Hukum Poligami Syarat Poligami

mempertimbangkan kondisi orang – orang juga tidak boleh ditinggalkan untuk diperhatikan. VIII. Dengan adanya sistem poligami dan melaksanakan ketentuan poligami ini di dalam Islam, merupakan satu karunia besar bagi kelestariannya, yang jauh dari perbuatan – perbuatan sosial yang kotor dan akhlak yang rendah dalam masyarakat yang mengakui poligami.

2.1.4.4 Hukum Poligami

Menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, hukum poligami adalah mubah. Poligami dibolehkan selama tidak dikhawatirkan terjadinya penganiayaan terhadap para istri. Kebolehan berpoligami adalah terkait dengan terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya penganiayaan terhadap para istri. Dalam tafsir al-Kassyaf, Zamakhsyari mengatakan bahwa poligami dalam Islam suatu rukhshah kelonggaran ketika darurat, sama halnya dengan rukhshah bagi musafir dan orang sakit yang boleh berbuka puasa. Kelonggaran boleh berpoligami untuk menghindarkan terjadinya perzinaan. Dengan demikian, haram berpoligami bagi seseorang yang merasa khawatir tidak akan berlaku adil. Sebelum ayat poligami turun, banyak sahabat mempunyai istri lebih dari empat. Sesudah turun ayat poligami, Rasul Saw memerintahkan para sahabat untuk hanya memiliki maksimal 4 isteri. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.1.4.5 Syarat Poligami

Menurut pasal 5 UU Perkawinan menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi suami yang akan melakukan poligami, yaitu: a. Adanya persetujuan dari istri; b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan – keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka material; c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak- anak mereka immaterial. Idealnya, jika syarat-syarat diatas dipenuhi, maka suami dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Namun dalam prakteknya, syarat-syarat yang diajukan tersebut tidak sepenuhnya ditaati oleh suami. Sementara tidak ada bentuk kontrol dari pengadilan untuk menjamin syarat itu dijalankan. Bahkan dalam beberapa kasus, meski belum atau tidak ada persetujuan dari istri sebelumnya, poligami bisa dilaksanakan. Menurut agama Islam, terdapat dua pendapat sehubungan masalah poligami. Pertama , asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Mereka beralasan bahwa Allah SWT memperbolehkan poligami dengan syarat harus adil. Sedangkan kecenderungan manusia pada dasarnya tidak akan mampu berbuat adil. QS. Al-Nisa`: 129. “Kamu sama sekali tidak sanggup berlaku adil antara istri – istrimu, walaupun kamu ingin berbuat demikian. Tapi janganlah cenderung secara menyolok kepada istri yang kamu cintai, sehingga kamu biarkan yang lain terkatung – katung. Dan jika kamu memperbaiki suasana pergaulan dan memelihara diri untuk tidak bertindak aniaya terhadap mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Kedua, asas perkawinan dalam Islam adalah poligami. Alasannya, QS.An-Nisa` ayat 3 dan 129 tidak terdapat pertentangan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan lahiriah yang dapat dikerjakan manusia, bukan adil dalam arti cinta kasih sayang. Muhammad Rasyid Ridha mencantumkan beberapa hal yang boleh dijadikan alasan berpoligami, antara lain: 1. Isteri mandul. 2. Istri mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suaminya memberikan nafkah batin. Jika suami memiliki naluri seks yang sangat tinggi hypersex, sehingga istrinya lagi haid beberapa hari saja mengkhawatirkan dirinya berbuat selingkuh. Bila suatu daerah yang jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, sehingga jika tidak berpoligami mengakibatkan banyak wanita berbuat selingkuh.

2.1.4.6 Dampak Poligami