Keterangan: Po
= Produk pulangpokok FC = Biaya tetap
VC = Biaya tidak tetap persatuan produk Rp Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:
a Biaya Titik Impas BEP =
tan appendapa
tidak tet biaya
1 Tetap
Biaya −
b Presentase Titik impas: BEP =
Pendapatan Rp
BEP
x 100 c Kapasitas Titik Impas
Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah
sebagai berikut: Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan
2. Net Present Value NPV
Net Present Value NPV adalah selisih antara nilai penerimaan
sekarang dengan nilai biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 nol, berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam
perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 nol, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan Susanto dan Saneto, 1994. Rumus NPV
adalah : NPV =
∑
−
+ −
n t
t i
Ct B
2
1
Keterangan: Bt
= Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun Ct
= Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t t
= 1, 2, 3,………n n
= Umur ekonomi dari pada proyek. i
= Sosial discount rate
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
3. Gross Benefit Cost Ratio Gross BC Ratio
Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang present value Susanto dan Saneto, 1994.
Nilai BC Ratio =
Produksi Biaya
Pendapatan
4. Payback Period Susanto dan Saneto,1994
Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa
prosentase maupun waktu baik tahun maupun bulan. Payback period tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai
berikut: PP =
Ab 1
Keterangan: I
= Jumlah modal Ab
= Penerimaan bersih perbulan
5. Internal Rate of Return IRR
Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi
modal awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga
yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR = 1 +
NPV NPV
NPV −
I – i Keterangan:
NPV = NPV positif hasil percobaan nilai NPV = NPV negatif hasil percobaan nilai
i = Tingkat bunga
I. Landasan Teori
Pada umumnya masyarakat menggunakan kedelai sebagai bahan pembuatan tempe, permintaan tempe semakin meningkat mengakibatkan
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
semakin banyak impor kedelai. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengganti atau mencampur bahan baku kedelai dengan
bahan yang lain. Salah satu bahan pengganti kedelai adalah biji lamtoro gung. Biji lamtoro
gung Leucaena leucocephala merupakan kelompok kacang polong, yang biasa dikonsumsi saat biji muda ataupun yang biji yang sudah kering. Biji lamtoro-gung
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan golongan kacang-kacangan yang lain, yaitu berkisar antara 30- 40.Slamet, et
al. 1982.
Angkak merah merupakan bahan makanan hasil fermentasi antara beras dengan kapang jenis Monascus purpureus, selain itu terdapat spesies yang lain,
yakni M. pilosus, dan M. anka. Keuntungan penggunaan angkak adalah bahan dasarnya mudah diperoleh, warna yang dihasilkan dapat tercampur dengan
pigmen dan bahan-bahan makanan lain, serta aman untuk digunakan Steinkraus, 1983. Dengan adanya keunggulan-keunggulan tersebut maka
angkak merupakan produk fermentasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai zat pewarna alami yang dapat digunakan untuk dikembangkan sebagai
zat pewarna alami yang dapat digunakan pada produk-produk makanan. Suhu pertumbuhan untuk Monascus berada dalam kisaran 25ºC – 32º C sehingga
kapang ini termasuk dalam golongan kapang mesofilik. Sedangkan pH yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah sekitar 6,5 Hesseltine, 1965.
Lamtoro gung mengandung komponen pati dan protein yang tinggi, oleh karena itu Lamtoro gung dapat digunakan sebagai medium untuk pertumbuhan
oleh Monascus Purpureus. Menurut Lin 1977, Monascus Purpureus
membutuhkan bahan-bahan yang mengandung pati sebagai sumber karbon. Dalam produksi pigmen angkak selain dibutuhkan sumber karbon dibutuhkan
juga sumber nitrogen Wong et al., 1981. Proses pembuatan tempe melalui beberapa tahap, antara lain:
pencucian, perebusan, perendaman, penginokulasian, pembungkusan dan fermentasi tempe. Tahap pencucian dan perebusan berfungsi untuk menurunkan
senyawa anti gizi yang terdapat dalam biji lamtoro-gung termasuk mimosin, tanin, asam fitat, dan tripsin inhibitor Komari, 1986. Tahap perendaman berfungsi
untuk meningkatkan berat maupun ukuran biji-bijian sampai mencapai dua kalinya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Penginokulasian ragi berfungsi untuk menumbuhkan kapang pada tempe agar dapat merombak beberapa senyawa kompleks menjadi senyawa-
senyawa sederhana sehingga tempe bernilai gizi tinggi. Menurut Susanto 1994, Kapang yang tumbuh pada tempe dapat menghidrolisis sebagian besar
protein menjadi bentuk lebih sederhana, yaitu dipeptida, peptida, dan asam amino essensial. Selain itu lemak dapat dipecah oleh enzim lipase menjadi
asam lemak bebas dan gliserol sehingga dapat secara langsung dapat dicerna oleh tubuh. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan
miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna putih.
