertentu, konteks ini disebut sebagai dunia persepsi. Agar dihasilkan suatu pengindraan yang bermakna, ada
ciri-ciri umum tertentu dalam dunia persepsi : Abdul Rahman Saleh, 2009 : 111 1.
Modalitas : rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan modalitas tiap-tiap indra, yaitu sifat sensori dasar dan masing-masing indra cahaya
untuk penglihatan; bau untuk penciuman; suhu bagi perasa; bunyi bagi pendengaran; sifat permukaan bagi peraba dan sebagainya.
2. Dimensi ruang : dunia persepsi mempunyai sifat ruang dimensi ruang ; kita
dapat mengatakan atas bawah, tinggi rendah, luas sempit, latar depan latar belakang, dan lain-lain.
3. Dimensi waktu : dunia persepsi mempunyai dimensi waktu, seperti cepat
lambat, tua muda dan lain-lain. 4.
Struktur konteks, keseluruhan yang menyatu : objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dengan
konteksnya. Struktur dan konteks ini merupakan keseluruhan yang menyatu. 5.
Dunia penuh arti : dunia persepsi adalah dunia penuh arti. Kita cenderung melakukan melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang
mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dalam diri kita.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.1.2.3 Faktor – faktor yang Berpengaruh pada Persepsi
Persepsi lebih bersifat pada psikologi daripada merupakan proses pengindraaan saja maka ada beberapa faktor yang memengaruhi : Abdul
Rahman Saleh 2009 : 128-129. 1.
Perhatian yang selektif Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang
dari lingkungannya. Meskipun demikian, ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya untuk itu, individunya memusatkan perhatiannya pada
rangsang – rangsang tertentu saja. Dengan demikian, objek – objek atau gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengalaman.
2. Ciri – ciri rangsang
Rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar di antara yang kecil, yang
kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangnya paling kuat. 3.
Nilai dan kebutuhan individu Seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam
pengamatannya dibanding seorang bukan seniman. Penelitian juga menunjukkan, bahwa anak – anak dari golongan ekonomi rendah melihat koin lebih besar
daripada anak – anak orang kaya. 4.
Pengalaman dahulu Pengalaman – pengalaman terdahulu sangat memengaruhi bagaimana
seseorang mempersepsi dunianya. Cermin bagi kita tentu bukan barang baru,
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
tetapi lain halnya bagi orang – orang mentawai di pedalaman Siberut atau saudara kita di pedalaman Irian.
2.1.2.4 Proses Persepsi
Dalam proses persepsi terdapat tiga komponen, yaitu : a.
Seleksi Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. b.
Interpretasi Interpretasi yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai
arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengalaman masa lalu, motivasi dan lain – lain. Interpretasi juga bergantung
pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya.
c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi. Tahap terakhir dari konsep perceptual ialah bertindak sehubungan dengan apa
yang telah dipersepsi. Lingkaran persepsi belum sempurna sebelum menimbulkan suatu tindakan. Tindakan itu bisa tersembunyi dan bisa pula
terbuka. Tindakan tersembunyi bisa berupa pembentukan pendapat atau sikap, sedangkan tindakan yang terbuka berupa tindakan nyata sehubungan
dengan persepsi itu Sobur, 2003 : 464 .
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai Sobur, 2003 : 447 .
2.1.2.5 Kekeliruan dan Kegagalan Persepsi
Persepsi sering tidak cermat, sehingga salah satu penyebabnya adalah asumsi atau pengharapan kita. Kita mempersepsi sesuatu atau seseorang sesuai
dengan pengharapan kita. Beberapa bentuk kekeliruan dan kegagalan persepsi tersebut adalah sebagai berikut : Deddy Mulyana, 2001 : 211-230
1. Kesalahan atribusi
Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan
beberapa sumber informasi. Kesalahan atribusi bisa terjadi ketika kita salah menaksir makna pesan atau maksud perilaku si pembicara. Atribusi kita juga
keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal yang menyebabkannya atau sebaliknya
kita menduga faktor ekternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal yang membangkitkan perilakunya. Salah satu sumber kesalahan atribusi
lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya
atau “mengisi” kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Efek Halo
Kesalahan persepsi yang di sebut efek halo merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk suatu kesan menyeluruh mengenai seseorang, kesan yang
menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat – sifatnya yang spesifik. Efek halo memang lazim dan berpengaruh kuat
sekali pada diri kita dalam menilai orang – orang yang bersangkutan. Dalam kehidupan sehari – hari, kita mungkin menemukan suatu sifat positif yang sangat
menonjol pada seseorang, misalnya bahwa seseorang itu jujur, atau periang, atau murah hati.
3. Stereotip
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan, yakni menggeneralisasikan orang – orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk
asumsi mengenai merek berdasarkan keanggotaan mereka dalam suatu kelompok. Penstereotipan adalah proses menempatkan orang – orang dan objek – objek ke
dalam kategori – kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang – orang atau objek – objek berdasarkan kategori – kategori yang di anggap sesuai, alih –
alih berdasarkan karakteristik individual mereka. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mendefinisikan stereotip
sebagai persepsi atau kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok – kelompok atau individu – individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu
terbentuk. Menurut Robert A. Baron dan Paul B. Paulus, stereotip adalah kepercayaan hampir selalu salah bahwa semua anggota suatu kelompok tertentu
memiliki ciri – ciri tertentu atau menunjukkan perilaku – perilaku tertentu.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Ringkasnya, stereotip adalah kategorisasi atas suatu kelompok secara serampangan dengan mengabaikan perbedaan – perbedaan individual.
