1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Perempuan pada masa kini, abad ke-21, telah memiliki kesempatan yang sama besarnya dengan laki-laki dalam hal bekerja, belajar, dan berkarya. Kondisi
ini sangat berbeda dengan pada masa-masa sebelum abad ke-19 karena pada masa itu ketidaksetaraan gender masih terasa sangat kental. Perempuan tidak memiliki
kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam banyak hal, dan justru dianggap memiliki status sosial yang lebih rendah daripada laki-laki Kartiniedu.net, 2013.
Ketidaksetaraan gender tersebut mulai pudar sejak awal abad ke-19, tepatnya sejak Raden Ajeng Kartini mempelopori gerakan emansipasi wanita di Indonesia
Pustakers, 2013, sehingga pada akhirnya perempuan pada masa sekarang memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam melakukan apapun. Akan
tetapi dalam beberapa hal sehari-hari, perempuan masih memiliki sedikit keterbatasan dibandingkan laki-laki karena terdapat perbedaan kemampuan yang
dimiliki kedua gender tersebut. Salah satu contohnya dalam hal mengemudikan kendaraan bermotor.
Perempuan kini telah banyak yang menjadi pengemudi di jalan raya, bahkan sekarang mereka telah berkesempatan untuk menjadi pengemudi
TransJakarta di Jakarta, padahal sebelumnya jumlah pengemudi perempuan bisa dikatakan sangatlah sedikit. Kondisi seperti ini tentu merupakan sebuah hal yang
sangat positif, yang membuktikan bahwa ternyata gerakan emansipasi wanita
Universitas Sumatera Utara
yang dipelopori oleh Kartini berhasil membuat ketidaksetaraan gender menjadi hilang. Namun seperti pisau yang bermata dua, jumlah pengemudi perempuan
yang semakin banyak ini tentu juga memiliki sisi yang memerlukan perhatian tambahan.
Perempuan secara rata-rata melakukan 857.000 kesalahan dalam tes mengemudi pada tahun 2012, lebih kecil bila dibandingkan dengan jumlah
kesalahan laki-laki yang hanya 646.000 Badan Standar Mengemudi Inggris; dalam Pikiran Rakyat Online, 2013. Saragih 2014 juga menyimpulkan hal yang
sama berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber, dengan menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak melakukan kesalahan 3.367
kesalahan saat memarkir kendaraan dibanding laki-laki 1652 kesalahan. Penelitian dari confused.com dalam Saragih, 2014 juga mengungkapkan bahwa
perempuan membutuhkan waktu rata-rata yang lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki untuk menyelesaikan semua uji praktek mengemudi, yakni
selama delapan bulan. Perempuan biasanya paling mungkin gagal saat melakukan parkir mundur,
kesalahan kemudi dan pada saat melakukan perpindahan gigi Badan Standar Mengemudi Inggris; dalam Pikiran Rakyat Online, 2013. Riskiansah, dkk.,
2011 menjelaskan fenomena tersebut terjadi karena pengendara motor perempuan cenderung melakukan kecerobohan saat mengemudi. Komunikasi
personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap beberapa perempuan, baik yang mengendarai mobil maupun yang mengendarai sepeda motor, mengemukakan
pendapat yang lebih kurang bernada sama:
Universitas Sumatera Utara
“Udah cukup lama bisa bawa mobil, tapi sampai sekarang masih sering susah menakar-nakar jarak antara mobil saya dengan mobil di sekitar.
Jadi saya lebih memilih untuk jauh-jauh dari mobil lain daripada terlalu dekat dan tanpa sadar ternyata sudah
nabrak.” Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi mobil, Juli 2014
“Bawa mobil paling susahnya pas mau antrek mundur. Sering bingung kalau antreknya sambil lihat cermin. Saya lebih sering antrek, langsung
pake lihat ke belakang. Tapi itu pun sering juga salah- salah.”
Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi mobil, Juli 2014 “Bawa motor gampang-gampang aja kok. Selama ini aman-aman saja,
soalnya aku sendiri memang gak berani ngebut-ngebutan di jalan. Takut perkiraan kecepatan aku itu salah, kirain bisa tancap gas untuk nyalip, eh
tau tau malah nabrak. Mending biar lambat asal selamat. Kalau bagian tersulit ketika bawa motor, menurutku pas mau belok. Kadang bisa terlalu
lebar belokanku, dan tau taunya udah diklakson sama yang di belaka
ng.” Komunikasi Personal terhadap perempuan pengemudi sepeda motor, Juli
2014 Kondisi seperti ini tentunya sangat berbahaya bagi perempuan, khususnya
bagi mereka yang memutuskan untuk menjadi pengemudi karena tanpa sadar mereka telah menempatkan diri pada sebuah kondisi yang sangat beresiko bagi
mereka sendiri. Jumlah pengemudi perempuan di Indonesia tentu tidaklah sedikit, apalagi sejak banyaknya kendaraan-kendaraan automatic mulai beredar di
pasaran. Tujuh belas pengendara perempuan yang ditanya oleh peneliti mempertegas fenomena tersebut; mereka menyebutkan bahwa mereka pertama
kali mengendari kendaraan bermotor baik sepeda motor maupun mobil sejak dipasarkannya kendaraan-kendaraan automatic. Asosiasi Industri Sepedamotor
Indonesia dalam Ariyani, 2012 juga secara tidak langsung memperkuat hal tersebut melalui data penjualan sepeda motor yang mereka publikasikan. Terlihat
pada tahun 2002, jumlah penjualan sepeda motor adalah sebanyak 2.265.474 unit. Pada tahun 2003, mengalami peningkatan menjadi 2.809.896 unit. Pada tahun
Universitas Sumatera Utara
berikutnya mengalami peningkatan lagi menjadi 3.898.744 unit, dan meningkat tajam menjadi 5.074.186 pada tahun selanjutnya. Peningkatan yang cukup besar
tersebut terjadi pada masa-masa sepeda motor automatic mulai dipasarkan pertama kali di Indonesia, yakni Yamaha Mio, tepatnya pada tahun 2003. Angka-
angka tersebut memang tidak bisa dipastikan secara langsung bahwa mayoritas penggunanya adalah perempuan. Namun menariknya, data dari Badan Pusat
Statistik 2012 mengenai angka kecelakaan kendaraan bermotor, memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan jumlah kecelakaan yang cukup tinggi pada tahun
2004, yakni sebesar 17.732 kejadian, padahal pada tahun 2002 dan 2003 hanyalah 12.267 dan 13.399 kejadian. Lebih parah lagi pada tahun 2005, yakni sebesar
91.623 kejadian, atau meningkat sebesar 417 dari tahun sebelumnya. Mengemudikan kendaraan bermotor, pada dasarnya membutuhkan
kemampuan spasial yang baik. Kemampuan spasial, menurut Lohman 1993, adalah sebuah kemampuan untuk memanipulasi secara mental informasi-
informasi yang hadir dalam bentuk simbolik atau visual. Buzan 2003 berpendapat bahwa kemampuan ini adalah kemampuan untuk melihat hubungan
antarbentuk dan hubungan segala sesuatu di ruangan, sebuah kemampuan yang memungkinkan seseorang untuk memikirkan hubungan-hubungan yang sangat
rumit dalam dunia tiga dimensi. Sedangkan Gardner 1983, dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind, menyebutkan bahwa inti dari kemampuan spasial
adalah kapasitas individu untuk mempersepsikan dunia visual secara akurat, dan melakukan transformasi dan modifikasi terhadap persepsi visual tersebut.
Kemampuan ini sangat diperlukan ketika manusia berhadapan dengan situasi-
Universitas Sumatera Utara
situasi yang menyajikan informasi-informasi spasial. Orang dengan tingkat kemampuan spasial yang baik akan lebih peka terhadap rincian-rincian visual,
menggambarkan sesuatu dengan sangat hidup, dan mampu mengorientasikan diri lebih baik dalam ruang tiga dimensi Armstrong, 2002.
Kemampuan spasial sangat luas manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari selain dalam hal mengemudikan mobil. Manfaat-manfaat lainnya menurut Buzan
2003 adalah membaca peta dan menerjemahkan peta itu menjadi tindakan yang tepat di wilayah tersebut, berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain di dalam
rumah, mempersiapkan meja, menyeberangi jalan, mengatur atau menata ulang segala sesuatu di rumah, dan mengayuh sepeda. Kemampuan spasial ini juga
sangat dibutuhkan dalam beberapa profesi dan hobi berikut: Penerjun bebas, pesenam, pemain sepakbola, balap mobil, ahli astronomi, pelaut, pilot, pelukis,
atlet olahraga beregu, arsitek, pematung, insinyur mekanik, dan ahli bedah. Komunikasi personal yang dilakukan peneliti terhadap beberapa perempuan
menunjukkan bahwa mereka sering mengalami kesulitan, atau membutuhkan usaha yang lebih ekstra, dalam melakukan beberapa tugas yang membutuhkan
kemampuan spasial tersebut: “Aku sering tersesat ketika baru pertama kali masuk ke dalam satu lokasi
tertentu. Kadang udah dua atau tiga kali ke sana pun tetap aja aku bisa tersesat.” Komunikasi personal terhadap perempuan, Juli 2014
“GPS Global Positioning Unit gak ada gunanya buat aku. Tetap aja aku bakalan bingung gimana cara lihatnya. Kalau aku tersesat di jalan, aku
lebih memilih nelpon teman yang aku rasa kenal daerah tersebut untuk minta
diarahkan ke tempat yang aku mau tuju.” Komunikasi personal terhadap perempuan, Juli 2014
Universitas Sumatera Utara
Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kemampuan spasial yang dimiliki oleh pria dan wanita. Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa
perempuan memiliki kemampuan mengemudi yang lebih buruk daripada laki-laki. Maier 1996, dalam jurnalnya yang berjudul Spatial Geometry and Spatial
Ability – How to make solid geometry solid, membagi kecerdasan spasial ke
dalam lima elemen kemampuan spasial: a Spatial Perception, b Visualization, c Mental Rotation, d Spatial Relations, dan e Spatial Orientation. Dalam
sejumlah penelitian, didapatkan sebuah hasil yang selalu konsisten bahwa laki- laki lebih superior daripada perempuan dalam kemampuan spasial, khususnya
elemen kemampuan rotasi mental dan spatial relation Linn Petersen, 1985. Temuan itu memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Maccoby dan Jacklin
dalam Mohler, 2008, yang menyebutkan perbedaan gender dalam kemampuan spasial sangat reliabel, dengan anak laki-laki menunjukkan performansi yang
lebih bagus daripada anak perempuan, dan kemampuan mereka meningkat tajam ketika melewati masa kanak-kanak. Beberapa penelitian lain yang mendukung
dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Penelitian Rotasi Mental Peneliti
Tahun Tugas Spasial
Subjek
Levin, dkk. 2005
Rotasi Mental 66 orang
Silverman, dkk. 2007
Rotasi Mental 7 grup etnis dari
40 negara Parson, dkk.
