Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

(1)

PENGARUH LATIHAN PERMAINAN TETRIS TIGA

DIMENSI TERHADAP KEMAMPUAN ROTASI MENTAL

PEREMPUAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

JOHAN WIBAWA

101301042

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

Johan Wibawa1 dan Etti Rahmawati2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh latihan permainan tetris tiga dimensi terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental pada perempuan. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 53 orang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014, menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana. Mereka terbagi ke dalam dua kelompok melalui metode random assignment: kelompok kontrol berjumlah 25 orang dan kelompok eksperimen berjumlah 28 orang. Kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan permainan tetris tiga dimensi di smartphone selama tiga hari, masing-masing hari 90 menit, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan apapun.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista yang dirancang ulang dari mental rotation of three dimensional objects test yang pernah diciptakan oleh Roger Shepard dan Jacqueline Metzler (1971). Data penelitian dianalisis menggunakan uji t sampel independen. Berdasarkan hasil analisa data, diperoleh perbedaan peningkatan skor yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, atau dengan kata lain, terdapat pengaruh yang signifikan dari latihan permainan tetris tiga dimensi yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental perempuan.

Kata kunci: Kemampuan Spasial, Kemampuan Rotasi Mental, Perempuan, Tetris Tiga Dimensi

___________________________

1Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2


(3)

The Effect of Three-Dimensional Tetris Game on Womens’ Mental Rotation Ability

Johan Wibawa1 and Etti Rahmawati2

ABSTRACT

This study investigated the effect of mental rotation exercise on the improvement of mental rotation ability in women. The number of samples in this study were 53 people from the Faculty of Psychology University of North Sumatera, academic year 2013/2014, which was collected using simple random sampling technique. They were divided into two groups by random assignment method: a control group of 25 people, and an experimental group of 28 people. The experimental group was given the preferential treatment in the form of three-dimensional tetris game play on smartphones during three days, each day ninety minutes, while the control group was not given any treatment.

Measuring instruments used in this study is Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, made from library of Mental Rotation stimuli by Peters and Battista, which is redesigned from mental rotation of three dimensional objects test invented by Roger Shepard and Jacqueline Metzler (1971). The research data were analyzed using independent samples t test. The finding suggests there is a significant difference in gain score between the control group and the experimental group, or in other words, there is a significant effect of the

mental rotation exercise to the improvement of women’s mental rotation ability.

Keywords: Spatial Ability, Mental Rotation Ability, Woman, Three-Dimensional Tetris

___________________________

1Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya yang telah memberikan kehidupan, berkah, ilmu, kebijaksanaan, dan kebajikan, serta membimbing penulis hingga akhirnya skripsi yang berjudul

“Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan, dan nasehat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan sedalam-dalamnya kepada semua orang yang telah dipercayakan oleh Tuhan mengisi kehidupan penulis:

1. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kedua orangtua penulis yang selama dua puluh dua tahun ini tidak pernah henti-hentinya menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi penulis.

3. Ibu Etti Rahmawati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, atas dukungan dan saran-saran luar biasa yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Lili Garliah, M.Si selaku dosen pembimbing seminar yang sudah bagaikan ibu bagi penulis sendiri. Terima kasih atas semua yang telah ibu berikan dan korbankan selama membimbing penulis.

5. Ibu Rr. Lita Hadiati Wulandari, M.Pd, psikolog selaku dosen pembimbing akademik penulis.


(5)

6. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog selaku dosen penguji II, dan Kak Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi, Psikolog selaku dosen penguji III.

7. Kak Dina Nazriani, M.Si, dan kak Masitah, M.Siatas perhatian dan kesediaan waktunya untuk penulis mendapatkan bimbingan ekstra.

8. Adik-adik penulis: Vera Wibawa, Venny Wibawa, Daniel Wibawa, dan Vanessa Wibawa yang senantiasa menjadi sumber kebahagiaan dan keceriaan bagi penulis selama ini dan selamanya.

9. Irene Anastasya, Yohanti Viomanna Simanjorang, Putri Mayritza Deecile Wijaya, dan Suwenny selaku sahabat super!

10. Teman seperjuangan: Vivian, Venti, Wieny, Caroline, Jilly, Vera, Veronica, Steven, Weillun, Dede, Westley, Raja, dan Tengku Rizky.

11. Keluarga imajiner yang selalu punya cara aneh untuk membuat penulis tertawa di sela-sela tekanan: Junika, Novira, Rina, Sonya, Mira, Reza Indah, Reza Yoga, dan Rocky.

12. Semua teman-teman seperjuangan yang tidak mungkin disebutkan satu per satu di sini. Terima kasih semuanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kriteria sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, 21 Juli 2014


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Kemampuan Rotasi Mental ... 12

1. Definisi Kemampuan Rotasi Mental ... 12

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Spasial ... 12

a. Usia ... 13

b. Fisiologi Otak ... 13


(7)

1) Faktor Biologis ... 14

2) Faktor Sosio-Kultural ... 15

d. Pemilihan Jurusan ... 16

B. Latihan ... 16

1. Definisi Latihan 16

2. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Latihan ... 17

a. Durasi Latihan ... 17

b.Tipe Latihan ... 18

C. Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi dalam meningkatkan Kemampuan Rotasi Mental Perempuan ... 19

D. Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 21

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

1. Variabel Bebas: Latihan ... 21

2. Variabel Tergantung: Kemampuan Rotasi Mental ... 22

3. Variabel Ekstranous: Suhu Ruangan ... 23

C. Teknik Pengontrolan Variabel ... 23

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

1. Populasi Penelitian ... 23

2. Sampel Penelitian ... 24

E. Teknik Pengambilan Sampel ... 24


(8)

G. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Beda Aitem ... 27

1. Uji Validitas ... 27

2. Uji Reliabilitas ... 27

3. Uji Daya Beda Aitem ... 28

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 28

1. Uji Validitas ... 28

2. Uji Reliabilitas ... 29

3. Uji Daya Beda Aitem ... 29

I. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen ... 29

1. Persiapan Eksperimen ... 29

2. Pelaksanaan Eksperimen ... 30

3. Pengolahan Data... 32

J. Metode Analisis Data ... 32

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Analisa Data ... 33

1. Gambaran Subjek Penelitian ... 33

a. Gambaran Subjek Berdasarkan Jurusan saat SMA ... 34

b.Gambaran Kelompok Eksperimen Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi Mental ... 34

c. Gambaran Kelompok Kontrol Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi Mental ... 36

2. Hasil Penelitian ... 38


(9)

b. Hasil Uji Hipotesa Penelitian ... 39

c. Effect Size ... 41

B. Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 45

1. Saran Praktis ... 46

2. Saran Metodologis ... 46


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penelitian Rotasi Mental ... 6

Tabel 2 Penelitian Rotasi Mental ... 14

Tabel 3 Blueprint Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista ... 26

Tabel 4 Desain Penelitian ... 30

Tabel 5 Proporsi Awal dan Akhir Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 33

Tabel 6 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan saat SMA ... 34

Tabel 7 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Pre-Test Kelompok Eksperimen ... 34

Tabel 8 Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Pre-Test ... 35

Tabel 9 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Post-Test Kelompok Eksperimen ... 35

Tabel 10 Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Post-Test ... 36

Tabel 11 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Pre-Test Kelompok Kontrol ... 36

Tabel 12 Kategorisasi Kelompok Kontrol saat Pre-Test ... 37

Tabel 13 Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Post-Test Kelompok Kontrol ... 37

Tabel 14 Kategorisasi Kelompok Kontrol saat Post-Test ... 38

Tabel 15 Hasil Uji Normalitas ... 39

Tabel 16 Hasil Uji Homogenitas ... 39

Tabel 17 Hasil Uji t Terhadap Pre-test Kedua Kelompok ... 39

Tabel 18 Statistik Kelompok ... 40


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Modul I Pengantar Latihan Kemampuan Rotasi Mental ... 53

Modul II Pre-Test ... 60

Modul III Pengenalan Konsep Kemampuan Rotasi Mental ... 62

Modul IV Sesi Latihan ... 65

Modul V Ice Breaking ... 67

Modul VI Post-Test ... 69

Lampiran 2 Slides Teori Kemampuan Rotasi Mental ... 71

Lampiran 3 Slides Demonstrasi Breaking Blocks – 3D ... 73

Lampiran 4 Lembar Pencatatan Skor dan Level... 75

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas ... 77

Lampiran 6 Hasil Uji Daya Beda Aitem... 79

Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas ... 82

Lampiran 8 Hasil Uji Homogenitas ... 84

Lampiran 9 Hasil Uji Hipotesis (Uji t Sampel Independen) ... 86


(12)

Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Terhadap Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

Johan Wibawa1 dan Etti Rahmawati2

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh latihan permainan tetris tiga dimensi terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental pada perempuan. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 53 orang berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014, menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana. Mereka terbagi ke dalam dua kelompok melalui metode random assignment: kelompok kontrol berjumlah 25 orang dan kelompok eksperimen berjumlah 28 orang. Kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan permainan tetris tiga dimensi di smartphone selama tiga hari, masing-masing hari 90 menit, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan apapun.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista yang dirancang ulang dari mental rotation of three dimensional objects test yang pernah diciptakan oleh Roger Shepard dan Jacqueline Metzler (1971). Data penelitian dianalisis menggunakan uji t sampel independen. Berdasarkan hasil analisa data, diperoleh perbedaan peningkatan skor yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, atau dengan kata lain, terdapat pengaruh yang signifikan dari latihan permainan tetris tiga dimensi yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental perempuan.

