undang-undang baru. Pembubaran Konstituante ini menandai berlakukanya UUD 1945 dalam kerangka Demokrasi Terpimpin.
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dengan dibentuknya Dewan Nasional, maka dimulailah babak baru dalam permasalahn politik Indonesia. Sementara itu perdebatan-perdebatan
Konstituante semakin berlarut-larut, tidak membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat dan membuat krisis nasional semakin parah.
Melihat gelagat kegagalan Konstituante ini berbagai pihak mencari jalan keluar dari jalan-buntu politik yang sedang dihadapi. Pimpinan TNI
Angkatan Darat, mengajukan gagasan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Pada 17 Maret 19 , Dewan Nasional mengadakan sidang dan se-
lanjutnya menyarankan pemerintah segera kembali kepada UUD 1945. Dalam pidato 22 April 1959 di depan Konstituante , Presiden Soekarno
atas nama pemerintah menganjurkan, supaya Konstituante dalam rangka pelaksanaan Demokrasi Terpimpin menetapkan saja UUD 1945 menjadi
UUD Negara Republik Indonesia yang tetap. Sementara itu kalangan rakyat luas pun menuntut kembali ke UUD 1945, yang dinyatakan dalam beberapa
rapat umum. Sebelum Konstituante menerima atau menolak usul pemerintah itu,
timbul amandemen dari golongan Islam yang mengusulkan supaya di- tambahkan kata-kata dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya ke dalam Pembukaan UUD 1945 sebagaimana ter-
dapat dalam Piagam Jakarta. Usul amandemen ini ditolak Konstituante dalam sidang tanggal 29 Mei 1959, dengan perbandingan suara 201 setuju
dan 265 menolak. Pada 30 Mei 1959 dilakukan pemungutan suara terhadap usul pemerintah, hasilnya ialah 269 lawan 199 dari jumlah 474 orang
anggota yang hadir. Dengan demikian, meskipun mencapai kelebihan jumlah suara namun masih belum mencapai kuorum dua pertiga seperti
disyaratkan UUDS 1950, pasal 37.
22
Sesuai dengan tata tertib Konstituante dapat diadakan pemungutan suara dua kali lagi, tetapi pada pemungutan suara terakhir yang dilakukan
pada tanggal 2 Juni 1959, tetap tidak tercapai kuorum. Pada keesokan harinya tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses, yang kemudian
ternyata tidak pernah lagi mengadakan sidang untuk selama-lamanya. Dalam suasana sangat gawat karena memuncaknya krisis nasional, serta
untuk menjaga kemungkinan timbulnya permasalahan politik yang meng- ancam keselamatan negara sebagai akibat ditolaknya usul pemerintah oleh
Konstituante, maka KSAD Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama PemerintahPenguasa Perang Pusat Peperpu, pada tanggal 3 Juni 1959
mengeluarkan peraturan No. PrtPeperpu0401959 tentang larangan mengadakan kegiatan-kegiatan politik.
Kedaan darurat nasional dan kegagalan Konstituante dalam melaksanakan tugasnya akan mengancam perpecahan politk nasional.
Dengan mendapat jaminan dan dukungan Angkatan Bersenjata, Presiden
22
Nugroho Notosusanto, Pejuang dan Prajurit, Jakarta, Sinar Harapa, hal 99-100
Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 dalam suatu upacara resmi di Istana Merdeka mengumumkan Dekrit Presiden. Adapun isi pokok Dekrit Presiden
5 Juli 1959 tersebut, yaitu : 1.
Pembubaran Konstituante 2.
Berlakunya kembali UUD 1945 3.
Tidak berlakunya UUD 1950 UUDS. Di samping itu, ditetapkan pula bahwa akan segera dibentuk Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara MPRS dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara DPAS. Demi mengamankan Dekrit Presiden, Nasution
sebagai pimpinanan Angkatan Darat mengeluarkan perintah harian yang bertujuan mengamankannya.
23
23
http:boetarboetarzz.blogspot.com201206dekrit-presiden-5-juli-1959.html
44
BAB V KESIMPULAN