Net Present Value NPV Gross Benefit Cost Ratio Gross BC Ratio Payback Period Susanto dan Saneto,1994 Kadar Abu

Keterangan: Po = Produk pulangpokok FC = Biaya tetap VC = Biaya tidak tetap persatuan produk Rp Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut: a Biaya Titik Impas BEP = tan appendapa tidak tet biaya 1 Tetap Biaya − b Presentase Titik impas: BEP = Pendapatan Rp BEP x 100 c Kapasitas Titik Impas Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut: Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan

2. Net Present Value NPV

Net Present Value NPV adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan nilai biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 nol, berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 nol, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan Susanto dan Saneto, 1994. Rumus NPV adalah : NPV = ∑ − + − n t t i Ct B 2 1 Keterangan: Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t t = 1, 2, 3,………n n = Umur ekonomi dari pada proyek. i = Sosial discount rate Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3. Gross Benefit Cost Ratio Gross BC Ratio

Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang present value Susanto dan Saneto, 1994. Nilai BC Ratio = Produksi Biaya Pendapatan

4. Payback Period Susanto dan Saneto,1994

Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu baik tahun maupun bulan. Payback period tersebut harus lebih kecil dari nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut: PP = Ab 1 Keterangan: I = Jumlah modal Ab = Penerimaan bersih perbulan

5. Internal Rate of Return IRR

Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukkan persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi modal awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan. IRR = 1 + NPV NPV NPV − I – i Keterangan: NPV = NPV positif hasil percobaan nilai NPV = NPV negatif hasil percobaan nilai i = Tingkat bunga

I. Landasan Teori

Pada umumnya masyarakat menggunakan kedelai sebagai bahan pembuatan tempe, permintaan tempe semakin meningkat mengakibatkan Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. semakin banyak impor kedelai. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan mengganti atau mencampur bahan baku kedelai dengan bahan yang lain. Salah satu bahan pengganti kedelai adalah biji lamtoro gung. Biji lamtoro gung Leucaena leucocephala merupakan kelompok kacang polong, yang biasa dikonsumsi saat biji muda ataupun yang biji yang sudah kering. Biji lamtoro-gung mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan golongan kacang-kacangan yang lain, yaitu berkisar antara 30- 40.Slamet, et al. 1982. Angkak merah merupakan bahan makanan hasil fermentasi antara beras dengan kapang jenis Monascus purpureus, selain itu terdapat spesies yang lain, yakni M. pilosus, dan M. anka. Keuntungan penggunaan angkak adalah bahan dasarnya mudah diperoleh, warna yang dihasilkan dapat tercampur dengan pigmen dan bahan-bahan makanan lain, serta aman untuk digunakan Steinkraus, 1983. Dengan adanya keunggulan-keunggulan tersebut maka angkak merupakan produk fermentasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai zat pewarna alami yang dapat digunakan untuk dikembangkan sebagai zat pewarna alami yang dapat digunakan pada produk-produk makanan. Suhu pertumbuhan untuk Monascus berada dalam kisaran 25ºC – 32º C sehingga kapang ini termasuk dalam golongan kapang mesofilik. Sedangkan pH yang sesuai untuk pertumbuhannya adalah sekitar 6,5 Hesseltine, 1965. Lamtoro gung mengandung komponen pati dan protein yang tinggi, oleh karena itu Lamtoro gung dapat digunakan sebagai medium untuk pertumbuhan oleh Monascus Purpureus. Menurut Lin 1977, Monascus Purpureus membutuhkan bahan-bahan yang mengandung pati sebagai sumber karbon. Dalam produksi pigmen angkak selain dibutuhkan sumber karbon dibutuhkan juga sumber nitrogen Wong et al., 1981. Proses pembuatan tempe melalui beberapa tahap, antara lain: pencucian, perebusan, perendaman, penginokulasian, pembungkusan dan fermentasi tempe. Tahap pencucian dan perebusan berfungsi untuk menurunkan senyawa anti gizi yang terdapat dalam biji lamtoro-gung termasuk mimosin, tanin, asam fitat, dan tripsin inhibitor Komari, 1986. Tahap perendaman berfungsi untuk meningkatkan berat maupun ukuran biji-bijian sampai mencapai dua kalinya. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Penginokulasian ragi berfungsi untuk menumbuhkan kapang pada tempe agar dapat merombak beberapa senyawa kompleks menjadi senyawa- senyawa sederhana sehingga tempe bernilai gizi tinggi. Menurut Susanto 1994, Kapang yang tumbuh pada tempe dapat menghidrolisis sebagian besar protein menjadi bentuk lebih sederhana, yaitu dipeptida, peptida, dan asam amino essensial. Selain itu lemak dapat dipecah oleh enzim lipase menjadi asam lemak bebas dan gliserol sehingga dapat secara langsung dapat dicerna oleh tubuh. Selama fermentasi, biji-biji kedelai terperangkap dalam rajutan miselia jamur membentuk padatan yang kompak berwarna putih.

