HUBUNGAN GAYA BELAJAR SISWA DENGAN HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V SDN DI GUGUS WIBISONO KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS

(1)

i

HUBUNGAN GAYA BELAJAR SISWA DENGAN

HASIL BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V SDN

DI GUGUS WIBISONO KECAMATAN JATI

KABUPATEN KUDUS

SKRIPSI

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Lina Damayanti 1401412293

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Moto

Kunci menuju sukses belajar dan bekerja adalah menemukan keunikan gaya belajar dan gaya bekerja Anda sendiri (Barbara Prashnig).

Persembahan

Skripsi ini penulis persembahkan untuk Ibu dan Ayah tercinta (Ibu Sri Hartini dan Bapak Bambang Suharto) yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa terindahnya.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Hubungan Gaya Belajar Siswa dengan Hasil Belajar IPS

pada Siswa Kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus”. Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari hambatan dan rintangan, tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, kesulitan itu dapat teratasi. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih, kepada: 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas Negeri Semarang;

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin penelitian;

3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan bantuan pelayanan khususnya dalam memperlancar penyelesaian skripsi ini;

4. Dra. Sri Susilaningsih, S.Pd., M.Pd., Dosen Pembimbing Utama yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan yang berharga serta berbagai wawasan yang baru untuk dipelajari;

5. Drs. H. A. Zaenal Abidin, M.Pd., Dosen Pembimbing Pendamping yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan yang berharga serta berbagai wawasan yang baru untuk dipelajari;

6. Dra. Munisah, M.Pd., Dosen Penguji Utama yang telah memberikan bimbingan dan nasehat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar;


(7)

vii

7. Kepala SDN 01 Tumpangkrasak, SDN 02 Tumpangkrasak, SDN 03 Tumpangkrasak, SDN 01 Ngembal Kulon, SDN 02 Ngembal Kulon, SDN 03 Ngembal Kulon, dan SDN 04 Ngembal Kulon yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian;

8. Seluruh guru dan karyawan serta siswa SDN 01 Tumpangkrasak, SDN 02 Tumpangkrasak, SDN 03 Tumpangkrasak, SDN 01 Ngembal Kulon, SDN 02 Ngembal Kulon, SDN 03 Ngembal Kulon, dan SDN 04 Ngembal Kulon yang telah membantu peneliti melaksanakan penelitian;

9. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.

Atas bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan, semoga mendapat berkah dari Allah SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, Agustus 2016


(8)

viii

ABSTRAK

Damayanti, Lina. 2016. Hubungan Gaya Belajar Siswa dengan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Skripsi. Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Dra. Sri Susilaningsih, S.Pd., M.Pd. dan Drs. H.A. Zaenal Abidin, M.Pd.

Gaya belajar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar IPS siswa. Cara siswa dalam belajar IPS yang berbeda-beda dapat menyebabkan hasil belajar IPS tiap siswa pun berbeda-beda, seperti yang terjadi pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah gaya belajar siswa kelas V SDN?, (2) adakah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V?, (3) seberapa besar hubungan gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus? Tujuan penelitian ini untuk: (1) mengetahui gaya belajar siswa kelas V, (2) mengetahui adakah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V, dan (3) mengetahui seberapa besar hubungan gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus sebanyak 124 siswa, kemudian peneliti mengambil sampel sebanyak 95 siswa dengan menggunakan teknik pengambilan sampel proportional random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, dokumentasi, dan wawancara. Uji persyaratan analisis menggunakan uji normalitas dan uji linearitas. Setelah data normal dan linearitas, langkah selanjutnya yaitu menghitung korelasi product moment dan koefisien determinasi.

Hasil penelitian menunjukkan nilai r hitung (0,605) > r tabel (0,202). Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar dengan hasil belajar IPS siswa kelas V. Keeratan hubungan antara gaya belajar dengan hasil belajar IPS sebesar 36,6%.

Simpulan penelitian ini adalah: (1) siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati mayoritas memiliki gaya belajar visual, (2) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus dengan koefisien korelasi sebesar 0,605, dan tingkat keeratan hubungannya sebesar 36,6%. Saran bagi guru maupun orang tua adalah diharapkan guru dan orang tua dapat mengenal gaya belajar yang dimiliki siswa, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan lancar karena disesuaikan dengan gaya belajar siswa.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... iv

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1 Kajian Teori ... 11

2.1.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 11

2.1.1.1Pengertian Belajar ... 11

2.1.1.2Tujuan Belajar ... 12


(10)

x

2.1.1.4Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 16

2.1.1.5Teori-Teori Belajar ... 18

2.1.1.6Pengertian Pembelajaran ... 20

2.1.2 Hakikat Gaya Belajar ... 21

2.1.2.1Pengertian Gaya Belajar ... 21

2.1.2.2Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar ... 23

2.1.2.3Macam-Macam Gaya Belajar ... 25

2.1.2.4Karakteristik Gaya Belajar ... 28

2.1.2.5Indikator Gaya Belajar ... 32

2.1.2.6Pentingnya Mengetahui Gaya Belajar Siswa ... 36

2.1.3 Hakikat Hasil Belajar ... 38

2.1.3.1Pengertian Hasil Belajar ... 38

2.1.4 Pembelajaran IPS di SD ... 42

2.1.4.1Pengertian IPS ... 42

2.1.4.2Ruang Lingkup IPS ... 43

2.1.4.3Tujuan IPS ... 46

2.1.4.4Karakteristik Pendidikan IPS di SD ... 49

2.1.5 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 50

2.1.6 Hubungan Gaya Belajar dengan Hasil Belajar ... 53

2.2 Kajian Empiris ... 54

2.3 Kerangka Berpikir ... 60


(11)

xi

BAB III METODE PENELITIAN ... 63

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ... 63

3.2 Prosedur Penelitian ... 64

3.3 Subjek, Lokasi, dan Waktu Penelitian ... 67

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 67

3.4.1 Populasi Penelitian ... 67

3.4.2 Sampel Penelitian ... 68

3.5 Variabel Penelitian ... 70

3.5.1 Variabel Bebas atau Independent Variable (X) ... 70

3.5.2 Variabel Terikat atau Dependent Variable (Y) ... 71

3.6 Definisi Operasional ... 71

3.6.1 Variabel Gaya Belajar Siswa ... 71

3.6.2 Variabel Hasil Belajar IPS ... 71

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 72

3.7.1 Kuesioner/Angkat ... 72

3.7.2 Dokumentasi ... 73

3.7.3 Wawancara ... 73

3.8 Instrumen Penelitian ... 74

3.8.1 Uji Coba Instrumen ... 77

3.8.1.1Uji Validitas ... 77

3.8.1.2Uji Reliabilitas ... 79

3.9 Analisis Data ... 80


(12)

xii

3.9.1.1Deskripsi Data Gaya Belajar Siswa ... 80

3.9.1.2Deskripsi Hasil Belajar IPS ... 82

3.9.2 Analisis Data Awal ... 83

3.9.2.1Uji Normalitas ... 83

3.9.2.2Uji Linearitas ... 84

3.9.3 Analisis Data Akhir ... 85

3.9.3.1Uji Product Moment ... 85

3.9.3.2Uji Koefisien Determinasi ... 86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 88

4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 88

4.1.1 Subjek Penelitian ... 88

4.1.2 Deskripsi Data Gaya Belajar Siswa ... 88

4.1.3 Deskripsi Data Hasil Belajar IPS ... 104

4.1.4 Hasil Analisis Data Awal ... 106

4.1.4.1Uji Normalitas Data ... 106

4.1.4.2Uji Linearitas Data ... 106

4.1.5 Hasil Analisis Data Akhir ... 107

4.1.5.1Analisis Korelasi ... 107

4.1.5.2Uji Koefisien Determinasi ... 111

4.2 Pembahasan ... 111

4.2.1 Pemaknaan Hasil Temuan ... 111


(13)

xiii

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 121

5.1 Simpulan ... 121

5.2 Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA ... 123


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ruang Lingkup Materi IPS Kelas V Semester 2 ... 45

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ... 68

Tabel 3.2 Perhitungan Sampel Penelitian ... 69

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Wawancara dengan Siswa tentang Gaya Belajar ... 74

Tabel 3.4 Tabel Penskoran Angket Gaya Belajar Siswa ... 76

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Angket Gaya Belajar Siswa Sebelum Uji Coba ... 76

Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Reliabilitas ... 80

Tabel 3.7 Kategori Gaya Belajar Siswa ... 83

Tabel 3.8 Kategori Hasil Belajar IPS ... 83

Tabel 3.9 Interpretasi Koefisien Korelasi ... 86

Tabel 4.1 Sampel Penelitian ... 88

Tabel 4.2 Analisis Statistik Deskriptif Gaya Belajar ... 90

Tabel 4.3 Distribusi Jawaban Variabel Gaya Belajar ... 91

Tabel 4.4 Distribusi Skor Belajar dengan Cara Visual ... 93

Tabel 4.5 Distribusi Skor Mengingat Apa yang Didengar daripada Apa yang didengar ... 93

Tabel 4.6 Distribusi Skor Rapi dan Teratur ... 94

Tabel 4.7 Distribusi Skor Tidak Terganggu dengan Keributan ... 95

Tabel 4.8 Distribusi Skor Sulit Menerima Instruksi Verbal ... 96

Tabel 4.9 Distribusi Skor Belajar dengan Cara Mendengar ... 97


(15)

xv

Tabel 4.11 Distribusi Skor Memiliki Kepekaan terhadap Musik ... 98

Tabel 4.12 Distribusi Skor Mudah Terganggu dengan Keributan ... 99

Tabel 4.13 Distribusi Skor Lemah dalam Aktivitas Visual ... 100

Tabel 4.14 Distribusi Skor Belajar dengan Aktivitas Fisik ... 100

Tabel 4.15 Distribusi Skor Peka terhadap Ekspresi dan Bahasa Tubuh ... 101

Tabel 4.16 Distribusi Skor Berorientasi pada Fisik dan Banyak Bergerak ... 102

Tabel 4.17 Distribusi Skor Suka Coba-Coba dan Kurang Rapi ... 102

Tabel 4.18 Distribusi Skor Menyukai Kerja Kelompok dan Praktik ... 103

Tabel 4.19 Analisis Deskriptif Data Hasil Belajar IPS ... 104

Tabel 4.20 Distribusi Nilai Hasil Belajar IPS ... 105

Tabel 4.21 Uji Linearitas Data ... 107

Tabel 4.22 Uji Korelasi Gaya Belajar dengan Hasil Belajar IPS ... 108

Tabel 4.23 Uji Korelasi Gaya Belajar Visual dengan Hasil Belajar IPS ... 109

Tabel 4.24 Uji Korelasi Gaya Belajar Auditorial dengan Hasil Belajar IPS ... 109


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 61

Gambar 3.1 Desain Penelitian Korelasional ... 63

Gambar 4.1 Diagram Pengelompokkan gaya Belajar Siswa ... 90

Gambar 4.2 Diagram Persentase Gaya Belajar Siswa ... 92


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar Siswa (Uji Coba) ... 127

Lampiran 2 Uji Coba Angket Gaya Belajar Siswa ... 128

Lampiran 3 Hasil Validitas dan Reliabilitas Angket Gaya Belajar ... 132

Lampiran 4 Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar Siswa ... 138

Lampiran 5 Angket Gaya Belajar Siswa ... 139

Lampiran 6 Rekapitulasi Skor Angket Gaya Belajar Siswa ... 143

Lampiran 7 Pengelompokkan Gaya Belajar Siswa ... 152

Lampiran 8 Hasil Perhitungan Analisis Deskriptif ... 155

Lampiran 9 Kategori Skor Angket Gaya Belajar Siswa ... 167

Lampiran 10 Kategori Nilai Hasil Belajar IPS ... 172

Lampiran 11 Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 174

Lampiran 12 Hasil Uji Linearitas ... 175

Lampiran 13 Hasil Uji Korelasi ... 176

Lampiran 14 Kisi-Kisi Wawancara Siswa tentang Gaya Belajar ... 178

Lampiran 15 Sampel Wawancara dengan Siswa ... 179

Lampiran 16 Surat Keterangan Validasi Penilai Ahli ... 183

Lampiran 17 Surat Ijin Penelitian ... 187

Lampiran 18 Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian ... 194


(18)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Setiap manusia di dunia ini membutuhkan pendidikan bahkan dimulai sejak manusia itu masih dalam kandungan, karena pendidikan saat ini menjadi kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. Seperti yang telah dijelaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 bab II pasal 4 tentang standar nasional pendidikan yang menjelaskan bahwa standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam mencapai tujuan pendidikan, diperlukan adanya suatu program belajar yang disusun secara sistematis, dan program tersebutlah yang dinamakan kurikulum.

Kurikulum sekolah dasar yang berlaku saat ini adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. BSNP (2006: 11) menyatakan bahwa kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Salah satu mata pelajaran yang dimuat adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).


(19)

2

Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran IPS harus mencakup beberapa standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yang isinya tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. (BSNP, 2006:173)

Jarolimek (dalam Soewarso dan Susila, 2010: 1) menyatakan bahwa IPS mengkaji manusia dalam hubungannya dengan lingkungan sosial dan fisiknya. Nasution (dalam Soewarso dan Susila, 2010: 1) juga menjelaskan bahwa IPS merupakan suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosial, dan bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial.

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang cakupan materinya luas, yaitu mencakup konsep maupun teori. Cakupan materi yang luas tersebut, membuat siswa merasa kesulitan mempelajari materi IPS dan akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris (Sudjana, 2014:3). Apabila siswa belum mengalami peningkatan dalam bidang kognitif, afektif, ataupun psikomotorik maka siswa belum memperoleh hasil belajar yang maksimal.


(20)

3

yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor dari luar siswa (ekstern) terdiri dari lingkungan (alam dan sosial) dan instrumental (kurikulum/bahan pelajaran, guru/pengajar, sarana dan fasilitas, administrasi/manajemen). Sedangkan faktor dari dalam (intern) terdiri dari aspek fisiologi (kondisi fisik dan kondisi panca indera) dan aspek psikologi (bakat, minat, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif). Cara siswa dalam menyerap informasi juga menentukan bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa.

Setiap siswa memiliki cara yang berbeda-beda dalam menerima suatu informasi yang disampaikan oleh guru, hal tersebutlah yang menyebabkan hasil belajar setiap siswa berbeda-beda. Cara belajar siswa tersebut sering disebut sebagai gaya belajar. Menurut Gunawan (dalam Ghufron, 2014:11), gaya belajar adalah cara-cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Marton, dkk (dalam Ghufron, 2014: 12) berpendapat bahwa kemampuan seseorang untuk mengetahui sendiri gaya belajarnya dan gaya belajar orang lain dalam lingkungannnya akan meningkatkan efektivitasnya dalam belajar, sehingga akan berpengaruh pula terhadap hasil belajarnya.

Hasil observasi yang dilakukan di SDN Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus menunjukkan bahwa perolehan hasil belajar IPS masih kurang optimal, hal tersebut dibuktikan dengan perolehan rata-rata hasil ulangan akhir semester 1 mata pelajaran IPS di SDN 01 Tumpangkrasak yaitu sebesar 69,5. Dari 18 siswa hanya 9 siswa (47%) yang mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70, sedangkan yang nilainya di bawah KKM


(21)

4

ada 10 siswa (53%). Pada SDN 02 Tumpangkrasak diperoleh rata-rata nilai UAS 77, dari 21 siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 15 siswa (71,4%) sedangkan yang nilainya di bawah KKM ada 6 siswa (28,6%).

Pada SDN 03 Tumpangkrasak diperoleh rata-rata nilai UAS 70. Dari 18 siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 10 siswa (55,5%) sedangkan yang nilainya di bawah KKM ada 8 siswa (44,5%). Pada SDN 01 Ngembal Kulon diperoleh rata-rata nilai UAS 73. Dari 26 siswa, yang mendapat nilai di atas KKM ada 21 siswa (80,7%) sedangkan yang nilainya di bawah KKM ada 5 siswa (19,3%). Pada SDN 02 Ngembal Kulon diperoleh rata-rata nilai UAS 68, dari 15 siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 7 siswa (46,6%) sedangkan yang nilainya di bawah KKM ada 8 siswa (53,4%). Pada SDN 03 Ngembal Kulon diperoleh rata-rata nilai UAS 73, dari 10 siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 5 siswa (50%) sedangkan yang nilainya di bawah KKM ada 5 siswa (50%). Pada SDN 04 Ngembal Kulon diperoleh rata-rata nilai UAS 70, dari 16 siswa yang mendapat nilai di atas KKM ada 7 siswa (43,75%) sedangkan yang nilainya di bawah KKM ada 9 siswa (56,25%).