Mengapa terdapat stereotip? Menurtu Baron dan Paulus, beberapa faktor tampaknya berperan. Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia
ini ke dalam dua kategori : kita dan mereka. Orang – orang yang kita persepsi sebagai di luar kelompok kita dipandang sebagai lebih mirip satu sama lain
daripada orang – orang dalam kelompok kita sendiri. Karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung menyamaratakan mereka semua, dan
menganggap mereka sebagai homogen. Kedua, stereotip tampaknya bersumber dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin, dalam
berpikir mengenai orang lain. Dengan memasukkan orang kedalam kelompok, kita dapat mengasumsikan bahwa kita mengetahui banyak tentang mereka, dan
menghemat tugas kita yang menjemukan untuk memahami mereka sebagai individu. Pada umumnya stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah
berbahaya sejauh kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila stereotip ini di aktifkan dalam hubungan manusia.
4. Prasangka
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Beberapa pakar cenderung
menganggap bahwa stereotip itu identik dengan prasangka, seperti Donald Edgar dan Joe R. Fagin, dapat dikatakan bahwa stereotip merupakan komponen kognitif
kepercayaan dari prasangka, sedangkan prasangka juga berdimensi perilaku. Jadi prasangka ini konsekuensi dari stereotif, dan lebih teramati daripada
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
stereotip. Menggunakan kata – kata Ian Robertson, “ Pikiran berprasangka selalu menggunakan citra mental yang kaku yang meringkas apapun yang dipercayai
sebagai khas suatu kelompok. Menurut Richard W. Brislin mendefinisikan prasangka sebagai suatu sikap
tidak adil, menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang. Seperti juga stereotip, meskipun dapat positif atau negatif, prasangka umumnya bersifat
negatif. Brislin menyatakan bahwa prasangka mencakup hal – hal berikut : memandang kelompok lain lebih rendah; sifat memusihi kelompok lain; bersikap
ramah terhadap kelompok lain pada saat tertentu, namun menjaga jarak pada saat lain; berperilaku yang dibenci kelompok lain seperti datang terlambat, padahal
mereka menghargai ketepatan waktu. Wujud prasangka yang nyata dan ekstrem adalah diskriminasi, yakni pembatasan atas peluang atau akses sekelompok orang
terhadap sumber daya semata – mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut seperti ras, suku, gender, pekerjaan dan sebagainya.
5. Gegar budaya
Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmampuan menyesuaikan diri yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya
sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang – orang baru. Menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu trauma
umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru,
sementara nila budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai. Gegar budaya ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah saja.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi dua : yakni faktor internal dan faktor eksternal.
2.1.3 Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan dianggap sah apabila
dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut perundang-undangan yang
berlaku. Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga
oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan
memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena menikah kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang.
Perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan akan status baru oleh orang lain. Perkawinan
merupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Menurut Horton dan Hunt, perkawinan adalah
pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga Narwoko – Bagong, 2004 : 229 .
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Perkawinan dalam pandangan Islam adalah akad yang sangat kuat yang dilakukan secara sadar oleh seorang laki – laki dan seorang perempuan untuk
membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak. Karena itu, perkawinan bukanlah ibadah dalam
arti kewajiban melainkan hubungan sosial kemanusiaan semata. Perkawinan akan bernilai ibadah, jika diniatkan untuk mencari ridlo Allah SWT.
2.1.3.1 Prinsip Perkawinan
Berdasarkan kajian terhadap Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad, Khoiruddin Nasution menyimpulkan lima prinsip perkawinan Ridwan, 2006 :
130-139 : 1.
Prinsip Musyawarah dan Demokrasi Prinsip musyawarah dan demokrasi dalam kehidupan rumah tangga berarti
segala aspek kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan diselesaikan berdasarkan hasil musyawarah minimal antara suami dan isteri. Sedangkan yang
dimaksud demokratis adalah antara suami dan isteri haruslah terbuka untuk menerima pandangan dan pendapat pasangannya. Makna mu’asyarah bi al-ma’ruf
adalah suatu pergaulan atau pertemanan, persahabatan atau hubungan kekeluargaan yang dibangun secara bersama – sama dengan cara yang baik yang
sesuai dengan tradisi dan situasi masyarakatnya masing – masing tetapi tidak bertentangan dengan norma – norma agama, akal sehat, maupun fitrah manusia.
Atas prinsip mu’asyarah bi al-ma’ruf ini, maka relasi suami isteri dalam konteks
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
pengambilan keputusan keluarga haruslah diambil secara bersama – sama dengan kedudukan yang seimbang dan setara.
2. Prinsip Menciptakan Rasa Aman dan Tenteram Dalam Keluarga
Prinsip menciptakan rasa aman dan tenteram dalam keluarga berarti kehidupan rumah tangga harus tercipta suasana merasa saling kasih, saling asih,
saling cinta, saling melindungi, dan saling sayang dan setiap anggota keluarga berkewajiban untuk menciptakan prinsip ini. Rasa aman dan tenteram bagi
anggota keluarga adalah aman dan tenteram secara kejiwaan psikis maupun jasmani fisik. Prinsip kenyamanan dan ketentraman kehidupan rumah tangga ini
didasarkan pada ketentuan Al-Qur’an surat ar-Rum ayat 21 yaitu terciptanya keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah.
