1. Kadar Total Fenol
Tabel 4.16. Nilai rata-rata total fenol dari tiga perlakuan tempe terbaik Perlakuan
Kadar Total Fenol ppm
Notasi BNT 0,05 = 106,26
Proporsi Kedelai:Lamtoro gung
Angkak 70:30
70:30 70:30
1 2
3 3.450,82
4.496,44 5.451,87
a b
c
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata. Berdasarkan analisis ragam lampiran 12, pada Tabel 4.16.
menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar fenol tempe kedelai:lamtoro gung 70:30 dengan penambahan angkak 1 - 3 mempunyai kisaran antara 3.450,82
ppm – 5.451,87 ppm. Semakin tinggi penambahan angkak semakin tinggi kadar fenol. Tinggi kadar fenol ini disebabkan karena adanya kandungan polifenol di
dalam angkak. Menurut Susanto et al 1998 selama fermentasi tempe terjadi produksi senyawa isoflavon aglikon, sehingga semakin lama fermentasi maka
total fenol tempe akan meningkat. Sehingga dengan adanya kandungan polifenol dalam angkak tersebut akan dapat meningkatkan total fenol tempe kedelai:lamtoro
gung yang ditambahkan angkak. Menurut Chairote et al. 2009, aktivitas antioksidan dalam angkak terdiri dari
beberapa senyawa seperti flavonoid, polifenol, karotenoid, alkaloid dan vitamin. Beberapa metabolit sekunder yang diproduksi oleh jamur Monascus merupakan
komponen yang disusun dari poliketida. Komponen tersebut adalah pigmen dan komponen fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan. Produksi pigmen yang
semakin pekat diiringi dengan kenaikan jumlah antioksidan yang dihasilkan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
2. Kadar Aktivitas Antioksidan
Tabel 4.17. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan dari tiga perlakuan tempe terbaik Perlakuan
Aktifitas Antioksidan
Notasi BNT 0,05 = 0,57
Proporsi Kedelai:Lamtoro gung Angkak
70:30 70:30
70:30 1
2 3
59,47 63,60
69,60 a
b c
Keterangan : Nilai rerata yang diikuti huruf berbeda berarti berbeda nyata. Berdasarkan analisis ragam lampiran 13, pada Tabel 4.17. menunjukkan
bahwa kandungan kadar antioksidan tempe kedelai:lamtoro gung 70:30 dengan penambahan angkak 1-3 mempunyai kisaran antara: 59,47 - 69,60.
Semakin tinggi penambahan angkak semakin tinggi aktivitas antioksidan. Hal ini disebabkan karena peningkatan total fenol dalam tempe berpengaruh
terhadap peningkatan aktivitas antioksidan tempe lamtoro gung-angkak, sehingga semakin meningkat total fenol yang terkandung dalam tempe, maka
kadar aktivitas antioksidan juga semakin meningkat, karena senyawa fenol dalam tempe bersifat sebagai antioksidan.
Selama fermentasi tempe terjadi kenaikan aktivitas antioksidan yang disebabkan oleh terhidrolisisnya senyawa isoflavon glikosida pada biji kedelai
menjadi senyawa isoflavon bebas yang disebut aglikon oleh enzim - Glukosidase pada saat proses perendaman biji. Enzim ini dihasilkan pula oleh
mikroorganisme Rhizopus oligosporus selama fermentasi Susanto et al, 1998. Menurut Fardiaz 1992, mekanisme kerja antioksidan yang memiliki
gugus fenol adalah dengan cara berintegrasi dengan radikal bebas yang terdapat dalam sistem. Aktivitas antioksidan dari senyawa fenolat ditunjukkan melalui
potensinya sebagai agen pereduksi, donor hidrogen, oksigen quencher dan pengkelat metal. Potensi antioksidan komponen fenolat didasarkan pada jumlah
dan lokasi gugus hidroksil. Flavonoid, kelompok campuran polifenolat memiliki berat molekul rendah, meliputi flavon, flavonol, flavonon,isoflavon, flavan-3-ol,
dan antosianin Stewart et al, 2000 dalam Winarsi,2007
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
F. Analisis Finansial
1. Kapasitas Produksi Kapasitas produksi direncanakan tiap hari memerlukan bahan baku
lamtoro gung 3744 kgtahun, kedelai 11.030,30 kgtahun dan angkak 283,92 kgtahun, dan bahan penunjangnya ragi 156 kgtahun.