Kata kunci: Kemampuan Spasial, Kemampuan Rotasi Mental, Perempuan, Tetris Tiga Dimensi

___________________________

1Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2


(13)

The Effect of Three-Dimensional Tetris Game on Womens’ Mental Rotation Ability

Johan Wibawa1 and Etti Rahmawati2

ABSTRACT

This study investigated the effect of mental rotation exercise on the improvement of mental rotation ability in women. The number of samples in this study were 53 people from the Faculty of Psychology University of North Sumatera, academic year 2013/2014, which was collected using simple random sampling technique. They were divided into two groups by random assignment method: a control group of 25 people, and an experimental group of 28 people. The experimental group was given the preferential treatment in the form of three-dimensional tetris game play on smartphones during three days, each day ninety minutes, while the control group was not given any treatment.

Measuring instruments used in this study is Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, made from library of Mental Rotation stimuli by Peters and Battista, which is redesigned from mental rotation of three dimensional objects test invented by Roger Shepard and Jacqueline Metzler (1971). The research data were analyzed using independent samples t test. The finding suggests there is a significant difference in gain score between the control group and the experimental group, or in other words, there is a significant effect of the

mental rotation exercise to the improvement of women’s mental rotation ability.

Keywords: Spatial Ability, Mental Rotation Ability, Woman, Three-Dimensional Tetris

___________________________

1Student of Faculty of Psychology, University of North Sumatera


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Perempuan pada masa kini, abad ke-21, telah memiliki kesempatan yang sama besarnya dengan laki-laki dalam hal bekerja, belajar, dan berkarya. Kondisi ini sangat berbeda dengan pada masa-masa sebelum abad ke-19 karena pada masa itu ketidaksetaraan gender masih terasa sangat kental. Perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam banyak hal, dan justru dianggap memiliki status sosial yang lebih rendah daripada laki-laki (Kartiniedu.net, 2013). Ketidaksetaraan gender tersebut mulai pudar sejak awal abad ke-19, tepatnya sejak Raden Ajeng Kartini mempelopori gerakan emansipasi wanita di Indonesia (Pustakers, 2013), sehingga pada akhirnya perempuan pada masa sekarang memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam melakukan apapun. Akan tetapi dalam beberapa hal sehari-hari, perempuan masih memiliki sedikit keterbatasan dibandingkan laki-laki karena terdapat perbedaan kemampuan yang dimiliki kedua gender tersebut. Salah satu contohnya dalam hal mengemudikan kendaraan bermotor.

Perempuan kini telah banyak yang menjadi pengemudi di jalan raya, bahkan sekarang mereka telah berkesempatan untuk menjadi pengemudi TransJakarta di Jakarta, padahal sebelumnya jumlah pengemudi perempuan bisa dikatakan sangatlah sedikit. Kondisi seperti ini tentu merupakan sebuah hal yang sangat positif, yang membuktikan bahwa ternyata gerakan emansipasi wanita


(15)

2

yang dipelopori oleh Kartini berhasil membuat ketidaksetaraan gender menjadi hilang. Namun seperti pisau yang bermata dua, jumlah pengemudi perempuan yang semakin banyak ini tentu juga memiliki sisi yang memerlukan perhatian tambahan.

Perempuan secara rata-rata melakukan 857.000 kesalahan dalam tes mengemudi pada tahun 2012, lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah kesalahan laki-laki yang hanya 646.000 (Badan Standar Mengemudi Inggris; dalam Pikiran Rakyat Online, 2013). Saragih (2014) juga menyimpulkan hal yang sama berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, dengan menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak melakukan kesalahan (3.367 kesalahan) saat memarkir kendaraan dibanding laki-laki (1652 kesalahan). Penelitian dari confused.com (dalam Saragih, 2014) juga mengungkapkan bahwa perempuan membutuhkan waktu rata-rata yang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki untuk menyelesaikan semua uji praktek mengemudi, yakni selama delapan bulan.

Perempuan biasanya paling mungkin gagal saat melakukan parkir mundur, kesalahan kemudi dan pada saat melakukan perpindahan gigi (Badan Standar Mengemudi Inggris; dalam Pikiran Rakyat Online, 2013). Riskiansah, dkk., (2011) menjelaskan fenomena tersebut terjadi karena pengendara motor perempuan cenderung melakukan kecerobohan saat mengemudi. Komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa perempuan, baik yang mengendarai mobil maupun yang mengendarai sepeda motor, mengemukakan pendapat yang lebih kurang bernada sama:


(16)

“Udah cukup lama bisa bawa mobil, tapi sampai sekarang masih sering

susah menakar-nakar jarak antara mobil saya dengan mobil di sekitar. Jadi saya lebih memilih untuk jauh-jauh dari mobil lain daripada terlalu dekat dan tanpa sadar ternyata sudah nabrak.” (Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi mobil, Juli 2014)

“Bawa mobil paling susahnya pas mau antrek (mundur). Sering bingung

kalau antreknya sambil lihat cermin. Saya lebih sering antrek, langsung pake lihat ke belakang. Tapi itu pun sering juga salah-salah.” (Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi mobil, Juli 2014)

“Bawa motor gampang-gampang aja kok. Selama ini aman-aman saja, soalnya aku sendiri memang gak berani ngebut-ngebutan di jalan. Takut perkiraan kecepatan aku itu salah, kirain bisa tancap gas untuk nyalip, eh tau tau malah nabrak. Mending biar lambat asal selamat. Kalau bagian tersulit ketika bawa motor, menurutku pas mau belok. Kadang bisa terlalu lebar belokanku, dan tau taunya udah diklakson sama yang di belakang.” (Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi sepeda motor, Juli 2014)

Kondisi seperti ini tentunya sangat berbahaya bagi perempuan, khususnya bagi mereka yang memutuskan untuk menjadi pengemudi karena tanpa sadar mereka telah menempatkan diri pada sebuah kondisi yang sangat beresiko bagi mereka sendiri. Jumlah pengemudi perempuan di Indonesia tentu tidaklah sedikit, apalagi sejak banyaknya kendaraan-kendaraan automatic mulai beredar di pasaran. Tujuh belas pengendara perempuan yang ditanya oleh peneliti mempertegas fenomena tersebut; mereka menyebutkan bahwa mereka pertama kali mengendari kendaraan bermotor (baik sepeda motor maupun mobil) sejak dipasarkannya kendaraan-kendaraan automatic. Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (dalam Ariyani, 2012) juga secara tidak langsung memperkuat hal tersebut melalui data penjualan sepeda motor yang mereka publikasikan. Terlihat pada tahun 2002, jumlah penjualan sepeda motor adalah sebanyak 2.265.474 unit. Pada tahun 2003, mengalami peningkatan menjadi 2.809.896 unit. Pada tahun


(17)

4

berikutnya mengalami peningkatan lagi menjadi 3.898.744 unit, dan meningkat tajam menjadi 5.074.186 pada tahun selanjutnya. Peningkatan yang cukup besar tersebut terjadi pada masa-masa sepeda motor automatic mulai dipasarkan pertama kali di Indonesia, yakni Yamaha Mio, tepatnya pada tahun 2003. Angka-angka tersebut memang tidak bisa dipastikan secara langsung bahwa mayoritas penggunanya adalah perempuan. Namun menariknya, data dari Badan Pusat Statistik (2012) mengenai angka kecelakaan kendaraan bermotor, memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kecelakaan yang cukup tinggi pada tahun 2004, yakni sebesar 17.732 kejadian, padahal pada tahun 2002 dan 2003 hanyalah 12.267 dan 13.399 kejadian. Lebih parah lagi pada tahun 2005, yakni sebesar 91.623 kejadian, atau meningkat sebesar 417% dari tahun sebelumnya.

Mengemudikan kendaraan bermotor, pada dasarnya membutuhkan kemampuan spasial yang baik. Kemampuan spasial, menurut Lohman (1993), adalah sebuah kemampuan untuk memanipulasi secara mental informasi-informasi yang hadir dalam bentuk simbolik atau visual. Buzan (2003) berpendapat bahwa kemampuan ini adalah kemampuan untuk melihat hubungan antarbentuk dan hubungan segala sesuatu di ruangan, sebuah kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk memikirkan hubungan-hubungan yang sangat rumit dalam dunia tiga dimensi. Sedangkan Gardner (1983), dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind, menyebutkan bahwa inti dari kemampuan spasial adalah kapasitas individu untuk mempersepsikan dunia visual secara akurat, dan melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi visual tersebut. Kemampuan ini sangat diperlukan ketika manusia berhadapan dengan


(18)

situasi-situasi yang menyajikan informasi-informasi spasial. Orang dengan tingkat kemampuan spasial yang baik akan lebih peka terhadap rincian-rincian visual, menggambarkan sesuatu dengan sangat hidup, dan mampu mengorientasikan diri lebih baik dalam ruang tiga dimensi (Armstrong, 2002).