J. Hipotesis

Diduga perbedaan proporsi biji kedelai:lamtoro-gung dan konsentrasi penambahan angkak berpengaruh nyata terhadap kesukaan panelis dan kadar air serta tekstur tempe kedelai lamtoro gung-angkak. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan, Laboratorium Uji Inderawi, Laboratorium Analisa Pangan Fakultas Teknologi Industri Program Studi Teknologi Pangan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Mulai bulan Februari 2012 sampai April 2012.

B. Bahan Penelitian

Bahan baku tempe antara lain meliputi: biji lamtoro gung kering, biiji kedelai dan angkak yang dibeli dari pasar tradisional Surabaya, serta ragi tempe merk “RAPRIMA”. Bahan Kimia yang digunakan dalam analisa tempe lamtoro gung-angkak adalah aquadest, K 2 SO 4 , HgO, H 2 SO 4 , K 2 S, NaOH, HCl, KI, Na 2 S 2 O 3 , indikator metal merah, Petroleum ether, etanol, folin-ciocalteau,asam tanat, metanol, DPPH.

C. Alat

Alat untuk proses pembuatan tempe lamtoro gung-angkak adalah alat- alat pengolahan, timbangan, dan daun pisang. Sedangkan alat untuk analisa kimia adalah alat-alat gelas, oven, cawan porselen, desikator, penjepit cawan, timbangan, labu kjeldahl, alat ekstraksi Soxhlet.

D. Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancang Acak Lengkap RAL dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan dilanjutkan dengan uji DMRT Gasperstz, 1992. 1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu : Faktor I : Proporsi biji Kedelai : biji Lamtoro gung A1 = 70 : 30 A2 = 50 : 50 A3 = 30 : 70 Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Faktor II : Penambahan Angkak berat B1 = Angkak 1 B2 = Angkak 2 B3 = Angkak 3 Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai berikut : A B B 1 B 2 B 3 A 1 A 1 B 1 A 1 B 2 A 1 B 3 A 2 A 2 B 1 A 2 B 2 A 2 B 3 A 3 A 3 B 1 A 3 B 2 A 3 B 3 Keterangan : A1B1 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 1 A1B2 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 2 A1B3 = 70 : 30 dan Penambahan Angkak 3 A2B1 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 1 A2B2 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 2 A2B3 = 50 : 50 dan Penambahan Angkak 3 A3B1 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 1 A3B2 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 2 A3B3 = 30 : 70 dan Penambahan Angkak 3 Menurut Gasperstz 1994, model matematika untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan menggunakan dasar Rancangan Acak Lengkap RAL adalah : Y ijk = µ + αi+ βj + αβij + εijk Dimana: Y ijk = hasilanalisa pengamatan untuk faktor A level ke I, faktor B ke j, ulangan ke k µ = nilai tengah umum kualitas tempe αi = pengaruh faktor A pada level ke i βj = pengaruh faktor B pada level ke j Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. αβij = interaksi AB pada level ke i, level B ke j εijk = pengaruh galat percobaan untuk level ke i A, level ke j B dan ulangan ke k Data yang diperoleh dianalisa dengan analisis ragam untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Duncant DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. 2. Variabel tetap : 1. Berat biji kedelai-lamtoro = 100 gr 2. Perbandingan biji kedelai-lamtoro:air pada saat perendaman 1:3 3. Waktu perebusan = 90 menit 4. konsentrasi laru = 0,5 gr 5. Lama fermentasi 48 jam 6. Pembungkus daun

E. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: a. Analisa Bahan Baku Biji Kedelai dan Biji Lamtoro-gung: 10. Kadar air: Metode Oven Sudarmadji, 1984 11.Kadar abu Sudarmadji, 1984 12. Kadar Total Protein : Metode Kjeldahl Sudarmadji, dkk, 1997 13.Kadar Lemak : Metode Soxhlet Sudarmadji, 1984 b. Analisa Produk Tempe Lamtoro gung-angkak : • Kadar air : Metode Oven Sudarmadji, 1984 • Kadar abu Sudarmadji, 1984 • Kadar Total Protein : Metode Kjeldahl Sudarmadji, dkk, 1997 • Kadar Lemak : Metode Soxhlet Sudarmadji, 1984 c. Uji Organoleptik : Uji Hedonik terhadap aroma, rasa, warna dan kekompakan tempe lamtoro gung-angkak Rosida, 2007. d. Hasil Uji Organoleptik yang terbaik tiga produk akan dilanjutkan dengan Uji Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. total Fenol Andarwulan et al,1999 dan Uji aktivitas antioksidan Kuntorini et al ,2010.

F. Prosedur Penelitian

• Biji kedelai dan biji lamtoro gung terlebih dahulu dianalisa proximat kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. • Biji kedelai dan biji lamtoro gung disortasi untuk menghilangkan kotoran dan benda-benda asing. • Setelah itu biji kedelai dan biji lamtoro-gung dicuci untuk menghilangkan debu dan kotoran lainya. • Kemudian dilakukan perebusan selama 90 menit untuk memudahkan pengupasan kulit. • Selanjutnya biji kedelai dan biji lamtoro-gung direndam dalam air selama 24 jam. • Setelah 24 jam, kulit kedelai dan kulit lamtoro-gung dikupas dengan cara meremas-remas sehingga kulit dan keping biji terpisah. Kemudian, keping biji dicuci bersih untuk menghilangkan lendir. • Setelah dicuci, biji kedelai dan biji lamtoro-gung dicampur hingga homogen. • Campuran biji kedelai dan biji lamtoro-gung tersebut ditambah dengan angkak 1, 2, 3 serta dilakukan peragian dengan penambahan laruragi tempe sebesar 0,5 gr beratberat. • Setelah peragian, dilakukan pembungkusan dengan daun yang telah dilubangi, kemudian difermentasi pada suhu kamar 25-37°C selama 48jam. • Tempe yang diperoleh dianalisa kadar air , kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan uji organoleptik uji hedonik : bau, rasa, aroma dan kekompakan. Bagan alir proses pembuatan Tempe Kedelai Lamtoro Gung Angkak dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Biji kedelai Analisa: Biji Lamtoro-gung • Kadar air • Kadar abu • Kadar protein • Kadar lemak Keping biji kedelai Keping biji lamtoro gung Tempe Lamtoro Gung Angkak Analisa: • Kadar air • Kadar abu • Kadar protein • Kadar Lemak • Uji Organoleptik: • bau, rasa, warna dan kekompakan Hedonik. • Uji Fenol dan Uji Antioksidan tiga produk terbaik Gambar 3.1. Pembuatan Tempe Lamtoro Gung Angkak Sortasi Pencucian Perebusan 90 menit Perendaman 24 jam Pengupasan kulit Pencucian Pencampuran Penambahan angkak 1; 2; 3 Inokulasi laru 0,5 g Pembungkusan Fermentasi suhu kamar, selama 48 jam Sortasi Pencucian Perebusan 90 menit Perendaman 24 jam Pencucian Penimbangan 70 g, 50 g, 30 g Penimbangan 30 g, 50 g, 70 g Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Bahan Baku