Kapasitas produksi dalam satu tahun menghasilkan tempe sebanyak
28.392 kg atau 156.000 bungkus per tahun dengan 1 bungkus = 182 gr. Data kapasitas produksi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14.
2. Biaya Produksi Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan
suatu usaha. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang terdiri yang dalam jangka waktu tertentu tidak
berubah mengikuti perubahan tingkat produksi biaya tetap bersifat konstan pada relevan range tertentu.biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya berubah
sejalan dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Secara singkat total biaya produsi per tahun dari industri tempe adalah sebagai
berikut: Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap
= Rp 66.937.647,00 + Rp 305.057.500,00 = Rp 371.995.147,00
3. Harga Pokok Produksi Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap
tahun,maka dapat diketahui harga pokok per kilo gram. Harga Pokok
= per tahun
produksi Kapasitas
produksi biaya
Total = Rp 371.995.147,00
156.000 = Rp. 2.384,58
≈
Rp. 2.400,00
4. Harga jual produksi Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk selain
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dipasaran dan juga keuntungan yang ingin dicapai 30 dari harga pokok, pajak 10 dari harga jual.
Harga Jual = harga pokok + keuntungan 40 + pajak 10
= Rp. 2.384,58 + Rp. 953,832 + Rp. 238,458
= Rp. 3576,87 bungkus ≈ Rp. 3.600,00
5. Break Even Point Analisa Break Event adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Volume penjualan dimana penghasilannya tetap sama dengan biaya totalnya, sehingga
perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian dinamakan “Break Event Point”. Biaya yang termasuk biaya variabel pada umumnya adalah
bahan mentah, upah buruh langsung, dan komisi penjualan. Sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa
bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staff research,
biaya kantor Pujawa, 2002. Berdasarkan Lampiran 19. diperoleh BEP sebagai
berikut : - BEP biaya titik impas
= Rp. 146.533.937,09 - BEP titik impas
= 26,09 - Kapasitas titik impas
= 40.703,87 bungkustahun
Kapasitas tiitik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi tempe per tahun mencapai keadaan
impas jika produksinya sebesar 40.703,87 bungkustahun, dengan kapasitas
normal sebanyak 156.000 bungkustahun, hal ini berarti tempe memperoleh
keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 26,09 dari total produksi yang
direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 19.
6. Payback Period PP Proyek period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar
dana yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Payback Period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek daripada Payback Period maksimum, maka usul investasi tersebut dapat diterima.
Berdasarkan lampiran diperoleh nilai payback period sebesar 3,3. Umur ekonomis proyek yang direncanakan 5 tahun. Hal ini berarti investasi pada
proyek ini dapat diterima karena nilai payback period lebih kecil daripada umur ekonomis.
7. Net Present Value NPV Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang
dengan nilai penerimaan bersih di masa yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih jika NPV nya lebih besar dari nol. Berdasarkan perhitungan pada lampiran.
Perhitungan NPV pada produk tempe adalah sebesar Rp. 46.914.888,- dengan
demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV nya lebih besar dari nol. 8. Gross Benefit Cost Ratio Gross BC
Gross Benefit Cost Ratio Gross BC adalah merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang.
Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila Gross BC 1, bila proyek memiliki Gross BC = 1 tidak akan dipilih.
Berdasarkan Lampiran 21. diperoleh nilai Gross BC sebesar 1,0042
berarti proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan. 9. Internal Rate of Return IRR
IRR merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang
sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang dikerjakan. IRR juga berarti tingkat suku bunga yang dapat menyebabkan NPV = 0. Proyek dapat
diterima apabila dinilai IRR lebih besar dari suku bunga sekarang. Berdasarkan lampiran, diperoleh IRR sebesar 23,645. Berarti proyek ini
dapat diterima karena IRR lebih besar daripada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20 per tahun.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN •
Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi kedelai : lamtoro gung dan penambahan angkak
terhadap tekstur, dan tidak terjadi interaksi yang nyata pada kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.
