tulisannya yang berjudul ‘A Review of Spatial Ability Research’. Beliau merangkum setidaknya ada tiga faktor utama yang membedakan tingkat
kemampuan rotasi mental setiap individu, yakni 1 usia, 2 fisiologi otak, dan 3 gender, ditambah satu lagi yang dicetuskan oleh Peters, dkk. 1995 yaitu 4
pemilihan jurusan.
a. Usia
Secara keseluruhan, kesimpulan dari penelitian kemampuan rotasi mental yang berhubungan dengan usia adalah: kemampuan rotasi mental seseorang
meningkat menjadi lebih baik seiring bertambahnya usia. Temuan Newcombe 2013 mempertegas kesimpulan tersebut, bahwa orang dari segala usia dapat
menunjukkan peningkatan kemampuan rotasi mental. Namun menurut Orde dalam Mohler, 2008, peningkatan kemampuan rotasi mental seseorang seiring
bertambahnya usia hanya terjadi pada masa kanak-kanak childhood years, dan ketika seseorang tersebut telah memasuki masa-masa dewasa, kemampuan rotasi
mental justru mengalami penurunan seiring bertambahnya usia Pak; dalam Mohler, 2008.
b. Fisiologi Otak
Semua penelitian yang berusaha melihat korelasi antara fisiologi otak dan kemampuan rotasi mental telah mendapatkan sebuah kesepakatan umum: para
individu yang lebih dominan menggunakan otak kanannya akan memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada mereka yang lebih dominan
menggunakan otak kiri McGlone; dalam Mohler, 2008.
Universitas Sumatera Utara
c. Gender
Banyak penelitian menemukan bahwa pria memiliki kemampuan spasial yang lebih baik daripada wanita, khususnya dalam hal rotasi mental dan Spatial
Relations Voyer, dkk.; Linn Petersen; dalam Mohler, 2008. Penelitian ini memperkuat penelitian pada tahun 1974 yang dilakukan oleh Maccoby dan
Jacklin dalam Mohler, 2008, yang menyebutkan bahwa anak laki-laki menunjukkan performansi spasial yang lebih baik daripada anak perempuan,
khususnya ketika mereka telah melewati masa kanak-kanak. Beberapa penelitian lain yang turut menunjukkan perbedaan gender dalam
hal kemampuan spasial mereka dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Penelitian Rotasi Mental Peneliti
Tahun Tugas Spasial
Subjek
Levin, dkk. 2005
Rotasi Mental 66 orang
Silverman, dkk. 2007
Rotasi Mental 7 grup etnis dari 40
negara Parson, dkk.
2004 Rotasi Mental
44 orang Roberts, dkk.
1999 Rotasi Mental
20 orang Roberts, dkk.
2000 Computerized
Mental Rotation 22 orang
Saucier, dkk. 2002
Rotasi Mental 42 orang
Terdapat banyak penjelasan mengenai perbedaan gender dalam hal kemampuan rotasi mental mereka, namun Yilmaz 2009 mengelompokkannya
menjadi dua: 1
Faktor Biologis Mayoritas penelitian biologis terhadap perbedaan gender berfokus pada dua hal
utama: hormon dan otak. Androgen adalah hormon yang diyakini memiliki pengaruh penting dalam perkembangan kemampuan rotasi mental seseorang.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian dari Hampson, Rovelt, dan Altman dalam Yilmaz, 2009 menunjukkan bahwa wanita yang memiliki kadar androgen yang tinggi selama
masa perkembangan prenatal, akan memiliki kemampuan rotasi mental yang lebih baik daripada yang lain. Dan pria yang memiliki kadar androgen yang
rendah pada usia awal memiliki kemampuan rotasi mental yang rendah daripada pria normal lainnya Hier dan Crowley; dalam Yilmaz, 2009.
2 Faktor Sosio-Kultural
Permainan, peran gender, ekspektasi sosial dan orang tua, dan pengalaman- pengalaman lain yang mempengaruhi perkembangan kemampuan anak adalah
aspek-aspek yang tercakup dalam faktor sosio-kultural. Dalam pemilihan permainan, anak laki-laki cenderung bermain dengan mainan mobil-mobilan
dan balok-balok, yang membutuhkan kemampuan spasial, sedangkan anak perempuan cenderung bermain dengan boneka-boneka, yang akan berdampak
pada pengembangan kemampuan sosial mereka Etaugh dan Liss; Levine, dkk.; dalam Yilmaz, 2009. Pria juga cenderung memilih olahraga-olahraga
yang membutuhkan banyak kemampuan spasial, khususnya olahraga-olahraga yang memerlukan kemampuan membidik yang baik, seperti sepak bola dan
ice-hockey Kimura, 1999. Olahraga gimnastik Jansen Lehmann, 2013 dan pergulatan Moreau, dkk., 2012 juga dapat berpengaruh pada peningkatan
kemampuan rotasi mental mereka. Pengalaman yang lebih banyak dalam kegiatan atau aktivitas yang melibatkan
kemampuan spasial ini akhirnya membuat kemampuan spasial pria menjadi
Universitas Sumatera Utara
lebih baik daripada wanita. Berdasarkan penjelasan faktor sosio-kultural ini, dapat disimpulkan bahwa semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang
dalam suatu bidang tertentu, akan membuat seseorang itu semakin ahli dalam bidang tersebut. Groot, Chase dan Simon dalam Matlin, 2008 juga
berkesimpulan yang sama melalui eksperimen mereka yang melibatkan pemain catur profesional dan amatir: tingkat pemahaman atau pengetahuan individu
dalam bidang tertentu akan mempengaruhi kognisi individu dalam bidang tersebut. Intinya, Practice makes perfect.
d. Pemilihan Jurusan