Kemampuan spasial sangat luas manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari selain dalam hal mengemudikan mobil. Manfaat-manfaat lainnya menurut Buzan (2003) adalah membaca peta dan menerjemahkan peta itu menjadi tindakan yang tepat di wilayah tersebut, berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain di dalam rumah, mempersiapkan meja, menyeberangi jalan, mengatur atau menata ulang segala sesuatu di rumah, dan mengayuh sepeda. Kemampuan spasial ini juga sangat dibutuhkan dalam beberapa profesi dan hobi berikut: Penerjun bebas, pesenam, pemain sepakbola, balap mobil, ahli astronomi, pelaut, pilot, pelukis, atlet olahraga beregu, arsitek, pematung, insinyur mekanik, dan ahli bedah. Komunikasi personal yang dilakukan peneliti terhadap beberapa perempuan menunjukkan bahwa mereka sering mengalami kesulitan, atau membutuhkan usaha yang lebih ekstra, dalam melakukan beberapa tugas yang membutuhkan kemampuan spasial tersebut:

“Aku sering tersesat ketika baru pertama kali masuk ke dalam satu lokasi tertentu. Kadang udah dua atau tiga kali ke sana pun tetap aja aku bisa

tersesat.” (Komunikasi personal terhadap perempuan, Juli 2014)

“GPS (Global Positioning Unit) gak ada gunanya buat aku. Tetap aja aku

bakalan bingung gimana cara lihatnya. Kalau aku tersesat di jalan, aku lebih memilih nelpon teman yang aku rasa kenal daerah tersebut untuk minta diarahkan ke tempat yang aku mau tuju.” (Komunikasi personal terhadap perempuan, Juli 2014)


(19)

6

Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kemampuan spasial yang dimiliki oleh pria dan wanita. Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa perempuan memiliki kemampuan mengemudi yang lebih buruk daripada laki-laki. Maier (1996), dalam jurnalnya yang berjudul Spatial Geometry and Spatial Ability – How to make solid geometry solid, membagi kecerdasan spasial ke dalam lima elemen kemampuan spasial: (a) Spatial Perception, (b) Visualization, (c) Mental Rotation, (d) Spatial Relations, dan (e) Spatial Orientation. Dalam sejumlah penelitian, didapatkan sebuah hasil yang selalu konsisten bahwa laki-laki lebih superior daripada perempuan dalam kemampuan spasial, khususnya elemen kemampuan rotasi mental dan spatial relation (Linn & Petersen, 1985). Temuan itu memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Maccoby dan Jacklin (dalam Mohler, 2008), yang menyebutkan perbedaan gender dalam kemampuan spasial sangat reliabel, dengan anak laki-laki menunjukkan performansi yang lebih bagus daripada anak perempuan, dan kemampuan mereka meningkat tajam ketika melewati masa kanak-kanak. Beberapa penelitian lain yang mendukung dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Penelitian Rotasi Mental

Peneliti Tahun Tugas Spasial Subjek

Levin, dkk. 2005 Rotasi Mental 66 orang

Silverman, dkk. 2007 Rotasi Mental 7 grup etnis dari 40 negara

Parson, dkk. 2004 Rotasi Mental 44 orang

Roberts, dkk. 1999 Rotasi Mental 20 orang

Roberts, dkk. 2000 Computerized Mental

Rotation 22 orang

Saucier, dkk. 2002 Rotasi Mental 42 orang

Kemampuan rotasi mental adalah satu elemen kemampuan spasial yang paling signifikan perbedaannya antara laki-laki dan perempuan, sehingga dapat


(20)

disimpulkan bahwa kemampuan inilah yang menjadi penyebab utama perempuan mendapatkan cap sebagai pengemudi yang lebih buruk daripada laki-laki.

Yilmaz (2009) mengemukakan dua faktor penyebab laki-laki memiliki kemampuan spasial yang lebih baik: (a) faktor biologis, (b) faktor sosio-kultural. Hormon dan kematangan otak individu adalah dua isu utama yang selalu disoroti para peneliti secara biologis. Sedangkan secara sosial dan kultural, perbedaan gender tersebut diperkirakan merupakan akibat dari permainan, peran gender, ekspektasi sosial dan parental, serta pengalaman-pengalaman yang mempengaruhi pekembangan kemampuan seseorang. Contoh dari pengalaman-pengalaman tersebut, misalnya adalah preferensi jenis permainan yang berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada umumnya anak laki-laki cenderung lebih sering, dibandingkan dengan anak perempuan, bermain dengan mainan-mainan yang membutuhkan manipulasi spasial (Etaugh dan Liss; Levine, dkk.; dalam Yilmaz, 2009). Selain itu, olahraga-olahraga yang biasanya digeluti oleh kaum laki-laki mayoritas juga dapat memberikan pengalaman spasial bagi mereka, misalnya olahraga sepak bola, futsal, bola basket, dan olahraga-olahraga lainnya yang mengandalkan keakuratan dalam menembak (Kimura, 1999). Beberapa olahraga lain yang juga berpengaruh pada kemampuan spasial, khususnya kemampuan rotasi mental, adalah olahraga gimnastik (Jansen & Lehmann, 2013) dan olahraga pergulatan (Moreau, dkk., 2012).

Inti dari penjelasan faktor sosio-kultural di atas adalah kemampuan spasial laki bisa lebih superior daripada kemampuan spasial perempuan karena laki-laki memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam hal-hal spasial. Berdasarkan


(21)

8

penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan spasial perempuan juga sebenarnya dapat ditingkatkan bila mereka juga memiliki banyak pengalaman yang dapat merangsang kemampuan spasial mereka, yakni melalui latihan. Thorndike (dalam Elliot, dkk., 1999), melalui teori hukum latihan yang dicetuskannya juga menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi lebih mahir dalam melakukan sesuatu apabila prilaku tersebut sering dilakukan secara berulang-ulang. Performansi kemampuan kognitif seseorang dapat menjadi lebih cepat dan akurat dengan dilakukannya latihan (Sternberg, dkk., 2008).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti memberikan kepada kaum perempuan sejumlah pengalaman spasial dalam bentuk latihan, khususnya pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan elemen rotasi mental, dengan harapan kemampuan rotasi mental mereka dapat meningkat atau menjadi lebih baik setelahnya. Lebih jauh, apabila kemampuan rotasi mental perempuan bisa ditingkatkan melalui latihan yang dirancang oleh peneliti, diharapkan pula mereka bisa menjadi pengendara sepeda motor maupun mobil yang lebih baik.

B. Rumusan Masalah

Penyebab kemampuan spasial laki-laki lebih baik daripada kemampuan spasial perempuan adalah karena mereka memiliki lebih banyak pengalaman yang dapat meningkatkan kemampuan tersebut. Peneliti berkesimpulan, apabila perempuan juga terlibat lebih banyak dengan pengalaman-pengalaman yang mempersyaratkan kemampuan spasial, maka kemampuan spasial mereka juga dapat meningkat atau menjadi lebih baik. Dari lima jenis kemampuan spasial yang


(22)

diidentifikasikan oleh Maier (1996), perbedaan tingkat kemampuan yang paling signifikan antara pria dan wanita adalah dalam kemampuan rotasi mental.

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah kemampuan rotasi mental perempuan dapat ditingkatkan dengan memberikan lebih banyak latihan rotasi mental?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah kemampuan rotasi mental perempuan dapat ditingkatkan dengan memberikan lebih banyak latihan rotasi mental.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun segi praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi kognitif.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi siapapun yang mau meningkatkan kemampuan rotasi mentalnya, khususnya bagi perempuan yang sedang atau akan menjadi pengemudi kendaraan bermotor.


(23)

10

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti berikutnya yang akan meneliti lebih lanjut mengenai kemampuan spasial, khususnya kemampuan rotasi mental.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORITIS

Bab ini menguraikan teori yang berhubungan dengan variabel-variabel dalam penelitian dan dinamika antara variabel yang ingin diteliti serta hipotesis penelitian. Teori-teori yang dimuat adalah teori mengenai kemampuan spasial. BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.

BAB IV : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Bab ini terdiri dari uraian mengenai gambaran subjek penelitian berdasarkan penggolongan usia, angkatan, dan suku, hasil penelitian utama, hasil tambahan serta pembahasan.


(24)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan yang mencakup hasil analisa dan intepretasi data penelitian dan saran berupa saran metodologis untuk penelitian selanjutnya dan saran praktis bagi siapapun, terutama wanita, yang ingin meningkatkan kemampuan spasial mereka.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kemampuan Rotasi Mental

1. Definisi Kemampuan Rotasi Mental

Gardner (1983), dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind, menjelaskan kecerdasan spasial (spatial intelligence) adalah kapasitas individu untuk menunjukkan kemampuan spasial (spatial ability): mempersepsikan dunia visual secara akurat, dan melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi visual tersebut. Sederhananya, kemampuan spasial adalah kemampuan untuk memproduksi gambar bentuk-bentuk di dalam pikiran, dan melakukan manipulasi secara mental bentuk-bentuk yang sudah disediakan.

Kemampuan rotasi mental merupakan salah satu dari lima elemen kemampuan spasial. Kemampuan ini adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan rotasi secara cepat dan akurat terhadap figur dua dimensi maupun tiga dimensi di dalam pikiran (Maier, 1996). Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat mengemudikan mobil, menyusun benda-benda secara efektif ke dalam ruang yang terbatas, dan aktivitas olahraga (Rizzo, dkk., 1998).