Ada beberapa masalah yang menyebabkan kurang optimalnya perolehan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus, yaitu antara siswa satu dengan siswa yang lainnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda, terutama dalam menyerap suatu informasi yang disampaikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Siswa memiliki kesulitan dalam memahami materi pelajaran yang akhirnya berdampak pada hasil belajar mereka, terutama pada mata pelajaran IPS. Menurut penjelasan guru, ada siswa


(22)

5

yang sering membuat keributan di dalam kelas, tetapi siswa tersebut memperoleh hasil belajar IPS yang bagus. Ada juga siswa yang terlihat serius memperhatikan tetapi hasil belajar IPS justru kurang bagus.

Siswa juga merasa kesulitan menyesuaikan cara belajar mereka dengan cara mengajar guru di sekolah, dalam hal ini metode yang digunakan guru dalam pembelajaran kurang bervariasi, hanya berorientasi pada ceramah dan tanya jawab. Padahal, ada siswa yang lebih suka jika guru menggunakan media gambar, ada siswa yang sangat senang belajar dengan hanya mendengarkan penjelasan dari guru, ada siswa yang senang belajar dengan berdiskusi maupun praktik, bahkan ada juga siswa yang lebih mudah menyerap informasi dengan menggabungkan cara-cara belajar tersebut.

Menurut siswa kelas V di SDN 01 Tumpangkrasak, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasa cukup sulit, karena menurut mereka materi IPS memiliki cakupan materi pelajaran yang luas, sehingga siswa merasakan kesulitan dalam memahami dan menguasai materi – materi pelajaran IPS. Siswa tersebut merasa kesulitan menghafal materi IPS dengan cara membaca, ia lebih suka belajar dengan mendengarkan secara langsung penjelasan guru. Namun, ada juga siswa yang lebih suka belajar dengan membaca, siswa merasa kesulitan jika harus mendengarkan penjelasan guru secara langsung.

Terdapat beberapa penelitian yang memperkuat penelitian ini dan mengungkap variabel yang hampir sama, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Khosiyah pada tahun 2012 (Volume 9, No. 1) dalam jurnal


(23)

6

Tabularasa PPS UNIMED dengan judul “Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Gaya Belajar terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa SD Inti No. 060873 Medan”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Rata-rata hasil belajar PAI siswa diajar dengan strategi pembelajaran STAD ( X = 29,95) lebih baik daripada rata-rata hasil belajar siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori ( X = 28,62). Hal ini menunjukkan bahwa strategi STAD terbukti efektif dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara keseluruhan baik untuk kelompok siswa dengan gaya belajar visual, auditori maupun kinestetik. Jika diperhatikan lebih lanjut bahwa dalam strategi pembelajaran STAD rata-rata hasil belajar siswa dengan gaya belajar kinestetik ( X = 31,5) lebih tinggi daripada hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual ( X = 29,14) maupun siswa dengan gaya belajar auditori ( X = 29,86). Sedangkan pada strategi pembelajaran ekspositori, rata-rata hasil belajar siswa dengan gaya belajar auditori ( X = 30,69) lebih tinggi daripada hasil siswa dengan gaya belajar visual ( X = 26) maupun dengan gaya belajar kinestetik ( X = 29,80). Hal ini menunjukkan bahwa gaya belajar cukup signifikan untuk membedakan hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan semua hipotesis penelitian yaitu: (1) hasil belajar dari siswa dengan gaya belajar visual, auditori dan kinestetik berbeda signifikan, dan (2) terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan gaya belajar dalam memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Ni Kade Bintarini, A. A. I. N Marhaeni dan I Wayan Lasmawan pada tahun 2013 dalam jurnal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Volume 3, Hal 1-11), dengan judul


(24)

7

“Determinasi Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Belajar

Terhadap Gaya Belajar dan Pemahaman Konsep IPS pada Siswa kelas IV SDN

Gugus Yudistira Kecamatan Negara.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) gaya belajar dengan pemanfaatan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (Fhitung = 41,467 dengan p < 0,05) ; (2) pemahaman konsep IPS dengan pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (Fhitung = 141,793 dengan p < 0,05) ; (3) gaya belajar dan pemahaman konsep IPS lebih baik secara signifikan yang mengikuti pembelajaran pemanfaatan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (Fhitung = 86,169 dengan p < 0,05).

Penelitian yang lainnya dilakukan oleh Soghra Akbarai Chermahini, Ali

Ghanbari, Mohammad Ghanbari pada tahun 2013 dengan judul “Learning Styles

and Academic Performence of Students in English as a Second-Language Class in

Iran”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara gaya belajar dan kinerja dalam tes bahasa Inggris. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya belajar dapat dianggap sebagai prediktor yang baik dari setiap kinerja akademik bahasa kedua, dan itu harus diperhitungkan untuk meningkatkan hasil siswa khusus dalam belajar dan mengajarkan bahasa kedua, dan juga menunjukkan bahwa perbedaan individu dalam gaya belajar memainkan peran penting dalam domain ini.


(25)

8

Berdasarkan uraian di atas, peneliti sudah melakukan penelitian guna mengetahui hubungan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS. Peneliti

akan mengangkat judul penelitian “Hubungan Gaya Belajar Siswa dengan Hasil

Belajar IPS pada Siswa Kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati

Kabupaten Kudus”.

1.2

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimanakah gaya belajar siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus?

2) Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus?

3) Seberapa besarkah hubungan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus?

1.3

TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui gaya belajar siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono


(26)

9

2) Untuk mengetahui hubungan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.

3) Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara gaya belajar siswa dengan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SDN di Gugus Wibisono Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.

1.4

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

1) Penelitian ini memberikan tambahan ilmu pengetahuan tentang keanekaragaman gaya belajar siswa.

2) Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi baik hanya sebagai bacaaan ataupun sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

3) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi yang ilmiah bagi mahasiswa yang tertarik dengan keanekaragaman gaya belajar siswa.

1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi Siswa

Siswa menjadi lebih tahu dengan gaya belajarnya, sehingga mereka lebih mudah mencerna pelajaran yang diberikan oleh guru.

1.4.2.2 Bagi Guru


(27)

10

hasil belajar siswa. 1.4.2.3 Bagi Orang Tua

Orang tua dapat mengetahui gaya belajar anak dan mengarahkan anak ketika belajar di rumah agar hasil belajar anak optimal sesuai dengan yang diharapkan. 1.4.2.4 Bagi Peneliti

Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan gaya belajar dan hasil belajar.


(28)

11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1

KAJIAN TEORI

2.1.1 Hakikat Belajar dan Pembelajaran

Jika kita berbicara tentang pendidikan, maka satu kata yang terlintas dalam pikiran kita adalah belajar. Inti dari proses pendidikan adalah belajar dan pembelajaran. Belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing bagi kita, terutama bagi seorang pelajar. Belajar adalah suatu kegiatan untuk mencapai perubahan perilaku, sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi. 2.1.1.1 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu kata yang sudah akrab di semua lapisan masyarakat. Bagi para pelajar, kata belajar merupakan kata yang sudah tidak asing lagi, bahkan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Seseorang belajar tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan saja, tetapi juga untuk mengembangkan keterampilan maupun sikapnya. Pengalaman merupakan hal yang sangat berarti dalam kegiatan belajar, karena seseorang belajar didasarkan pada pengalaman pribadi seseorang tersebut, hal tersebut didukung oleh pendapat Ahmadi dan Widoso Supriyono (2013:128) yang menyebutkan pengertian belajar secara psikologis merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi ke-


(29)

12

butuhan hidupnya.

Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2011:13).

Sebagian besar masyarakat menganggap belajar di sekolah adalah usaha pengusaan materi ilmu pengetahuan. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya salah, sebab seperti yang dikatakan Reber (dalam Suprijono, 2013:3) bahwa belajar adalah the process of acquiring knowledge. Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan.

Menurut Gagne (dalam Suprijono, 2013:2) belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.