Pada penelitian pembuatan tempe lamtoro gung-angkak dengan proporsi kedelai:lamtoro gung serta dengan penambahan angkak, dilakukan analisis bahan baku terhadap biji kedelai dan lamtoro gung kering. Hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil analisis bahan baku Komponen Biji Lamtoro gung kering Biji Kedelai kering Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak 14,31 5,66 19,75 5,58 6,49 5,19 36,17 19,45 Pada Tabel 4.1 diatas dapat diketahui kandungan kadar air biji lamtoro gung adalah 14,31, kadar abu 5,66, kadar protein 19,75, dan kadar lemak 5,58. Menurut Astuti et al 2003, biji lamtoro gung mengandung 18,56 kadar air, 5,4 kadar abu, 34,88 kadar protein, dan 5,73 kadar lemak. Biji lamtoro- gung kering mengandung sekitar 30 protein Slamet et al, 1987. Kandungan kadar air biji kedelai pada Tabel 4.1 adalah 6,49, kadar abu 5,19, kadar protein 36,17,dan kadar lemak 19,45. Astuti et al 2003 menyatakan kandungan protein dalam biji kedelai bervariasi antara 31-48 dan kandungan lemaknya juga bervariasi yaitu antara 11-21. Komposisi kimia kedelai adalah 40,5 protein, 20,5 lemak, 4,5 abu, dan 6,6 air Snyder and Kwon, 1987. Perbedaan hasil analisis diduga karena adanya perbedaan varietas biji- bijian, iklim, ataupun jenis tanah. Menurut Ketaren 1986, secara fisik setiap kedelai berbeda dalam hal warna, ukuran dan komposisi kimianya. Perbedaan secara fisik dan kimia tersebut dipengaruhi oleh varietas dan kondisi dimana biji- bijian tersebut dibudidayakan. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

B. Hasil Analisis Produk Tempe Lamtoro gung-Angkak 1. Kadar Air

Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 3, menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak tidak terdapat interaksi yang nyata terhadap kadar air tempe tetapi masing-masing perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak memberikan pengaruh yang nyata p≤0,05 terhadap nilai kadar air tempe yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar air tempe dengan perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dapat dilihat pada Tabel 4.2. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar air tempe mempunyai kisaran antara 62,70-64,09. Tabel 4.2. Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung Proporsi Kedelai:Lamtoro gung Kadar Air Notasi DMRT 5 70:30 50:50 30:70 62,70 63,43 64,09 a b c - 0,52 0,55 Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata Pada Tabel 4.2. menunjukkan bahwa semakin banyak proporsi biji lamtoro gung yang ditambahkan maka semakin tinggi kadar air. Hal ini disebabkan karena biji lamtoro gung kering mengandung kadar air lebih besar dari pada biji kedelai. Berdasarkan hasil analisa bahan baku pada Tabel 4.1. Kadar air biji lamtoro gung yaitu 14,31; sedangkan kadar air biji kedelai 6,49. Selama proses perendaman, biji mengalami proses hidrasi, sehingga berat biji naik sebesar kira-kira dua kali berat semula. Menurut Sayrief 1999, bahwa selama fermentasi, kapang Rhizopus akan menghancurkan matriks antara sel bakteri dimana pada hari ke tiga untuk biji-bijian akan menjadi empuk, tapi pada fermentasi selanjutnya antara sel pada biji-bijian hancur ditambah air hasil pemecahan karbohidrat yang menyebabkan tempe menjadi lembek dan berair. Hasil di atas telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia No. 01-3144-1992 yang menyebutkan bahwa kadar air maksimal pada tempe 65. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Tabel 4.3. Nilai rata-rata kadar air tempe dari perlakuan penambahan angkak Penambahan Angkak Kadar Air Notasi DMRT 5 1 2 3 63,07 63,33 63,83 a ab b - 0,52 0,55 Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata Pada Tabel 4.3. menunjukkan bahwa penambahan angkak berpengaruh nyata terhadap kadar air tempe. Penambahan angkak 1 tidak berbeda nyata dengan penambahan angkak 2, tetapi berbeda nyata dengan penambahan 3. Penambahan angkak dapat meningkatkan kadar air, peningkatan kadar air ini diduga disebabkan karena adanya pengaruh temperatur, udara dan kelembaban yang mengakibatkan serbuk angkak menjadi higrokopis.