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Rotasi Mental

Mohler (2008) membuat sebuah review yang cukup lengkap mengenai sejumlah penelitian kemampuan spasial yang pernah dilakukan selama ini, dalam


(26)

tulisannya yang berjudul ‘A Review of Spatial Ability Research’. Beliau merangkum setidaknya ada tiga faktor utama yang membedakan tingkat kemampuan rotasi mental setiap individu, yakni (1) usia, (2) fisiologi otak, dan (3) gender, ditambah satu lagi yang dicetuskan oleh Peters, dkk. (1995) yaitu (4) pemilihan jurusan.

a. Usia

Secara keseluruhan, kesimpulan dari penelitian kemampuan rotasi mental yang berhubungan dengan usia adalah: kemampuan rotasi mental seseorang meningkat menjadi lebih baik seiring bertambahnya usia. Temuan Newcombe (2013) mempertegas kesimpulan tersebut, bahwa orang dari segala usia dapat menunjukkan peningkatan kemampuan rotasi mental. Namun menurut Orde (dalam Mohler, 2008), peningkatan kemampuan rotasi mental seseorang seiring bertambahnya usia hanya terjadi pada masa kanak-kanak (childhood years), dan ketika seseorang tersebut telah memasuki masa-masa dewasa, kemampuan rotasi mental justru mengalami penurunan seiring bertambahnya usia (Pak; dalam Mohler, 2008).

b. Fisiologi Otak

Semua penelitian yang berusaha melihat korelasi antara fisiologi otak dan kemampuan rotasi mental telah mendapatkan sebuah kesepakatan umum: para individu yang lebih dominan menggunakan otak kanannya akan memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada mereka yang lebih dominan menggunakan otak kiri (McGlone; dalam Mohler, 2008).


(27)

14

c. Gender

Banyak penelitian menemukan bahwa pria memiliki kemampuan spasial yang lebih baik daripada wanita, khususnya dalam hal rotasi mental dan Spatial Relations (Voyer, dkk.; Linn & Petersen; dalam Mohler, 2008). Penelitian ini memperkuat penelitian pada tahun 1974 yang dilakukan oleh Maccoby dan Jacklin (dalam Mohler, 2008), yang menyebutkan bahwa anak laki-laki menunjukkan performansi spasial yang lebih baik daripada anak perempuan, khususnya ketika mereka telah melewati masa kanak-kanak.

Beberapa penelitian lain yang turut menunjukkan perbedaan gender dalam hal kemampuan spasial mereka dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2. Penelitian Rotasi Mental

Peneliti Tahun Tugas Spasial Subjek

Levin, dkk. 2005 Rotasi Mental 66 orang

Silverman, dkk. 2007 Rotasi Mental 7 grup etnis dari 40 negara

Parson, dkk. 2004 Rotasi Mental 44 orang

Roberts, dkk. 1999 Rotasi Mental 20 orang

Roberts, dkk. 2000 Computerized

Mental Rotation 22 orang

Saucier, dkk. 2002 Rotasi Mental 42 orang

Terdapat banyak penjelasan mengenai perbedaan gender dalam hal kemampuan rotasi mental mereka, namun Yilmaz (2009) mengelompokkannya menjadi dua:

1) Faktor Biologis

Mayoritas penelitian biologis terhadap perbedaan gender berfokus pada dua hal utama: hormon dan otak. Androgen adalah hormon yang diyakini memiliki pengaruh penting dalam perkembangan kemampuan rotasi mental seseorang.


(28)

Penelitian dari Hampson, Rovelt, dan Altman (dalam Yilmaz, 2009) menunjukkan bahwa wanita yang memiliki kadar androgen yang tinggi selama masa perkembangan prenatal, akan memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada yang lain. Dan pria yang memiliki kadar androgen yang rendah pada usia awal memiliki kemampuan rotasi mental yang rendah daripada pria normal lainnya (Hier dan Crowley; dalam Yilmaz, 2009).

2) Faktor Sosio-Kultural

Permainan, peran gender, ekspektasi sosial dan orang tua, dan pengalaman-pengalaman lain yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak adalah aspek-aspek yang tercakup dalam faktor sosio-kultural. Dalam pemilihan permainan, anak laki-laki cenderung bermain dengan mainan mobil-mobilan dan balok-balok, yang membutuhkan kemampuan spasial, sedangkan anak perempuan cenderung bermain dengan boneka-boneka, yang akan berdampak pada pengembangan kemampuan sosial mereka (Etaugh dan Liss; Levine, dkk.; dalam Yilmaz, 2009). Pria juga cenderung memilih olahraga-olahraga yang membutuhkan banyak kemampuan spasial, khususnya olahraga-olahraga yang memerlukan kemampuan membidik yang baik, seperti sepak bola dan ice-hockey (Kimura, 1999). Olahraga gimnastik (Jansen & Lehmann, 2013) dan pergulatan (Moreau, dkk., 2012) juga dapat berpengaruh pada peningkatan kemampuan rotasi mental mereka.

Pengalaman yang lebih banyak dalam kegiatan atau aktivitas yang melibatkan kemampuan spasial ini akhirnya membuat kemampuan spasial pria menjadi


(29)

16

lebih baik daripada wanita. Berdasarkan penjelasan faktor sosio-kultural ini, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu, akan membuat seseorang itu semakin ahli dalam bidang tersebut. Groot, Chase dan Simon (dalam Matlin, 2008) juga berkesimpulan yang sama melalui eksperimen mereka yang melibatkan pemain catur profesional dan amatir: tingkat pemahaman atau pengetahuan individu dalam bidang tertentu akan mempengaruhi kognisi individu dalam bidang tersebut. Intinya, Practice makes perfect.

d. Pemilihan Jurusan

Peters, dkk. (1995) menemukan bahwa siswa yang berasal dari jurusan sains memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada siswa yang berasal dari jurusan sosial. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Peters tersebut tidak menjelaskan apakah memang jurusan sains dapat membuat kemampuan rotasi mental seseorang menjadi lebih baik, atau apakah pada dasarnya siswa-siswa yang memilih jurusan sains adalah siswa yang memang telah memiliki kemampuan rotasi mental yang baik.

B. Latihan

1. Definisi Latihan

Latihan, berdasarkan kamus Oxford, adalah melakukan sebuah prilaku atau aktifitas secara berulang-ulang sehingga seseorang dapat memiliki atau meningkatkan keahliannya dalam bidang tersebut. Pengertian tersebut sejalan


(30)

dengan teori yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai hukum latihan (law of exercise). Hukum tersebut berbunyi bahwa semakin sering sebuah respon dilakukan, maka semakin kuat pula proses belajar yang tercipta, sehingga pada akhirnya seseorang akan semakin mahir dalam melakukan respon tersebut (dalam Elliot, dkk., 1999). Sternberg, dkk. (2008) juga menegaskan bahwa performansi kemampuan kognitif seseorang dapat menjadi lebih cepat dan akurat melalui latihan. Proses performansi sebuah kemampuan kognitif yang awalnya dilakukan secara sangat sadar, dengan usaha yang keras, dan terkontrol dapat menjadi dilakukan dengan usaha yang lebih kecil, secara bawah sadar, dan otomatis berkat latihan. Latihan dapat membuat seseorang menguasai atau menjadi ahli dalam bidang yang dilatih, serta dapat menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks dan baru sekalipun (Hatano & Inagaki; Holyoak; Schon; dalam Gardner, dkk., 1996).

2. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Latihan a. Durasi Latihan

Sepuluh jam, adalah durasi latihan yang disarankan Feng, dkk. (2007) agar dapat meningkatkan performansi individu dalam tugas-tugas spasial. Cherney (2008), dalam penelitiannya yang serupa, menemukan bahwa empat jam saja sudah cukup efektif untuk meningkatkan performansi individu dalam tugas-tugas spasial.


(31)

18

b. Tipe Latihan

Terdapat dua tipe latihan yang dikenal selama ini, yakni Massed Practice dan Distributed Practice. Perbedaan di antara kedua tipe latihan ini terletak pada durasi istirahatnya.

1) Massed Practice

Tidak ada masa istirahat di antara setiap sesi latihannya (Burdick; dalam Murray, dkk., 2003). Schmidt, serta Wek dan Husak (dalam Murray, dkk., 2003) mendefinisikannya secara lebih longgar dengan menyebutkan bahwa terdapat masa istirahat di antara setiap sesi latihannya, hanya saja durasi istirahatnya tersebut cukup singkat.

2) Distributed Practice

Sesi latihan diselingi masa untuk istirahat atau justru topik pembelajaran yang lain (Burdick; dalam Murray, dkk., 2003). Schmidt (dalam Murray, dkk., 2003) mendefinisikannya secara lebih jelas dengan menyebutkan bahwa durasi istirahat tersebut jauh lebih lama daripada durasi latihannya itu sendiri.

Cherney (2008) berkesimpulan bahwa tipe latihan Massed Practice akan lebih efektif daripada Distributed Practice dalam meningkatkan performansi individu dalam tugas-tugas spasial. Latihan yang dilakukan dalam beberapa hari berturut-turut akan lebih efektif daripada latihan yang dilakukan dengan ada jeda hari yang banyak.


(32)

C. Pengaruh Latihan Permainan Tetris Tiga Dimensi Dalam Meningkatkan Kemampuan Rotasi Mental Perempuan

Kecerdasan spasial (spatial intelligence) adalah kapasitas individu untuk menunjukkan kemampuan mempersepsikan dunia visual secara akurat, dan melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi visual tersebut. Secara sederhana, kemampuan spasial dapat didefinisikan sebagai sebuah kemampuan untuk memproduksi gambar bentuk-bentuk di dalam pikiran, dan melakukan manipulasi secara mental bentuk-bentuk yang telah disediakan (Gardner, 1983).

Peter Herbert Maier (1996), dalam tulisannya yang berjudul Spatial Geometry and Spatial Ability – How to Make Solid Geometry Solid, membagi kemampuan spasial seseorang ke dalam lima elemen, yaitu: (1) Spatial Perception, (2) Visualization, (3) Mental Rotation, (4) Spatial Relation, dan (5) Spatial Orientation. Setelah dilakukan sejumlah penelitian oleh banyak peneliti, didapat satu kesimpulan yang cenderung konsisten, bahwa pria memiliki kemampuan spasial yang lebih superior daripada wanita, terutama dalam elemen rotasi mental dan spatial relation (Voyer, dkk.; Linn & Petersen; dalam Mohler, 2008).

