Tauhid Sebagai Worldview Islam Tauhid: Tuhan, Manusia dan Alam

Buku Guru Kelas X 28 dan Nasrani. Seorang muslim dalam hidupnya dengan sadar mengakui eksistensi Allah seb- agai Tuhannya dan Tuhan bagi semesta alam. Syahadat dalam Islam, yang berlafal: ٰلا َاإ َ َهِإ َا Tiada Tuhan selain Allah, bermakna dua, nafy peniadaan dan ithbat penetapan yang berarti peniadaan Tuhan lain selain Allah, dan penetapan Allah sebagai satu-satunya Tuhan. Konsep Tauhid ini mengajarkan bahwa Allah sebagai Tuhan, memiliki entitas yang berbeda dengan makhluk- Nya. Konsep ini dikenal dengan dualisme, adanya dua entitas yang eksis di dunia: Pencipta dan ciptaan. Pencipta adalah Allah, sedangkan ciptaan adalah segala sesuatu selain Allah. Dengan demikian, tidaklah mungkin bagi ciptaan untuk menempati posisi Pen- cipta, karena Pencipta adalah Zat yang Absolut. Manusia diciptakan dengan status khalifah di muka bumi. Khalifah adalah wakil dari Allah, untuk mewujudkan khilafah sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Kekhilafahan ma- nusia bukanlah tanpa sebab, ia adalah ciptaan yang memiliki kapabilitas untuk melaksanakan kehendak Tuhan, atas kehendaknya sendiri. Kebebasan, adalah hal yang membedakan antara manusia dan malaikat. Malaikat tidak memiliki kebebasan, selalu mentaati perintah-Nya. Manusia memiliki hak prerogatifnya, yaitu memilih dengan kehendaknya sendiri. Dengan pemberian ini, manusia memiliki peran untuk menjalankan kehendak Allah di muka bumi. Maka tidaklah mungkin, manusia dibiarkan begitu saja dalam keadaan tersesat tanpa petunjuk. Untuk mengetahui kehendak-Nya, Allah memberikan apa yang disebut den- gan wahyu kepada mereka yang dikehendaki-Nya untuk menjadi utusan. Dengan semua kemampuannya, manusia menjadi makhluk yang paling berkompeten un- tuk memakmurkan bumi. Manusia memiliki potensi untuk mengembangkan peradaban, teknologi, masyarakat dan semua yang dibutuhkannya, berbeda dengan eksistensi lainnya, manusia sebagai makhluk yang berkembang, mengembangkan kebudayaannya dari waktu ke waktu. Potensi itu terwujud dengan status manusia sebagai khalifah di muka bumi.

4. Tauhid Sebagai Worldview Islam

Keberadaan kalimat tauhid ‘tiada Tuhan selain Allah’ memiliki kekayaan makna dan ke- seluruhan inti dalam Islam. Kesatuan budaya, peradaban bahkan alam semesta terangkum dalam tauhid. Tauhid adalah pandangan umum dari realitas, dari kebenaran, dunia, ruang dan waktu. Tauhid adalah identitas peradaban Islam, yang mengikat keseluruhan aspek kehidupan dan menjadikannya satu organisme yang dinamakan peradaban. Ikatan itu menciptakan trans- formasi dari aspek-aspek yang tercerai-berai menjadi kesatuan nilai peradaban, melahirkan apa yang dinamakan disiplin ilmu, yang bersumber dari tauhid, baik dari logika, epistemolo- gi, metaisika maupun etika. ILMU KALAM Kurikulum 2013 29 Tanpa adanya tauhid, Islam tidak akan ada. Kenabian dan risalah akan runtuh tanpa dasar tauhid. Dibandingkan dengan dua agama samawi yang telah mengalami korupsi di tangan para pengikutnya, yang berakibat pada disorientasi ajaran dan degradasi, orisinalitas Islam terjaga oleh tauhid. Sebagai pembentuk identitas peradaban Islam, tauhid mengikat semua bagian-bagian sehingga menjadikan mereka badan yang integral dan menyatu menjadi apa yang disebut peradaban. Islam, yang muncul terakhir di antara kepercayaan-kepercayaan tersebut memberikan se- buah solusi yang inal: Tauhid. Peradaban Islam adalah peradaban tauhid, yang menjadikan tauhid sebagai asas seluruh bangunan kehidupan. Islam, dalam framework tauhid, mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, khalifah di muka bumi, pengemban amanat-Nya untuk mewujudkan kehendak Allah di bumi.