3. Prinsip Menghindari Adanya Kekerasan
Prinsip menghindari adanya kekerasan violence baik kekerasan fisik maupun psikis adalah jangan sampai ada pihak dalam kehidupan rumah tangga
yang merasa berhak memukul atau melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk apapun dengan dalih atau alasan apapun, termasuk alasan agama, baik kepada atau
antar pasangan suami – isteri atau antara pasangan dengan anak. 4.
Prinsip Hubungan Suami dan Isteri Sebagai Hubungan Partner Prinsip suami dan isteri adalah pasangan yang mempunyai hubungan
bermitra, patner dan sejajar equal. Dasar bagi perumusan prinsip ini adalah ketentuan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 187.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan berarti menempatkan sesuatu pada posisi yang semestinya proporsional. Prinsip keadilan disini antara lain bahwa kalau ada di antara
pasangan atau anggota keluarga anak – anak yang mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri harus didukung tanpa memandang dan membedakan
berdasarkan jenis kelamin. Dengan prinsip keadilan, maka masing – masing anggota keluarga sadar bahwa dirinya adalah bagian dari keluarga dengan hak dan
kewajiban serta tugas dan fungsi yang berbeda untuk secara bersama – sama dilaksanakan secara konsekuen dan proporsional.
Relasi suami – isteri bukanlah relasi kepemilikan ataupun relasi “atasan” dengan “bawahan”. Kedua pasangan suami – isteri adalah pribadi yang utuh yang
memiliki relasi seimbang, sejajar dalam menunaikan hak dan kewajiban. Membangun fondasi kehidupan rumah tangga yang berkeadilan dan bermartabat
secara tidak langsung merupakan sebuah upaya untuk memberdayakan dan mengelola seluruh potensi keluarga untuk kesejahteraan keluarga yang
bersangkutan. Dalam kaitannya upaya membangun keluarga yang harmonis dan diliput
kasih sayang menuju keluarga yang berkeadilan dan bermartabat, terdapat tiga kata kunci yang harus dipegangi dalam a long life struggle kehidupan
berkeluarga: yaitu Mawaddah, Rahmah, dan Sakinah. a.
Mawaddah to love each other , saling mencintai menyayangi antara satu dengan lainnya. Mawaddah bukanlah sekedar cinta terhadap lawan jenis
dengan keinginan selalu ingin berdekatan dengan cinta penuh gelora dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
menjadikannya terlena dan layu sebelum berkembang, karena melampaui batas kewajaran yang ditentukan oleh agama. Mawaddah adalah saling
mencintai dengan cinta plus, karena cintanya penuh dengan kelapangan terhadap keburukan dan kekurangan orang yang dicintainya. Di sini
diperlukan kemampuan pendekatan psikologis dan management konflik yang tinggi, seperti prose adaptasi, kompromi – kompromi dan belajar menahan
diri. b.
Rahmah relieve from suffering through sympathy, to show human understanding from one another, love and respect one another , saling
simpati, menghormati, dan menghargai antara yang satu dengan lainnya. Sikap Rahmah ini termanifestasikan dalam bentuk perasaan saling simpati,
menghormati dan saling mengagumi antara kedua belah pihak sehingga akan muncul kesadaran saling memiliki dan keinginan untuk melakukan yang
terbaik bagi pasangannya sebagaimana dirinya ingin diperlakukan. c.
Sakinah to be or become tranquil; peaceful; God-inspired peace and mind , kedamaian dan ketentraman. Sakinah merupakan kesadaran perlunya
kedamaian, ketentraman, keharmonisan, kejujuran, dan keterbukaan yang diinspirasikan dan berlandaskan pada spiritualitas ketuhanan.
Kehidupan keluarga merupakan miniatur kecil dari potret kehidupan bangsa pada umumnya, sehingga melihat potret kehidupan sebuah bangsa bisa dilihat dari
kehidupan unit terkecil dari masyarakatnya yaitu kehidupan rumah tangga. Dengan demikian membangun karakter dan moralitas bangsa harusnya dimulai
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dari kehidupan rumah tangga sebagai unit terkecil dari masyarakat bangsa pada umumnya.
2.1.3.2 Hikmah Kawin
Islam menganjurkan dan menggembirakan kawin sebagaimana tersebut karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan
seluruh umat manusia Sabiq, 1980 : 18-22 : 1.
Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dank eras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat
memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami goncang dan kacau serta menerobos jalan yang jahat.
Dan kawinlah jalan alami dan biologis yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluriah seks ini. Dengan kawin badan jadi
segar, jiwa jadi tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram dan perasaan tenang menikmati barang yang halal.
2. Kawin, jalan terbaik untuk membuat anak – anak menjadi mulia,
memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan. Banyaklah jumlah keturunan
mempunyai kebaikan umum dan khusus, sehingga beberapa bangsa ada yang berkeinginan keras untuk memperbanyak jumlah rakyatnya dengan
memberikan perangsang perangsang melalui pemberian upah bagi orang – orang yang anaknya banyak.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Selanjutnya, naluri kebapak’an dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi
dalam suasana hidup dengan anak – anak dan akan tumbuh pula perasaan – perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat – sifat baik yang
menyempurnakan kemanusiaan seseorang. 4.
Menyadari tanggung jawab beristri dan menanggung anak – anak menimbulkan sikap rajin dan sungguh – sungguh dalam memperkuat bakat
dan pembawaan seseorang. Ia akan cekatan bekerja, karena dorongan tanggung jawab dan memikul kewajibannya, sehingga ia akan banyak bekerja
dan mencari penghasilan yang dapat memperbesar jumlah kekayaan dan memperbanyak produksi. Juga dapat mendorong usaha mengekploitasi
kekayaan alam yang dikaruniakan Allah bagi kepentingan hidup manusia. 5.
Pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja di luar, sesuai dengan batas – batas tangung
jawab antara suami – istri dalam menangani tugas – tugasnya. Dengan pembagian adil, masing – masing pasangan menunaikan tugasnya yang alami
sesuai dengan keridloan Ilahi, dihormati oleh umat manusia dan membuahkan hasil yang menguntungkan.
6. Dengan perkawinan di antaranya dapat membuahkan tali kekeluargaan,
memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang memang oleh Islam direstui, ditopang, dan
ditunjang. Karena masyarakat yang saling menunjang lagi saling menyayangi akan merupakan masyarakat yang kuat lagi bahagia.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7. Dalam salah satu pernyataan PBB yang disiarkan oleh harian Nasional
terbitan Sabtu 66 1959 mengatakan : “Bahwa orang yang bersuami istri umurnya lebih panjang daripada orang –
orang yang tidak besuami istri, baik karena menjanda, tercerai atau sengaja membujang”. Pernyataan itu selanjutnya mengatakan : “Dalam banyak negeri
orang – orang kawin pada umur yang masih sangat muda, akan tetapi bagaimanapun juga umur orang – orang yang bersuami istri umumnya lebih
panjang”.
2.1.3.3 Hukum Kawin
Hukum perkawinan Sabiq, 1980 : 22-26 yaitu : 1.
Wajib Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunya telah mendesak dan takut
terjerumus dalam perzinaan wajiblah dia kawin. Karena menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedangkan untuk itu tidak dapat dilakukan dengan
baik kecuali dengan jalan kawin.
Kata Qurthuby :
Orang bujangan yang sudah mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya jadi rusak, sedang tak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan kawin,
maka tak ada perselisihan pendapat tentang wajibnya ia kawin. Jika nafsunya telah mendesaknya, sedangkan ia tak mampu membelanjai
istrinya, maka Allah nanti akan melapangkan rizkinya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Sunnah
Adapun bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari berbuat zina, maka sunnahlah dia kawin.
Kawin baginya lebih utama dari bertekun diri dalam ibadah, karena menjalani hidup sebagai pendeta sedikitpun tidak dibenarkan Islam.
3. Haram
Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi bafkah batin dan lahirnya kepada istrinya serta nafsunya pun tidak mendesak, haramlah ia kawin.
Qurthuby berkata : “Bila seorang laki – laki sadar tidak mampu membelanjai
istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak – hak istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia dengan terus terang menjelaskan
keadaannya kepadanya, atau sampai datang saatnya ia mampu memenuhi hak – hak istrinya. Begitu pula kalau ia karena sesuatu hal menjadi lemah, tak
mampu menggauli istrinya, maka wajiblah ia menerangkan dengan terus terang agar perempuannya tidak tertipu olehnya”.
4. Makruh
Makruh kawin bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu member belanja istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak
mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga bertambah makruh hukumnya jika karena lemah syahwat itu ia berenti dari melakukan sesuatu ibadah atau
menuntut sesuatu ilmu.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
5. Mubah
Dan bagi laki – laki yang tidak terdesak oleh alasan – alasan yang mewajibkan segera kawin atau karena alasan – alasan yang mengharamkan
untuk kawin, maka hukumnya mubah.
2.1.4 Poligami
Poligami adalah seorang laki – laki mempunyai dua orang atau lebih istri dimana istri – istri tersebut ada yang dinikahkan secara resmi menurut agama dan
Negara maupun yang hanya dinikahkan secara siri dan dengan terjadinya perkawinan poligami tersebut akan menyebabkan rumah tangga itu terbentuk dari
dua atau lebih keluarga inti dimana lelaki yang sama menjadi suami bagi beberapa perempuan.
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan
sekaligus pada suatu saat berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat. Poligami mempunyai arti
suatu sistem perkawinan antara satu orang pria dengan lebih dari seorang wanita. Poligami menurut agama Islam yang tercantum dalam surat An – Nisa’
ayat 3, yaitu Allah SWT membolehkan beristeri lebih dari satu, tapi dibatasi sebanyak – banyaknya empat orang dengan ketentuan mampu berlaku adil antara
semua istri itu, baik dalam hal makan, minum, perumahan, giliran dan sebagainya yang bersifat materi Adz – Dzikraa juz 1-5 : 312 . Sehingga Dalil poligami
tersebut berbunyi :
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. QS. an- Nisaa`:3.
2.1.4.1 Sejarah Poligami
Sistem poligami sudah meluas berlaku pada banyak bangsa sebelum Islam sendiri datang. Di antara bangsa – bangsa yang menjalankan poligami, yaitu :
Ibrani, Arab Jahiliyah dan Cisilia, yang kemudian melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni Negara – Negara : Rusia, Lithuania, Polandia,
Cekoslavia, dan Yugoslavia, dan sebagian dari orang – orang Jerman dan Saxon yang melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni Negara – Negara :
Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia, dan Inggris. Tidak benar jika dikatakan bahwa Islamiyah yang mula – mula membawa
sistem poligami. Sebenarnya sistem poligami ini hingga dewasa ini masih tetap tersebar pada beberapa bangsa yang tidak beragama Islam, seperti : orang – orang
asli Afrika, Hindu, India, Cina dan Jepang. Tidak benar juga jika dikatakan bahwa sistem ini hanya beredar di kalangan bangsa – bangsa yang beragama Islam saja.