•
Berdasarkan hasil organoleptik bahwa perlakuan terbaik adalah pada perlakuan proporsi biji kedelai dengan biji lamtoro gung 70 : 30 dan
penambahan angkak 1 bb, yang menghasilkan tempe dengan komposisi kadar air 62,42, kadar abu 3,30, kadar protein 14,99,
kadar lemak 3,99, kadar fenol 3.178,41, aktivitas antioksidan 59,47 , tekstur kekerasan 0,241 mmgr det.
•
Hasil analisis finansial diketahui bahwa nilai Break Event Point BEP dicapai pada Rp. 146.533.937,09 atau sebesar 26,09 dengan
kapasitas titik impas 40.703,87 kgth, sedangkan Internal Rate of Return
IRR mencapai 23,645, Payback Period PP dicapai selama 3,3 tahun,
Gross BC 1.0042 , Net Present Value NPV sebesar Rp. 46.914.888,- sehingga usaha tempe dapat dikembangkan.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, disarankan dalam pembuatan tempe proporsi biji kedelai:lamtoro gung dilakukan penelitian yang berhubungan
dengan penyimpanan tempe, untuk mengetahui seberapa jauh produk tersebut tahan selama penyimpanan dan masih memenuhi kriteria mutu tertentu.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
DAFTAR PUSTAKA
Agosin E., D. Diaz, R. Aravena, and E. Yanez, 1989. Chemical and Nutritional Characterization of Lupine Tempeh. Journal of Food Science, Volume
S4, No.1, University of Food Science. Chile.
Andarwulan, N., dan Shetty, K. 1999. Phenolic content ini differentiated tissue culture of transformed and agrobacterium-transformed roots
of anise Pompinella anisum L. J Agric Food Chem 47:1776-1780
Ardiyansyah. 2007. Khasiat Angkak. www.ardiansyah .multipiy.com
journalitem8. Diakses pada tanggal 23 November 2011.
Astuti, M., Meliala, Andreanyta., Fabien, Dalais., Wahlq, Mark. 2003. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr
2000 94: 322–325.
Benge, D.M., 1981, Leucena leucocephala a tree that “Defies the Woodcutter” .office of Agricultur, Development Support Bureau, Agency
for International Develpoment, Washington D.C.20523 p 1-6.
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung. Carels, M., dan Sherpherd, D. 1977. The effec of different nitrogen sources
on pigment production and sporulation of Monascus species in submerged shaken culture. Can. J. Microbiol. 23:1360-1372.
Chairote, Em-on., Chairote, Griangsak and Lumyong, Saisamorn. 2009. Red Yeast Rice
Prepared from Thai Glutinous Rice and the Antioxidant Activities .Chiang Mai J. Sci.
2009; 361 : 42-49.
Damardjati, D. S. Widowati and H. Taslim. 1996. Soybean processing and utilization in Indonesia. IARD Journal 181:13-25.
Dhanutirto. 2004. Angkak Juga obat Herbal. www.halalguide.info Diakses pada
tanggal 26 November 2011.
Dwinaningsih Erna Ayu, 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan Variasi Bahan baku KedelaiBeras dan Penambahan Angkak Serta
Variasi Lama Fermentasi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Fajarini, F. 1985. Modifikasi Pembuatan Tahu dengan Biji Lamtoro Gung Leucaena leucocephala. [Skripsi]. Yogyakarta: FTP UGM.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. PAU Pangan dan
Gizi IPB. Bogor.
Fardiaz dan Zakaria. 1996. Toksisitas dan Imunogenitas Pigmen Angkak
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
yang Diproduksi dari Kapang Monascus purpureus Pada Substrat Limbah Cair Tapioka. Buletin Teknologi dan Industri Pangan 1 12: 34-
38.
Ferlina, F. 2009. Tempe. http:www.adln.lib.unair.ac.idgo.php. Diakses pada
tanggal 2 Oktober 2011.
Ganjar, I., 1979. Laporan Fermentasibiji Leucena leucocephala. Sub. Bidang
Mikrobiologi Makanan, Pusat penelitian dan pengembangan gizi. Departemen Kesehatan.