2. Kadar Abu

Berdasarkan hasil analisis ragam Lampiran 4, menunjukkan bahwa perlakuan proporsi kedelai:lamtoro gung dan penambahan angkak tidak terdapat interaksi yang nyata terhadap nilai rata-rata kadar abu produk tempe, tetapi masing-masing perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak memberikan pengaruh yang nyata p≤0,05 terhadap nilai rata-rata kadar abu tempe yang dihasilkan. Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan proporsi kedelai : lamtoro-gung dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kadar abu tempe mempunyai kisaran antara 3,43 - 4,00. Tabel 4.4. Nilai rata-rata kadar abu tempe dari perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung Proporsi Kedelai:lamtoro gung Kadar Abu Notasi DMRT 5 70:30 50:50 30:70 3,43 3,64 4,00 a b c - 0,08 0,08 Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. Pada Tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi biji lamtoro gung maka kadar abu tempe akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil analisa bahan baku awal pada Tabel 4.1, kandungan kadar abu biji lamtoro gung kering lebih besar dari pada kadar abu biji kedelai, sehingga semakin banyak proporsi biji lamtoro gung, kadar abu tempe semakin meningkat. Kadar abu biji lamtoro gung kering 5,66, sedangkan kadar abu biji kedelai 5,19. Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan penambahan angkak dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 . Nilai rata-rata kadar abu tempe dengan perlakuan penambahan angkak Penambahan Angkak Kadar Abu Notasi DMRT 5 1 2 3 3,60 3,69 3,78 a b c - 0,08 0,08 Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata Pada Tabel 4.5. menunjukkan bahwa penambahan angkak berpengaruh nyata terhadap kadar abu tempe, semakin tinggi angkak yang ditambahkan maka kadar abu juga akan semakin meningkat. Peningkatan kadar abu diduga berasal dari vitamin yang terbentuk oleh mikroba yang tumbuh selama fermentasi tempe, terutama vitamin B12, sehingga kenaikan jumlah abu diduga berasal dari nitrogen dan cobalt Co pada vitamin B12 yang terkandung dalam vitamin B kompleks tersebut. . Astuti dkk 2003, menyebutkan bahwa selama fermentasi tempe jumlah vitamin B kompleks meningkat kecuali tiamin.

3. Kadar Protein

Dokumen yang terkait

PEMANFAATAN LAMTORO (Leucaena leucocephala) SEBAGAI BAHAN DASAR TEMPE DENGAN PENAMBAHAN BAHAN ISI JAGUNG Pemanfaatan Lamtoro (Leucaena leucocephala) Sebagai Bahan Dasar Tempe Dengan Penambahan Bahan Isi Jagung Manis (Zea mays) DAN Bekatul Pada Konsentras

1 2 15

KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAP LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI.

0 1 74

PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI.

3 4 77

KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAP LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI.

0 10 74

PEMBUATAN KONSENTRAT PROTEIN BIJI LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) DENGAN KAJIAN KONSENTRASI ENZIM LIMBAH KULIT NENAS DAN LAMA INKUBASI.

0 1 52

PENGARUH PENAMBAHAN BIJI LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) PADA PROSES FERMENTASI TEMPE

1 1 11

PEMBUATAN TEMPE PROPORSI BIJI KEDELAI:LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) DENGAN PENAMBAHAN ANGKAK

0 1 15

PEMBUATAN KONSENTRAT PROTEIN BIJI LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) DENGAN KAJIAN KONSENTRASI ENZIM LIMBAH KULIT NENAS DAN LAMA INKUBASI

0 0 15

KUALITAS DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KECAP LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI

0 0 14

PEMBUATAN TAUCO LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala) ANGKAK DENGAN KAJIAN PROPORSI KEDELAI LAMTORO GUNG DAN LAMA FERMENTASI

0 0 17