Agama Kristen sebenarnya tidak melarang poligami, sebab di dalam Injil tidak ada satu ayat pun dengan tegas melarang hal ini. Jika para pemeluk Kristen
bangsa Eropa pertama dulu telah beradat istiadat dengan kawin satu perempuan saja, ini tidak lain disebabkan oleh karena sebagian terbesar bangsa Eropa
penyembah berhala yang didatangi oleh agama Kristen pertama kalinya adalah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
terdiri dari orang Yunani dan Romawi yang lebih dulu sudah punya kebiasaan yang melarang poligami.
Setelah mereka memeluk agama Kristen, kebiasaan dan adat moyang mereka ini tetap mereka ini tetap mereka pertahankan dalam agama baru ini. Jadi,
sistem monogami yang mereka jalankan ini bukanlah berasal dari agama Kristen yang mereka anut, akan tetapi telah merupakan warisan paganism agama berhala
dahulu kala. Dari sinilah kemudian gereja mengadakan bid’ah dengan menetapkan larangan poligami dan lalu digolongkan larangan tersebut sebagai aturan agama.
Padahal Kitab Injil sendiri tidak menerangkan sedikit pun tentang sesuatu ayat yang mengharamkan sistem ini. Sebenarnya, sistem poligami ini tidaklah
berjalan, kecuali di kalangan bangsa – bangsa yang telah maju kebudayaannya, sedangkan pada bangsa – bangsa yang masih primitif sangat jarang sekali, bahkan
boleh dikatakan tidak ada. Hal ini diakui oleh para sarjana sosiologi dan kebudayaan, seperti : Westermark, Hobbers, Heler dan Jean Bourge.
Sistem monogami merupakan sistem yang umum berjalan pada bangsa – bangsa yang kebanyakannya masih primitif, yaitu bangsa – bangsa yang hidup
dengan mata pencaharian berburu, bertani, yang biasanya tabiatnya halus, dan bangsa – bangsa yang sedang transisi meninggalkan zaman primitifnya, yang pada
zaman modern kini disebut bangsa Agraris. Sistem poligami tidak begitu menonjol pada bangsa – bangsa yang mengalami jurang kebudayaan, yaitu bangsa
– bangsa yang telah meninggalkan cara hidup berburu yang primitif dan menginjak kepada zaman beternak dan menggembala dan bagsa – bangsa yang
meninggalkan cara hidup memetik buah – buahan kepada zaman bercocok tanam.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kebudayaan sarjana sosiologi dan kebudayaan berpendapat bahwa sistem poligami ini pasti akan meluas dan akan banyak bangsa – bangsa di dunia ini
menjalankannya, bilamana kemajuan kebudayaan mereka bertambah besar. Jadi, tidak benar anggapan yang dilontarkan orang bahwa poligami berkaitan dengan
keterbelakangan kebudayaan. Bahkan, sebaliknya bahwa poligami seiring dengan kemajuan kebudayaan. Dengan demikian, kedudukan sebenarnya sistem poligami
menurut sejarah. Begitu pula sebenarnya pendirian agama Kristen. Dan begitu pula bahwa meluasnya sistem poligami seiring dengan kemajuan kebudayaan
manusia. Sayyid Sabiq, 1980 : 190 – 192 .
2.1.4.2 Ayat – ayat dan Hadist Poligami
Dengan tibanya Islam, poligami yang tak terbatas ditetapkan menjadi istri saja dengan persyaratan khusus dan sejumlah ketentuan yang dikenakan padanya.
Hanya ada satu ayat al-Quran menyebutkan masalah poligami sebagai berikut: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak
perempuan yang yatim bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita- wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak- budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya”.QS. An-Nisa: 3
Ketentuan tentang poligami di atas diperbolehkan dengan bersyarat. Ayat
ini secara lebih khusus merujuk pada keadilan yang harus dilakukan terhadap anak-anak yatim. Ayat ini diturunkan segera setelah Perang Uhud ketika
masyarakat Muslim dibebankan dengan banyak anak yatim, janda serta tawanan perang. Menurut Yusuf Ali, maka perlakuan itu diatur dengan prinsip – prinsip
kemanusian dan keadilan besar. Sehingga kawinlah anak yatim bila engkau yakin
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
bahwa dengan cara itu engkau dapat melindungi kepentingan dan hartanya secara adil terhadap mereka dan terhadap anak-anak yatim melaikan juga merupakan
penerapan yang umum atas hukum perkawinan dalam Islam. Oleh karena itu, para ulama dan fuqaha muslim telah menetapkan persyaratan berikut bila seseorang
ingin menikahi lebih dari seorang istri : 1. Dia harus memiliki kemampuan dan kekayaan cukup untuk membiayai
berbagai kebutuhan denga bertambahnya istri yang dinikahinya itu. 2. Dia harus memperlakukan semua istrinya itu dengan adil. Setiap istri
diperlakukan secara sama dalam memenuhi hak perkawinan mereka serta gak-hak lainnya.
Bila seorang lelaki merasa tak akan mampu memperlakukannya mereka dengan adil, atau dia tidak memiliki harta untuk membiayai mereka, maka dia
harus menahan dirinya sendiri dengan menikahi hanya seorang istri. Imam malik berkata dalam kitabnya Al-Muwattha bahwa Ghaylan bin Salmah memeluk Islam
sedangkan dia memiliki sepuluh orang istri. Maka Rasulullah saw bersabda: “Peliharalah empat orang di antara mereka dan bebaskalah ceraikanlah
yang lainnya”.