Cronbach (dalam Djamarah, 2011:13) menyatakan bahwa “learning shown by change in behavior as a result of experience”. Belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. 2.1.1.2 Tujuan Belajar

Tujuan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi adanya perubahan tingkah laku dari individu yang telah melaksanakan proses belajar. Seseorang belajar bertujuan untuk meningkatkan aspek kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Selain itu, melalui kegiatan belajar diharapkan seseorang dapat memperoleh hasil belajar yang baik serta pengalaman hidup. Hal tersebut


(30)

13

didukung oleh pendapat Sardiman (2011: 25) yang menyebutkan ada 3 tujuan belajar, yaitu :

1) Untuk mendapatkan pengetahuan

Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar.

2) Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi, soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani. Keterampilan jasmani adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitikberatkan pada keterampilan gerak/penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.

3) Pembentukan sikap

Untuk menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi siswa, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk itu, dibutuhkan keca-


(31)

14

kapan dalam mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model. Pembentukan sikap mental dan perilaku siswa, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values. Oleh karena itu, guru tidak sekadar pengajar, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk mempraktikkan segala sesuatu yang sudah dipelajari. 2.1.1.3 Prinsip - Prinsip Belajar

Untuk menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan, perlu diketahui mengenai prinsip-prinsip belajar. Setiap guru seharusnya dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Prinsip belajar tersebut dijadikan dasar dalam kegiatan pembelajaran, baik bagi siswa maupun guru dalam upaya mencapai proses belajar mengajar yang berjalan dengan baik.

Dimyati dan Mudjiono (2009:42) menyebutkan ada 7 prinsip-prinsip belajar, yaitu:

1) Perhatian dan motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Selain perhatian, motivasi juga mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajarkarena bersifat mengarahkan aktivitas seseorang.

2) Keaktifan


(32)

15

yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mewmpunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

3) Keterlibatan langsung/berpengalaman

Belajar haruslah dilakukan sendiri oleh siswa, belajar adalah mengalami, bela- jar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar melalui pengalaman langsung, siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

4) Pengulangan

Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan dikemukakan oleh teori Psikologi Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir, dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang. Daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna 5) Tantangan

Dalam situasi belajar, siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu bahan belajar, maka timbul motif untuk mengatasi hambatan itu, yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan tersebut telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya.


(33)

16

Agar pada anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.

6) Balikan dan penguatan

Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil yang baik tersebut merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya.

7) Perbedaan individual

Siswa merupakan individu yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis. Tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran.

2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tentunya juga turut mempengaruhi hasil belajar. Syah (2015:145) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar menjadi tiga macam, yaitu:

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa)

yaitu keadaan kondisi jasmani dan rohani peserta didik. Faktor internal meliputi aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniyah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniyah). Faktor-faktor rohaniyah yang lebih dianggap esensial yaitu tingkat kecerdasan/ intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi.


(34)

17

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa)

yaitu kondisi lingkungan di sekitar peserta didik. Faktor eksternal dibagi menjadi dua yaitu lingkungan sosial (guru, kepala sekolah, staf, teman) dan lingkungan non-sosial (gedung sekolah dan lokasinya, rumah siswa dan lokasinya, alat-alat belajar, kondisi cuaca, serta waktu belajar yang digunakan siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning)

yaitu jenis upaya belajar yang meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Djaali (2014:101) bahwa di dalam proses belajar, banyak faktor yang mempengaruhinya, antara lain motivasi, sikap, minat, kebiasaan belajar, dan konsep diri.

1) Motivasi

Motivasi adalah kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan (kebutuhan).

2) Sikap

Trow (dalam Djaali, 2014:114) mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. 3) Minat

Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sen- diri dengan sesuatu di luar diri. Minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya,


(35)

18

dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian.

4) Kebiasaan belajar

Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas, dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan.

5) Konsep Diri

Konsep diri adalah bayangan seseorang tentang keadaan dirinya sendiri pada saat ini dan bukanlah bayangan ideal dari dirinya sendirisebagaimana yang diharapkan atau disukai oleh individu yang bersangkutan.

Ghufron (2014:10) menyatakan bahwa peningkatan hasil belajar dapat dicapai dengan memperhatikan beberapa aspek, baik internal maupun eksternal. Aspek eksternal meliputi bagaimana lingkungan belajar dipersiapkan dan fasilitas-fasilitas diberdayakan, sedangkan aspek internal meliputi aspek perkembangan anak dan keunikan personal individu anak (gaya belajar tiap anak). Pendapat dari para ahli tersebut menegaskan bahwa seseorang belajar ditentukan oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar diri.

2.1.1.5 Teori-Teori Belajar

Slameto (2010: 8) menyebutkan ada beberapa teori belajar yang perlu diketahui, di antaranya yaitu:

1) Teori Gestalt

Belajar yang terpenting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang


(36)

19

penting bukan mengulang hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Prinsip belajar menurut teori Gestalt adalah belajar berdasarkan keseluruhan; belajar adalah suatu proses perkembangan; siswa sebagai organisme keseluruhan; terjadi transfer; belajar adalah reorganisasi pengalaman; belajar harus dengan insight; dan belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan siswa.

2) Teori belajar menurut J. Bruner

Belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Tahapan belajar Bruner ada tiga yaitu: tahap enaktif, ikonik, dan simbolik. 3) Teori Belajar dari Piaget

Teori kognitif dari Piaget meliputi aspek-aspek struktur intelek yang digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif bukan hanya hasil kematangan oranisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata, melainkan hasil interaksi diantara keduanya. Tahapan perkembangan intelektual anak dibagi dalam 4 periode, yaitu: periode sensori-motor (0-2 tahun), peiode pra-operasional (2-7 tahun), periode operasional konkret (7-11 tahun), dan periode operasional formal (11- dewasa).

Teori belajar yang sesuai dengan penelitian ini adalah teori belajar kognitif dari Piaget, karena dalam penelitian ini membahas tentang hasil belajar kognitif siswa kelas V sekolah dasar. Siswa kelas V termasuk ke dalam tahapan perkem-


(37)

20

bangan operasional konkret karena berada di usia 7 – 11 tahun. 2.1.1.6 Pengertian Pembelajaran

Seseorang yang belajar tidak lepas dari orang yang mengajarkannya. Adanya proses interaksi antara guru dengan siswa saat belajar itulah yang dinamakan pembelajaran. Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Sama halnya dengan pendapat Al-Tabany (2014:19) yang menjelaskan bahwa pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks, pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Makna tersebut menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan siswa, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Sisdiknas, 2006:2).

Seseorang belajar tentunya memiliki cara sendiri dalam memahami suatu informasi, dan cara belajar itulah yang sering kita kenal sebagai gaya belajar. Tidak semua orang memiliki cara yang sama dalam menyerap informasi, mereka memiliki cara yang unik dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru.


(38)

21

2.1.2 Hakikat Gaya Belajar

Siswa merupakan individu yang unik, karena mereka memiliki cara yang berbeda-beda dalam menangkap suatu informasi. Setiap siswa memiliki gaya tersendiri dalam belajar untuk memudahkannya dalam menyerap suatu pembelajaran. Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengertian gaya belajar, macam-macam gaya belajar, karakteristik gaya belajar, pentingnya memahami gaya belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi gaya belajar, indikator gaya belajar, serta pentingnya mengetahui gaya belajar siswa.

2.1.2.1 Pengertian Gaya Belajar

Akhir-akhir ini timbul pikiran baru yakni, bahwa mengajar itu harus memperhatikan gaya belajar atau learning style siswa. Gaya belajar siswa tersebut merupakan kunci untuk mengembangkan kinerja dalam belajar. Gaya belajar dapat diartikan sebagai cara yang ditempuh seseorang dalam belajar. Dalam hal ini, belajar diartikan sebagai proses dalam menyerap suatu informasi. Seseorang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyerap suatu informasi. Seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2013:93), bahwa gaya belajar yaitu cara ia bereaksi dan menggunakan perangsang-perangsang yang diterimanya dalam proses belajar.

Para peneliti menggolongkan berbagai belajar pada siswa menurut kategori-kategori sebagai berikut :

1) Setiap siswa belajar menurut cara sendiri yang kita sebut gaya belajar. Guru juga mempunyai gaya mengajar masing-masing.

2) Kita dapat menemukan gaya belajar itu dengan instrumen tertentu.


(39)

22

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Gunawan (dalam Ghufron, 2014:11), bahwa gaya belajar adalah cara-cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Susilo, M. Djoko (2010:94) mengemukakan bahwa gaya belajar yaitu suatu cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut.