Faktor sosio-kultural adalah salah satu penjelasan kenapa terdapat perbedaan kemampuan spasial antara kedua gender tersebut (Yilmaz, 2009). Berdasarkan penjelasan faktor sosio-kultural ini, didapat kesimpulan bahwa kemampuan spasial pria lebih superior disebabkan karena mereka memiliki lebih banyak pengalaman (aktivitas) yang dapat mengasah kemampuan spasial mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menurut peneliti, tidak tertutup


(33)

20

kemungkinan bahwa wanita juga dapat mengembangkan kemampuan spasialnya dengan terlibat lebih banyak dalam aktivitas-aktivitas yang dapat merangsang kemampuan spasial. Hal ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Thorndike mengenai law of exercise. Thorndike menjelaskan bahwa respon (dalam penelitian ini adalah kemampuan rotasi mental) seseorang dapat dibentuk dan ditingkatkan intensitasnya dengan mematuhi hukum tersebut. Semakin sering sebuah prilaku dilakukan, semakin kuat pula efek belajar yang akan tercipta. Sternberg, dkk. (2008) juga menegaskan bahwa performansi kemampuan kognitif seseorang dapat menjadi lebih cepat dan akurat dengna dilakukannya latihan. Oleh sebab itu, dengan semakin sering seorang wanita melakukan aktivitas-aktivitas atau latihan-latihan yang memerlukan kemampuan spasial, diharapkan kemampuan spasial mereka juga dapat semakin meningkat. Elemen kemampuan spasial yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kemampuan rotasi mental karena elemen ini merupakan kemampuan yang cenderung berbeda secara signifikan antara pria dan wanita, yakni wanita memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih inferior daripada pria.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kemampuan rotasi mental perempuan yang menerima latihan permainan tetris tiga dimensi akan lebih baik daripada kemampuan rotasi mental perempuan yang tidak menerima latihan permainan tetris tiga dimensi.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan desain Pretest-Posttest Control Group Design untuk melihat apakah kemampuan rotasi mental wanita dapat ditingkatkan dengan memberikan lebih banyak latihan permainan tetris tiga dimensi. Penelitian eksperimental memungkinkan peneliti untuk melihat hubungan sebab-akibat antara dua variabel. Berikut dijelaskan lebih lanjut mengenai identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan sampel, metode pengambilan sampel, metode dan alat pengumpulan data, validitas, reliabilitas, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisis data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat tiga jenis variabel yang diidentifikasi untuk dapat menguji hipotesa dalam penelitian ini. Jenis-jenis variabel tersebut antara lain variabel bebas, variabel tergantung, dan variabel kontrol:

1. Variabel Bebas : Latihan

2. Variabel Tergantung : Kemampuan Rotasi Mental 3. Variabel Ekstranous : Suhu Ruangan

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Latihan

Latihan adalah melakukan sebuah aktifitas secara berulang-ulang sehingga seseorang dapat meningkatkan keahliannya dalam bidang tersebut. Bentuk latihan


(35)

22

yang akan diberikan dalam penelitian ini adalah para partisipan dibiarkan memainkan permainan di smartphone yang memiliki operating system (OS) berbasis android dan iOS. Nama permainan yang akan digunakan adalah Breaking Blocks – 3D versi 1.41 yang diciptakan pada tahun 2013 oleh Tapinator. Latihan dilakukan selama tiga hari, dengan durasi latihan sekitar 90 (sembilan puluh) menit per hari.

2. Kemampuan Rotasi Mental

Kemampuan rotasi mental adalah sebuah kemampuan untuk melakukan rotasi secara cepat dan akurat terhadap figur dua dimensi maupun tiga dimensi di dalam pikiran. Kemampuan ini diukur dengan menggunakan Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista. Alat tes ini merupakan hasil rancangan ulang dari mental rotation of three dimensional objects test yang pernah diciptakan oleh Roger Shepard dan Jacqueline Metzler (1971).

Soal dalam Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista ini terdiri dari 40 soal, dan dicetak pada kertas ukuran A5 150 gram. Setiap soal memiliki dua buah stimulus gambar tiga dimensi. Partisipan diminta untuk menentukan apakah gambar kedua merupakan hasil rotasi (perputaran) dari gambar pertama atau bukan. Partisipan diberikan waktu 10 detik untuk menjawab satu soal, sehingga secara keseluruhan, partisipan hanya memiliki waktu 400 detik untuk menyelesaikan 40 soal.


(36)

Skoring dilakukan dengan menghitung jumlah jawaban yang tepat. Jawaban yang tepat akan diberi skor 1 (satu), sedangkan jawaban yang tidak tepat akan diberi skor 0 (nol).

Jumlah jawaban yang benar dalam tes rotasi mental tersebut akan menjadi skor kemampuan rotasi mental masing-masing individu yang menjalani tes itu. Semakin tinggi skor yang diperoleh, berarti semakin baik pula kemampuan rotasi mental individu yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh berarti semakin buruk pula kemampuan rotasi mental yang dimilikinya.

3. Suhu Ruangan

Suhu, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah ukuran kuantitatif terhadap temperatur, diukur dengan termometer. Suasana ruangan, dapat disimpulkan adalah ukuran kuantitatif terhadap temperatur di dalam sebuah ruangan tertentu.

C. Teknik Pengontrolan Variabel Ekstranous

Variabel ekstranous yang dikontrol oleh peneliti dalam penelitian ini adalah suhu ruangan. Teknik pengontrolan variabel yang digunakan adalah teknik konstansi, yaitu dengan mengatur para partisipan untuk menggunakan ruangan yang sama, dan menyalakan tiga buah kipas angin dengan kekuatan angin sebesar 3 (tiga) selama eksperimen berlangsung.


(37)

24

D. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu akan digeneralisasikan, (Hadi, 2000). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan yang berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal.

Karakteristik dari populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Berjenis kelamin perempuan

b. Berusia antara 18 tahun sampai 23 tahun

Kedua karakteristik di atas dibuktikan melalui Kartu Tanda Penduduk yang dimiliki partisipan.

2. Sampel Penelitian

Hadi (2000) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang dikenakan dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian kecil dari perempuan yang berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal. Mahasiswi Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014 dipilih menjadi sampel dalam penelitian ini untuk memudahkan pengambilan data.

Myers dan Hansen (2005) mengatakan bila penelitian yang dilakukan terdiri dari sesi pemberian perlakuan yang panjang terhadap sampel, maka tidak akan mudah untuk menggunakan sampel dalam jumlah yang besar. Penelitian seperti ini disarankan untuk menggunakan 30 sampel dalam setiap kelompok perlakuan (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen).


(38)

E. Teknik Pengambilan Sampel

Metode maupun teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling yaitu dengan memilih 60 orang secara acak dari populasi.

F. Metode Dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan alat tes psikologi. Penelitian ini menggunakan satu alat tes psikologi, yaitu Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista yang disusun ulang oleh peneliti dengan mengacu pada Mental Rotation of Three Dimensional Objects Test yang pernah diciptakan oleh Shepard dan Metzler (1971). Gambar-gambar stimulus yang digunakan dalam ala tes ini merupakan gambar yang diberikan oleh Professor Michael Peters, PhD. dari Universitas Guelph kepada peneliti pada akhir tahun 2013.

Tes ini terdiri dari 40 soal, dengan 2 alternatif jawaban yaitu benar dan salah. Pada masing-masing soal terdapat dua buah gambar tiga dimensi. Tugas partisipan adalah menentukan apakah gambar kedua merupakan hasil rotasi (perputaran) dari gambar pertama atau bukan. Partisipan memilih opsi ‘Benar’


(39)

26

bila menurutnya gambar kedua adalah hasil rotasi dari gambar pertama, atau memilih opsi ‘Salah’ bila menurutnya gambar kedua bukan hasil rotasi dari gambar pertama. Skor 1 akan diberikan bila soal dapat dijawab dengan tepat, dan skor 0 akan diberikan bila soal gagal dijawab dengan tepat.

Tes ini merupakan tes yang memiliki batas waktu pengerjaan. Alokasi waktu yang disediakan adalah 10 detik per soal, sehingga secara keseluruhan, waktu yang tersedia untuk menjawab 40 soal adalah 400 detik. Alokasi waktu ini ditentukan dengan mengacu pada penelitian Shephard dan Metzler (1971), yang berkesimpulan bahwa waktu rata-rata yang dibutuhkan seseorang untuk menjawab satu soal itu adalah 6 detik. Berikut adalah cetak biru alat tesnya:

Tabel 3.Blueprint Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista

No. Kunci

Jawaban Jenis Manipulasi Jumlah Aitem Persentase

1 Benar

Rotasi 45o sumbu X 2

60 %

Rotasi 45o sumbu Y 2

Rotasi 45o sumbu Z 2

Rotasi 90o sumbu X 2

Rotasi 90o sumbu Y 2

Rotasi 90o sumbu Z 2

Rotasi 135o sumbu X 2

Rotasi 135o sumbu Y 2

Rotasi 135o sumbu Z 2

Rotasi 180o sumbu X 2

Rotasi 180o sumbu Y 2

Rotasi 180o sumbu Z 2

2 Salah

Refleksi (pencerminan) 2

40 % Refleksi + Rotasi 90 sumbu X 2

Refleksi + Rotasi 90o sumbu Y 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu Z 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu X 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu Y 2 Refleksi + Rotasi 90o sumbu Z 2

Bentuk Berbeda 2


(40)

G. Validitas, Reliabilitas, dan Uji Daya Beda Aitem 1. Uji Validitas

Validitas dibutuhkan untuk melihat apakah suatu alat ukur dapat melakukan fungsi ukurnya dengan baik. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2004). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Azwar (2004) menyebutkan bahwa validitas isi adalah validitas yang diestimasi dengan menguji isi tes melalui metode professional judgment. Professional judgment dalam penelitian ini melibatkan tiga dosen departemen psikologi umum dan eksperimen di Fakultas Psikologi USU.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur dibutuhkan untuk melihat konsistensi di antara aitem-aitem yang membentuk tes secara keseluruhan (Azwar, 2004). Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal: single trial administration, yaitu dengan melakukan uji coba alat ukur pada sekelompok individu sebagai sampelnya. Metode perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan adalah dengan Coefficient Alpha atau Cronbach’s Alpha. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version. Pada umumnya, reliabilitas dianggap memuaskan bila koefisiennya mencapai minimal 0,900 (Azwar, 2009).