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia Allah SWT telah menciptakan untukmu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih sayang dan kedamaian. QS. 30:21. Dengan demikian, maka lelaki sebagai ayah dan perempuan sebagai ibu dari anak-anak
mereka hidup bersama membentuk suatu keluarga yang utuh. Setiap orang memiliki perangai yang berbeda, namun bila keramahan, kasih sayang dan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kedamaian dapat diciptakan dalam keluarga, maka seseorang harus membatasi dirinya sendiri dengan apa yang dapat dikelolanya secara mudah yaitu seorang
istri. Keadaan berikut merupakan pemecahan terbaik bagi diperbolehkannya
poligami: 1. Bila istri menderita suatu penyakit yang berbahaya seperti lumpuh, ayan, atau
penyakit menular. Dalam keadan ini maka akan lebih baik bila ada istri yang lain untuk memenuhi dan melayani berbagai keperluan si suami dan anak –
anaknya. Kehadirannya pun akan turut membantu istri yang sakit itu. 2. Bila istri terbukti mandul dan setelah melalui pemeriksaan medis, para ahli
berpendapat bahwa dia tak dapat hamil. Maka sebaiknya suami menikah istri kedua sehingga dia mungkin akan memperoleh keturunan, karena anak
merupakan permata kehidupan. 3. Bila istri sakit ingatan. Dalam hal ini tentu suami dan anak-anak sangat
menderita. 4. Bila istri telah lanjut usia dan sedemikian lemahnya sehingga tak mampu
memenuhi kewajibannya sebagai seorang isri, memelihara rumah tangga dan kekayaan suaminya.
5. Bila suami mendapatkan bahwa istrinya memiliki sifat yang buruk dan tak dapat diperbaiki. Maka secepatnya dia menikahi istri yang lain.
6. Bila dia minggat dari rumah suaminya dan membangkang, sedangkan si suami merasa sakit untuk memperbaikinya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
7. Pada masa perang di mana kaum lelaki terbunuh meninggalkan wanita yang sangat banyak jumlahnya, maka poligami dapat berfungsi sebagai jalan
pemecahan yang terbaik. 8. Selain hal-hal tersebut di atas, bila lalai itu merasa bahwa dia tak dapat
bekerja tanpa adanya istri kedua untuk memenuhi hajat syahwatnya yang sangat kuat serta dia memiliki harta yang cukup untuk membiayanya, maka
sebaiknya dia mengambil istri yang lain. Ada beberapa daerah tertentu di dunia ini di mana kaum lelakinya secara fisik sangat kuat dan tak dapat
dipuaskan hanya denga seorang istri. Dalam hal demikian, maka poligami inilah jawabannya.
Islam melarang poligami tak terbatas yang dipraktekkan oleh orang – orang Jahilliyah Arab maupun bukan Arab. Sudah merupakan kebiasaan para
pemimpin dan kepala suku untuk memelihara haremgundik yang banyak. Bahkan beberapa pengusaha Muslim telah menjadi korban dan melakukan poligami yang
tak terbatas pada masa-masa kemudian dari sejarah Islam. Apapun yang mereka lakukan, yang jelas poligami semacam itu tidak diperkenankan dalam Islam.
Kalau memang perlu, seorang Muslim dapat menikahi sampai empat haram hukumnya bagi setiap orang, selain Nabi SAW, menikahi lebih dari istri empat
pada waktu tertentu.
2.1.4.3 Hikmah Poligami
Berpoligami ini bukan wajib dan bukan sunat, tetapi oleh Islam dibolehkan. Karena tuntutan pembangunan dan pentingnya perbaikan tidak patut
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
diabaikan oleh pembuat undang – undang dan dikesampingkan. Sabiq, 1980 : 179-188 .
I. Merupakan karunia Allah dan rahmat- Nya kepada manusia membolehkan
adanya poligami dan membataskaan sampai empat saja. Bagi laki – laki boleh kawin dalam waktu yang sama lebih dari seorang istri, dengan syarat
sanggup berbuat adil terhadap mereka dalam urusan belanja dan tempat tinggal seperti yang telah diterangkan.
II. Karena itu maka Islam sebagai agama kemanusiaan yang luhur mewajibkan
kepada kaum Muslimin untuk melaksanakan pembangunan itu dan menyampaikannya kepada seluruh manusia.
Negara – Negara dewasa ini benar – benar telah menyadari tentang nilai jumlah penduduk yang besar, pengaruhnya terhadap industry dan perang
dan perluasan pembangunan. Karena itu untuk dapat menambah besarnya jumlah penduduk digalakkan masalah perkawinan dan kepada penduduk
yang memperoleh anak banyak diberikan imbalan. III.
Negara merupakan pendukung agama, dimana ia seringkali menghadapi bahaya peperangan sehingga banyak dari penduduknya yang meninggal.
Oleh karena itu haruslah ada badan yang memperhatikan janda – janda para syuhada’ ini, dan tak ada jalan yang baik untuk mengurusi janda – janda itu
kecuali dengan mengawini mereka, di samping juga untuk menggantikan jiwa yang telah tiada. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan memperbanyak
keturunan, dan poligami merupakan salah satu faktor memperbanyak jumlah ini.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
IV. Bahwa kesanggupan laki – laki untuk berketurunan lebih besar daripada
perempuan, sebab laki – laki telah memiliki persiapan kerja seksual sejak balig sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak
memilikinya, dimana masa haid ini datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai sepuluh hari, dan begitu pula selama masa nifas yang
temponya terkadang sampai empat puluh hari ditambah lagi dengan masa hamil dan menyusui.
V. Adakalanya karena istri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan
sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup bersama bersuami – istri, padahal suami ingin mempunyai anak – anak sehat
lagi pintar dan seorang istri yang dapat mengurus keperluan – keperluan rumah tangganya.