Gaya bersifat individual bagi setiap orang, dan untuk membedakan antara orang satu dengan orang lainnya. Dengan demikian, secara umum gaya belajar diasumsikan mengacu pada kepribadian-kepribadian, kepercayaan-kepercayaan, pilihan-pilihan, dan perilaku-perilaku yang digunakan oleh individu untuk membantu anak dalam belajar.

Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, kemampuan mengatur dan mengolah informasi (Suparman, 2010:63). Secara umum, ada dua kategori utama tentang bagaimana seseorang belajar, pertama, bagaimana seseorang menyerap informasi dengan mudah (modalitas) dan kedua, bagaimana cara seseorang tersebut mengatur dan mengolah informasi (dominan otak). Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (De Porter, 2010:110).

Antara siswa satu dengan yang lainnya pasti memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Hal tersebut sangat bergantung pada faktor yang mempengaruhi individu itu sendiri, untuk itu siswa harus mampu memahami gaya belajarnya agar siswa dapat memahami informasi yang didapatnya.


(40)

23

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gaya Belajar

Gaya belajar merupakan sesuatu yang sangat penting bagi siapapun dalam melaksanakan kegiatan belajarnya, baik di rumah, masyarakat, dan terutama di sekolah. Gaya belajar antara satu siswa dengan siswa lain berbeda, hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, baik faktor dari dalam siswa (intern) maupun faktor dari luar siswa (ekstern).

Dunn (dalam De Porter, 2010:110) menemukan banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar orang, mencakup faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan. Misalnya: (1) seseorang dapat belajar dengan paling baik apabila cahaya terang, sedangkan sebagian yang lain dengan pencahayaan yang suram, (2) ada orang yang belajar secara baik dengan berkelompok, sedangkan yang lain lebih memilih adanya orang tua atau guru yang mendampingi tetapi ada juga yang lebih senang belajar sendiri, (3) sebagian orang memerlukan musik sebagai pangantar belajar, namun ada juga yang belajar dalam keadaan sepi, (4) ada orang-orang yang memerlukan lingkungan belajar yang rapi dan teratur, tetapi ada juga yang suka menggelar segala sesuatunya agar semua dapat terlihat.

Ketika belajar siswa pelu berkonsentrasi dengan baik. Untuk bisa berkonsentrasi dengan baik, maka perlu adanya lingkungan yang mendukung kegiatan belajar siswa. Berikut ini faktor lingkungan yang mempengaruhi konsentrasi belajar siswa adalah :

a) Suara

Tiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap suara. Ada yang menyukai belajar sambil mendengarkan musik keras, musik lembut, ataupun


(41)

24

nonton TV. Ada juga yang suka belajar di tempat yang ramai, bersama teman, tapi ada juga yang tidak dapat berkonsentrasi jika banyak orang di sekitarnya. Bahkan bagi orang tertentu, musik atau suara apapun akan mengganggu konsentrasi belajar mereka. Mereka memilih belajar tanpa musik atau di tempat yang mereka anggap tenang tanpa suara. Namun, beberapa orang tertentu tidak merasa terganggu baik ada suara ataupun tidak. Mereka tetap dapat berkonsentrasi belajar dalam keadaan apapun.

b) Pencahayaan

Pencahayaan merupakan faktor yang pengaruhnya kurang begitu dirasakan dibandingkan pengaruh suara. Mungkin karena relatif mudah mengatur pencahayaan sesuai dengan yang dibutuhkan.

c) Temperatur

Pengaruh temperatur terhadap konsentrasi belajar pada umumnya juga tidak terlalu dipermasalahkan orang. Namun, perlu diketahui bahwa reaksi tiap orang terhadap temperatur berbeda. Ada yang memilih belajar di tempat dingain atau sejuk, sedangkan yang lainnya memilih di tempat yang hangat.

d) Desain Belajar

Jika sedang belajar yang membutuhkan konsentrasi, ada yang merasa lebih nyaman untuki melakukannya sambil duduk santai di kursi, sofa, tempat tidur, tikar, karpet atau duduk santai di lantai tapi ada juga yang sambil berbaring, berjalan-jalan, memanjat pohon. Ada dua desain belajar yaitu : desain formal dan tidak formal.


(42)

25

2.1.2.3 Macam-Macam Gaya Belajar

Seseorang belajar menggunakan panca inderanya, terutama indera penglihatan, indera pendengaran, maupun indera peraba. Pada dasarnya, gaya belajar yang cenderung dimiliki siswa berkaitan dengan ketiga indera tersebut, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat De Porter (2010:112), bahwa ada tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi, yaitu :

1) Gaya belajar visual

Seseorang yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual lebih senang de- ngan melihat apa yang sedang ia pelajari. Seseorang akan lebih memahami in- formasi yang disajikan melalui gambar atau simbol.

2) Gaya belajar auditorial

Seseorang yang memiliki kecenderungan gaya belajar auditorial kemungkinan akan belajar lebih baik dengan cara mendengarkan. Mereka menikmati saat-saat mendengarkan apa yang disampaikan oleh orang lain. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Hal ini berarti bahwa langkah awal dalam belajar siswa harus mendengar, baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi yang diterima.

3) Gaya belajar kinestetik

Seseorang yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik akan belajar lebih baik apabila terlibat secara fisik dalam kegiatan langsung. Mereka akan belajar apabila mereka mendapat kesempatan untuk memanipulasi media untuk


(43)

26

mempelajari informasi baru.

Sementara itu, Kolb (dalam Ghufron, 2014:97) menjelaskan ada empat gaya belajar seseorang, yaitu :

1) Gaya diverger

Gaya diverger merupakan kombinasi dari perasaan dan pengamatan. Individu dengan tipe diverger unggul dalam melihat situasi konkret dari banyak sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah mengamati dan bukan bertindak, termasuk perilaku orang lain, diskusi dan sebagainya. Individu seperti ini mempunyai tugas belajar yang menuntut untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming), mempelajari hal-hal baru, biasanya juga menyukai isu budaya. Ingin segera mengalami suatu pengalaman, misalnya memecahkan suatu persoalan, dan tidak takut untuk mencoba. Namun cepat bosan jika persoalan membutuhkan waktu yang lama dapat dipahami, dipecahkan, atau diselesaikan.

2) Gaya assimilator

Gaya belajar assimilator merupakan kombinasi dari berpikir dan mengamati. Individu dengan tipe assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, dan dipandang dari berbagai perspektif dirangkum dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya individu tipe ini kurang perhatian pada orang lain dan lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak. Mereka juga cenderung lebih teoritis, mengasimilasikan fakta ke dalam teori, berpikir dengan objektif, analitis, runtut, sistematis, melakukan pendekatan masalah dengan logika,


(44)

27

berusaha benar-benar memahami suatu permasalahan terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan.

3) Gaya konverger

Gaya belajar konverger merupakan kombinasi dari berpikir dan berbuat. Individu dengan tipe ini unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka mempunyai kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung untuk menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antarpribadi, karena lebih suka untuk mencoba-coba ide, teori-teori ke dalam suatu aplikasi.

4) Gaya akomodator

Gaya belajar akomodator merupakan kombinasi dari perasaan dan tindakan. Individu dengan tipe ini memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengamatan nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung bertindak berdasarkan intuisi atau dorongan hati daripada berdasarkan analisis logis.

Penelitian gaya belajar model Witkin, Oltman, Raskin, dan Karp (dalam Ghufron ,2014: 86) menghasilkan dua tipe gaya belajar yang ada pada individu, yaitu:

1) Gaya belajar field dependence

Individu yang mempunyai gaya belajar field dependence adalah individu yang mempersepsikan diri dikuasai lingkungan. Contoh individu yang memiliki


(45)

28

gaya belajar field dependence adalah ketika individu tersebut naik bus dan ingin membaca buku maka individu tersebut akan merasa terganggu dan kurang berkonsentrasi dengan suasana berisik dan gaduh dalam bus tersebut. 2) Gaya belajar field independence

Individu yang mempunyai gaya belajar field independence adalah apabila individu mempersepsikan diri bahwa sebagian besar perilaku tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Individu yang memiliki gaya belajar field independence tidak akan merasa terganggu dengan suasana yang gaduh dan berisik.

Berdasarkan kenyataan di lapangan, gaya belajar yang biasa dimiliki oleh siswa SD adalah gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik karena gaya belajar tersebut mudah diterapkan oleh siswa SD. Ketiga gaya belajar tersebut berhubungan dengan indera penglihatan, pendengaran, maupun peraba. Seseorang belajar pada dasarnya memanfaatkan ketiga indera tersebut. Dalam penelitian ini, gaya belajar yang akan dibahas adalah gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik.