Gasperstz, V. 1994 .Metode Perancangan Percobaan. Amico, Yogyakarta. Hardjo, S,. 1964. Pengolahan dan Pengawetan Kedelai untuk Bahan
Makanan Manusia. Bagian Gizi Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. Haryoto. 1995. Tempe dan Kecap Kecipir. Kanisius. Jakarta.
Hesseltine, C. W., 1965. A Millennium of fungi, food and fermentation.
Mycologia 57: 179-181.
Hidayat, N. 2008. Fermentasi Tempe. http:ptp2007.files.wordpress.com
200803fermentasi-tempe.pdf. Diakses pada tanggal 20 November 2011.
Iskandar, Y.M. dan S. Prianti. 2005. Biokonversi Senyawa Isoflavooida oleh Rhizopus oryzae L16 Pada Hasil Fermentasi Kedelai. Lipi
Teknologi Indonesia 28 2 11-19.Bandung.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press.
Jakarta.
Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi.
Komari S. Purawisastra. 1986. Pengaruh pcrcbusan tcrhadap kadar tanin dalam kedelai, kecipir dan lamtoro-gung. Medic: Tekuol.
Pangan12:30.33.
Koswara, S. ,1995. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Kuntorini, E.M. dan M.D. Astuti. 2010. PENENTUAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BULBUS BAWANG DAYAK Eleutherine
americana Merr.. Sains dan Terapan Kimia, Vol.4, No. 1:15 - 22 Linn, C.F. 1973. Isolation and cultural conditions of Monascus sp for the
production of pigment in a submerged culture. Journal of Fermentation uechnology 51: 135-142.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Ma, J., Y. Li, Q. Ye, J. Li, Y. Hua, D. Ju, D. Zhang, R. Cooper, and M. Chang.
2000. Constituents of red yeast rice, a traditional chinese food and medicine. Journal of Agricultural and Food Chemistry 48: 5220-5225.
Made dan Mita. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. Akademia
Pressindo. Jakarta.
Maga, J.A., 1998. Umami Flavor of Meat. Di dalam Flavor of Meat, Meat
Products and Seafood. F. Shahidi.
Mangkusubroto, K dan T. Listiarini. 1987. Analisis Keputusan Sistem Oleh Manajemen Usaha Proyek. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Maulana, Y., 2010. Proses Pembuatan Tempe. CV. Sinar Cemerlang Abadi.
Jakarta
Neilsen, P.M., 1997. Functionality of Protein Hydrolysates. Di dalam Food
Proteins and Their Applications, S. Damodaran, dan A. Paraf. Marcel Dekker, New York. Pp:443-472
Pudjotjiptono, 1984, Pengolahan Bahan Pangan,Bratara Jaya, Jakarta Rahman, 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta
Rosida, 2007. Diktat Mata Kuliah Uji Inderawi. Jurusan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.
Sapuan dan Noer Soetrisno. 1996. Bungai Rampai Tempe Indonesia. Yayasan
Tempe Indonesia. Jakarta
Samsudin, U. S. dan D. S. Djakamihardja. 1985. Budidaya Kedelai. C.V.
Pustaka Buana. Bandung. Hal 13-15.
Santoso, G.S.B. 1985. Produksi pewarna alami angkak dengan media fermentasi beras sosoh. Media Teknologi dan Pangan 11 2: 34-38.
Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional. UI Press. Jakarta Slamet, D. S. 1982. Lamtoro gung Leucena leucocephala sebagai bahan
sumber gizi untuk manusia, Seminar Nasional Lamtoro I, Jakarta. Slamet, Komari. D.S. D. Anggorowati. 1987. Kadar asam fitat dalam biji
kedelai dan lamtoro-gung selama persiapan pembuatan tempe. Gizi Indon. 12I:5I-53.
Slamet, D.S. Komari, 1991. Evaluation of safety aspects of the diets prepared from processed lamtoro-gung Leucaena leucocephala
seeds in albina rats. 6th Asian Congress of Nutrition 16-19 September 1991. Kuata Lumpur.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Smith, S. J. and A. K. Circle, 1992. Soybean, Chemistry and Technology. The
AVI Publishing Company Inc. , Wesport.