J. Hipotesis
Diduga perbedaan proporsi biji kedelai:lamtoro-gung dan konsentrasi penambahan angkak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis dan kadar
air serta tekstur tempe kedelai lamtoro gung-angkak.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Uji Inderawi, Laboratorium Analisa Pangan Fakultas Teknologi
Industri Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Mulai bulan Februari 2012 sampai April 2012.
B. Bahan Penelitian
Bahan baku tempe antara lain meliputi: biji lamtoro gung kering, biiji kedelai dan angkak yang dibeli dari pasar tradisional Surabaya, serta ragi tempe
merk “RAPRIMA”. Bahan Kimia yang digunakan dalam analisa tempe lamtoro gung-angkak
adalah aquadest, K
2
SO
4
, HgO, H
2
SO
4
, K
2
S, NaOH, HCl, KI, Na
2
S
2
O
3
, indikator metal merah, Petroleum ether, etanol, folin-ciocalteau,asam tanat, metanol,
DPPH.
C. Alat
Alat untuk proses pembuatan tempe lamtoro gung-angkak adalah alat- alat pengolahan, timbangan, dan daun pisang.
Sedangkan alat untuk analisa kimia adalah alat-alat gelas, oven, cawan porselen, desikator, penjepit cawan, timbangan, labu kjeldahl, alat ekstraksi
Soxhlet.
D. Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancang Acak Lengkap RAL dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor
dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT
Gasperstz, 1992. 1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu :
Faktor I : Proporsi biji Kedelai : biji Lamtoro gung A1 = 70 : 30
A2 = 50 : 50 A3 = 30 : 70
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Faktor II : Penambahan Angkak berat B1 = Angkak 1
B2 = Angkak 2 B3 = Angkak 3
Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai berikut :
A B B
1
B
2
B
3
A
1
A
1
B
1
A
1
B
2
A
1
B
3
A
2
A
2
B
1
A
2
B
2
A
2
B
3
A
3
A
3
B
1
A
3
B
2
A
3
B
3
Keterangan : A1B1 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 1
A1B2 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 2 A1B3 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 3
A2B1 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 1 A2B2 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 2
A2B3 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 3 A3B1 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 1
A3B2 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 2 A3B3 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 3
Menurut Gasperstz 1994, model matematika untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan menggunakan dasar Rancangan Acak
Lengkap RAL adalah : Y
ijk
= µ + αi+ βj + αβij + εijk Dimana:
Y
ijk
= hasilanalisa pengamatan untuk faktor A level ke I, faktor B ke j, ulangan ke k
µ = nilai tengah umum kualitas tempe αi = pengaruh faktor A pada level ke i
βj = pengaruh faktor B pada level ke j
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
αβij = interaksi AB pada level ke i, level B ke j εijk = pengaruh galat percobaan untuk level ke i A, level ke j B
dan ulangan ke k Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam untuk mengetahui
ada tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Duncant DMRT untuk mengetahui perbedaan
antar perlakuan. 2. Variabel tetap :
1. Berat biji kedelai-lamtoro = 100 gr
2. Perbandingan biji kedelai-lamtoro:air pada saat perendaman 1:3
3. Waktu perebusan = 90 menit
4. konsentrasi laru = 0,5 gr
5. Lama fermentasi 48 jam
6. Pembungkus daun
E. Parameter yang diamati
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: a. Analisa Bahan Baku Biji Kedelai dan Biji Lamtoro-gung:
10.
Kadar air: Metode Oven Sudarmadji, 1984 11.Kadar abu Sudarmadji, 1984
12.
Kadar Total Protein : Metode Kjeldahl Sudarmadji, dkk, 1997 13.Kadar Lemak : Metode Soxhlet Sudarmadji, 1984
b. Analisa Produk Tempe Lamtoro gung-angkak : •
Kadar air : Metode Oven Sudarmadji, 1984 •
Kadar abu Sudarmadji, 1984
•
Kadar Total Protein : Metode Kjeldahl Sudarmadji, dkk, 1997 •
Kadar Lemak : Metode Soxhlet Sudarmadji, 1984 c. Uji Organoleptik :
Uji Hedonik terhadap aroma, rasa, warna dan kekompakan tempe lamtoro gung-angkak Rosida, 2007.
d. Hasil Uji Organoleptik yang terbaik tiga produk akan dilanjutkan dengan Uji
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
total Fenol Andarwulan et al,1999 dan Uji aktivitas antioksidan Kuntorini et al
,2010.