Tiap gaya belajar siswa pasti memiliki ciri yang khusus, sehingga dapat dibedakan antara gaya belajar yang satu dengan yang lainnya. Berikut ini akan dijelaskan tentang karakteristik dari gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik. 2.1.2.4 Karakteristik Gaya Belajar

Setiap gaya belajar pasti memiliki karakteristik yang berbeda. Gaya belajar visual lebih menekankan pada indera penglihatan, gaya belajar auditorial menekankan pada indera pendengarannya, sedangkan gaya belajar kinestetik lebih menekankan pada kegiatan secara langsung (praktik).


(46)

29

De Porter (2010:116-118) mengemukakan karakteristik dari gaya belajar, yaitu:

1) Gaya belajar visual

Gaya belajar visual adalah belajar dengan cara melihat. Ciri-ciri siswa yang kecenderungan belajar adalah:

a) selalu rapi dan teratur; b) berbicara dengan cepat; c) teliti pada detail;

d) mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi; e) pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam

pikiran mereka;

f) mengingat apa yang dilihat dari pada yang didengar; g) mengingat dengan asosiasi visual;

h) pembaca cepat dan tekun;

i) suka membaca daripada dibacakan;

j) suka mencoret-coret tanpa arti bila sedang berbicara atau mendengar; k) sering menjawab pertanyaan dengan singkat seperti ya dan tidak; l) lebih suka memperagakan dari pada berbicara;

m)lebih suka seni daripada musik;

n) seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata;

o) kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan; p) lebih mudah mengingat jika dibantu gambar.


(47)

30

2) Gaya belajar auditorial

Ciri-ciri seseorang yang memiliki gaya belajar auditorial adalah sebagai berikut:

a) berbicara kepada diri sendiri saat bekerja; b) mudah terganggu oleh keributan;

c) menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca;

d) senang membaca dengan keras dan mendengarkan;

e) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara; f) merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita;

g) berbicara dalam irama yang terpola; h) biasanya pembicara yang fasih; i) lebih suka musik daripada seni;

j) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat;

k) suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar; l) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan

visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain; m)lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya;

n) lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik. 3) Gaya belajar kinestetik

Seseorang yang memiliki gaya belajar kinestetik ciri-cirinya adalah sebagai berikut:


(48)

31

a) berbicara dengan perlahan; b) menanggapi perhatian fisik;

c) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka; d) berdiri dekat ketika berbicara dengan orang;

e) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; f) mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar; g) belajar melalui memanipulasi dan praktik;

h) menghafal dengan cara berjalan dan melihat;

i) menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca; j) banyak menggunakan isyarat tubuh;

k) tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.

Suparman (2010:66-70) mengemukakan strategi untuk mempermudah proses belajar siswa yang bergaya belajar VAK (Visual, Auditori, Kinestetik) ada- lah sebagai berikut:

a) Gaya belajar visual

1) Gunakan materi visual seperti tulisan, gambar-gambar, diagram dan peta. 2) Gunakan warna untuk menandai hal-hal penting.

3) Ajak anak-anak untuk membaca buku-buku berilustrasi. 4) Gunakan multimedia visual seperti komputer dan video.

5) Arahkan anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam bentuk tulisan atau gambar.

b) Gaya belajar auditori


(49)

32

secara verbal.

2) Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras. 3) Gunakan musik sebagai background untuk mengajarkan anak.

4) Arahkan anak agar merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan minta dia untuk senantiasa mendengarkannya sebelum tidur.

5) Sebagai orang tua, sebaiknya bantu anak ketika belajar dengan membaca materi pelajarannya atau mengajaknya berdiskusi mengenai materi pelajarannya.

c) Gaya belajar kinestetik

1) Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.

2) Arahkan anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya, misalnya belajar menanam dengan cara langsung mempraktikannya.

3) Izinkan anak untuk mengunyah sesuatu, misalnya permen karet saat belajar. 4) Gunakan warna terang untuk menandai hal-hal penting dalam bacaan. 5) Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik, sebab biasanya

ketika mereka belajar dengan musik, anggota tubuhnya (misalnya kepala atau kakinya) ikut bergerak mengikuti irama musik.

2.1.2.5 Indikator Gaya Belajar

Mengacu pada teori dan ciri-ciri gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik menurut De Porter (2010:116-118), maka dapat dibuat indikator dari ketiga gaya belajar tersebut sebagai berikut:

1) Gaya belajar visual


(50)

33

Mata /penglihatan memiliki peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar. Siswa dapat lebih mudah memahami pelajaran dengan melihat secara langsung proses pembelajaran tersebut, misalnya mereka lebih suka membaca sendiri materi pelajaran daripada dibacakan orang lain.

b) Mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar

Siswa lebih mudah mengingat apa yang mereka lihat, sehingga mereka bisa mengerti tentang posisi, bentuk, angka, maupun warna.

c) Rapi dan teratur

Siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih memperhatikan penampilannya.

d) Tidak terganggu dengan keributan

Siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih mengingat apa yang dilihat daripada didengarnya. Mereka tidak terlalu memperhatikan suara yang ada di sekitarnya, sehingga mereka tidak akan merasa terganggu dengan keributan di sekitarnya.

e) Sulit menerima instruksi verbal

Siswa dengan gaya belajar visual akan mudah lupa dengan sesuatu yang disampaikan secara lisan dan sering kali harus minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.

2) Gaya belajar auditorial

a) Belajar dengan cara mendengar

Siswa yang memiliki gaya belajar auditorial lebih mengandalkan pendengarannya dalam kegiatan belajarnya. Mereka lebih memahami pela-


(51)

34

jaran dengan mendengarkan apa yang dikatakan oleh guru. b) Baik dalam aktivitas lisan

Siswa bergaya auditorial akan fasih dalam berbicara. Menyukai diskusi dan menjelaskan segala sesuatu dengan panjang lebar.

c) Memiliki kepekaan terhadap musik

Siswa akan mampu mengingat dengan baik apa yang didengarnya, sehingga dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara. d) Mudah terganggu dengan keributan

Siswa yang bergaya auditorial sangat peka terhadap suara-suara yang didengarnya, jadi mereka merasa terganggu jika ada suara di dalam kegiatan belajarnya.

e) Lemah dalam aktivitas visual

Siswa merasa kesulitan memperoleh informasi yang sifatnya tertulis. 3) Gaya belajar kinestetik

a) Belajar dengan aktivitas fisik

Siswa dengan gaya belajar kinestetik lebih menyukai belajar sambil bergerak, menyentuh, dan melakukan. Mereka tidak tahan jika harus duduk berlama-lama mendengarkan pelajaran dan merasa bisa belajar dengan baik jika prosesnya disertai dengan kegiatan fisik.

b) Peka terhadap ekspresi dan bahasa tubuh

Siswa lebih mudah menghafal dengan cara melihat gerakan tubuh/fisik sambil berjalan mempraktikannya.


(52)

35

Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, dan lebih menyukai praktik.

d) Suka coba-coba dan kurang rapi

Belajar melalui memanipulasi dan praktik, kemungkinan tulisannya kurang rapi.

e) Menyukai kerja kelompok dan praktik

Siswa merasa senang jika guru memintanya untuk kerja kelompok, siswa akan merasa, siswa akan bertanggung jawab dengan tugas kelompoknya. Dari uraian di atas, maka indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui gaya belajar siswa adalah:

1) Gaya belajar visual

a) Belajar dengan cara visual, misalnya siswa dapat memahami penjelasan dari guru secara langsung.

b) Mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar, misalnya siswa dapat mengingat materi dengan melihat penjelasan guru di depan kelas. c) Rapi dan teratur, misalnya siswa merapikan seragamnya setiap saat.

d) Tidak terganggu dengan keributan, misalnya siswa tetap dapat belajar meskipun suasana kelas ramai.

e) Sulit menerima instruksi verbal, misalnya siswa mudah lupa jika guru hanya menjelaskan materi sekali saja dan tidak diulangi lagi.

2) Gaya belajar auditorial

a) Belajar dengan cara mendengar, misalnya siswa dapat memahami materi hanya dengan mendengar penjelasan guru saja.