Snyder, H.E. and W. Kwon, T. 1987. Soybean Untiluzatin. an AVI Book.
Published by van Nostrad Rein hold company, New york.
Steinkraus, H., 1983. Indigenous fermented food. Marcel Dekker, New York. Steinkraus, K.H.,1995. Handbook of Indigenous Fermentef food, Second
ldition Revised and lxpanded, Marcel dekker dalam Nurhikmat, Asep. 2008. Pengaruh Suhu dan Kecepatan Udara terhadap nilai
Konstanta pengeringan tempe kedelai. uhesis. UGM.Yogyakarta.
Stocking, E.M., and R.M. Williams. 2003. Chemistry and biology of biosynthetic Diels-Alder reactions.
Angewandte Chemistry International 42: 3078-3115.
Sudarmadji, S. 1984, Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, edisi 2, Liberty,
Yogyakarta.
Sudarmadji, S., Bambang. H., Suhardi, 1997, Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian, edisi 4, Liberty, Yogyakarta.
Susanto, T dan Saneta. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina
Ilmu. Jakarta Susanto, Tri., Elok Zubaidah, dan Simon Bambang Wijanarko. 1998.
StudiTentang Aktivitas Antioksidan Pada Tempe Tinjauan Terhadap LamaFementasi, Jenis Pelarut dan Ketahanan Terhadap Proses
Pemanasan.Makalah Seminar Nasional Teknologi Pangan dan Gizi. Yogyakarta.
Sutardi, Tranggono dan Hartuti. 1993. Aktifitas fitase pada tahap-tahap pembuatan tempe kara benguk, kara putih dan gude menggunakan
inokulum Rhizopus oligosporus NRRL 2710. Agritech 133: 1-5.
Sutomo, B. 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http:myhobbyblogs.
comfoodfiles200806. Diakses pada tanggal 27 Mei 2009.
Suwanto, A. 1985. Produksi angkak sebagai zat pewarna makanan. Media
ueknologi Pangan 1 2: 8-14.
Syarief, R. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Katolik Widya Mandala
Press. Surabaya.
Winarno, F. G. dan A. Rahman, 1974. Protein: Sumber dan Peranannya.
Departemen Teknologi Hasil Pertanian , Bogor.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pustaka Utama. Jakarta Winarno, 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas . Kanisius. Jakarta.
Wuryantini, B.R. 1985. Pengaruh Perebusan dan Perendaman Biji Lamtoro Gung dalam Larutan NaHCO3 Terhadap Stabilitas Emulsi dan Flavor
Susu Lamtoro Gung. [Skripsi]. Yogyakarta: FTP UGM.
Wolf, W.J., and C. Cowan, J. 1971. Soybean as a Food Source, C.R.C. Press,
Ohio
Wong, H.C., dan Koehler, P.E. 1981. Mutant of Monascin pigment production. J. Food. Sci. 46: 956-957
Yen, G.C. dan H.Y. Chen. 1995. Antioxidant Activity of Various Tea Extracts in Relation to Their Antimutagenicity. J. Agric. Food. Chem. Hal 27-32.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Lampiran 1. Prosedur Analisa 1. Analisa Kadar Air dengan Metode Oven Sudarmadji, 1984
2. Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1 - 2 gram dalam botol timbang yang telah diketahui
beratnya. 3. Kemudian keringkan dalam oven pada suhu 100 – 105 °C selama 3 – 5
jam tergantung bahannya. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Panaskan lagi dalam oven 30 menit, dinginkan dalam
eksikator dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai berat konstan selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg.
4. Pengurangan berat merupakan banyaknya air ddalam bahan. 5. Rumus perhitungan:
Air = Berat awal – Berat akhir x 100 Berat awal
2. Kadar Abu Sudarmadji, 1984
• Timbang dengan seksama lebih kurang 2 g sampai 10 g contoh dalam
krus porselin yang kering dan telah diketahui beratnya. •
Kemudian pijarkan dalam muffle sampai diperoleh abu berwarna keputih- putihan.
• Masukkan krus dan abu ke dalam eksikator.
• Timbang berat abu setelah dingin.
3. Analisa Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl Sudarmadji, dkk, 1997.