(41)

28

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem bertujuan untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang hendak diukur. Pengujian daya beda aitem dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal pula dengan istilah parameter daya beda aitem (Azwar, 2009). Daya beda aitem tersebut dianggap memuaskan jika koefisien korelasi aitem total mencapai nilai minimal 0,2 (Thorndike, dkk.; Crocker & Algina; dalam Azwar, 2010).

H. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba alat ukur Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2014 di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Uji coba ini melibatkan 101 orang sebagai sampel yang sesuai dengan karakteristik populasi penelitian.

1. Uji Validitas

Jenis validitas yang diuji terhadap alat ukur Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista adalah validitas isi. Validitas ini diuji dengan cara meminta pendapat profesional dari tiga dosen departemen psikologi umum dan eksperimen di Fakultas Psikologi USU pada bulan Mei 2014. Dosen-dosen


(42)

tersebut antara lain: Etti Rahmawati, M.Si, Ika Sari Dewi, S.Psi, Psikolog, dan Rahmi Putri Rangkuti, M.Psi, Psikolog.

2. Uji Reliabilitas

Hasil uji reliabilitas terhadap alat ukur, setelah dihitung dengan metode

Cronbach’s Alpha, menunjukkan koefisien reliabilitas yang memuaskan yakni sebesar 0,903.

3. Uji Daya Beda Aitem

Uji daya beda aitem dilakukan sekaligus dengan uji realibilitas. Hasil uji coba menunjukkan koefisien aitem total dari masing-masing aitem berada pada rentang 0,236 dan 0,568, sehingga tidak ada aitem yang harus dikeluarkan dari alat ukur. Cetak biru alat ukur setelah uji coba tetap sama dengan cetak biru alat ukur sebelum uji coba.

I. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Prosedur pelaksanaan eksperimen terdiri dari tiga tahap. Ketiga tahap tersebut terdiri dari (1) Tahap persiapan eksperimen, (2) Tahap pelaksanaan eksperimen, dan (3) Tahap pengolahan data.

1. Persiapan Eksperimen

Pada tahapan ini peneliti melakukan langkah – langkah sebagai berikut: a. Peneliti mempersiapkan modul latihan (Lampiran 1) yang terdiri dari

langkah-langkah pemberian perlakuan pada kelompok eksperimen.

b. Modul latihan tersebut kemudian divalidasi dengan meminta Professional Judgment dari beberapa dosen Fakultas Psikologi USU.


(43)

30

c. Selanjutnya peneliti melakukan validasi terhadap permainan Breaking Blocks – 3D versi 1.41 yang diciptakan pada tahun 2013 oleh Tapinator.

d. Peneliti lalu mempersiapkan 30 gadgets yang telah di-install permainan Breaking Blocks – 3D versi 1.41 yang diciptakan pada tahun 2013 oleh Tapinator.

2. Pelaksanaan Eksperimen

Setelah peneliti berhasil mempersiapkan modul latihan, selesai merancang alat tes rotasi mental, maka peneliti mulai mengumpulkan sampel yang sesuai dengan karakteristik populasi. Pemilihan partisipan ini dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling.

Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah eksperimen murni. Peneliti memanipulasi variabel bebas (latihan permainan tetris tiga dimensi) untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel tergantung (kemampuan rotasi mental) dalam situasi yang terkontrol. Sedangkan desain penelitian yang peneliti gunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design (Seniati, dkk., 2005). Secara ringkas, desain penelitian dapat dilihat pada model berikut:

Tabel 4. Desain Penelitian R (KE) O1 X  O2

R (KK) O1  O2

Catatan:

R = Random Assignment KE = Kelompok Eksperimen KK = Kelompok Kontrol O1 = Pre-test

O2 = Post-test


(44)

Berikut adalah langkah-langkah proses pelaksanaan eksperimen dengan desain tersebut:

a. Semua partisipan dikumpulkan di dalam satu tempat dan waktu yang bersamaan, yaitu di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Peneliti lalu menjelaskan tujuan sekaligus manfaat-manfaat yang bisa didapat oleh mereka setelah mengikuti penelitian ini.

b. Para partisipan kemudian dibagi secara acak (random assignment) ke dalam dua kelompok dengan jumlah yang seimbang. Satu kelompok menjadi kelompok kontrol, dan kelompok yang lainnya menjadi kelompok eksperimen. c. Kemampuan rotasi mental kedua kelompok tersebut langsung diukur (pre-test)

dengan menggunakan alat tes rotasi mental yang sudah di-design oleh peneliti. d. Khusus untuk kelompok eksperimen, peneliti kemudian memberikan latihan,

yang terdiri dari pemberian informasi mengenai konsep-konsep rotasi mental, dan memainkan permainan Breaking Blocks – 3D versi 1.41 yang diciptakan pada tahun 2013 oleh Tapinator. Latihan ini berlangsung selama tiga hari, dengan durasi sembilan puluh menit latihan dalam satu hari, sesuai modul yang telah dipersiapkan oleh peneliti. Sedangkan untuk kelompok kontrol, peneliti tidak memberikan perlakuan atau latihan apapun.

e. Setelah kelompok eksperimen menyelesaikan masa latihannya, kedua kelompok itu kemudian diuji lagi kemampuan rotasi mentalnya (post-test) dengan alat tes rotasi mental yang sama dengan yang telah digunakan sebelumnya.


(45)

32

3. Pengolahan Data

Data pre-test dan post-test yang telah diperoleh dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen digunakan untuk dihitung gain-score-nya. Gain score masing-masing kelompok dihitung dengan mengurangi skor pada pre-test dengan skor pada post-test. Gain score dari masing-masing kelompok tersebut lalu diolah dengan menggunakan metode statistik. Pengolahan data-data ini menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version.

J. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan peneliti adalah independent samples t-test dengan menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version. Tujuan dari penggunaan metode analisis data ini adalah untuk melihat ada tidaknya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung, atau untuk melihat signifikansi perbedaan antara gain score kelompok eksperimen dan gain score kelompok kontrol.


(46)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Keseluruhan hasil penelitian akan dibahas di dalam bab ini. Analisa data dilakukan dengan menguraikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai hasil-hasil analisa data.

A. Analisa Data

1. Gambaran Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014, yang kemudian dibagi ke dalam dua kelompok, yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada hari pertama, jumlah subjek yang berpartisipasi adalah sebanyak 61 orang, sedangkan pada hari terakhir (hari ketiga), jumlah subjek yang berpartisipasi tersisa 53 orang. Berikut adalah tabel distribusi kedua kelompok pada awal dan akhir eksperimen:

Tabel 5. Proporsi Awal dan Akhir Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Kelompok Jumlah (Pre-Test)

Persentase (Pre-test)

Jumlah (Post-Test)

Persentase (Post-Test)

Eksperimen 31 50,82 % 28 52,83 %

Kontrol 30 49,18 % 25 47,17 %


(47)

34

a. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan saat SMA

Terdapat dua jenis jurusan yang dapat dipilih subjek pada saat mereka duduk di bangku SMA, yakni jurusan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) atau IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Berikut adalah gambaran jurusan subjek dalam penelitian ini:

Tabel 6. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jurusan saat SMA

Jenis Jurusan Jumlah Persentase

IPA 39 73,58 %

IPS 14 26,42 %

Total 53 100 %

b. Gambaran Kelompok Eksperimen Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi Mental

Kategorisasi skor kemampuan rotasi mental dapat dilakukan dengan menghitung mean hipotetik dan standar deviasi hipotetik dari alat tes yang digunakan, yakni Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista. Alat tes ini terdiri dari 40 aitem dengan dua pilihan jawaban yang memiliki skor antara 0 atau 1, sehingga dapat dihitung secara hipotetik skor maksimumnya adalah sebesar 40 x 1 = 40 dan skor minimumnya adalah sebesar 40 x 0 = 0. Perbandingan mean empirik dan mean hipotetik kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat pre-test dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7. Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Pre-Test Kelompok Eksperimen

Empirik Hipotetik

Mean Max Min SD Mean Max Min SD


(48)

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh mean hipotetik sebesar 20 dengan standar deviasi 6,67, sedangkan dari hasil data penelitian kelompok eksperimen diperoleh mean empirik sebesar 25,39 dan standar deviasi 7,49. Perbandingan antara kedua mean tersebut menunjukkan nilai mean empirik yang lebih tinggi daripada nilai mean hipotetik (25,39 > 20), yang berarti bahwa secara umum kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat pre-test lebih tinggi (5,39 poin) daripada kemampuan rotasi mental populasi pada umumnya. Masing-masing subjek penelitian dalam kelompok eksperimen dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu tingkat kemampuan rotasi mental tinggi, sedang, dan rendah. Berikut adalah gambaran kelompok eksperimen pada saat pre-test berdasarkan tingkat kemampuan rotasi mental:

Tabel 8. Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Pre-Test

Rentang Nilai

Kategori Tingkat Kemampuan Rotasi

Mental

Jumlah (N)

Persentase (%)

X < 13,33 Rendah 0 0

13,33 ≤ X < 26,67 Sedang 15 53,57

X ≥ 26,67 Tinggi 13 46,43

TOTAL 28 100

Mean empirik kelompok eksperimen mengalami peningkatan pada saat post-test dilakukan. Berikut adalah ringkasan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat post-test:

Tabel 9. Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Post-Test Kelompok Eksperimen

Empirik Hipotetik

Mean Max Min SD Mean Max Min SD


(49)

36

Perbandingan antara kedua mean tersebut menunjukkan nilai mean empirik yang lebih tinggi daripada nilai mean hipotetik (31,39 > 20), yang berarti bahwa secara umum kemampuan rotasi mental kelompok eksperimen pada saat post-test lebih tinggi (11,39 poin) daripada kemampuan rotasi mental populasi pada umumnya. Nilai ini juga lebih tinggi daripada nilai mean empirik pada saat pre-test (31,39 > 25,39), yang berarti ada peningkatan sebesar 6 poin setelah kelompok tersebut mendapatkan perlakuan. Berikut adalah gambaran kelompok eksperimen pada saat post-test berdasarkan tingkat kemampuan rotasi mental:

Tabel 10. Kategorisasi Kelompok Eksperimen saat Post-Test

Rentang Nilai Kategori Tingkat Kemampuan Rotasi Mental Jumlah (N) Persentase (%)

X < 13,33 Rendah 0 0

13,33 ≤ X < 26,67 Sedang 6 21,43

X ≥ 26,67 Tinggi 22 78,57

TOTAL 28 100

c. Gambaran Kelompok Kontrol Berdasarkan Tingkat Kemampuan Rotasi Mental Alat tes yang digunakan pada kelompok kontrol sama dengan alat tes yang digunakan pada kelompok eksperimen yakni Mental Rotation Test of Vandenberg & Kuse format, yang dibuat dari library of Mental Rotation stimuli oleh Peters and Battista, sehingga mean hipotetik dan standar deviasi hipotetiknya juga sama. Perbandingan mean empirik dan mean hipotetik kemampuan rotasi mental kelompok kontrol pada saat pre-test dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Pre-Test Kelompok Kontrol

Empirik Hipotetik

Mean Max Min SD Mean Max Min SD


(50)

Nilai mean empirik yang lebih tinggi daripada nilai mean hipotetik (27,04 > 20) menunjukkan bahwa secara umum kemampuan rotasi mental kelompok kontrol pada saat pre-test lebih tinggi (7,04 poin) daripada kemampuan rotasi mental populasi pada umumnya. Masing-masing subjek penelitian dalam kelompok kontrol juga dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu tingkat kemampuan rotasi mental tinggi, sedang, dan rendah. Berikut adalah gambaran kelompok kontrol pada saat pre-test berdasarkan tingkat kemampuan rotasi mental:

Tabel 12. Kategorisasi Kelompok Kontrol saat Pre-Test

Rentang Nilai

Kategori Tingkat Kemampuan Rotasi

Mental

Jumlah (N)

Persentase (%)

X < 13,33 Rendah 2 8

13,33 ≤ X < 26,67 Sedang 9 36

X ≥ 26,67 Tinggi 14 56

TOTAL 25 100

Mean empirik kelompok kontrol juga mengalami peningkatan saat post-test dilakukan, namun peningkatan yang terjadi tidak sebesar peningkatan pada kelompok eksperimen. Berikut adalah ringkasan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik kemampuan rotasi mental kelompok kontrol pada saat post-test:

Tabel 13. Perbandingan Mean Hipotetik dan Empirik Post-Test Kelompok Kontrol

Empirik Hipotetik

Mean Max Min SD Mean Max Min SD

29,24 39 10 7,66 20 40 0 6,67

Kemampuan rotasi mental kelompok kontrol saat post-test juga menjadi lebih baik dibandingkan pada saat pre-test. Hal ini dapat dilihat dari mean


(51)

38

empiriknya yang naik sebesar 2,20 poin, dari 27,04 menjadi 29,24. Peningkatan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan pada kelompok eksperimen (2,20 < 6,00). Berikut adalah gambaran kelompok kontrol pada saat post-test berdasarkan tingkat kemampuan rotasi mental:

Tabel 14. Kategorisasi Kelompok Kontrol saat Post-Test

Rentang Nilai

Kategori Tingkat Kemampuan Rotasi

Mental

Jumlah (N)

Persentase (%)

X < 13,33 Rendah 1 4

13,33 ≤ X < 26,67 Sedang 7 28

X ≥ 26,67 Tinggi 17 68

TOTAL 25 100

2. Hasil Penelitian

a. Hasil Uji Asumsi Data Penelitian

Uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas dan uji homogenitas varians. Pengujian asumsi ini dilakukan untuk melihat apakah data yang digunakan dapat dihitung dengan metode statistik parametrik atau tidak. Pengujian asumsi penelitian dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version.

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal. Data yang digunakan untuk diuji adalah gain score dari masing-masing kelompok. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Data dikatakan terdistribusi secara normal apabila nilai signifikasninya, berdasarkan Liliefors Significance


(52)

Correction, lebih besar daripada 0,05. Hasil uji normalitas terhadap kedua kelompok dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 15. Hasil Uji Normalitas

Kelompok Signifikansi Status

Eksperimen 0,150 Terdistribusi Normal

Kontrol 0,119 Terdistribusi Normal

2) Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama (Field, 2009), atau untuk melihat apakah data dalam penelitian ini adalah homogen. Pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene’s Test. Data dikatakan homogen apabila nilai signifikansinya lebih besar daripada 0,05. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 16. Hasil Uji Homogenitas

Levene Statistic df1 df2 Signifikansi Status

0,075 1 51 0,785 Homogen

b. Hasil Uji Hipotesa Penelitian

Tingkat kemampuan rotasi mental kedua kelompok pada awal eksperimen, atau pada saat dilakukan pre-test, adalah sama. Hal itu terlihat setelah dilakukan uji t terhadap skor pre-test kedua kelompok, dengan hipotesa yang diuji adalah tidak ada perbedaan kemampuan rotasi mental kedua kelompok pada awal eksperimen. Hipotesa akan ditolak apabila nilai signifikansi (2-tailed) lebih kecil daripada 0,05. Tabel hasil uji t terhadap skor pre-test kedua kelompok tersebut adalah sebagai berikut:


(53)

40

Tabel 17. Hasil Uji t Terhadap Pre-Test Kedua Kelompok

T Df Sig. (2-tailed)

-0,783 51 0,437

Nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0,437, lebih besar daripada 0,05. Hal ini berarti hipotesa tersebut diterima, artinya, tidak ada perbedaan kemampuan rotasi mental kedua kelompok pada awal eksperimen.

Hipotesa null yang diuji dalam penelitian ini adalah: “Kemampuan rotasi

mental perempuan yang menerima latihan permainan tetris tiga dimensi tidak akan lebih baik daripada kemampuan rotasi mental perempuan yang tidak menerima latihan permainan tetris tiga dimensi.” Uji hipotesa tersebut dilakukan dengan menggunakan independent samples t-test, yakni dengan membandingkan gain score kelompok kontrol dan gain score kelompok eksperimen. Berikut adalah gambaran statistik umum masing-masing kelompok:

Tabel 18. Statistik Kelompok

Jenis Kelompok N Mean Std. Error

Mean

Eksperimen 28 6,00 0,96

Kontrol 25 2,20 1,17

Hipotesa null akan ditolak apabila nilai signifikansi (1-tailed) lebih kecil daripada 0,05. Hasil uji t sampel independen dengan taraf kepercayaan 95% dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 19. Hasil Uji t Sampel Independen

T Df Sig. (2-tailed) Sig. (1-tailed)


(54)

Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa hipotesis null penelitian ini ditolak dengan p=0,007 < 0,05. Hal ini berarti kelompok eksperimen (M = 6,00; SE = 0,96) mengalami peningkatan kemampuan rotasi mental yang lebih besar daripada kelompok kontrol (M = 2,20; SE = 1,17), atau dengan kata lain, kemampuan rotasi mental perempuan yang menerima latihan permainan tetris tiga dimensi menjadi lebih baik daripada kemampuan rotasi mental wanita yang tidak menerima latihan permainan tetris tiga dimensi.

c. Effect Size

Perhitungan ini dilakukan untuk melihat besarnya pengaruh latihan yang diberikan dalam penelitian ini terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

r = Besarnya pengaruh

t = nilai t hitung yang didapat dari uji t sampel independen df = derajat kebebasan

Hasil perhitungan effect size adalah sebagai berikut:

r = 0,33484


(55)

42

Hasil perhitungan didapat nilai r sebesar 0,33484. Hal ini berarti besarnya pengaruh latihan terhadap kemampuan rotasi mental adalah sebesar 0,33484 x 100% = 33,48 %.