F. Prosedur Penelitian
• Biji kedelai dan biji lamtoro gung terlebih dahulu dianalisa proximat kadar
air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. •
Biji kedelai dan biji lamtoro gung disortasi untuk menghilangkan kotoran dan benda-benda asing.
• Setelah itu biji kedelai dan biji lamtoro-gung dicuci untuk menghilangkan
debu dan kotoran lainya. •
Kemudian dilakukan perebusan selama 90 menit untuk memudahkan pengupasan kulit.
• Selanjutnya biji kedelai dan biji lamtoro-gung direndam dalam air selama
24 jam. •
Setelah 24 jam, kulit kedelai dan kulit lamtoro-gung dikupas dengan cara meremas-remas sehingga kulit dan keping biji terpisah. Kemudian, keping
biji dicuci bersih untuk menghilangkan lendir. •
Setelah dicuci, biji kedelai dan biji lamtoro-gung dicampur hingga homogen.
•
Campuran biji kedelai dan biji lamtoro-gung tersebut ditambah dengan angkak 1, 2, 3 serta dilakukan peragian dengan penambahan
laruragi tempe sebesar 0,5 gr beratberat.
•
Setelah peragian, dilakukan pembungkusan dengan daun yang telah dilubangi, kemudian difermentasi pada suhu kamar 25-37°C selama
48jam. •
Tempe yang diperoleh dianalisa kadar air , kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan uji organoleptik uji hedonik : bau, rasa, aroma dan
kekompakan. Bagan alir proses pembuatan Tempe Kedelai Lamtoro Gung Angkak
dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Biji kedelai Analisa: Biji Lamtoro-gung
•
Kadar air
•
Kadar abu
•
Kadar protein
•
Kadar lemak
Keping biji kedelai Keping biji lamtoro gung
Tempe Lamtoro Gung Angkak Analisa: •
Kadar air •
Kadar abu •
Kadar protein •
Kadar Lemak •
Uji Organoleptik: •
bau, rasa, warna dan kekompakan
Hedonik. •
Uji Fenol dan Uji Antioksidan tiga
produk terbaik
Gambar 3.1. Pembuatan Tempe Lamtoro Gung Angkak Sortasi
Pencucian Perebusan 90 menit
Perendaman 24 jam Pengupasan kulit
Pencucian
Pencampuran Penambahan angkak
1; 2; 3 Inokulasi laru 0,5 g
Pembungkusan Fermentasi suhu kamar, selama 48 jam
Sortasi
Pencucian Perebusan 90 menit
Perendaman 24 jam Pencucian
Penimbangan 70 g, 50 g, 30 g
Penimbangan 30 g, 50 g, 70 g
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Bahan Baku
Pada penelitian pembuatan tempe lamtoro gung-angkak dengan proporsi kedelai:lamtoro gung serta dengan penambahan angkak, dilakukan analisis
bahan baku terhadap biji kedelai dan lamtoro gung kering. Hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil analisis bahan baku
Komponen Biji
Lamtoro gung kering Biji
Kedelai kering Kadar Air
Kadar Abu Kadar Protein
Kadar Lemak 14,31
5,66 19,75
5,58 6,49
5,19 36,17
19,45 Pada Tabel 4.1 diatas dapat diketahui kandungan kadar air biji lamtoro
gung adalah 14,31, kadar abu 5,66, kadar protein 19,75, dan kadar lemak 5,58. Menurut Astuti et al 2003, biji lamtoro gung mengandung 18,56 kadar
air, 5,4 kadar abu, 34,88 kadar protein, dan 5,73 kadar lemak. Biji lamtoro- gung kering mengandung sekitar 30 protein Slamet et al, 1987.
Kandungan kadar air biji kedelai pada Tabel 4.1 adalah 6,49, kadar abu 5,19, kadar protein 36,17,dan kadar lemak 19,45. Astuti et al 2003
menyatakan kandungan protein dalam biji kedelai bervariasi antara 31-48 dan kandungan lemaknya juga bervariasi yaitu antara 11-21. Komposisi kimia
kedelai adalah 40,5 protein, 20,5 lemak, 4,5 abu, dan 6,6 air Snyder and Kwon, 1987.