5. Tauhid: Tuhan, Manusia dan Alam

Islam adalah agama yang komprehensif dengan wawasannya yang relevan bagi setiap aktivitas manusia, bagi setiap usaha, baik isik maupun spiritual. Manusia diciptakan Tu- han dengan maksud turut merealisir tujuan-Nya yang mulia, tujuan kebaikan. Di samping manusia diberi tugas dalam rangka keseluruhan dari penciptaan-Nya, ia juga dituntut agar selalu patuh kepada Tuhan. Di sini Tuhan memberikan daya intelegensi yang tinggi kepada manusia. Dengan akal manusia membedakan yang baik dan yang buruk. Karena itu Tuhan memberikan derajat yang paling tinggi kepada manusia dibandingkan dengan makhluk lain. Di antara makhluk, manusialah yang dilengkapi dengan moral. Karena itu, manusia dalam hidupnya, penuh dengan perjuangan, baik perjuangan untuk merealisasikan tujuan pencipta- an Tuhan, hubungannya dengan alam, maupun pada level pribadi. Jadi hubungan Tuhan, manusia, dan alam tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hubungan yang jelas adalah bahwa manusia diberi tugas oleh Tuhan untuk mengelola alam semesta ini dengan tujuan kebaikan dan kesempurnaan dari seluruh rencana Tuhan dan ke- seluruhan penciptaannya. Hubungan dengan Tuhan bahwa manusia merupakan bagian dari-Nya, dalam arti bahwa Tuhan telah meniupkan ruh-Nya ke dalam diri manusia. Namun, Tuhan tetap sebagai makrokosmos alam besar dan manusia adalah mikrokosmos alam ke- cil. Alam kecil ini senantiasa berhubungan secara spiritual dengan alam besar, setidakn- ya pada level ilosois. Karena itu, manusia harus meniru Tuhan di dalam segala sikapnya, mewujudkan kebaikan-kebaikan. Tugas ini, suka atau pun tidak suka, harus dipikulnyaa. Manusia mengemban amanah sebagai khalifah di muka bumi ini khalifah i al-arḍ. Hubun- gan manusia dengan alam adalah bahwa manusia memanfaatkan alam demi terciptanya ke- baikan-kebaikan itu dan dalam rangka beribadah kepada-Nya. Inilah yang disebut se- bagai ‘amr’ atau perintah Tuhan yang harus dilaksanakan oleh manusia. Jadi alam berfungsi Buku Guru Kelas X 30 sebagai fasilitas dalam rangka tujuan tadi. Dengan demikian dalam Islam manusia menjadi “pengelola”, bukan “eksploitator”. Berangkat dari konsepsi ini, pandangannya mengenai tauhid tidak hanya berbicara ten- tang keesaan Tuhan, tapi juga berbicara tentang bagaimana manusia berperilaku dan bertin- dak. Manusia merupakan cermin dari Tuhan atau khalifah Tuhan di bumi, karena itu ia harus mewujudkan misi-Nya di bumi. Ketika ia melakukan interaksi dengan orang lain, maka un- sur Tuhan serta nilai-nilai teologis harus dijabarkan. Pandangan ini amat berpengaruh pada pemahamannya tentang etika sosial. Dari gagasan ini, idealnya akan muncul sebuah masyarakat yang di dalamnya terdapat ke- adilan, kesejahteraan, kedamaian, serta perilaku masyarakat yang dilandasi nilai-nilai moral yang tinggi, dalam hal ini nilai- nilai tauhid sebagaimana ditunjukkan al-Qur`an. Nilai-nilai universal yang menjadi pesan al-Qur`an itu hendaknya menjadi acuan dan basis etis sebuah masyarakat. Karena itu, seluruh manusia tanpa dibatasi oleh atribut tertentu: golongan, suku bangsa, ras, bahasa dan lain-lain, harus menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan universal itu: “keadilan”, “kebaikan”, “persamaan”, merasa sama satu sama lain, tidak merasa lebih tinggi, lebih super dan lain sebagainya, kejujuran dan lain-lain. Dengan sikap tauhid yang dinamis ini, maka jelas manusia akan hidup optimis, tanpa ber- lebihan. Sikap optimis demukian dapat melahirkan sikap rendah hati dan tidak mudah berpu- tus asa. Karena itu, seseorang akan berada pada jalan tengah dan terhindar dari dua kutub ek- strim. Karena dua kutub ekstrim itulah yang menyebabkan manusia jatuh pada “kekufuran”. Di dalam konsep tauhid ini, terciptalah hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia yang lain, dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya se- cara harmonis demi mewujudkan dan merealisasikan tujuan dari penciptaan ini al-h ̣ikmah. Landasan tauhid ini menjadi dasar dan prinsip universalitas Islam.

6. Makna Tauhid dalam Kehidupan