Penegasan Komitmen Terhadap Demokrasi

pembentukan negara konstitusional. Peran Badan Konstituante tersebut akan di bawah ini:

A. Penegasan Komitmen Terhadap Demokrasi

Seluruh usaha Konstituante mulai dari perumusan prosedur dan pemilihan kepemimpinannya, penyusunan peraturan tata-tertib, penyusunan agenda, perdebatan dan keputusan, hingga pemungutan suara terakhir terhadap usul Pemerintah untuk kembali ke UUD 1945 merupakan perwujudan demokrasi yang sesungguhnya, kebebasan berbicara yang utuh, serta tekad yang mendasar untuk membentuk pemerintahan konstitusional yang menjiwai sebagian besar anggotanya. Perkembangan menuju pemerin- tahan yang lebih konstitusional telah dimulai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Sesudah maklumat itu, telah diambil langkah-langkah penuh kesadaran menuju pelaksanaan cita-cita kebebasan ke dalam yang menghasilkan pembentukan pemerintah yang konstitusional, termasuk pertanggungjawaban kepada rakyat dan pembatasan kekuasaan pemerintah. Pemerintahan konstitusional ini bertahan hingga penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada akhir tahun 1949, pada saat- saat yang sangat sulit, ketika Angkatan Bersenjata Belanda berusaha menghancurkan Republik. Sesudah itu, diselenggarakan pemilihan umum untuk membentuk Parlemen dan Konstituante. Konstituante itu sendiri sebagai badan yang beranggotakan lebih dari 500 wakil rakyat Indonesia yang dipilih dalam pemilihan umum yang bebas membuktikan bahwa demo- krasi sesuai dengan kepribadian nasional Indonesia. 12 12 Adnan Buyung Nasution, Aspirasi Pemerintahan Konstitusiona di Indonesia, Jakarta: PT. Intermasa , 1995, hal 409 Sukarno sering disebut sebagai sumber otoritatif dari tuduhan bahwa demokrasi seperti yang dijalankan di negara-negara Barat tidak sesuai untuk Indonesia. Tetapi sebenarnya antara 1945 dan 1956 Sukarno mendukung pemerintahan berdasarkan sistem multipartai yang bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat Komite Nasional Indonesia Pusat. Pada tahun 1952 Presiden bertahan melawan tekanan dari pimpinan militer untuk membubarkan Parlemen. Memang benar bahwa pada tahun 1956 ia mulai mengucapkan keraguan terhadap pemerintahan parlementer, sesudah pemilihan umum gagal membentuk pemerintahan yang stabil. Akan tetapi, dalam pidatonya pada pelantikan Konstituante tanggal 10 November 1956, ia memuji Konstituante sebagai lembaga yang dipilih oleh rakyat untuk merumuskan undang-undang dasar yang definitif, dengan menyatakan bahwa semua undang-undang dasar yang selama itu dimiliki Indonesia bukan hasil pertimbangan antara anggota-anggota Konstituante yang dipilih rakyat, karena prasyarat bagi negara yang demokratis dan berdasarkan hukum ialah undang-undang dasar yang dibentuk oleh rakyat sendiri. Tetapi, sesudah mengakui wewenang Konstituante dan nilai demokrasi yang amat tinggi, ia berkata: “pada waktu-waktu sepuluh tahun atau dua puluh yang akan datang, maka tentu dapat mengoper demokrasi-liberal dari dunia Barat”…Untuk saat ini pemakaian demokrasi oleh golongan yang kuat harus dibatas. Ini berarti bahwa demokrasi kita untuk sementara haruslah demokrasi yang menjaga jangan ada eksploitasi oleh golongan terhadap golongan lain. Ini berarti bahwa demokrasi kita untuk sementara haruslah demokrasi terbimbing,demokrasi terpimpin” Di sini Sukarno tidak berpegang pada pendapat bahwa demokrasi seperti yang terdapat di negara-negara Barat secara hakiki tidak cocok bagi kepribadian Indonesia. Tetapi, dalam tahun 1950-an ia melihat bahwa di bawah demokrasi seperti itu ada kemungkinan bahwa golongan yang kuat akan mengambil keuntungan dari kelemahan golongan lain dengan memerasnya. Karena itu, ia mendesak supaya golongan yang lebih kuat diberi batasan-batasan sementara dan emansipasi golongan yang lemah diberi prioritas utama. Pada tahun 1956 ia memperkirakan bahwa pada tahun 1966 atau 1976 golongan lemah ini akan cukup terbebaskan sehingga mampu mencegah terjadinya pemerasan terhadap diri mereka; dengan demikian, pada tahapan itu, demokrasi seperti yang berlaku di negaranegara modern di seluruh dunia akan cocok-bagi rakyat Indonesia Namun, pelaksanaan pemikiran Sukarno mengenai pola negara integralistik menghalangi emansipasi golongan yang lemah, dan hanya memperkuat golongan yang berkuasa, bertentangan dengan slogan-slogan mengenai keadilan sosial dan konstitusionalisme.

B. Penegasan Komitmen Terhadap HAM