B. Pembahasan

Hasil penelitian eksperimental yang dilakukan selama tiga hari (masing-masing berdurasi satu setengah jam) pada 53 orang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara gain score kelompok eksperimen dan gain score kelompok kontrol, dengan p = 0,007 < 0,05. Besarnya pengaruh latihan terhadap kemampuan rotasi mental adalah sebesar 33,48 %. Hal ini berarti bahwa perlakuan yang diberikan tergolong efektif dalam meningkatkan kemampuan rotasi mental wanita secara signifikan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesa awal yang

berbunyi “kemampuan rotasi mental perempuan yang menerima latihan permainan tetris tiga dimensi akan lebih baik daripada kemampuan rotasi mental perempuan yang tidak menerima latihan permainan tetris tiga dimensi”.

Perbandingan data kategorisasi pre-test dengan post-test kelompok eksperimen juga menunjukkan adanya perubahan positif. Pada saat pre-test, jumlah partisipan yang berada pada kategori sedang adalah sebanyak 15 orang, dan yang berada pada kategori tinggi adalah sebanyak 13 orang. Jumlah tersebut berubah menjadi 6 orang dalam kategori sedang, dan 22 orang dalam kategori tinggi pada saat dilakukan post-test.

Berdasarkan hasil analisis, terdapat dua teori yang dapat menjelaskan mengapa kemampuan rotasi mental wanita dapat meningkat setelah menjalani sesi


(56)

latihan memainkan permainan tetris tiga dimensi yang bernama Breaking Blocks-3D ciptaan Tapinator. Pertama adalah faktor sosiokultural yang dicetuskan oleh Yilmaz (2009). Beliau menyebutkan bahwa pria cenderung lebih sering menjalani aktivitas-aktivitas yang dapat merangsang kemampuan spasial atau kemampuan rotasi mental, yang pada akhirnya berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan rotasi mental mereka. Pada penelitian ini, para wanita dihadapkan pada aktivitas yang juga dapat merangsang kemampuan rotasi mental mereka, yakni dengan memainkan permainan tetris tiga dimensi selama satu setengah jam per hari selama tiga hari berturut-turut, sehingga pada akhirnya kemampuan rotasi mental mereka dapat meningkat rata-rata 6 (enam) poin.

Kedua adalah teori law of exercise yang dikemukakan oleh Thorndike (dalam Elliot, dkk., 1999). Hukum tersebut berbunyi semakin sering sebuah respon atau prilaku dilakukan, semakin baik kemampuan seseorang dalam hal tersebut. Teori ini senada dengan temuan dari Sternberg, dkk. (2008) yang menyebutkan bahwa performansi kemampuan kognitif seseorang dapat menjadi lebih akurat dan cepat melalui latihan. Pada penelitian ini, perempuan diberikan kesempatan sesering mungkin untuk terus melakukan rotasi tiga dimensi melalui permainan Breaking Blocks-3D ciptaan Tapinator. Aktivitas ini membuat kemampuan rotasi mental mereka menjadi semakin baik pada saat menjalani post-test.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan yang berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal tetap dapat mengalami peningkatan kemampuan rotasi mental. Hasil ini mendukung Newcombe (2013) yang mengemukakan bahwa orang dari segala usia dapat menunjukkan peningkatan kemampuan rotasi mental.


(57)

44

Saat pre-test dilakukan, didapat data bahwa kedua kelompok pada awalnya memang telah memiliki nilai mean (M=25,39; M=27,04) yang lebih tinggi daripada mean hipotetik (M=20,00), yang berarti bahwa kemampuan rotasi mental masing-masing kelompok tergolong di atas rata-rata. Tingkat kemampuan rotasi mental kedua kelompok pada awal eksperimen adalah sama, hal ini dapat dilihat dari hasil uji t yang dilakukan terhadap skor pre-test kedua kelompok, dengan p=0,437 > 0,05. Selain itu, setelah dilakukan pengkategorian terhadap tiap subjek, hanya dua orang (3,77%) yang berada pada tingkat rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh mayoritas subjek dalam penelitian ini (39 orang) yang berasal dari jurusan IPA, karena menurut Peters, dkk. (1995), siswa yang berasal dari jurusan sains memang memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada siswa yang berasal dari jurusan sosial.

Kelompok kontrol juga terlihat mengalami peningkatan kemampuan rotasi mental sebesar 2,20 poin saat post-test; jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan peningkatan yang dialami oleh kelompok eksperimen. Peningkatan skor pada kelompok kontrol bisa disebabkan oleh karena mereka telah mengalami efek belajar dari soal-soal yang mereka hadapi saat pre-test. Myers dan Hansen (2005) mengatakan bahwa dalam rancangan penelitian pretest/posttest, efek belajar atau yang biasa disebut juga dengan istilah pretest sensitization tidak dapat dielakkan. Semua orang akan mengalami peningkatan skor saat mereka menjalani sebuah tes intelegensi apapun untuk kedua kalinya, meskipun mereka tidak mendapatkan pelatihan apapun sebelumnya (Anastasi; dalam Myers & Hansen, 2005).


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian awal akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian ini, lalu dilanjutkan dengan pemaparan saran-saran praktis dan metodologis yang diharapkan dapat berguna bagi penelitian-penelitian berikutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

A. Kesimpulan

Berikut ini akan diuraikan beberapa kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data:

1. Terdapat pengaruh pemberian latihan permainan tetris tiga dimensi terhadap peningkatan kemampuan rotasi mental pada perempuan yang berada pada tahap perkembangan masa dewasa awal.

2. Subjek dalam penelitian ini pada dasarnya memang telah memiliki kemampuan rotasi mental yang baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian yang telah diperoleh, peneliti ingin mengajukan beberapa saran praktis dan metodologis. Saran praktis ini ditujukan kepada semua orang, khususnya perempuan, sedangkan saran metodologis ditujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.


(1)

HASIL UJI HOMOGENITAS

Case Processing Summary

kelompok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

GainScore 1 28 100.0% 0 .0% 28 100.0%

2 25 100.0% 0 .0% 25 100.0%

Catatan: 1 = Kelompok Eksperimen 2 = Kelompok Kontrol

Test of Homogeneity of Variance

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

GainScore Based on Mean .075 1 51 .785

Based on Median .061 1 51 .805

Based on Median and with

adjusted df .061 1 48.666 .805

Based on trimmed mean .085 1 51 .771


(2)

LAMPIRAN 9


(3)

HASIL UJI t Sampel Independen

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

GainScore 1 28 6.00 5.063 .957

2 25 2.20 5.838 1.168

Catatan: 1 = Kelompok Eksperimen 2 = Kelompok Kontrol

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t Df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

GainScore Equal variances assumed

2.538 51 .014 3.800 1.497 .794 6.806

Equal variances not assumed

2.517 47.866 .015 3.800 1.510 .765 6.835


(4)

LAMPIRAN 10

Informed Consent


(5)

INFORMED CONSENT

Melalui surat pernyataan di bawah ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :

Usia :

menyatakan setuju untuk ikut dalam eksperimen yang akan dilakukan oleh : Nama : Johan Wibawa

Nim : 101301042

Kuliah di : Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

A. Kesukarelaan Mengikuti Eksperimen

Anda bebas untuk memilih mengikutsertakan diri dalam eksperimen ini tanpa ada paksaan. Bila Anda sudah memutuskan untuk ikut, Anda juga bebas untuk mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda atau sanksi apapun.

B. Prosedur Penelitian

Apabila Anda bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta menandatangani lembar persetujuan ini. Prosedur selanjutnya adalah:

1. Anda diminta untuk hadir di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara selama tiga hari berturut-turut, yakni pada tanggal 18, 19, dan 20 Juni 2014, pukul 11.00 sampai dengan pukul 13.00.

2. Anda dihimbau untuk membawa smartphone Anda dalam setiap pertemuan. Apabila Anda tidak memilikinya, peneliti yang akan menyediakannya untuk Anda.

3. Tugas Anda selama sesi eksperimen berlangsung adalah memainkan permainan di smartphone yang telah ditentukan oleh peneliti.

4. Sesi bermain permainan tersebut akan dibagi ke dalam tiga sesi yang masing-masing berdurasi 30 menit, dengan jeda istirahat selama 5 menit.

5. Setelah software permainan didownload ke dalam smartphone Anda, Anda dihimbau untuk tidak memainkannya di luar sesi eksperimen selama tiga hari


(6)

tersebut. Anda bebas boleh memainkan permainan itu lagi kapanpun Anda mau setelah eksperimen yang berlangsung selama tiga hari tersebut telah usai.

C. Kewajiban Partisipan

Sebagai partisipan dalam eksperimen ini, Anda berkewajiban mengikuti aturan atau petunjuk eksperimen seperti yang tertulis di atas. Bila ada yang belum jelas, Anda diperbolehkan untuk bertanya lebih lanjut kepada peneliti.

D. Manfaat bagi Partisipan

Keuntungan yang Anda dapatkan melalui eksperimen ini adalah Anda dapat meningkatkan kemampuan rotasi mental Anda, karena berdasarkan teori yang dihimpun oleh peneliti, disebutkan bahwa perempuan memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih rendah daripada laki-laki. Kemampuan rotasi mental adalah sebuah kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya saat mengemudi kendaraan bermotor, membaca peta, menyeberangi jalan, dan sebagainya yang menuntut seseorang untuk membayangkan secara akurat ruang tiga dimensi.

E. Kerahasiaan

Semua informasi yang berkaitan dengan identitas partisipan akan dirahasiakan dan hanya diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian juga akan dipublikasikan tanpa identitas partisipan.

F. Informasi Tambahan

Anda diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan dengan eksperimen ini, dengan menghubungi peneliti pada nomor HP 083198924566 atau melalui PIN Blackberry 23BE8200.

Dengan menandatangani ini, saya setuju untuk ikut serta dalam eksperimen ini Tanggal :

Partisipan