Perbedaan hasil analisis diduga karena adanya perbedaan varietas biji- bijian, iklim, ataupun jenis tanah. Menurut Ketaren 1986, secara fisik setiap
kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana biji-
bijian tersebut dibudidayakan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
B. Hasil Analisis Produk Tempe Lamtoro gung-Angkak 1. Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 3, menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak tidak
terdapat interaksi yang nyata terhadap kadar air tempe tetapi masing-masing perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak memberikan
pengaruh yang nyata p≤0,05 terhadap nilai kadar air tempe yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar air tempe dengan perlakuan proporsi kedelai : lamtoro
gung dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air tempe mempunyai kisaran antara 62,70-64,09.
Tabel 4.2. Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan proporsi kedelai :
lamtoro gung
Proporsi Kedelai:Lamtoro gung
Kadar Air Notasi
DMRT 5
70:30 50:50
30:70 62,70
63,43 64,09
a b
c -
0,52 0,55
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata Pada Tabel 4.2. menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi biji lamtoro
gung yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar air. Hal ini disebabkan karena biji lamtoro gung kering mengandung kadar air lebih besar dari pada biji
kedelai. Berdasarkan hasil analisa bahan baku pada Tabel 4.1. Kadar air biji lamtoro gung yaitu 14,31; sedangkan kadar air biji kedelai 6,49.
Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga berat biji naik sebesar kira-kira dua kali berat semula. Menurut Sayrief 1999, bahwa
selama fermentasi, kapang Rhizopus akan menghancurkan matriks antara sel bakteri dimana pada hari ke tiga untuk biji-bijian akan menjadi empuk, tapi pada
fermentasi selanjutnya antara sel pada biji-bijian hancur ditambah air hasil pemecahan karbohidrat yang menyebabkan tempe menjadi lembek dan berair.
Hasil di atas telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia No. 01-3144-1992 yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal pada tempe 65.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Tabel 4.3. Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan penambahan angkak
Penambahan Angkak
Kadar Air Notasi
DMRT 5
1 2
3 63,07
63,33 63,83
a ab
b
-
0,52 0,55
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata Pada Tabel 4.3. menunjukkan bahwa penambahan angkak berpengaruh
nyata terhadap kadar air tempe. Penambahan angkak 1 tidak berbeda nyata dengan penambahan angkak 2, tetapi berbeda nyata dengan penambahan
3. Penambahan angkak dapat meningkatkan kadar air, peningkatan kadar air ini diduga disebabkan karena adanya pengaruh temperatur, udara dan
kelembaban yang mengakibatkan serbuk angkak menjadi higrokopis.
2. Kadar Abu
Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 4, menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan penambahan angkak tidak terdapat
interaksi yang nyata terhadap nilai rata-rata kadar abu produk tempe, tetapi masing-masing perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan
angkak memberikan pengaruh yang nyata p≤0,05 terhadap nilai rata-rata kadar abu tempe yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan
proporsi kedelai : lamtoro-gung dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar abu tempe mempunyai kisaran antara 3,43 -
4,00. Tabel 4.4.
Nilai rata-rata kadar abu tempe dari perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung
Proporsi Kedelai:lamtoro gung Kadar Abu
Notasi DMRT 5
70:30 50:50
30:70 3,43
3,64 4,00
a b
c -
0,08 0,08
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi biji lamtoro gung maka kadar abu tempe akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil
analisa bahan baku awal pada Tabel 4.1, kandungan kadar abu biji lamtoro gung kering lebih besar dari pada kadar abu biji kedelai, sehingga semakin banyak
proporsi biji lamtoro gung, kadar abu tempe semakin meningkat. Kadar abu biji lamtoro gung kering 5,66, sedangkan kadar abu biji kedelai 5,19.
Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan penambahan angkak dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 . Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan penambahan
angkak Penambahan Angkak
Kadar Abu Notasi
DMRT 5 1
2 3
3,60 3,69
3,78 a
b c
- 0,08
0,08 Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata
Pada Tabel 4.5. menunjukkan bahwa penambahan angkak berpengaruh nyata terhadap kadar abu tempe, semakin tinggi angkak yang ditambahkan
maka kadar abu juga akan semakin meningkat. Peningkatan kadar abu diduga berasal dari vitamin yang terbentuk oleh mikroba yang tumbuh selama fermentasi
tempe, terutama vitamin B12, sehingga kenaikan jumlah abu diduga berasal dari nitrogen dan cobalt Co pada vitamin B12 yang terkandung dalam vitamin B
kompleks tersebut. . Astuti dkk 2003, menyebutkan bahwa selama fermentasi tempe jumlah vitamin B kompleks meningkat kecuali tiamin.
3. Kadar Protein