b. Tipe Latihan
Terdapat dua tipe latihan yang dikenal selama ini, yakni Massed Practice dan Distributed Practice. Perbedaan di antara kedua tipe latihan ini terletak pada
durasi istirahatnya. 1 Massed Practice
Tidak ada masa istirahat di antara setiap sesi latihannya Burdick; dalam Murray, dkk., 2003. Schmidt, serta Wek dan Husak dalam Murray, dkk., 2003
mendefinisikannya secara lebih longgar dengan menyebutkan bahwa terdapat masa istirahat di antara setiap sesi latihannya, hanya saja durasi istirahatnya
tersebut cukup singkat. 2 Distributed Practice
Sesi latihan diselingi masa untuk istirahat atau justru topik pembelajaran yang lain Burdick; dalam Murray, dkk., 2003. Schmidt dalam Murray, dkk., 2003
mendefinisikannya secara lebih jelas dengan menyebutkan bahwa durasi istirahat tersebut jauh lebih lama daripada durasi latihannya itu sendiri.
Cherney 2008 berkesimpulan bahwa tipe latihan Massed Practice akan lebih efektif daripada Distributed Practice dalam meningkatkan performansi
individu dalam tugas-tugas spasial. Latihan yang dilakukan dalam beberapa hari berturut-turut akan lebih efektif daripada latihan yang dilakukan dengan ada jeda
hari yang banyak.
Universitas Sumatera Utara
C. Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Dalam Meningkatkan Kemampuan Rotasi Mental Perempuan
Kecerdasan spasial spatial intelligence adalah kapasitas individu untuk menunjukkan kemampuan mempersepsikan dunia visual secara akurat, dan
melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi visual tersebut. Secara sederhana, kemampuan spasial dapat didefinisikan sebagai sebuah kemampuan
untuk memproduksi gambar bentuk-bentuk di dalam pikiran, dan melakukan manipulasi secara mental bentuk-bentuk yang telah disediakan Gardner, 1983.
Peter Herbert Maier 1996, dalam tulisannya yang berjudul Spatial Geometry and Spatial Ability
– How to Make Solid Geometry Solid, membagi kemampuan spasial seseorang ke dalam lima elemen, yaitu: 1 Spatial
Perception, 2 Visualization, 3 Mental Rotation, 4 Spatial Relation, dan 5 Spatial Orientation. Setelah dilakukan sejumlah penelitian oleh banyak peneliti,
didapat satu kesimpulan yang cenderung konsisten, bahwa pria memiliki kemampuan spasial yang lebih superior daripada wanita, terutama dalam elemen
rotasi mental dan spatial relation Voyer, dkk.; Linn Petersen; dalam Mohler, 2008.
Faktor sosio-kultural adalah salah satu penjelasan kenapa terdapat perbedaan kemampuan spasial antara kedua gender tersebut Yilmaz, 2009.
Berdasarkan penjelasan faktor sosio-kultural ini, didapat kesimpulan bahwa kemampuan spasial pria lebih superior disebabkan karena mereka memiliki lebih
banyak pengalaman aktivitas yang dapat mengasah kemampuan spasial mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menurut peneliti, tidak tertutup
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan bahwa wanita juga dapat mengembangkan kemampuan spasialnya dengan terlibat lebih banyak dalam aktivitas-aktivitas yang dapat merangsang
kemampuan spasial. Hal ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai law of exercise. Thorndike menjelaskan bahwa respon
dalam penelitian ini adalah kemampuan rotasi mental seseorang dapat dibentuk dan ditingkatkan intensitasnya dengan mematuhi hukum tersebut. Semakin sering
sebuah prilaku dilakukan, semakin kuat pula efek belajar yang akan tercipta. Sternberg, dkk. 2008 juga menegaskan bahwa performansi kemampuan kognitif
seseorang dapat menjadi lebih cepat dan akurat dengna dilakukannya latihan. Oleh sebab itu, dengan semakin sering seorang wanita melakukan aktivitas-aktivitas
atau latihan-latihan yang memerlukan kemampuan spasial, diharapkan kemampuan spasial mereka juga dapat semakin meningkat. Elemen kemampuan
spasial yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kemampuan rotasi mental karena elemen ini merupakan kemampuan yang cenderung berbeda secara
signifikan antara pria dan wanita, yakni wanita memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih inferior daripada pria.
D. Hipotesis Penelitian