VI. Ada segolongan laki – laki yang mempunyai dorongan seksual besar, yang
merasa tidak puas dengan seorang istri saja, terutama sekali orang – orang di daerah tropis. Karena itu, daripada orang – orang ini hidup dengan teman
perempuan yang rusak akhlaknya adalah lebih baik diberikan jalan yang halal untuk memuaskan tuntutan nafsunya.
VII. Sebagian dari sebab – sebab khusus dan umum yang menjadi pertimbangan
agama Islam, dimana ia merupakan suatu agama dan bukan hanya berlaku bagi suatu generasi saja atau suatu zaman tertentu, tetapi adalah sebagai
syari’at yang berlaku bagi segenap manusia sampai dengan hari kiamat, disamping ia juga memperhatikan keadaan tempat dan waktu, tetapi bahwa
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
mempertimbangkan kondisi orang – orang juga tidak boleh ditinggalkan untuk diperhatikan.
VIII. Dengan adanya sistem poligami dan melaksanakan ketentuan poligami ini di
dalam Islam, merupakan satu karunia besar bagi kelestariannya, yang jauh dari perbuatan – perbuatan sosial yang kotor dan akhlak yang rendah dalam
masyarakat yang mengakui poligami.
2.1.4.4 Hukum Poligami
Menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, hukum poligami adalah mubah. Poligami dibolehkan selama tidak dikhawatirkan terjadinya
penganiayaan terhadap para istri. Kebolehan berpoligami adalah terkait dengan terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya penganiayaan
terhadap para istri. Dalam tafsir al-Kassyaf, Zamakhsyari mengatakan bahwa poligami dalam Islam suatu rukhshah kelonggaran ketika darurat, sama halnya
dengan rukhshah bagi musafir dan orang sakit yang boleh berbuka puasa. Kelonggaran boleh berpoligami untuk menghindarkan terjadinya perzinaan.
Dengan demikian, haram berpoligami bagi seseorang yang merasa khawatir tidak akan berlaku adil. Sebelum ayat poligami turun, banyak sahabat mempunyai istri
lebih dari empat. Sesudah turun ayat poligami, Rasul Saw memerintahkan para sahabat untuk hanya memiliki maksimal 4 isteri.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2.1.4.5 Syarat Poligami
Menurut pasal 5 UU Perkawinan menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suami yang akan melakukan poligami, yaitu:
a. Adanya persetujuan dari istri; b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan – keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka material; c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-
anak mereka immaterial. Idealnya, jika syarat-syarat diatas dipenuhi, maka suami dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Namun dalam prakteknya, syarat-syarat yang diajukan tersebut tidak sepenuhnya ditaati oleh
suami. Sementara tidak ada bentuk kontrol dari pengadilan untuk menjamin syarat itu dijalankan. Bahkan dalam beberapa kasus, meski belum atau tidak ada
persetujuan dari istri sebelumnya, poligami bisa dilaksanakan. Menurut agama Islam, terdapat dua pendapat sehubungan masalah
poligami. Pertama , asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Mereka beralasan bahwa Allah SWT memperbolehkan poligami dengan syarat harus adil.
Sedangkan kecenderungan manusia pada dasarnya tidak akan mampu berbuat adil. QS. Al-Nisa`: 129.
“Kamu sama sekali tidak sanggup berlaku adil antara istri – istrimu, walaupun kamu ingin berbuat demikian. Tapi janganlah cenderung secara menyolok kepada
istri yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung – katung. Dan jika kamu memperbaiki suasana pergaulan dan memelihara diri untuk tidak
bertindak aniaya terhadap mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Kedua, asas perkawinan dalam Islam adalah poligami. Alasannya, QS.An-Nisa` ayat 3 dan 129 tidak terdapat pertentangan. Keadilan yang dimaksud adalah
keadilan lahiriah yang dapat dikerjakan manusia, bukan adil dalam arti cinta kasih sayang.
Muhammad Rasyid Ridha mencantumkan beberapa hal yang boleh dijadikan alasan berpoligami, antara lain:
1. Isteri mandul.
2. Istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suaminya memberikan
nafkah batin. Jika suami memiliki naluri seks yang sangat tinggi hypersex, sehingga
istrinya lagi haid beberapa hari saja mengkhawatirkan dirinya berbuat selingkuh. Bila suatu daerah yang jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki,
sehingga jika tidak berpoligami mengakibatkan banyak wanita berbuat selingkuh.
2.1.4.6 Dampak Poligami
Dampak poligami yaitu : 1.
Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan
dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya. 2.
Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi
dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
3. Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan perkawinan yang
tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama, khususnya bagi PNS, sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara,
walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada,
seperti hak waris dan sebagainya. 4.
Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suamiistri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual PMS.
Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami,
walaupun begitu kekerasan juga dapat terjadi pada rumah tangga yang monogami.