(53)

36

b) Baik dalam aktivitas lisan, misalnya siswa senang jika belajar sambil diskusi.

c) Memiliki kepekaan terhadap musik, misalnya siswa belajar sambil mendengarkan musik.

d) Mudah terganggu dengan keributan, misalnya siswa tidak dapat berkonsentrasi belajar jika suasana ramai.

e) Lemah dalam aktivitas visual, misalnya siswa merasa malas jika disuruh mencatat materi.

3) Gaya belajar kinestetik

a) Belajar dengan aktivitas fisik, misalnya siswa senang jika melakukan praktik.

b) Peka terhadap ekspresi dan bahasa tubuh, misalnya siswa senang menghafalkan materi sambil berjalan.

c) Berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, misalnya siswa menggunakan jari sebagai penunjuk saat membaca.

d) Suka coba-coba dan kurang rapi, misalnya siswa suka mengerjakan soal-soal tanpa disuruh terlebih dahulu.

e) Menyukai kerja kelompok dan praktik, misalnya siswa lebih bersemangat jika ia belajar bersama teman-temannya.

2.1.2.6 Pentingnya Mengetahui Gaya Belajar Siswa

Mengetahui gaya belajar merupakan hal yang sangat pengting, baik oleh siswa itu sendiri maupun bagi guru. Siswa dapat memaksimalkan kemampuannya dalam belajar guna meningkatkan hasil belajarnya, sedangkan bagi guru, dengan


(54)

37

mengetahui gaya belajar masing-masing siswanya akan membantu guru dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswanya. Kemampuan seseorang untuk mengetahui sendiri gaya belajarnya dan gaya belajar orang lain dalam lingkungannya akan meningkatkan afektifitasnya dalam belajar. Honey & Mumford (dalam Ghufron, 2014:138) menjelaskan tentang pentingya individu mengetahui gaya belajarnya masing-masing adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan kesadaran kita tentang aktivitas belajar mana yang cocok atau

tidak cocok dengan gaya belajar kita.

2) Membantu menentukan pilihan yang tepat dari sekian banyak aktivitas. Menghindarkan kita dari pengalaman belajar yang tidak tepat.

3) Individu dengan kemampuan belajar efektif yang kurang, dapat melakukan improvisasi.

4) Membantu individu untuk merencanakan tujuan dari belajarnya, serta menganalisis tingkat keberhasilan seseorang.

Menurut Montgomery dan Groat (dalam Ghufron, 2014:138) ada beberapa alasan mengapa pemahaman guru terhadap gaya belajar siswa perlu diperhatikan dalam proses pengajaran, yaitu:

1) membuat proses belajar mengajar dialogis; 2) memahami pelajar lebih berbeda;

3) berkomunikasi melalui pesan;

4) membuat proses pengajaran lebih banyak memberi penghargaan; 5) memastikan masa depan dari disiplin-disiplin yang dimiliki siswa.


(55)

38

belajar siswa. Gaya belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar, apabila siswa belajar sesuai dengan gaya belajarnya maka hasil belajar yang didapat pun baik.

2.1.3 Hakikat Hasil Belajar

Pada dasarnya belajar bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, keterampilan, maupun sikap. Hal tersebut dapat kita lihat dari hasil yang telah kita capai dalam proses belajar. Hasil belajar itulah yang menjadi patokan apakah siswa tersebut sudah mencapai kemampuan belajar dengan baik atau belum. Melalui hasil belajar tersebut, guru dapat mengetahui kemampuan dari tiap siswanya. Sehingga guru dapat memaksimalkan diri dalam proses pembelajaran. 2.1.3.1 Pengertian Hasil Belajar

Seseorang belajar bertujuan untuk mencapai hasil belajar yang baik. Hasil belajar merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan hasil belajar merupakan suatu pencapaian yang diperoleh siswa dalam proses belajar tersebut. Pencapaian tersebut tidak hanya menyangkut tentang pengetahuan siswa saja, tetapi juga berkaitan dengan sikap dan keterampilan siswa. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sudjana (2014:3) yang menyebutkan bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotoris.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne (dalam Suprijono, 2013:5), hasil belajar berupa :


(56)

39

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah, maupun penerapan aturan.

2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi, kemampuan analitis-sintetis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemmapuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. 5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian

terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan ekternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Benjamin Bloom (dalam Poerwanti, 2008:1-23) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah (domain) utama, yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif. Ranah non-kognitif dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah psikomotorik. Setiap ranah diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.


(57)

40

1) Ranah Kognitif

Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), evaluasi, dan kreasi.

Dalam pembelajaran IPS, hasil belajar kognitif lebih menekankan pada aspek pengetahuan dan berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran IPS di SD ini bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, setelah memiliki pengetahuan yang cukup, barulah siswa tersebut dapat mengembangkan sikap maupun keterampilannya.

2) Ranah Afektif

Ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan menentukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif, yaitu: menerima (receiving), menjawab ( responding ), menilai (valuing), dan organisasi (organization).

Hasil belajar afektif lebih menekankan pada penilaian sikap siswa dalam suatu pembelajaran. Penanaman sikap melalui pembelajaran IPS tidak terlepas dari mengajarkan nilai dan sisten nilai yang berlaku di masyarakat. Strategi


(58)

41

pembelajaran nilai dan sistem nilai pada IPS bertujuan untuk membina dan mengembangkan sikap mental yang baik. Sikap yang harus dikembangkan dalam pembelajaran IPS adalah sikap menghargai, tenggang rasa, jujur, adil, demokratis, bertanggung jawab, penghargaan terhadap alam, penghormatan kepada Sang Pencipta, dll.

3) Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Tingkatan domain dalam ranah psikomotorik yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar (basic fundamental movements), gerakan persepsi (perceptual abilities), gerakan kemampuan fisik (physical abilities), gerakan terampil (skilled movements), gerakan indah dan kreatif (non-discursive communication).

Hasil belajar psikomotorik lebih menekankan pada aspek keterampilan dan kemampuan bertindak setelah menerima pengalaman belajar. Dalam pembelajaran IPS, keterampilan siswa harus diperhatikan dalam mencapai hasil belajar yang baik, selain itu juga untuk bertahan dengan lingkungan masyarakat. Keterampilan dasar IPS yang dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat adalah keterampilan mental, personal, dan sosial.

Pada penelitian ini, hasil belajar yang akan diteliti adalah hasil belajar IPS yang mencakup ranah kognitif, karena dalam penilaian hasil belajar IPS lebih banyak mencakup ranah kognitif. Seseorang yang belajar diharapkan mampu mengembangkan pengetahuan terlebih dahulu, setelah memiliki pengetahuan yang cukup baru dapat mengembangkan sikap maupun keterampilannya. Hasil belajar


(59)

42

kognitif lebih menekankan pada aspek pengetahuan dan berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Pembelajaran IPS dapat tercapai dengan baik apabila siswa mampu mencapai ranah kognitif dengan baik. Hasil belajar kognitif IPS ini didapat setelah melakukan evaluasi yang berupa tes.

2.1.4 Pembelajaran IPS di SD 2.1.4.1 Pengertian IPS

Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang secara resmi mulai dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1975 adalah istilah Indonesia untuk pengertian social studiesseperti di Amerika Serikat. Dalam dunia pengetahuan kemasyarakatan atau pengetahuan sosial kita mengenal beberapa istilah seperti ilmu sosial, studi sosial, dan ilmu pengetahuan sosial.

Ilmu sosial penekanannya pada keilmuan yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat atau kehidupan sosial. Oleh karena itu, ilmu sosial ini secara khusus dipelajari dan dikembangkan ditingkat pendidikan tinggi. Mackenzie (dalam Ischak, 2004:1.31) mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau dengan kata lain adalah semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.

Jarolimek (dalam Ischak, 2004:1.34) mengisyaratkan bahwa studi sosial lebih bersifat praktis, yaitu memberikan kemampuan kepada anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan fisik dan sosial dalam menciptakan kehidupan yang serasi. Studi sosial ini juga mempersiapkan anak didik untuk mampu memecahkan masalah sosial dan memiliki keyakinan akan


(60)

43

kehidupan masa mendatang. Sedangkan menurut Ischak (2004:1.35), studi sosial adalah bidang pengetahuan dan penelaahan gejala dan masalah sosial di masyarakat yang ditinjau dari berbagai aspek kehidupan sosial, dalam usaha mencari jalan keluar dari masalah-masalah tersebut.

IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di mayarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan (Ischak, 2004:1.36).

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta damai.

2.1.4.2 Ruang Lingkup IPS

IPS sebagai program pendidikan, tidak hanya menyajikan pengetahuan sosial semata-mata, melainkan harus pula membina peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga negara yang memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan bersama dalam arti yang seluas-luasnya. Oleh karena itu siswa yang dibinanya tidak hanya cukup berpengetahuan dan berkemampuan berpikir tinggi, melainkan harus pula memiliki kesadaran yang tinggi serta tanggung jawab yang kuat terhadap kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian, pokok bahasan yang disajikan, tidak hanya terbatas pada materi yang bersifat


(61)

44

pengetahuan, melainkan juga meliputi nilai-nilai yang wajib melekat pada siswa sebagai warga masyarakat dan warga negara (Sumaatmadja, 2003:1.18).

Sebagai bidang pengetahuan, ruang lingkup IPS menjelaskan tentang kehidupan manusia dalam masyarakat atau manusia sebagai anggota masyarakat atau dapat juga dikatakan dalam konteks sosial. Ruang lingkup sebagai pengetahuan jika ditinjau aspek-aspeknya meliputi hubungan sosial, ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi, dan aspek politik. Dari ruang lingkup kelompoknya, meliputi keluarga; rukun tetangga; rukun kampung; warga desa; organisasi masyarakat; sampai ke tingkat bangsa. Keluarga dengan skala karakter, fungsi, peranan, kedudukan, dan proses perkembangannya merupakan salah satu ruang lingkup penting IPS. Dalam masyarakat yang bagaimanapun, keluarga yang merupakan segitiga abadi ini selalu ada. Mulai dari keluarga inilah tumbuhnya seseorang menjadi suatu pribadi , dan dalam keluarga ini juga mulai berkembang aspek-aspek kehidupan sosial yang meliputi hubungan sosial, ekonomi, psikologi sosial, budaya, sejarah, geografi serta aspek politik.

Sebagai program pendidikan, ruang lingkup IPS juga menjelaskan tentang nilai-nilai yang menjadi karakter program pendidikannnya. Nilai-nilai tersebut mencakup nilai edukatif, nilai praktis, nilai teoritis, nilai filsafat, dan nilai ketu- hanan (Sumaatmadja, 2003:1.18). Dalam proses pembelajaran pendidikan IPS, guru harus tetap berpegang pada ruang lingkupnya, yaitu manusia sebagai anggota masyarakat atau manusia dalam konteks sosial. Oleh karena itu, proses tersebut tidak dapat terlepas dari kondisi masyarakat sebagai suatu kenyataan.


(62)

45

Secara bertahap dan berkesinambungan, lingkup masyarakat yang menjadi objek formal dalam pembelajaran, mulai dari lingkungan keluarga, para tetangga, kampung, desa, kabupaten, propinsi, dst., sedangkan yang menjadi objek materialnya, meliputi aspek-aspek hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, geografi dan politik (Sumaatmadja, 2003:1.29).

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut : 1) manusia, tempat, dan lingkungan;

2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; 3) sistem sosial dan budaya;

4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan (BSNP, 2006: 176).

Adapun ruang lingkup materi IPS kelas V semester 2 sesuai KTSP (Permendiknas, 2006: 180) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Ruang Lingkup Materi IPS Kelas V semester Genap

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Menghargai peranan tokoh

pejuang dan masyarakat

dalam mempersiapkan dan mempertahankan

kemerdekaan Indonesia.

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para

tokoh pejuang pada masa penjaja- han Belanda dan Jepang.

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam memproklamasi- kan kemerdekaan Indonesia.

2.4 Menghargai perjuangan para tokoh

dalam mempertahankan

kemerdeka- an Indonesia.


(63)

46

Berdasarkan tabel ruang lingkup materi IPS kelas V semester genap, penelitian ini mengkaji pada Kompetensi Dasar 2.1 mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang; 2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, dengan indikator-indikator sebagai berikut 2.1.1 menyebutkan tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang; 2.1.2 menceritakan perjuangan tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang; 2.1.3 menerapkan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dalam kehidupan sehari-hari; 2.2.1 menyebutkan tokoh yang berjuang dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia; 2.2.2 menjelaskan beberapa usaha para tokoh dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, 2.2.3 menjelaskan cara menghargai jasa tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

2.1.4.3 Tujuan IPS

Pendidikan IPS bertujuan untuk membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, proses mengajar dan membelajarkannya tidak hanya terbatas pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan meliputi juga aspek akhlak (afektif) dalam menghayati serta menyadari kehidupan yang penuh dengan masalah, tantangan, hambatan dan persaingan ini. Melalui pendidikan IPS, anak didik dibina dan dikembangkan kemampuan mental-intelektual menjadi warga negara yang


(64)

47

berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Sumaatmadja, 2003:1.10).

Hamalik (dalam Hidayati, 2008:1.24) merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu:

1) Pengetahuan dan pemahaman

Salah satu pengajaran IPS adalah mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak. Selain itu juga mengembangkan rasa kontinuitas dan stabilitas, memberikan informasi dan teknik-teknik sehingga mereka dapat ikut memajukan masyarakat sekiarnya.

2) Sikap hidup belajar

IPS juga bertujuan untuk mengemnbangkan sikap belajar yang baik. Artinya, dengan belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk me- nemukan ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang akan datang. Sikap belajar tersebut diarahkan pada pengembangan motivasi untuk mengetahui, berimajinasi, minat belajar, kemampuan merumuskan masalah dan hipotesis pemecahannya, keinginan melanjutkan eksplorasi IPS sampai ke luar kelas, dan kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan data.

3) Nilai-nilai sosial dan sikap

Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena dunia sekitarnya, sehingga mereka mampu melakukan perspektif.nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam pengajaran IPS. Berdasarkan nilai-nilai sosial yang


(65)

48

berkembang dalam masyarakat, maka akan berkembang pula sikap-sikap soaial anak. Faktor keluarga, masyarakat, pribadi/tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadap perkembangan nilai-nilai dan sikap anak. Guru dapat mengembangkan sikap anak, misalnya menghormati dan menaati peraturan, mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat, mengenal, dan menggunakan sumber-sumber alam dengan sebaik-baiknya, baik kritis dan analitis, dan sebagainya.

4) Keterampilan

Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi sosial, misalnya mencari bukti dengan berpikir ilmiah, keterampilan mempelajari data masyarakat, mempertimbangkan validitas dan relevansi data, mengklasifikasi dan menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan. Dengan demikian IPS memperkenalkan siswa bahwa manusia dalam hidup bersama dituntut rasa tanggung jawab sosial. Mereka akan menyadari bahwa dalam hidup bersama itu akan mengahadapi berbagai masalah.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan denagn kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan


(66)

49

4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (BSNP, 2006: 175).

2.1.4.4 Karakteristik Pendidikan IPS SD

Bidang studi IPS merupakan gabungan ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi atau terpadu. Karena IPS terdiri dari disiplin ilmu-ilmu sosial, dapat dikatakan bahwa IPS itu mempunyai ciri-ciri khusus atau karakteristik tersendiri yang berbeda dengan bidang studi lainnya. Hidayati (2008:1-26) mengemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya sebagai berikut: 1) Materi IPS

Mempelajari IPS pada hakikatnya adalah menelaah interaksi antara individu dan masyarakat dengan lingkungan (fisik dan sosial-budaya). Materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. Oleh karena itu, pengajaran IPS yang merupakan masyarakat sebagai sumber dan objeknya merupakan suatu bidang ilmu suatu bidang ilmu yang tidak berpijak pada kenyataan. Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:

a) Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas seperti negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.

b) Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, dan transportasi.

c) Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

201

Lampiran 19

DOKUMENTASI

Gambar 1 Gambar 2

Pada gambar 1 dan 2, peneliti melakukan perkenalan dengan para siswa

Gambar 3 Gambar 4

Pada gambar 3 dan 4, peneliti sedang membagikan angket kepada siswa kelas V

Gambar 5 Gambar 6


(6)

202

Gambar 7 Gambar 8

Pada gambar 7 dan 8, siswa sedang mengisi angket gaya belajar

Gambar 9 Gambar 10

Pada gambar 9 dan 10, peneliti mengecek pengisian angket siswa

Gambar 11 Gambar 12