2004 Rotasi Mental
44 orang Roberts, dkk.
1999 Rotasi Mental
20 orang Roberts, dkk.
2000 Computerized Mental
Rotation 22 orang
Saucier, dkk. 2002
Rotasi Mental 42 orang
Kemampuan rotasi mental adalah satu elemen kemampuan spasial yang paling signifikan perbedaannya antara laki-laki dan perempuan, sehingga dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa kemampuan inilah yang menjadi penyebab utama perempuan mendapatkan cap sebagai pengemudi yang lebih buruk daripada laki-laki.
Yilmaz 2009 mengemukakan dua faktor penyebab laki-laki memiliki kemampuan spasial yang lebih baik: a faktor biologis, b faktor sosio-kultural.
Hormon dan kematangan otak individu adalah dua isu utama yang selalu disoroti para peneliti secara biologis. Sedangkan secara sosial dan kultural, perbedaan
gender tersebut diperkirakan merupakan akibat dari permainan, peran gender, ekspektasi sosial dan parental, serta pengalaman-pengalaman yang mempengaruhi
pekembangan kemampuan seseorang. Contoh dari pengalaman-pengalaman tersebut, misalnya adalah preferensi jenis permainan yang berbeda antara anak
laki-laki dan anak perempuan. Pada umumnya anak laki-laki cenderung lebih sering, dibandingkan dengan anak perempuan, bermain dengan mainan-mainan
yang membutuhkan manipulasi spasial Etaugh dan Liss; Levine, dkk.; dalam Yilmaz, 2009. Selain itu, olahraga-olahraga yang biasanya digeluti oleh kaum
laki-laki mayoritas juga dapat memberikan pengalaman spasial bagi mereka, misalnya olahraga sepak bola, futsal, bola basket, dan olahraga-olahraga lainnya
yang mengandalkan keakuratan dalam menembak Kimura, 1999. Beberapa olahraga lain yang juga berpengaruh pada kemampuan spasial, khususnya
kemampuan rotasi mental, adalah olahraga gimnastik Jansen Lehmann, 2013 dan olahraga pergulatan Moreau, dkk., 2012.
Inti dari penjelasan faktor sosio-kultural di atas adalah kemampuan spasial laki-laki bisa lebih superior daripada kemampuan spasial perempuan karena laki-
laki memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam hal-hal spasial. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan spasial perempuan juga sebenarnya dapat ditingkatkan bila mereka juga memiliki banyak
pengalaman yang dapat merangsang kemampuan spasial mereka, yakni melalui latihan. Thorndike dalam Elliot, dkk., 1999, melalui teori hukum latihan yang
dicetuskannya juga menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi lebih mahir dalam melakukan sesuatu apabila prilaku tersebut sering dilakukan secara
berulang-ulang. Performansi kemampuan kognitif seseorang dapat menjadi lebih cepat dan akurat dengan dilakukannya latihan Sternberg, dkk., 2008.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti memberikan kepada kaum perempuan sejumlah pengalaman spasial dalam bentuk latihan, khususnya
pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan elemen rotasi mental, dengan harapan kemampuan rotasi mental mereka dapat meningkat atau menjadi lebih
baik setelahnya. Lebih jauh, apabila kemampuan rotasi mental perempuan bisa ditingkatkan melalui latihan yang dirancang oleh peneliti, diharapkan pula mereka
bisa menjadi pengendara sepeda motor maupun mobil yang lebih baik.
B. Rumusan Masalah