2.1.5 Perempuan Dalam Pengertian Islam
Menurut M.S.R Al-Buthi, dalam bukunya ”Perempuan Dalam Pandangan Hukum Barat dan Islam 2005:30, wanita adalah insan yang memiliki kedudukan
spesifik yang disebabkan oleh struktur jasmaninya yang lebih seduktif dibandingkan dengan laki – laki. Kebangkitan Islam sendiri menyebabkan
terangkatnya kedudukan wanita sebagai manusia yang berharga dan bermartabat sebagaimana laki – laki, untuk selanjutnya baik laki – laki maupun wanita
dihargai sama dengan kemanusiaan mereka.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Islam juga telah mengubah realitas kaum wanita dan laki – laki dan kemudian menciptakan sebuah bentuk hubungan yang baru diantara keduanya
yang didasarkan pada rasa saling hormat dan saling pengertian, disertai penekanan untuk menjaga dan menghormati kaum wanita. Posisi kaum wanita juga diangkat
oleh Islam dengan memberikan hak – hak hukum untuk melakukan kontrak atau perjanjian, menjelaskan bisnis dan memiliki barang serta merdeka, tidak
bergantung pada suami ataupun keluarga laki – laki mereka Jawad, 2002 : 10. Sejak awal, Islam telah menekankan bahwa kaum wanita yang merupakan
bagian dari masyarakat, harus diberi kesempatan yang memungkinkan terjadinya pengembangan kemampuan alamiah yang mereka miliki, sehingga mereka bisa
berpartisipasi secara efektif dalam pengembangan masyarakat, Islam juga menekankan bahwa kaum wanita harus diijinkan untuk mencapai tingkat
kemajuan tertinggi dalam hal material, intelektual, dan spiritual mereka Jawad, 2002 : 14.
2.1.6 Tokoh Agama Islam
Ustadz
Panggilan ustadz, biasanya disematkan kepada orang yang mengajar agama. Artinya secara bebas adalah guru agama, pada semua levelnya. Mulai dari
anak-anak, remaja, dewasa bahkan kakek dan nenek. Namun hal itu lebih berlaku buat kita di Indonesia ini saja.
Istilah ini dalam bahasa Arab, namun bukan asli dari bahasa Arab. Di negeri Arab sendiri, istilah ustadz punya kedudukan sangat tinggi. Hanya para
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
doktor S-3 yang sudah mencapai gelar profesor saja yang berhak diberi gelar Al-Ustadz. Kira-kira artinya memang profesor di bidang ilmu agama.
Jadi istilah ustadz ini lebih merupakan istilah yang digunakan di dunia kampus di beberapa negeri Arab, ketimbang sekedar guru agama biasa.
Ulama
Pengertian ulama dalam istilah fiqih memang sangat spesifik, sehingga penggunaannya tidak boleh pada sembarang orang. Semua syaratnya jelas
dan spesifik serta disetujui oleh umat Islam. Paling tidak, dia menguasai ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu Al-Quran, ilmu hadits, ilmu ifiqih, ushul
fiqih,qawaid fiqhiyah serta menguasai dalil-dalil hukum baik dari Quran dan sunnah. Juga mengerti masalah dalil nasikh mansukh, dalil amm dan khash,
dalil mujmal dan mubayyan dan lainnya. Juga tidak boleh dilupakan adalah pengetahuan dan wawasan dalam masalah syariah, misalnya mengetahui
fiqih-fiqih yang sudah berkembang dalam berbagai mazhab yang ada. Semua itu merupakan syarat mutlak bagi seorang ulama, agar mampu mengistimbath
hukum dari quran dan sunnah.
Kyai Lain halnya dengan sebutan kiyai, yang bukan istilah baku dari agama Islam.
Panggilan kiyai bersifat sangat lokal, mungkin hanya di pulau Jawa bahkan hanya Jawa Tengah dan Timur saja. Di Jawa Barat orang menggunakan
istilah Ajengan. Biasanya istilah kiyai juga disematkan kepada orang yang dituakan, bukan hanya dalam masalah agama, tetapi juga dalam masalah
lainnya. Bahkan benda-benda tua peninggalan sejarah pun sering disebut
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dengan panggilan kiyai. Melihat realita ini, sepertinya panggilan kiayi memang tidak selalu mencerminkan tokoh agama, apalagi ulama.
2.2 Kerangka Berpikir
Tokoh agama Islam dalam lingkungan masyarakat lebih dikenal dengan ustadz, ustadz merupakan seseorang yang dijadikan panutan masyarakat,
memberikan ceramah agama, membimbing untuk belajar mengaji dari usia dini hingga dewasa. Sebagai panutan masyarakat, ustadz menjadi idola bagi
perempuan khususnya kaum perempuan. Ustadz bisa dinilai pantas sebagai contoh dimasyarakat dengan akhlak yang baik, sholeh, dan bahkan identik dengan setia
atau memiliki istri hanya satu. Poligami merupakan suatu sistem perkawinan antara satu orang pria
dengan lebih dari seorang wanita. Poligami di masyarakat Indonesia khususnya wanita menimbulkan pro kontra satu dengan lainnya. Kebanyakan perempuan
menolak adanya poligami, sedangkan poligami dalam agama Islam memang diperbolehkan dan memiliki dalil poligami surat An-Nisa’ ayat 3 mengenai
poligami. Islam memperbolehkan berpoligami dengan berbagai syarat – syarat poligami yaitu :
1. Adanya persetujuan istri.
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan – keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka material; 3.
Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak- anak mereka immaterial.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pada penelitian ini, penulis akan meneliti tentang poligami tersebut pada para perempuan. Sehingga para perempuan ini akan mewakili sebagai informan
mengenai bagaimana persepsi perempuan tentang poligami yang dilakukan para tokoh agama Islam “ustadz”. Dengan memilih informan perempuan ini, karena
perempuan merupakan peran utama dalam poligami. Kebanyakan perempuan menolak untuk di poligami dan memilih bercerai. Sehingga dalam penelitian ini
penulis menggunakan teknik depth interview untuk memperoleh informasi sedalam – dalamnya kepada informan mengenai poligami yang dilakukan para
tokoh agama Islam “ustadz”.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian