ANALISA DATA PARTISIPAN 2 1 Latar Belakang Kehidupan

Evaluation - Diremehkan oleh beberapa wanita, karena dianggap tidak jantan. Commitment Akan mengkritik balik jika ada yang menjelekkan straight edge Jika seseorang yang berasal dari scene hardcore menjelekkan straight edge, SJ akan mengajaknya beradu argumen. Karena diremehkan oleh wanita, semakin membuatnya ingin membuktikan komitmen nya yang berbeda anti mainstream. Dengan mendengarkan dan membaca lirik lagu band straight edge, iSJ kembali bersemangat. SJ merasa tidak sendirian dalam menjalani budaya straight edge. Band straight edge adalah panutan. C. ANALISA DATA PARTISIPAN 2 C.1 Latar Belakang Kehidupan Partisipan kedua, bernama MF memiliki masa lalu sebagai perokok. Sebelum mengenal straight edge, MF mengaku pernah mencoba konsumsi rokok, bahkan ganja saat berada di bangku SMP. MF hanya mencoba-coba saja dari yang paling ringan, seperti rokok. Namun rokok dianggap MF kurang memberikan efek, sehingga akhirnya MF sempat mengonsumsi ganja. “Aku kalau masalah coba-coba, dari mulai SMP sih udah coba-coba. Coba yang ringan dulu, kek rokok kan. Dah, udah tau rasanya, ya udah tinggalkan. Coba yang lain lagi..” Universitas Sumatera Utara W3-MFb.123-125hal.6 “ Coba aja ya. Tapi aku malah gak ‘kena’ kalo rokok.” W3-MFb.128hal.6 “Ya jadi aku coba-coba ganja gitu kan. Lebih kerasa aja efeknya.” W3-MFb.130-131hal.6 Bergabungnya MF dengan kelompok hardcore, akhirnya membuatnya terjerumus oleh konsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang. MF mengaku bahwa lingkungan hardcore yang dekat dan identik dengan alkohol, rokok, dan obat- obatan, serta ajakan teman sebaya, mempengaruhinya untuk mengonsumsi alkohol dan obat-obatan. Hasutan dan ajakan teman-temanya, membuat MF terikut dan mengonsumsi zat adiktif setiap berkumpul dengan teman-temannya. Namun, jika MF sedang tidak bersama teman-temannya, keinginan untuk mengonsumsi alkohol dan drugs tidak muncul “ Emm.. dulu lihat kawan minum, ikut minum. Sempet juga coba-coba drugs. Ya gitu, di lingkungan yang mayoritasnya begitu rentan alkohol dan drugs aku ya terikut juga.” W3-MFb.117-120hal.6 “Aku.. kek.. Gini lah diibaratkan ya. Aku ikut ngerokok, ikut minum, karena kutengok kawan-kawanku kek gitu. Jadi pas lagi kumpul aja aku ‘make’ kek gitu. Kalau udah gak sama orang itu, kek misalnya di rumah kan, ya gak aku ‘pake’.” W3-MFb.134-138hal.6 Alasan MF mengonsumsi alkohol dan drugs saat bersama teman-temannya adalah kemunculan keinginan setiap teman-temannya mengonsumsi alkohol dan drugs. Biasanya setelah MF dan teman-temannya berkumpul setelah menonton gigs, mereka berkumpul sambil merokok, dan minum alkohol. Jika MF tidak ikut mengonsumsi alkohol, ia akan merasa bosan saat menanggapi teman-temannya yang sedang mabuk, sehingga ia lebih memilih untuk mabuk bersama-sama. Universitas Sumatera Utara “Hemm.. ya aku sebenernya terikut kawan juga sih istilahnya. Kawan aku ‘make’, aku jadi kepingin ‘make’. Nanti kayak lagi duduk-duduk gitu abis nonton gigs kan, kadang ngerokok, minum, macam lah. Ya aku ikut aja..” W3-MFb. 153-158hal.8 “Iya sih, tapi aku ibaratnya lingkungan yang buat aku kepengen buat ‘nyoba’. Jadi sebenernya aku ‘make’ supaya pas kawan aku ‘make’ aku gak suntuk nungguin mereka lagi “get high”. Ya kita sama-sama lah. Jadi pas lagi bareng kawan aja ‘make’ nya.” W3-MFb.140-144hal.7 Efek yang dihasilkan dari alkohol dan drugs, membuat badan, kepala, dan perasaannya terasa ringan, seperti tidak ada beban. Efek mabuk juga membuatnya berfikir sederhana dan tidak ambil pusing saat sedang melakukan tarian hardcore. MF hanya bisa merasakan itu, jika ia sedang mabuk. MF merasakan seakan bukan menjadi dirinya saat keadaan mabuk. MF juga merasa bagaikan seseorang yang energi nya tak pernah padam. “Yang aku suka ya.. kalo lagi party, lagi moshing segala macam.. itu tuh.. bikin badanku, kepalaku, enteng aja rasanya. Kayak gak ada beban gitu. Jadi makin semangat gitu dibuatnya alkohol, drugs. Aku pun nanti misalnya lagi moshing kan, siapa aja di deketku ku tendang aja, ku pukul, gak peduli aku. Nanti kalau misalnya dibalasnya, ya gak masalah juga lah, namanya lagi moshing. Aku ya mikir simple aja. Jadi istilahnya, aku kayak bukan diri aku pas lagi mabuk gitu. Punya semangat, kekuatan.. emm.. kayak batre nya gak habis-habis lah istilahnya hahaha.” W3-MFb. 162-172hal.8-9 C.2 Latar Belakang Mengenal Musik Hardcore MF mengenal musik hardcore pertama kali saat ia duduk di kelas 2 SMP. Pada awalnya, sepulang sekolah MF memiliki kebiasaan untuk berkumpul bersama teman-teman di sekitar rumahnya. Mereka biasanya berkumpul di warnet dekat rumah. Dari kebiasaanya ini, MF bertemu dengan Rudi bukan nama sebenarnya. Rudi berusia 2 tahun lebih tua dari MF kira-kira berusia 16 tahun, dan bekerja di warnet tersebut. Universitas Sumatera Utara “SMP gitu lah, kelas 2.” W3-MFb.30-32hal.2 “Iya mulai suka pas SMP, kira-kira kelas 2. Jadi aku waktu SMP pulang sekolah suka nongkrong gitu kan di warnet deket rumah sama anak-anak yang kawan biasa main di rumah. W3-MFb.32-35hal.2 “Pertama kali tau hardcore dari teman aku ya, namanya sebut saja Rudi. Dia dulu kerja di salah satu warnet dekat rumah. W3-MFb.3-12hal.1 “Waktu aku SMP, dia SMA. Ya beda 2 tahun gitu mungkin.” W3-MFb.40-41hal.3 Rudi bekerja sebagai operator warnet. Awal perkenalan MF dengan musik hardcore dimulai dengan kebiasaan Rudi sering memutar musik hardcore ketika keadaan warnet sedang sepi. Jika keadaan warnet sedang ramai, Rudi tidak memutar lagu hardcore, dan hanya memutar musik-musik Indonesia “Si Rudi ini lah OP operator nya. Kalo udah sepi warnet nanti, dia mutar musik hardcore, kalo lagi rame, enggak. Nanti yang diputarnya entah Dewa, atau Jamrud hahaha.” W3-MFb.35-38hal.2 “Kalau dulu main di warnet, dia sering kali muterin lagu-lagu hardcore, tapi kalo udah warnet sepi.” W3-MFb.17-19hal.1-2 MF dan Rudi sering melakukan tukar pikiran dan berbagi tentang musik. Pada awalnya, Rudi dan MF hanya bertukar pikiran mengenai musik-musik yang ada di Indonesia. Rudi akhirnya menyadari bahwa pengetahuan MF tentang musik cukup luas. Akhirnya MF dan Rudi mengecilkan ruang lingkup pembicaraan tentang musik, pada musik hardcore. Mereka mulai membahas mengenai gaya hidup hardcore. “Jadi kami dulu tuh sering sharing tentang musik. Pertama, kami bukan sharing tentang hardcore, tapi tentang musik-musik yang ada di Universitas Sumatera Utara Indonesia ini lah. Ya dari situ lah dia heran lihat pengetahuan musik ku cukup luas. Jadi kami kecilkan lah ruang lingkup pembicaraan kami, di musik hardcore. Jadi dia bahas lah tentang gaya hidup hardcore, ada katanya hardcore vegetarian. W3-MFb.5-12hal.1 Akhirnya setelah Rudi berbagi informasi, MF mulai mendapatkan pengetahuan awal mengenai musik hardcore. Kebiasaan Rudi yang memutar musik hardcore saat warnet sedang sepi, membuat MF akhirnya menjadi familiar dengan musik hardcore. MF yang awalnya menganggap musik hardcore kurang menarik pun akhirnya mulai merasakan adannya ketertarikan. Ketertarikan tersebut membuat MF ingin mencari informasi mengenai hardcore. Menurut MF, lagu hardcore yang memiliki tempo cepat, membuatnya bersemangat. “Dulu kan hardcore itu bukan.. hmm.. musiknya kurang enak awalnya. Tapi karena si Rudi sering muter, aku pun jadinya kayak.. “Eh enak juga lama- lama didenger”. Jadi mungkin istilahnya karena familiar, jadi sehari-hari dengerinnya itu terus kalau ke main ke warnet dia.” W3-MFb.43-48hal.3 “Iya, karena sering diputar nya kan lagu hardcore. Kutanya lah “Ini lagu siapa wak?” dibilang nya “Ini Minor Threat, wak”. Kudenger-denger lagunya enak juga. Temponya cepat, bikin semangat. W3-MFb.25-28hal.1-2 “Dan aku rasa juga musiknya enak didengerin lama-lama, karena ketukannya itu. Semangat gitu dengernya.” W3-MFb.79-80hal.4 “Jadi mulai penasaran, mulai cari taulah apa itu hardcore sebenarnya. Banyak dengerin dan baca liriknya.” W3-MFb.12-14hal.1 Setelah mencari informasi mengenai pengertian hardcore, serta latar belakang terbentuknya hardcore, MFmulai tertarik untuk mengikuti musik hardcore. Menurut MF latar belakang hardcore termasuk hebat. Hardcore memperjuangkan hak-hak manusia dalam ketidaksetaraan kasta melalui musik. Hardcore melawan sistem yang ada dengan lirik yang “pedas”. Lirik tersebut kemudian dipadukan Universitas Sumatera Utara dengan musik, direkam, kemudian diperdengarkan ke banyak orang. Selain itu, musik hardcore yang anti mainstream juga penuh dengan variasi. “Dan setelah dicari tahu sebenarnya hardcore itu apa, latar terbentuk hardcore itu seperti apa, saya mulai tertarik untuk mengikutinya” W3-MFb.48-50hal.3 “Ya karena latar belakangnya loh. Dia terbentuk karena ada ketidak-setaraan kan? Jadi aku ngerasa musik ini hebat. Bisa memperjuangkan hak-hak manusia. Makanya mereka me..menyuarakan pendapatnya dari musik. Disitu mereka bikin lirik tentang pemikiran mereka yang menolak ketidak-setaraan kasta.” W3-MFb.73-79hal.4 “Yaa.... Karena cara penulisan liriknya itu ya.. liriknya itu ‘pedes’ tapi jika mengerti apa maksud dari sang penulis lagu itu, dia memiliki makna-makna yang melawan sistem yang ada lah. Pokoknya hardcore itu manusia bebas. Jadi mereka menentang sistem yang ada dengan cara menulis lagu, terus di record terus diperdengarkan ke banyak orang.” W3-MFb.85-91hal.5 “Karena hardcore itu.. gimana ya di dibilang musik yang menentang mainstream yg sudah ada lah, anti mainstream. Udah gitu musiknya gak selalu monoton. Banyak seperti thrash hardcore, hardcore punk, hardcore metal, banyak genre-genre yg bisa kita nikmati.” W3-MFb.92-98hal.5 Karena memiliki ketertarikan yang sama, akhirnya MF dan Rudi sering bertukar pikiran mengenai hardcore, lagu-lagu hardcore, serta pergi gigs acara hardcore bersama Rudi. “Yaa abis itu, ya jadinya sama si Rudi sering tuker pikiran. Tuker-tukeran lagu gitu kan, minta lagu. Dulu kalau dari Medan sendiri, yang sedang “naik” itu ada namanya band Empat Belas. Kadang aku cerita-cerita juga soal hardcore sama dia. Pergi ke gigs bareng..” W3-MFb.101-103hal.5 C.3 Latar Belakang Mengenal Straight Edge Selama menjadi hardcore kid, MF sering menghadiri pertunjukan musik underground yang diadakan setiap akhir pekan. Saat menghadiri salah satu acara, MF penampilan langsung dari Empat Belas. MF kemudian mengamati sebuah tanda yang digunakan vokalis Empat Belas di punggung tangannya. Simbol tersebut Universitas Sumatera Utara berbentuk silang, yang dicoretkan dengan menggunakan spidol hitam dengan garis yang tebal. “Ya ke gigs, nonton acara hardcore. Biasanya setiap sabtu atau minggu gitu ada acara kan. Ya datengin aja.” W3-MFb.113-114hal.5 “Straight edge tau dari lingkunganhardcore.. pertama saya ke acara-acara underground..yang..engg..bisa dibilang underground. Jadi saya ngeliat band. Namanya “Empat Belas”. Disitu saya kek ngeliat ada tanda gitu di tangannya, silang X gitu kan.” W1-MFb.3-7hal.1 “Waktu cari tahu, nonton, dengar, mau nonton dia langsung, nampak X tanda silang ditangannya itu. Dicoret pake spidol hitam gitu, tebel.” W2-MFb.12-14hal.1 “Aku kenal straight edge dulu, kan tak kenal maka tak sayang. Aku liat vokalis “Empat Belas” pake X” W3-MFb. 190-193hal.9 Simbol X tersebut langsung membuat MF heran, bingung dan bertanya- tanya. Rasa heran tersebut membuat MF menebak-nebak arti simbol X yang dikenakan vokalis Empat Belas. Awalnya MF mengira simbol X adalah identitas geng, atau mungkin identitas band Empat Belas. Rasa penasaran dan bingung semakin dirasakan MF ketika memperhatikan sekelilingnya pada saat itu juga menggunakan simbol X di punggung tangan. “Langsung mikir Ini apa? antusias Apa itu kok dicoret-coret? Udah itu, waktu nengok si Encrot disitu, orang lain, anak-anak lain beberapa pake itu tanda X juga. Kan jadi pertanyaan “ini maksudnya apa? Tanda apa ini? Identitas geng? Atau punya orang ini Empat Belas?” W2-MFb.17-18hal.1-2 Rasa penasaran akhirnya membuat MF ingin bertanya langsung pada anggota band Empat Belas. Bersama dengan teman nya, MF bertanya mengenai arti simbol X pada anggota band Empat Belas. Proses bertanya pun dilakukan MF dan temannya dalam situasi bergurau karena sama-sama belum kenal dengan anggota Universitas Sumatera Utara band Empat Belas. Dengan bertanya, MF akhrinya mendapatkan informasi bahwa simbol X merupakan sebuah identitas kelompok, bernama straight edge. Straight edge merupakan sub-culture hardcore yang memiliki norma untuk tidak mengonsumsi rokok, alkohol, obat-obatan, dan seks. Dari pernyataan tersebut, MF pun akhirnya sudah merasa cukup dengan informasi yang diberikan, karena sudah mendapat “kata kunci” utama, yaitu straight edge. MF tidak mau bertanya lebih dalam lagi karena merasa segan dengan Encrot. “Langsung tanya aja sama orang situ gigs juga. Kan aku sama kawan kan, kawan aku ini langsung nanya sama anak-anak ‘Empat Belas’ itu. “Bang, ini mau nanya dia MF nih, apa itu simbol X? Tapi dalam situasi bergurau ya kan. Tapi udah dapat keyword nya. Yang namanya segan, kan gak mungkin langsung kita tanya terus ya kan. Pasti dia pun.. belum kenal loh, ya kan.” W2-MFb.29-36 hal.2 C.4 Proses Pembentukan Identitas Sosial menjadi Straight Edge Setelah mendapatkan informasi awal mengenai straight edge, MF memiliki keinginan untuk menggali lebih dalam mengenai straight edge. Informasi awal yang diperoleh SJ dari Empat Belas, membuatnya penasaran dan ingin mencari tahu, karena straight edge merupakan hal yang baru dan berbeda baginya. Pada masa itu, MF merasa masih cukup sulit dalam mengumpulkan informasi, karena informasi masih sangat terbatas. MF mengumpulkan informasi mengenai straight edge melalui internet, wikipedia. MF mengaku bahwa pada masa ini, MF lebih banyak mencari informasi secara individualistik, dengan hanya mengharapkan sedikit bantuan informasi dari orang lain. “Yah itu.. dari situ kan awalnya aku kenal, aku dapat keyword nya straight edge. Ya abis itu kucari tahu lah kan, di internet.” W3-MFb. 195-197hal. 10 Universitas Sumatera Utara “Cari-cari sendiri..cari-cari..informasi keknya dulu mahal kali. Tuh, belum terlalu-terlalu jaman internet-internet kali yakan. Jadi pokoknya pertama kali liat tanda-tanda dan pengen cari tahu, ya dari acara itu..underground itu. Ya, baru saya cari tahu..internet..kawan..ya..wikipedia hahaha.” W1-MFb.8-13hal.1 “Yah ehem,, pertama alasan kenapa pengen lebih digali itu karena saya dapet sesuatu yang baru, dan berbeda.” W2-MFb.42-44hal.3 “Ya kan kek saya gak ada nanya orang. Saya Cuma liat “Empat Belas”, saya cari tahu, kan gitu.” W1-MFb.365-366hal. 17 “Yah nanya juga, paling Cuma “ini apa?”. Tapi kan awalnya apa? Karena saya lihat sendiri kan, usaha saya sendiri, gak dikasi tahu orang.” W1-MFb.368-370hal. 17 Dari proses pengumpulan informasi awal, MF merasa bahwa pergerakan straight edge berbeda dari budaya hardcore yang selama ini dia kenal. Bahkan pertama kali melihat Empat Belas, MF merasa bahwa Encrot vokalis Empat Belas berbeda dengan orang-orang lain di lingkungan hardcore. Dalam hal ini, MF sedang melakukan social comparison antara straight edge dan non-straight edge, dimana social comparison merupakan salah satu faktor pembentuk identitas sosial. “Waktu pertama liat band kan, “yah, abang ini beda sendiri..” gitu.” W1-MFb.45-46hal.3 “Maksudnya dia straight edge berbeda dari yang lain. Mengambil sikap.” W2-MFb.100-101hal.5 “Ya gak papah, biar beda aja” W1-MFb.358-359hal. 17 Salah satu karakter identitas sosial, yaitu in group favoritsm pun muncul dari hasil evaluasi dan social comparison. MF merasa bahwa budaya straight edge merupakan budaya yang berasal dari musik hardcore dan sudah diakui di scene hardcore. Karakter lain yang juga muncul adalah in-group favoritsm. Dari hasil Universitas Sumatera Utara proses evaluasi saat mengumpulkan informasi, MF akhirnya sering mendengarkan musik dari band-band straight edge, yang kemudian membuatnya suka. “Itu straight edge kan budaya udah lama di hardcore-punk. Budaya yang udah diakuin sih.” W1-MFb.156-158hal.8 “Karena aku suka straight edge. Aku suka semua band-band nya, kegiatannya, budayanya, baju-bajunya, fashion, semua suka. Kayak misalnya kau suka produk.. apa ya misalnya Apple, jadi kau punya semua.. laptopnya, kayak gitu aja.” W2-MFb.127-131hal.7” “Yaa berasa kayak ngejalani budaya, subculture, yang menurut aku keren sih” W1-MFb.481-482hal. 23 Saat mendengarkan lagu-lagu dari band-band straight edge, MF tertarik dengan salah satu lagu dari band Youth of Today. Lagu tersebut berjudul Break Down the Wall. Dengan membaca lirik nya, MF merasa bahwa pemikiriannya selama ini telah terbentengi oleh budaya umum yang berada di lingkungan hardcore, yang membuatnya terjerumus ke dalam konsumsi rokok dan alkohol. MF merasa bahwa mindset nya telah tertutup oleh pemikirian orang lain yang lebih mayoritas, dan kurang melihat kesempatan dan potensi yang ada pada dirinya. Lirik lain juga membuat MF sadar bahwa dirinya ingin bersenang-senang tanpa kehilangan kesadaran. “Jadi ada lagu yang aku suka kali, istilahnya favorit aku lah. Sampe aku ulang-ulang saking aku suka sama lirik nya.” W3-MFb. 208-209hal. 10 “Itu kan disitu judul lagunya Break Down the Wall. Ternyata setelah dengar lagunya itu, dikatakan terkadang yang sebenarnya men’dindingi’ kita itu adalah pemikiran kita sendiri.” W2-MFb.75-78hal.4 “Kebetulan.. berfikir sebenarnya sih bukan.. bukan tentang straight edge. tentang orang yang terperangkap dengan pemikiran orang lain. Maksudnya kayak..berfikir apa ya.. misalnya kayak di sekolah harus pake sepatu merk ‘ini’, padahal bukan harus, Cuma karena kebanyakan yang memakai merk Universitas Sumatera Utara ‘ini’, jadi mind set itu tertutup. Dinding mindset dia kan? Jadi break down the wall itu maksudnya berfikir lebih luas, open mind, melihat semua kesempatan, gitu..” W2-MFb.80-89hal.4-5 “Terus dari lirik-lirik nya kan bisa ada selip-selip kayak “Aku daripada senang-senang tapi kehilangan kesadaran, lebih baik aku tetap sadar”. Kita tarik kesimpulan aja lah.” W2-MFb.277-280hal.13 Rasa kagum muncul pada diri MF setelah melakukan evaluasi. Rasa kagum merupakan salah satu karakter identitas sosial. MF merasa bahwa straight edge merupakan pergerakan yang sangat positif. Sehingga akhirnya MF berfikir, meskipun hardcore identik dan dengan zat-zat adiktif dan negatif, ternyata masih ada pergerakan di musik hardcore yang tidak setuju dengan hal tersebut. “Pas aku tahu straight edge, aku perdalam.. oh ini tentang “ini”.. oh ini pergerakan hardcore yang positif.. Ya gitu.” W3-MFb. 175-177hal.9 “Oh rupanya ini pergerakan yang sangat positif kalau kubaca-baca. Ya gitu lah” W3-MFb. 197-198hal. 10 “Ya terus aku kok ngerasa.. istilahnya aku kok kayak jadi.. apa ya bilangnya.. kayak merenung gitu sama apa yang udah aku lakuin selama ini. Padahal istilahnya walaupun hardcore itu identik.. mayoritas sama rokok, alkohol, narkoba, ternyata ada loh pergerakan hardcore yang ngerasa hal itu enggak berguna, dan malah merusak. Enggak setuju lah sama itu.Ya disitu aku kagum sama istilahnya gebrakan dari pergerakan straight edge ini.” W3-MFb. 179-187hal.9 Akhirnya MF mendapatkan momen spiritual yang diibaratkan dengan momen introspeksi pada perilaku nya selama ini. MF melakukan introspeksi pada dirinya dengan mengoreksi perilakunya selama ini yang mengonsumsi rokok dan alkohol. MF kemudian bertanya-tanya pada dirinya, apakah perilakunya ini merupakan kebutuhan dirinya? Apakah dengan perilaku tersebut ia telah menjadi dirinya sendiri? Dari proses introsepeksi, akhirnya MF merasa bahwa selama ini perilakunya tidak terpuji dan bukan lah dirinya yang sebenarnya. Dari hal itu, MF Universitas Sumatera Utara ingin memperbaiki kesalahannya. MF menyadari bahwa selama ini pergaulan lah yang membuatnya terikut dengan budaya-budaya mayoritas dan tekanan untuk mengonsumsi rokok maupun alkohol. MF kemudian berfikir, mengapa ia harus sama dengan orang lain? Mengapa ia harus terikut dengan pergaulan? Mengapa ia tidak menjadi dirinya sendiri saja? “Ya, pertama saya straight edge gak langsung berhenti semua ya kan. Cuma tau dulu, tau, tau, ini. Lama-lama..kayak ada momen spiritual sih, maksudnya kayak denger-denger band nya, baca liriknya, terus kadang nengok dokumentasi dari yang udah lama-lama. Liat dia di-interview juga. Jadi kayak..terakhir..balik ke..setelah dapat momen spiritual, saya introspeksi. “Apakah yang aku lakuin ini, memang kebutuhan Aku, atau memang diri aku sendiri?”. Kayaknya enggak, kayaknya aku gak jadi diri aku sendiri.” W1-MFb.56-65hal.3-4 “Momen spiritual itu kayak.. kita kan ada introspeksi diri kadang manusia ini. Saya pun mengungkapkannya juga itu saya susah. Kita ibaratkannya introspeksi diri aja. Kita memandang orang dengan tingkah kita, kan kita pasti introspeksi kan, kenapa dia sedih, kenapa dia ini.. Yah setelah itu pengen memperbaiki kesalahan. Cuma itu bukan berarti ‘kena’ nya langsung ke straight edge sih. Cuma hari itu sinkronisasi nya semua serba spontan aja. “ W2-MFb.50-56hal.3 “Ya kan pergaulan itu harus bergaul, harus ikut musim, ya kan? Nah kenapa harus? Kan gitu. Kenapa gak jadi diri sendiri aja?” W2-MFb.92-94hal.5 Proses introspeksi dalam memperbaiki diri mengubah pemikiran MF tentang perilakunya selama ini. MF ingin menjadi dirinya sendiri dengan menjadi straight edge. Kemauan pun muncul, dan MF ingin turut andil dan memiliki peran sebagai pelaku budaya straight edge. MF merasa bahwa pergerakan straight edge berbeda dengan yang lain. MF ingin berbeda dengan penikmat hardcore lain. Ketertarikan MF sejak melihat band Empat Belas, yang vokalisnya berbeda dari penikmat hardcore lain, juga memberikan nya motivasi untuk berbeda. Sikap positif yang ditawarkan straight edge juga membuat MF ingin mengambil sikap. Dalam hal ini, perubahan role transition terjadi pada MF dari non-member menjadi new member. Universitas Sumatera Utara “Jadi kayak..terakhir..balik ke..setelah dapat momen spiritual, saya introspeksi. “Apakah yang aku lakuin ini, memang kebutuhan Aku, atau memang diri aku sendiri?”. Kayaknya enggak, kayaknya aku gak jadi diri aku sendiri. Bukan kepengen jadi lebih baik ya, soalnya baik ini sifatnya, bukan berarti aku berhenti merokok, berhenti minum terus aku baik kan. Mana tau aku nipuin orang, nyuri duit orang. Nah jadi pengen jadi diri sendiri, disitu sxe aku bisa nemuin karakter aku.” W1-MFb.61-69hal.4 “Pengen jadi seseorang yang ikut andil dalam melakukan budaya itu straight edge.” W2-MFb.61-62hal.4 “Ya karena saya memang mau.” W2-MFb.66hal.4 “Ya awalnya pengen jadi straight edge itu yah, kayak tertarik sama..apa ya.. personal sama orang straight edge itu, waktu pertama liat band kan, “yah, abang ini beda sendiri..” gitu.” W1-MFb.43-46hal.3 “Maksudnya dia straight edge berbeda dari yang lain. Mengambil sikap. Ya udah, itu lah. Aku mengambil sikap juga. Sikap yang ku ambil itu sikap straight edge” W2-MFb.101-103hal.5 MF juga melakukan evaluasi terhadap scene hardcore. MF merasakan ketidak puasan dari scene hardcore yang terkenal hedonis. MF mengakui bahwa hardcore sangat identik dan dekat dengan kegiatan mabuk-mabukan. Kegiatan tersebut dinilai MF sangat hedonis dan menghambur-hamburkan uang. MF merasa lebih baik menghabiskan uang untuk makan daripada untuk mabuk. MF juga menambahkan, saat kondisi mabuk dan pikiran sudah tidak sadar, terkadang juga menjadi sumber masalah di saat acara hardcore sedang berlangsung. “Padahal setelah kupikir-pikir, apa lah coba untungnya aku minum, ‘make’, ngerokok gitu. Banyakan dampak negatifnya. Uang habis, badan rusak, paru- paru sakit. Ya kan?” W3-MFb. 236-239hal. 11 “Ada juga tentang orang yang ‘minum’ terus ribut di acara. Jadi, aku ambil aja kesimpulannya sendiri. Terus jadinya mungkin karena mayoritas di lingkungan hardcore kek gitu mabok semua kali.” W2-MFb.282-286hal.14 Universitas Sumatera Utara “Nah kan hedonis di party itu kan bisa diganti daripada duit habis beli minuman, lebih baik habis untuk beli pizza aja lah.” W2-MFb.68-70hal.4 Akhirnya MF merubah pola pikirnya untuk tidak merokok dan minum alkohol, atau untuk tidak berlaku hedonis lagi. MF menilai bahwa sesungguhnya ia tidak terlalu membutuhkan rokok atau alkohol. MF sadar bahwa selama ini termakan oleh bujuk rayu teman-temannya untuk ikut mabuk. Akhirnya MF pun memahami bahwa untuk bersenang-senang tidak lah harus kehilangan kesadaran, karena MF bisa mengontrol dirinya sendiri. “Ya gak minum, gak ngerokok, ya gitu-gitu lah. Gak hedon.” W2-MFb.289-290hal.14 “Aku sekarang gak butuh, aku. Aku gak butuh minum, gak butuh rokok.” W2-MFb.117-118hal.6 “Terus kayak masalah kenapa pengen itu, ya..karena aku tuh gak butuh rokok, alkohol. Kekmana ya, kek kita nongkrong sama kawan-kawan nih, kek kita gak harus kehilangan ‘kesadaran diri’ kan untuk bersenang-senang. Kek kita bisa taking control gitu. Dari situ sih bisa diambil poinnya. Maksudnya, aku..kadang ada orang mau senang-senang, “ayo kita gini..minum, gini, gini, gini”” W1-MFb.200-206hal.10 Menurut MF, kehilangan kesadaran mabuk berarti kehilangan kesadaran diri. Sehingga apa yang dilakukannya saat mabuk, bukan lah dirinya yang sebenarnya. Sekalipun dia menjadi orang yang ‘bersemangat’ pada saat mabuk, menurut MF hal itu seakan ‘palsu’ karena ia telah kehilangan kesadaran. Ia pun tidak bisa menikmati setiap momen yang terjadi karena mabuk membuatnya lupa dan kehilangan kendali. Pada akhirnya MF merasa tidak lagi membutuhkan konsumsi alkohol karena ia merasa mampu bersenang-senang saat party meskipun tanpa konsumsi alkohol. Meskipun dibujuk untuk kembali mengonsumsi alkohol, MF hanya mengelak. Bahkan MF merasa ia mampu lebih bersemangat saat party, dibandingkan orang yang mengonsumsi alkohol. Universitas Sumatera Utara “Ku pikir-pikir lagi lah, kenapa aku harus kek gitu merokok, minum alkohol, dan drugs. Nanti kalau aku lagi moshing, lagi party, itu tubuhku kayak bukan aku yang ngendalikan. Jadi sekalipun aku get crazy disitu, toh tetep itu bukan aku. Itu aku yang dikendalikan zat-zat yang aku konsumsi tadi. Kan gak asik jadinya kan? Kayak palsu gitu rasanya. Jadi aku mendingan yang jelas aja, yang asli aja. Walaupun mungkin aku gak se-tahan kayak yang lagi ‘make’, tapi aku menikmati dengan cara aku.” W3-MFb. 244-253hal. 13 “Cuma mungkin pilihannya gitu, pilihan malam ini untuk hangover. Kalo aku, pilihan aku untuk menghabiskan malam ini dengan..masih dalam keadaan ‘sadar’, pengen menikmati. Maksudnya kayak, Mia tau kondisi kan kalo misalnya orang udah party gitu kan, lupa, mabuk, hilang kendali. Kayaknya, gak jadi diri sendiri aja waktu di keadaan kek gitu.” W1-MFb.209-215hal.10 “Ada yang “ayoklah..ayoklah..”. W1-MFb.282hal. 13 “Iya, ngeles aja sih. Nanti kan capek sendiri. Tapi ya saya gak mau kalah. Saya bisa lebih ‘gila’ lagi dari orang itu, maksudnya kayak bersenang- senang.. i can party harder than you.” W1-MFb.284-287hal. 14 Dari hasil evaluasi yang telah dilakukannya sebelumnya, MF pun akhirnya mantap memutuskan untuk langsung berubah dan berhenti dari konsumsi rokok, dan alkohol. MF berubah secara spontan setelah mendengarkan lagu Break Down the Wall dari Youth of Today. “Iya, Break Down The Walls. Kan liriknya mengajarkan supaya kita gak ter- bentengi dengan hal-hal yang mainstream, sedangkan kita juga punya potensi dalam diri. Yang ada karena terpaku sama pemikiran orang lain, potensi.. ataupun kemampuan yang kita punya itu, sampe kita gak sadar kalau kita punya itu potensi.” W3-MFb. 212-218hal. 10 “Yah.. jadi kan.. kayak.. aku nih, suka hardcore. Terus mayoritas di scene hardcore itu yang umumnya kan.. kayak ngerokok, minum-minum, nge- drugs.. ya kan? melihat ke arah peneliti. Jadi itu rokok, alkohol, drugs lah yang jadi.. istilahnya yang mainstream di scene hardcore kan? Nah, aku pun karena kurasa terpaku sama yang mainstream tadi, istilahnya aku pun supaya sama kayak orang itu kelompok hardcore, aku pun jadi ikut-ikut minum, ‘make’..” W3-MFb. 223-231hal. 11 Universitas Sumatera Utara Perubahan yang dilakukan MF dirasa cukup mudah dan cepat. Karena MF mengaku bukanlah tipe pecandu, mudah bagi nya untuk langsung berhenti dari rokok dan alkohol. Hal ini merupakan proses pembentukan commitment awal pada MF dalam tahap proses sosialisasi. Seiring terbentuknya commitment, MF bahkan sudah merencanakan dan memiliki visi serta misi miuntuk membentuk band straight edge. “Jadi memang dari awal sih aku bukan tipikal ‘candu’. Jadi kayak aku stop gitu, sekali-kali. Jadi ketika aku stop, yaudah stop gitu aja. Gak ada pelan- pelan..gak ada. Jadi kayak waktu denger lagu, denger lagu...” W1-MFb.222-225hal. 11 “Iya, gak ada yang pelan-pelan. Gitu sih, kayak betul- betul spontanitas.” W1-MFb.234-235hal. 11 “Jadi kebetulan pas saya pengen jadi straight edge itu, saya udah punya visi. Saya pengen punya band, begini, begini..” W1-MFb.225-227hal. 11 Selang masa evaluasi yang kira-kira dialami selama sebulan, MF akhirnya merasa cukup yakin untuk merasa bahwa dirinya sudah menjadi straight edge. MF merasa dirinya adalah straight edge karena MF tidak lagi melakukan perilaku hedonis yang disinggung oleh straight edge, seperti merokok, minum alkohol, serta sex berganti-ganti pasangan. Selain dari hal di atas, MF juga merasa menjadi MF sudah mengetahui segala hal tentang straight edge, mulai dari sejarah, band, bahkan MF juga mengetahui biografi band-band straight edge. Namun MF belum cukup yakin apakah orang lain juga menganggap dirinya straight edge, karena menurutnya persepsi setiap orang terhadap pelaku straight edge mungkin saja berbeda-beda. Pada proses ini, MF mengalami role transition dari new member menjadi quasi member. “Sebulan gitu lah, gak gitu lama.” Universitas Sumatera Utara W1-MFb. 266hal. 13 “Hemm.. ya.. gak ngelakuin hal-hal hedonis yang disinggung orang itu straight edge. Kita kan gak tau hedonisnya apa aja. Tapi yang disinggung orang itu straight edge aja lah. Kayak tadi rokok, alkohol, sex ganti-ganti pasangan.” W2-MFb.294-297hal.14 “Kalo aku ngerasa karena aku tahu sejarah, tahu musik, aku dengerin band nya, dan bahkan di biografi orang itu band straight edge. Kan kita bisa tarik kesimpulan aja.” W2-MFb.273-277hal.13 “Aku merasa menjadi bagian dari straight edge. Kayaknya aku seorang straight edge, gitu. Kenapa ‘kayaknya?’ karena kan pemikiran orang berbeda-beda. Kita pun gak boleh egois gitu. Kayaknya aku merasa straight edge.” W2-MFb.267-270hal.13 Dengan keyakinannya yang merasa dirinya adalah straight edge, MF selanjutnya mengklaim dirinya sebagai straight edge. Dengan mengklaim diri sebagai straight edge, MF mengharapkan adanya pengakuan dari lingkungan, terutama lingkungan hardcore. Bagi MF, tidak ada gunanya mengakui diri sebagai straight edge di luar scene hardcore, karena tidak akan ada yang peduli. MF mengklaim dirinya sebagai straight edge di scene hardcore, karena akan lebih diapresiasi. Dengan mengklaim diri di scene hardcore, MF mendapatkan pengakuan, penghargaan, dan toleransi antar kelompok. “Kalau aku meng-klaim diri sebagai straight edge, otomatis aku pasti ingin diakui sebagai straight edge.” W1-MFb.133-134hal.7 “Dia aku mau ngakuin sama siapa? Sama komunitas pasti kan. Kayaknya kalau dia aku ngakuin ke orang juga, orang juga gak peduli sih, “yaa kenapa rupanya?” hahaha. Tapi kalau dia aku ngakuin ke scene, ke komunitas itu, jadi kan kayak ada toleransi, dihargai, diakui, segala macam, ada feedback..” W1-MFb.135-141hal.7 Universitas Sumatera Utara MF tidak mengumbar identitas nya dengan cara memberitahukannya kepada orang lain melalui komunikasi verbal. Cara yang digunakan MF dalam menunjukkan klaim diri sebagai straight edge adalah dengan komunikasi visual. Setelah MF merasa telah menjadi bagian dari straight edge, MF mengenakan simbol X di punggung tangannya saat berada di acara. Karena telah merasa menjadi bagian dari straight edge, MF mengenakan simbol X saat di acara gigs sebagai bentuk terhadap conformity kelompok. Alasan MF mengenakan simbol X di acara gigs ialah karena ia merasa dari situlah gigs ia mengenal budaya straight edge untuk pertama kalinya. Saat pertama kali menggunakan simbol X di tangannya, MF hanya diperhatikan saja oleh orang lain. “diam berfikir kayaknya.. waktu.. Aku gak pernah bilang “aku straight edge”. Waktu di gigs acara aja aku pake. Karena aku jumpa nya straight edge itu di gigs. Dah gitu aku pake aja di sini menujukkan punggung tangannya. Pake.. straight edge, gak ada yang bahas, paling nengok aja. Dan aku menjalaninya karena aku merasa kalo aku straight edge, gitu aja.” W2-MFb.256-262hal.13 “Aku mulai make simbol X ketika aku merasa menjadi bagian dari straight edge. Kayaknya aku seorang straight edge, gitu.” W2-MFb.265-267hal.13 Setelah dikenali lingkungan hardcore sebagai straight edge, beberapa rekan MF sedikit terkejut dengan keputusannya untuk berhenti merokok dan minum alkohol, bahkan menjadi straight edge. Di ruang lingkup yang kecil, misalnya di antara teman-teman dekatnya, MF merasa bahwa sahabatnya memberikan toleransi dan penghargaan yang tinggi terhadap keputusannya untuk berhenti dan menjadi straight edge. “Ya, proses yang dialamin sih waktu kawan-kawan terkejut saya gak gitu merokok, minum alkohol lagi. Tapi terkejutnya gak sampe kayak “Oh iya ya?”, tapi kayak..”Nggak lagi kau?” terus aku jawab “Enggak”. Gitu aja sih.” W1-MFb.237-241hal. 11-12 Universitas Sumatera Utara “Karena mungkin Alhamdulillah ya, lingkungan dan sahabat-sahabat aku precious kali gitu kayaknya, belum tentu sih orang-orang lain punya kawan lingkungan kayak yang aku alamin ini. Kayaknya punya attitude semua gitu.” W1-MFb.241-245hal. 12 Perbedaan menciptakan toleransi antar kelompok. Namun sayangnya toleransi dan penghargaan dari lingkungan terdekat atau sahabatnya, ternyata kurang berlaku di lingkungan yang lebih luas. Di tempat biasanya MF berkumpul dengan hardcore kid lain, MF pernah menjadi bahan lelucon oleh teman-temannya karena dianggap tidak jantan dari perilakunya yang memutuskan untuk berhenti merokok. “Terus, gimana ya kayak..misalnya di tongkrongan nih, aku gak ikut-ikutan gitu lagi nih merokok, minum, dll, kita bisa ngelihat, kekmana sih sifat toleransi yang di depan mata kita kan. Kalo kita sama kan, berarti gak toleransi. Gara-gara kita beda, terjadi toleransi, disitu yang menarik buat saya.” W1-MFb.84-90hal.4-5 “Apa ya.. keknya kalau kehidupan sosial aku, misalnya kadang kan ada orang yang menganggap “Kau gak ngerokok?” kurang jantan mungkin dia rasa. Terus jadi becanda-becanda aja.” W2-MFb.402-404hal.19 Ketika menghadapi olokan dari teman-temannya, MF hanya mencoba berfikir positif. Menurut MF semua olokan temannya adalah bahan bercanda saja. Karena laki-laki biasanya berkata kasar, maka wajar saja jika becanda dengan membawa hal yang berbeda pada saat itu. MFjuga berfikir positif bahwa olokan temannya merupakan proses adaptasi terhadap perbedaan yang dialami antar kelompok. Olokan dari teman-temannya merupakan cara menghadapi perbedaan dengan gaya yang bebas gaya jalanan. “Hm.. mungkin karena kami nongkrong itu, jadi kayak becanda-becandaan, apalagi laki-laki yakan, kurang ‘lantam’ kasar apa lagi coba? W1-MFb.92-93hal.5 Universitas Sumatera Utara “Hahaha gimana ya, keknya gara-gara kita berpikir positif gitu, ya mungkin itu karena mereka bisa jadi.. cara mereka yang sebenarnya menghadapi perbedaan, cuma dengan gaya jalanan.” W1-MFb.93-97hal.5 Meskipun pada awalnya MF merasakan bahwa olokan temannya menyakitkan, pemikiran positif yang sudah tertanam membuat MF memilih untuk tidak menyimpan rasa sakit ataupun dendam. MF merasa hanya perlu mengikuti alur pada perbedaan yang terjadi. MF merasa bahwa menyimpan perasaan sakit ataupun dendam akan membuatnya membenci dan tidak mempercayai orang lain, bahkan bisa menyiksa dirinya. Yang dilakukan MF ketika teman-temannya mengoloknya adalah membalas olokan tersebut agar akhirnya bisa berakhir dengan bercanda. “Ehm.. awal-awal iya menyakitkan. Terakhir, menurut aku, itu gak sehat. Keknya nyimpan hurt feeling itu gak bagus, jadi ya kita ikut alur aja, kita ubah semuanya jadi positive thingking lah. Karena juga menurut aku, rasa gelap itu muncul dari benci kan, gak percaya sama orang, jadi kita menutup diri, yang ada nyiksa diri.” W1-MFb.102-108hal.5-6 “Ya sih, dan dibalas ngolok-ngoloknya, dan terakhir ketawa.” W1-MFb.99-100hal.5 Seiring proses sosialisasi yang terus berjalan dalam menjadi kelompok straight edge, MF akhirnya bertemu dengan SJ partisipan 1 di salah satu acara. MF mengenali SJ sebagai straight edge dari baju yang dikenakan nya. MF langsung percaya saja bahwa SJ adalah straight edge tanpa merasa perlu mengklarifikasinya. MF melakukan itu karena menghargai SJ. Selain itu, MF merasa jikalau SJ berbohong, pasti SJ lah yang akan malu. “Temen..SJ subjek 1 He’eh kayaknya duluan SJ sih yang tahu..” W1-MFb.20-21hal.2 “Tau aja sih, kadang kan dia pake baju straight edge. Kan gak mungkin aku tanya “Kau betul-betul straight edge?” itu namanya aku gak menghargai. Kita percaya aja kan. Apa hak kita buat gak percaya sama orang lain? Biarpun orang sering nipu kita, cuma untuk kembali gak percaya sama orang Universitas Sumatera Utara lain kan salah besar. Itu sama aja namanya kayak memutar lingkaran setan. Harus ada memang yang berkorban. Kalau dia yang bohong, kan dia yang malu. Kan gitu aja.” W2-MFb.329-337hal.16 Karena sama-sama memiliki identitas sebagai straight edge,SJ mengajak MF untuk membuat sebuah band straight edge. Proses terbentuknya band straight edge tersebut juga tidak memakan waktu yang lama. “Oh kami jumpa udah sama-sama straight edge, dan pas ketemu kayak “Bikin band straight edge yok?” W2-MFb. 325-326hal.16 “Tiga hari kemudian, jumpa SJ kayaknya langsung buat band hahaha. Jadi kayaknya waktu..into the movement nya gitu. Gitu sih kalo aku.” W1-MFb.229-232hal. 11 “Sebulan gitu lah, gak gitu lama. Maksudnya straight edge, kayak jumpa SJ gitu, telpon-telpon orang ngajakin buat band, yaudah.” W1-MFb. 266-268hal. 13 MF yang sejak awal memiliki visi dan keinginan untuk membentuk band straight edge, akhirnya langsung menyetujui ajakan SJ. Bersama SJ, akhirnya mereka membentuk sebuah band bernama Martyr. Martyr membawakan genre hardcore, namun karena semua personil nya adalah straight edge, dan tema pada band tidak ada, mereka memutuskan untuk menamakan diri mereka sebagai band straight edge. Menurut MF, keberadaan band straight edge dapat memberikan warna berbeda pada musik hardcore. “Jadi kebetulan pas saya pengen jadi straight edge itu, saya udah punya visi. Saya pengen punya band, begini, begini..” W1-MFb.225-227hal. 11 “Cuma ya.. kebetulan kami semua ini straight edge, dan tema disini band gak ada, jadi itu straight edge pun bisa. Jadi memberikan warna kan di scene hardcore. Kan ini udah dibahas waktu itu wawancara 1 tentang perbedaan.” W2-MFb.150-155hal.8 Universitas Sumatera Utara MF yang sudah berkeinginan untuk memiliki band straight edge merasa sangat puas dengan terbentuknya Hero. Kepuasan tersebut timbul, karena terbentuknya Hero seakan seperti impian yang menjadi nyata. Sebagai band straight edge, Hero juga mengangkat tema-tema straight edge untuk dijadikan lagu. “Hero itu kayak...dia kemauan, kek kepengen kita, jadi kayak dreams come true gitu.” W1-MFb.391-392hal. 18 “Kalo aku nge band sama Martyr. Yang aku bahas di straight edge ya kek gitu juga. Kayak.. kami kalo di lagunya itu kayak ngebahas lebih .. alasan kenapa kita mempercayai sesuatu straight edge.” W2-MFb.142-146hal.7 Setelah menjadi bagian dari band straight edge, MF telah merasa benar- benar menjadi straight edge. Hal ini berarti, commitment MF semakin meningkat dengan bergabung dan membentuk band straight edge.MF merasa commitment semakin bertambah karena dengan memiliki band straight edge , ia mampu menyampaikan pesan-pesan straight edge dan melakukan sebuah pergerakan. Sebagai band straight edge, Hero menciptakan lirik-lirik tentang straight edge. Tak hanya itu, Hero juga menciptakan lirik-lirik yang mengajak dan memotivasi orang lain untuk menjadi positif dalam pemikiran dan perilaku. Berakar dari sumbernya, Hero membawakan musik hardcore sebagai genre musik nya. Proses yang melibatkan emosi dan belonging ini merupakan salah satu faktor pembentukan identitas sosial, yaitu identification. “Ngerasa jadi straight edge, waktu udah nge-band sih. Karena kan disitu kita nulis masalah straight edge kan, kita nyampein pesan, disitu kita ngelakuin suatu movement. Yaudah..” W1-MFb.249-251hal. 12 “Yaa dasar musiknya kan memang hardcore. Hardcore lah landasannya. Tapi ya, kita juga ada masuk-masukin lirik tentang straight edge lah untuk memotivasi yang lain, supaya bisa positif, gitu. “ W1-MFb.258-261hal. 12 Universitas Sumatera Utara “Ada tentang straight edge, tentang apa aja sih. Tentang hyperealistic, tentang etika kadang juga dimasukin.” W1-MFb.254-255hal. 12 Setelah merasa dan mengidentifikasikan dirinya sebagai straight edge sejak memiliki band, MF pun melakukan evaluasi terhadap pilihannya untuk menjadi straight edge. Ia merasa telah menemukan karakter dan jati dirinya selama ini. MF juga merasa telah menjadi dirinya sendiri setelah menjadi straight edge, dan tidak lagi terbentengi oleh pemikiran orang lain. Rasa bangga kemudian muncul karena merasa telah menemukan jati diri nya. “Aku bisa jadi diri sendiri gara-gara straight edge¸dan aku suka Youth of Today”. W1-MFb.354-355hal. 17 “Ya, jadi diri sendiri ya kan. Aku nemuin karakter aku.” W1-MFb.375hal. 18 “Apa ya yang bikin bangga. Keknya bangga karena bisa jadi diri sendiri sih, paling aku syukurin.” W1-MFb.398-399hal. 19 Sebagai straight edger yang identik dengan penggunaan simbol X, MF mengaku tidak menggunakan simbol X di setiap waktunya. Suasana hati yang berubah-ubah diakui MF sebagai penyebabnya menggunakan simbol X dalam waktu tertentu saja. Terkadang MF juga malas menujukkan simbol X karena ketidaktersediaan spidol. Selain itu, MF juga tidak menggunakan simbol X jika tidak sesuai dengan pakaian yang dikenakannya saat itu. “Mood-mood an sih. Kadang lupa, kadang pengen..pengen nunjukin, kadang males.” W1-MFb. 499-500hal. 23 “Kadang kan kita..ya..mood kita kan beda-beda, tergantung mood aja. “ W1-MFb.507-508hal. 24 “Kalau males, mungkin karena gak ada spidol. Mungkin juga..aku orangnya kebetulan..apa ya..istilahnya fashionable juga sih. Maksudnya kalau gak matching yah gak usah hahahaha..” W1-MFb.502-505hal. 23-24 Universitas Sumatera Utara Alasan lain yang membuat MF tidak mengenakan simbol X secara kontiniu ternyata juga dipengaruhi oleh persepsi nya untuk tidak terlalu mengekspos atau memamerkan identitasnya sebagai straight edge. MF menjalanakan budaya straight edge untuk dirinya sendiri, sehingga MF merasa tidak perlu mengekpos ataupun menceritakan apa yang sedang dijalaninya. Menurut MF seiring dengan berjalannya waktu, kelak orang di sekelilingnya akan memahami dan mengenal bahwa dirinya adalah straight edge, tanpa perlu diberi tahu. “Karna saya gak ada niat buat nyebarin gitu sih, Mia. Kayak yang.. cukup untuk saya aja.” W1-MFb.341-343hal. 16 “Aku juga gak cerita-cerita ke orang kalo aku straight edge. Paling juga nanti mereka juga tau sendiri kalau udah lama temenan” W1-MFb.549-551hal. 26 MF tidak mau terlalu mengumbar identitasnya untuk menghindari perasaan “narsis”. Menurutnya, lebih baik dia diam dan tidak menceritakan identitasnya karena dirasa lebih keren. Sekalipun ada rekan nya yang bertanya mengapa ia tidak minum alkohol lagi, MF berusaha mengelak dengan alasan-alasan sederhana. Namun jika terus didesak pertanyaan, barulah MF mengakui bahwa dirinya menganut budaya straight edge. “Menghindari narsis aja kali. Kayaknya lebih keren gitu. Kayak “diem-diem makan dalam” kayaknya keren gitu” W1-MFb.566-568hal. 26 “Gimana ya..Aku gak pernah bilang aku.. Straight edge. Eh aku kalo nongkrong terus kawan-kawan pada minum, terus nanya “Eh kau kenapa gak minum?”,“Males..”, “Kenapa males?” Kalo dia udah nanya-nanya terus, yaudah aku bilang. Itulah kondisinya.. W1-MFb.555-560hal. 26 Selain alasan “narsis”, MF merasa tidak perlu mengumbar identitasnya karena dirasa akan sangat sulit menjelaskan pengertian straight edge dan alasan Universitas Sumatera Utara mengapa dirinya straight edge kepada orang-orang awam, atau orang-orang yang tidak mengerti hardcore. Berbeda dengan lingkungan hardcore yang akan sangat mudah menjelaskan motivasi dan alasannya untuk tidak minum alkohol. MF pun merasa tidak ada gunanya menjelaskan straight edge kepada orang yang tidak mengerti hardcore. Sekalipun didesak dan harus menjelaskan, MF akan memilih kalimat yang sederhana dan gampang dimengerti. Karena alasan tersebut, maka jika ditanya oleh rekan nya mengapa ia tidak lagi mengonsumsi alkohol, MF akan menjawab sekedarnya saja. Menurut MF, jika orang yang bertanya tersebut tertarik dan ingin tahu tentang straight edge, ia harus mencari informasi sendiri tanpa harus bertanya. “Emm, gak. Malah saya tinggal aja sih. Kayaknya buang-buang waktu juga ngejelasin gitu, keknya. Karna saya gak ada niat buat nyebarin gitu sih, Mia. Kayak yang.. cukup untuk saya aja. Kalau misalnya dia gini-gini, misalnya “Minumlah”, saya jawab “enggak”, aku gak langsung bilang “Aku straight edge” gitu, karena juga buang waktu aja sih jelasin nanti sama yang enggak..makanya saya bilang tuh harus dari komunitas hardcore kalau mau ngejelasin. Kalau apa, bilang aja “gak minum aku..” W1-MFb.340-349hal. 16 “Kalau dia nanya ngapain straight edge, pasti kan dia dari komunitas hardcore atau punk. Oke kalau gitu, biasanya sih Cuma bilang “Aku bisa jadi diri sendiri gara-gara straight edge¸dan aku suka Youth of Today”. Jadi, lingkungan kan jawabannya, karena bagian dari hobinya itu, subculture. Tapi kalau ada orang lain, terus dia gak tahu straight edge, paling jawabnya “Ya gak papah, biar beda aja”. Gak usah..bukan gak usah sih, kalau aku milihnya..gak usah dijelasinlah, kayaknya gak ada gunanya gitu. Biar aja, kalau memang dia mau lebih dalam, ya cari sendiri lah, kek yang kami alamin masing-masing kan, ngapain dari orang.” W1-MFb.352-363hal. 17 “Itulah kondisinya.. aku bilang “Aku ini wak..Aku straight edge. Kayak subculture dari hardcore gitu”. Itukan, bahasanya gak rumit kan. Paling dia cuma “Oh ya ya”. Pokoknya kalau kondisinya dibutuhkan untuk bilang “aku straight edge”, ya aku bilang.” W1-MFb.555-560hal. 26 Universitas Sumatera Utara Saat berada di scene hardcore, jika straight edger menunjukkan identitasnya, maka MF dapat membedakan straight edge dan non-straight edge, begitu pula sebaliknya. MF mengenali straight edger melalui simbol X. Simbol X merupakan ciri identitas straight edge. MF menilai apa yang dirasa sama dengan kelompoknya, sehingga salah satu faktor pembentuk identitas sosial, yaitu categorization terbentuk. Straight edger akan dikenali atau diidentifikasi jika menggunakan simbol X. Umumnya saat berada di scene hardcore, simbol X dikenakan di punggung tangan. Selain simbol X yang digunakan di punggung tangan, MF juga mengenali straight edger dari baju-baju straight edge yang dikenakan. “Iya, kalau berpenampilan biasa sih gak bisa bedain, kalau Cuma berdandan hardcore. Kalau dia emang niat nunjukin gitu, kayak buat simbol X baru bisa.” W1-MFb.571-573hal. 27 “Yang straight edge kalo nunjukin, ya tau. Kalau gak nunjukin ya gak tau.” W1-MFb.511-512hal. 24 “Cuma ya pada umumnya sih yang pake ya..X di pergelangan tangan sambil menunjukkan punggung tangannya.” W1-MFb.151-153hal.7-8 “Ya biasanya kalau dia mau nunjukin dia straight edge, dia bikin X disini menujukkan pergelangannya” W1-MFb.496-497hal. 23 “Seharusnya yang menggunakan simbol X straight edge, Cuma ya gak tahu.” W2-MFb.191-192hal.9 “Tau aja sih, kadang kan dia pake baju straight edge.” W2-MFb.329hal.16 Sekalipun MF melihat seseorang mengenakan simbol X, atau melihat straight edger lain, MF tidak merasakan perasaan yang istimewa mengenai hal tersebut. MF merasa biasa-biasa saja. Hal itu dilakukan MF karena ia merasa berteman dengan siapa saja. Pilihan seseorang untuk menjadi straight edge ataupun tidak, tidak perlu dicampuri. Karena apapun pilihannya, MF merasa hal itu adalah pilihan pribadi Universitas Sumatera Utara “Kalau ngeliat orang yang pake X? Yaudah lah, biarin aja.” W2-MFb.198hal.10 “Enggak ada perasaan apa-apa.. biasa-biasa aja. Iya.. karena personal loh. Bukan kayak “Waa kau straight edge saudaraku”. Ya.. kayak apa ya.. masa sih.. soalnya kayaknya gak gitu-gitu kali juga. Kan semua dirangkul kan, jadi ya gitu aja.” W2-MFb.231-236hal.11 “Iya.. Jadi karena personal, kita gak usah terlalu ngurusin.” W2-MFb.339-340hal.16 “Betul-betul gak diurus sih itu sebenarnya. Diri masing-masing aja..” W1-MFb.477-478hal. 22 Memakai simbol X merupakan bukti kekompokan ataupun conformity dari kelompok straight edge. Sekalipun MF tidak terlalu yakin dan harus menebak-nebak apakah yang mengenakan X benar-benar straight edge, MF tidak mau terlalu memikirkan atau mengurus hal tersebut. “Ya kegiatannya cuma ini lah, di tangan di kasi tanda X. Itu lah bukti kompaknya.” W2-MFb.360-361hal.17 “Tebak-tebakannya ini.. kan itu dia, karena kita urus sebenarnya.” W2-MFb.227-228hal.11 Selain dari simbol X, MF juga membedakan straight edge dan non straight edge dari konsumsi yang tampak, terutama dari konsumsi rokok yang sudah umum. “Tapi kalau liat orang di acara, duduk-duduk, ngerokok, berarti bukan straight edge.” W1-MFb. 573-576hal. 27 Dari hasil pengamatan MF, ia menyadari bahwa ada beberapa perilaku out group yang mirip seperti straight edge, tetapi bukan straight edge. Banyak hal dan perilaku yang terkesan seperti perilaku straight edge. Salah satunya, MF memperhatikan terkadang orang yang sedang duduk dan tidak merokok, bukan berarti orang tersebut adalah straight edge, karena bisa jadi orang tersebut sedang Universitas Sumatera Utara tidak punya rokok. Hal lain yang diperhatikan MF, ketika melihat orang lain menggunakan baju dari band straight edge mis: Hero. Hal tersebut bukan berarti mutlak bahwa orang tersebut adalah straight edge, karena mungkin saja hanya bentuk penghargaan kepada band-band straight edge. Hal ini merupakan hasil pla pikir dan merupakan salah satu karakter identitas sosial, yaitu group streotype. Dari hal tersebut akhirnya MF berpendapat, jika ingin benar-benar mengetahui identitas straight edge seseorang, harus dilakukan komunikasi dengan cara bertanya langsung. “Tapi kalau liat orang di acara, duduk-duduk, ngerokok, berarti bukan straight edge. Cuma kan kadang, ada orang yang lagi duduk gak merokok, tapi gak ada rokok tapi kan hahahaha” W1-MFb. 573-576hal. 27 “Kadang-kadang ada gitu misalnya dia gak straight edge, terus dia pake baju Hero, terus ada tulisan “Medan Straight Edge”, keknya belum tentu straight edge.” W1-MFb.514-517hal. 24 “Maksudnya kalo mau tau mengenai keseriusan pada straight edge, harus ditanya man to man gitu.” W1-MFb.597-599hal. 28 Group streotype lain menurut MF yang dapat membedakan straight edge dan non-straight edge ialah pengetahuan ataupun informasi mengenai latar belakang budaya straight edge. Individu yang tidak mengenal budaya hardcore straight edge, tidak bisa dinilai sebagai straight edge, sekalipun individu tersebut bukanlah perokok. Individu yang mengenal budaya hardcore straight edge, barulah bisa disebut sebagai straight edge. “Jadi kayaknya, kayaknya kalo dia gak tau hardcore gitu, memang dia gak tau budaya nya, terus dia gak merokok, gak ini.. yah berarti dia bukan antara straight edge. Kalo memang dia gak tahu ya, keknya bukan straight edge sih, itu aja bedanya. Dia kek bagian kek hardcore itu, komunitas punk-hardcore itu” W1-MFb.124-129hal.6 Universitas Sumatera Utara Pengetahuan ataupun informasi mengenai straight edge masih minim diketahui oleh orang lain. Hal ini terkadang membuat MF marah ketika ada yang menjelekkan straight edge, padahal individu tersebut tidak mengenal budaya straight edge dengan baik. Jika orang lain yang menjelekkan straight edge berasal dari orang awam, MF hanya mengabaikannya, karena dinilainya akan membuang waktu untuk menjelaskan latar belakang straight edge. Namun jika perilaku menjelekkan tersebut dinilai cukup berlebihan, MF akan mencoba meluruskan dengan berkomunikasi langsung. Ketika ia benar-benar merasa dilecekan, ia bahkan memiliki niat untuk melakukan kekerasan. Hal ini terjadi disebabkan karakter identitas sosial yang tumbuh dalam diri MF, yaitu ethnocentrism. “Emm, gak. Malah saya tinggal aja sih. Kayaknya buang-buang waktu juga ngejelasin gitu, keknya.” W1-MFb.340-341hal. 16 “Kita tau sih kalau memang dia gak tahu mengenai straight edge, ya udah, biarin aja. Ada batasnya sih. Tapi kalau dia udah gak tahu mengenai straight edge, dia berlebihan, pasti kita tahu sih mana situasi yang memang gak menyenangkan buat kita. Ya kita ngomongin aja, berarti kan itu masalah. Dengan cara apapun juga, sesuai kebutuhan. Kalau memang kita butuh dia ngobrol, yaudah. Tapi kalau memang kita masih terlalu egois, masih terlalu ada rasa dilecehkan, dan kayaknya butuh untuk mukul muka dia, kita pukul aja.” W1-MFb.323-332hal. 15 Ketika MF melihat straight edge dan non-straight edge terlibat dalam pertengkaran, MF biasanya tidak ikut campur dan hanya memisahkan saja agar suasana kembali damai. Hal ini mungkin dipengarui oleh solidaritas dan toleransi antara kelompok straight edge dan kelompok hardcore. “Ya..dipisah juga kayaknya gak bagus, terlalu ikut campur. Jadi kayaknya lebih bagus, apaya..bikin keadaan supaya dia mungkin nanya sama aku juga. Entah aku berdiri dekat situ, entah memisah aja gitu. Bukan memisah “Hei kau straight edge gak boleh gitu..” hahahaha umumnya supaya gak terjadi pertengkaran. Gitu aja..” Universitas Sumatera Utara W1-MFb.627-633hal. 29 Seiring berjalannya waktu, MF mulai merasakan kekesalan terhadap beberapa straight edger. MF menilai bahwa beberapa straight edger terlalu berlebihan dalam mengumbar identitasnya di awal-awal, namun tidak bisa bertanggung jawab terhadap komitmen nya untuk bertahan pada budaya straight edge. MF juga memperhatikan beberapa straight edger bersikap sombong dan merasa dirinya hebat dengan merendahkan orang lain. Hal ini menimbulkan kekesalan dan ketidakpuasan terhadap kelompok straight egde unexpected divergence. “Kayaknya secara realita sih, malah yang saya suka ‘palak’ itu malah sama straight edge nya sendiri malah” W1-MFb.166-167hal.8 “Yah apaya.. Ada yang menganggap itu keren-kerenan gitu, maksudnya apaya.. Nanti dia straight edge, dia ngumbar-ngumbar, ngumbar-ngumbar, tapi tahun depan dia udah break the edge gitu. Kayak..maksudnya..kayak kita gak suka liat orang ‘kemarok’ berlebihan aja sih.” W1-MFb.169-173hal.8-9 “Enggak juga sih. Ada juga gitu yang straight edge terus merasa dirinya hebat, itu bagus gak? Enggak kan? Kayak nge-judge orang, sama aja kan.” W1-MFb.529-531hal. 25 Dengan adanya eksistensi para straight edger yang berlebihan, MF memiliki kekhawatiran bahwa straight edger tidak akan mempertahankan komitmennya, karena hanya ingin dianggap keren, atau bahkan bertingkah sebaliknya dari komitmen straight edge. Hal itu membuat MF berpikir bahwa poser straight edge bahkan bisa mencoreng nama baik straight edge. “Bisa.. bisa.. kan jelek nama straight edge jadinya gara-gara tingkah dia. Padahal belum tentu nya dia bisa tahan jadi straight edge. Ya kan? Siapa yang tahu?” W3-MFb. 286-288hal. 14 Universitas Sumatera Utara “Nah gitu, bisa jadi waktu straight edge ternyata kami munafik, bullsht, Cuma gaya-gaya aja. Rupanya kami sebaliknya, Cuma pengen dianggap keren. Padahal kami gak ngelakuin apa maksud straight edge itu.” W1-MFb.590-594hal. 28 MF juga memperhatikan banyak straight edger yang mengenakan simbol X tapi tetap merokok. Jika hal itu terjadi, MF akan bertanya langsung pada individu tersebut untuk memastikan apakah individu tersebut sadar dan paham apa X yang ia kenakan. MF tidak akan bertanya mengenai apakah individu tersebut mengenai apa yang harus ia lakukan karena menggunakan simbol X, tapi apakah individu tersebut mengenal arti dari simbol X yang dikenakannya. Hal itu dilakukan MF untuk memastikan apakah individu tersebut paham atau tidak paham dengan apa yang ia kenakan. “Tengok-tengok situasi juga. Kadang-kadang ya tanya aja. Entah dia nya memang gak tahu kan, tanya aja. “Kau tau ini lambang X apa artinya?”, “straight edge”, “Tau kau ini tentang kekmana kan?”. Bukan harus apa ya, tapi “kau tau ini tentang apa kan?” Pertanyaannya gitu. Jadi gitu, dibedain, bukan nanya “Kau tau ini harus apa kan?” tapi “Kau tau ini lambang X tentang apa kan? Alasannya tau gak ini lambang X apa?” W2-MFb.200-208hal.10 Namun perilaku MF di atas juga tergantung suasana hati. Terkadang MF juga mengabaikannya saja, tanpa merasa perlu untuk menegur karena malas. Hal ini dilakukan MF agar individu tersebut termotivasi dan memiliki kemauan untuk mencari tahu sendiri apa yang dikenakannya simbol X, sama seperti apa yang dialami MF dulu. MF juga menambahkan bahwa straight edge bukanlah sebuah ajakan, karena straight edge merupakan pilihan yang pribadi. Ideologi punk hardcore yang Do It Yourself, juga membuat MF berfikir bahwa setiap orang harus mengumpulkan informasi dan berusaha sendiri untuk menjalani pilihannya. “Aku kalo dari sifat aku, kayaknya aku enggak. Malas ngurus hahaha” W2-MFb.214-215hal.10-11 Universitas Sumatera Utara “Ya.. tengok-tengok mood. Kalau dia gak tau, kadang biarin aja lah sana. Orang aku juga cari tahu sendiri kok.” W2-MFb.210-212hal.10 “Biar aja, kalau memang dia mau lebih dalam, ya cari sendiri lah, kek yang kami alamin masing-masing kan, ngapain dari orang.” W1-MFb.361-363hal. 17 “He’emm. Karena... apa ya.. dia straight edge kan kek yang aku bilang.. dia straight edge bukan ajakan atau apa. Ya kalau dia pengen, pasti dia jalanin. Salah satunya ada kode etik nya DIY kan Do It Yourself. Lebih bagus dia kerjain sendiri semua.” W2-MFb.217-221hal.10 “Iya.. Jadi karena personal, kita gak usah terlalu ngurusin.” W2-MFb.339-340hal.16 Usaha lain yang dilakukan MF untuk mengembalikan kepuasannya terhadap kelompok straight edge, ialah melalui recognition. MF menyadari posisinya di dalam kelompok. MF juga sadar bahwa kelompok straight edge adalah kelompok informal, sehingga ia tidak dapat memberikan punishment terhadap pelanggaran norma. Jika straight edge adalah kelompok formal, pasti ketua yang akan menegur dan memberikan hukuman kepada straight edger poser. “Usaha.. gak ada lah. Biasa aja, paling ku tengok aja, abis itu udah. Gak penting kali diurusin kan.” W3-MFb. 267-268hal. 13 “Lah aku ini siapa? Kami sama-sama straight edge. Aku straight edge dengan gaya cara ku. Dia straight edge dengan gaya cara nya. Jadi ya gak urus. Paling ntar kalo dia udah bosan sama straight edge, bisa jadi dia pun gak straight edge lagi. Atau mungkin ada orang lain, suatu saat bakal negur dia kalau dia ‘lebay’ berlebihan. Kan siapa tahu aja.” W3-MFb. 271-277hal. 13 “Ini straight edge juga bukan kayak organisasi, yang punya ketua, sekretaris.. Jadi ya, kalau lihat orang-orang straight edge yang pamer gitu, ya biarkan aja. Karena kalau memang straight edge punya ketua, ya ketua nya yang negor dia.” W3-MFb. 279-283hal. 13 Dengan mudahnya orang lain masuk ke budaya straight edge, MF memiliki kekhawatiran bahwa budaya straight edge akhirnya tidak lagi istimewa ketika Universitas Sumatera Utara akhirnya menjadi umum mainstream. Namun MF masih memiliki keyakinan, sekalipun straight edge menjadi mainstream, pasti lah masih ada straight edger yang asli. “Iya.. sedangkan kalo straight edge jadi mainstream, aku juga rasanya kayaknya..oke. Cuma kayak apa ya..kayak setiap hal pasti ada originalitas. Kayak kita tahu kan kalo sesuatu yang banyak itu rasanya gak spesial.” W1-MFb.176-179hal.9 Perasaan cemburu terkadang dirasakan MF selama menjadi straight edger. MF merasa cemburu dengan non-straght edge yang bisa bertingkah dan berperilaku secara bebas. Dalam hati kecil MF, ia masih ingin menjadi orang yang liar dan bersemangat. Namun MF tidak bisa lagi bertingkah “gila” karena terbatas dengan kemampuan fisik dan energi nya yang sadar. Berbeda dengan orang lain yang sedang mabuk dalam pengaruh alkohol sehingga menjadi menjadi liar dan lebih bersemangat. Selain itu, konsumsi alkohol yang membuat badan hangat, sempat terlintas di pikiran MF saat dia merasakan kedinginan. Hal itu terkadang membuatnya rindu dan ingin mencicipi lagi. “Non-straight edge itu, kayak..stupid and crazy, kayak liar gitu, kayak bebas gitu aja.” W1-MFb.162-163hal.8 “Senang jadi straight edge, senang. Sedih juga ada sedihnya, kek ngeliat orang lagi party, keknya...ya.. get crazy gitu asik lah.” W1-MFb.381-383hal. 18 “Maksudnya sedihnya itu..kek becanda-becanda aja. Gak gitu sedih sih menurut aku. Maksudnya,”Ih..enak juga ya minum-minum gitu kalau lagi dingin gini”. W1-MFb.402-404hal. 19 “Ya kayak ‘nyicip’ lagi, kayak kita rindu makanan gitu.” W1-MFb. 408hal. 19 Universitas Sumatera Utara Dari perasaan-perasaan di atas, MF hanya menjadikan perasaan tersebut sebagai bahan lelucon untuk bisa bergurau bersama temannya. Hal ini merupakan cara MF dalam melakukan resocialisation. “Keknya enggak sih. Walaupun saya suka becandain temen yang lagi minum pas dingin-dingin “Enak kau ya minum, anget badan”. Cuma walaupun itu becandaan, itu kan sifatnya ‘ngeluh’ kan. Tapi itu bukan saya jadikan beban, malah jadi candaan. Bahkan kayak kebutuhan untuk ngobrol sama orang, biar seru aja.” W1-MFb.417-422hal. 20 Dalam proses maintance, MF mengaku tidak saling mengingatkan antar straight edge untuk tetap bertahan pada komimen masing-masing. MF mengibaratkan, jika salah satu anggota Hero exit, hal itu tidak akan merubah persahabatan yang telah terjalin dan bahkan tidak mengeluarkan individu tersebuat dari kelompok band. Kembali lagi, MF merasa bahwa straight edge merupakan pilihan pribadi yang tidak perlu dihakimi. MF mengibaratkan, jika ada individu yang sharing mengenai keinginannya untuk exit, dirinya ingin menjadi pendengar yang baik. MF tidak akan menghakimi atau bahkan memberikan pernyataan yang berniat merubah pemikiran individu tersebut. MF merasa, dengan menjadi pendengar, ia mampu mengumpulkan informasi mengenai hal apa yang membuat seseorang menanggalkan identitasnya exit sebagai straight edge. “Enggak ada ngingetin sih, Cuma ngalir gitu aja. W1-MFb.447hal. 21 “Ya gak ada sih. Misalnya anak Hero exit, yah gak apa-apa sih. Bahkan kalaupun dia udah gak straight edge¸ pun pasti masih main di Martyr. Soalnya udah jadi lebih kayak sahabat sih. Masa gara-gara dia udah gak jadi straight edge, kita gak jadi sahabat. Kan basic nya itu personal choice, yaudah gitu aja.” W1-MFb.457hal. 21 “Aku responnya sih, bilangnya ”Oya?” Cuma kayak pengen tahu aja. Jadi kan keknya jadi nambah pengetahuan kan, kenapa orang bisa kek gitu exit. Yaudah, tapi gak berusaha ngeluarin statement, gak berusaha ngubah diri dia, semua pilihan dia. Dan itu menurut aku sih itu, cobaan persahabatan itu. Universitas Sumatera Utara Sahabat yang baik itu sih menurut aku, kalo temen kita curhat, kita enggak punya hak gitu..misalnya..”Kau harusnya gak kek gini..”. Kayaknya kita Cuma bisa support aja terus. Walaupun yang dia lakuin salah gitu, ya cara nahannya gak harus..maksudnya aku pengen jadi orang yang enak diajak..aku pengen jadi pendengar yang bagus, bukan pembicara yang bagus di saat itu, ngerti gak?” W1-MFb.461-473hal. 22 Setelah sekian lama menjadi straight edge, kira-kira selama 6 tahun, MF banyak mendapatkan keuntungan dan hal yang menyenangkan selama menjadi straight edge. SJ merasa jauh lebih baik dari usia nya yang terdahulu. Dari evaluation yang dilakukannya, MF merasa lebih baik dari segi ekonomi finansial, karena dengan menjadi straight edge dirinya tidak lagi perlu menghamburkan uang untuk jajan rokok, alkohol. Selain itu MF merasa semakin menarik setelah menjadi straight edge. “Ya jauh lebih baik dari umur saya yang lalu-lalu. Menurut saya ya, orang lain gak tahu.” W1-MFb.538-539hal. 25 “Emm apa ya? Ekonomi kali senyum lebar. Gak gitu boros kan jajannya hehe. Selain itu, gaya gitu, makin keren kan hehehehe” W1-MFb.541-544hal. 25 Hal lain yang menjadi kepuasan ataupun kesenangan MF selama menjadi straight edge ialah dengan menjadi bagian dari band straight edge, Martyr. Dengan memiliki band straight edge, MF akhirnya bisa menambah pengalaman dan relasi dengan straight edge-straight edge lain di luar Medan. MF yang pada awalnya berniat hanya berniat membangun relasi dengan hardcore kid di Indonesia, akhirnya bisa bertemu straight edger lain di luar Medan. Bertemunya MF dengan straight edger lain di luar Medan seakan menjadi bonus dari niat awal MF yang hanya ingin membangun hubungan yang lebih luas dengan hardcore kid di Indonesia. Universitas Sumatera Utara “Paling seneng sih gara-gara bisa main di Hero band yang dibuatnya bersama subjek 1 sih kalau aku.” W1-MFb.388-389hal. 18 “Apa ya.. keuntungannya.. ya.. pengalaman yah pastinya. Pengalaman, terus straight edge kan gak di Medan aja kan, Jakarta, Bandung. Ketemu aja gitu sama orang itu. Terus waktu jumpa malah gak bahas tentang straight edge. Jadi ibaratnya gara-gara straight edge, dari awal gak punya band jadi punya. Jadi ibaratnya bisa nongkrong aja disana luar Medan. W1-MFb.639-641hal. 30 “Dari hardcore sih. Kan dari hardcore, scene hardcore “Oh..ini anak hardcore Jakarta nih. Dari situnya dulu, baru cerita “Aku punya band, band aku band straight edge” W1-MFb.652-655hal. 30 “Iya. Tapi saya gak nyari straight edge sih. Saya cari anak punk sama anak hardcore nya. Jadi pas ketemu, itu jadi kayak bonus gitu jadi kayak “Oh, straight edge juga?” W1-MFb.661-664hal. 31 “Iya. Dari hardcore sih sebenarnya. Bonusnya straight edge” W1-MFb.666-667hal. 31 MF juga merasa mendapatkan pemikiran yang lebih luas, mengamati serta melakukan proses adaptasi yang lebih baik di lingkungan yang lebih luas, bukan hanya di lingkungan hardcore. Selain itu, dengan menjadi straight edge, MF merasa telah menjalani sebuah subuculture yang memang sudah dikaguminya. “Kayaknya dapat pemikiran lebih luas gitu, waktu ketemu..mungkin bukan dari komunitas hardcore gitu, mungkin rekan kantor, rekan kerja, saya harus beradaptasi disitu. Dan itu, menarik sih nengok respon orang..” W1-MFb.276-280hal. 13 “Yaa berasa kayak ngejalani budaya, subculture, yang menurut aku keren sih” W1-MFb.481-482hal. 23 Identitas MF sebagai straight edge, membuatnya dikenal orang lain dan membuat orang lain megidentikkan dirinya dan band Martyr sebagai straight edge. keluarga MF pun juga sangat percaya kepadanya dan tidak khawatir MF akan terjerumus ke dalam perilaku yang negatif. Universitas Sumatera Utara “Coba Mia tanggepin sendiri, misalnya gini, aku jumpa tongkrongan yang gak straight edge ya, tapi dia memang tahu kalo aku kek gitu straight edge. Terus aku 2 tahun, 3 tahun lagi jumpa dia nanya “Masi nge-band kau? Masih ngelakuin ya..gitulah..” - “Masih..” - “Masih Martyr?”, “Masih..” yah gitu aja. Maksudnya, dia pengen tau aja sih, apa aku masih menjalani hobiku gak” W1-MFb.429-438hal. 20 “Keknya gak ada sih, tapi orang tua pasti, keluarga. Jadi dia kek gak khawatir gitu lah, karena anaknya pasti lurus-lurus aja.” W1-MFb.442-444hal. 20 Hal menarik lain yang dialami MF selama menjadi straight edge, juga bersangkutan dengan hubungan romantisme dengan lawan jenis. MF yang tidak merokok, mendapatkan apresiasi dari orang tua gadis yang dikencani nya. “Ya kek gitu-gitu lah. Misalnya kayak ada deket sama cewek kan, orang tua nya suka sama aku karena gara-gara aku gak ngerokok.” W2-MFb.407-409hal.19 Dari hasil evaluation, MF banyak mendapatkan manfaat yang positif. Hal ini membuat commitment nya tetap stabil dan bertahan maintance hingga sekarang. MF sudah merasa bahwa straight edge adalah bagian hidupnya. MF ingin tetap menjalani kehidupannya sebagai straight edge, tidak tahu bagaimana dan sampai kapan harus meninggalkan straight edge. “Emm.. kekmana ya, keknya straight edge ya udah jadi bagian hidup aja. Gak tau sampai mana, memang gak ada target, jalani aja gitu.” W2-MFb.167-170hal.8 “Kalau menanggalkan tuh pun.. Gak tahu juga gimana ninggalinnya. Soalnya.. ya..kek yang udah saya bilang. Dia straight edge ini konsepnya bukan kayak hal yang dipatenkan. Tinggal masuk-tinggal masuk. Jadi kek kita nemuin sesuatu secara spontan secara natural.” W2-MFb.178-183hal.9 Commitment yang sudah terbentuk ini, menumbuhkan rasa cinta MF kepada straight edge. Dalam hal ini, karakterisktik identitas sosial, yaitu in group favoritsm kembali muncul. Selain rasa cinta tehadap straight edge, MF juga merasa bangga karena telah menjadi bagian dari budaya straight edge. MF merasa sduah masuk ke dalam budaya hardcore secara mendalam. MF juga merasa bangga karena bisa menjadi dirinya sendiri. Universitas Sumatera Utara “Ya bisa dibilang, ada rasa cinta di dalam ini straight edge” W2-MFb.184hal.9 “He’eh.. kalo gak ngapain ngelakuin kalo gak suka, kan gitu..” W2-MFb.186-187hal.9 “Youth of Today keren kali lah Kayak sesuatu yang kita suka lah. Maksudnya kayak kita nonton Iron Man, beli kostum Iron Man gitu. Jadi karena ada rasa bangga juga di dalam diri.” W1-MFb.484-487hal. 18 “Bangga lah... Apa ya yang bikin bangga. Keknya bangga karena bisa jadi diri sendiri sih, paling aku syukurin.” W1-MFb.396-399hal. 19 Di scene hardcore, MF bergabung dengan siapa saja. MF bergabung tanpa membeda-beda kan identitas karena merasa dirinya telah break down the wall. Toleransi yang baik antar kelompok menciptakan suasana yang demokratis dan menghargai perbedaan antara straight edge dan non-straight edge. Straight edge adalah pilihan pribadi dan MF tidak merasa straight edge lebih istimewa dibandingkan dengan non-straight edge. “Ya semua orang lah, namanya senang-senang.” W2-MFb.365hal.17 “Enggak tidak hanya bergabung dengan straight edge. Kalau kayak gitu kan sama aja namanya gak break down the wall kan? Sama aja kayak yang tadi jadinya. Kan kita mau bebas. Dan karena toleransi di scene nya udah baik, kan jadi nampak. Ini scene nya bagus enggak? Menghargai perbedaan gak?” W2-MFb.367-372hal.17-18 “Iya.. karena personal loh. Bukan kayak “Waa kau straight edge saudaraku”. Ya.. kayak apa ya.. masa sih.. soalnya kayaknya gak gitu-gitu kali juga. Kan semua dirangkul kan, jadi ya gitu aja.” W2-MFb.233-236hal.11 MF yang selalu ingin belajar dan menambah hal baru, membuatnya bergabung dengan siapa saja, bukan hanya dari kelompok hardcore saja. Karena MF tidak ingin terlalu menyebarkan identitasnya, MF merasa bahwa seinring dengan berjalnnya waktu, rekan nya akan tahu tanpa harus diceritakan. Universitas Sumatera Utara “Semua saya tongkrongin. Saya tipikal orang yang pengen belajar terus tentang apapun. Dapat informasi yang baru, gak dari hardcore aja. Kalau memang ada kesempatan, kalau memang tongkrongannya itu istilahnya bisa menambah apa aja, istilahnya adding up, ya..” W1-MFb.290-294hal. 14 “Enggak, aku gabung aja semua. Aku juga gak cerita-cerita ke orang kalo aku straight edge. Paling juga nanti mereka juga tau sendiri kalau udah lama temenan” W1-MFb.549-551hal. 26 Selama mengalami perbedaan antar kelompok straight edge dan non-straight edge, MF mengaku lingkungannya cukup menghargai dan memberikan toleransi yang baik antar kelompok. Karena toleransi yang baik, selama ini straight edge dan non-straight edge tidak pernah mengalami masalah atau pun perbedaan pendapat. “Alhamdulillah ya, lingkungan dan sahabat-sahabat aku precious kali gitu kayaknya, belum tentu sih orang-orang lain punya kawan lingkungan kayak yang aku alamin ini. Kayaknya punya attitude semua gitu.” W1-MFb.241-245hal. 12 “Enggak. Mungkin karena tadi ada toleransinya juga kan. Enggak ada yang jadi masalah sih menurut aku.” W1-MFb.411-412hal. 19 C.6 Rekapitulasi Dinamika Social Identity pada MF Komponen Keterangan Latar Belakang Kehidupan Pada awalnya sempat terjerumus ke dalam konsumsi rokok. Terjerumus pada rokok karena penasaran. Semakin terjerumus pada konsumsi zat adiktif ketika bergabung dengan kelompok hardcore. Universitas Sumatera Utara Latar Belakang Mengenal Musik Hardcore - MF pertama kali mengenal musik hardcore saat sering berkumpul di warnet dekat rumahnya - Sang operator warnet, bernama Rudi mengenalkan MF pada musik hardcore Rudi sering memutar lagu hardcore saat keadaan warnet sedang sepi. Karena sering mendengar lagu hardcore, MF menjadi familiar dan mulai merasakan ketertarikan terhadap musik hardcore. MF akhirnya bertukar pikiran mengenai hardcore dengan Rudi. MF dan Rudi sering berkumpul dan pergi bersama ke acara musik hardcore Menonton perform band Empat Belas. Latar Belakang Mengenal Straight Edge MF melihat sepasang simbol X yang dicoretkan di kedua punggung tangan vokalis Empat Belas. Merasa bingung dan heran. Memperhatikan sekelilingnya, dan menyadari beberapa orang memakai simbol X di punggung tangan, seperti vokalis Empat Belas. MF menebak-nebak arti simbol X yang dilihatnya. Rasa penasaran terhadap simbol X muncul. MF menanyakan arti simbol X tersebut kepada vokalis Empat Belas. Dari penjelasan vokalis Empat Belas, akhirnya MF memperoleh informai bahwa simbol X merupakan lambang sebuah pergerakan bernama straight edge. Universitas Sumatera Utara Latar Belakang Mengenal Straight Edge Evaluation - Merasa mendapatkan informasi baru - Mencari informasi lebih dalam mengenai sraight edge melalui internet, musik dan lirik band straight edge. - MF mengumpulkan informasi secara indiviualistik. Pembentukan Identitas Straight Edge Social Comparison - MF merasa straight edge berbeda dari kelompok hardecore. - Identitas straight edge sangat berbeda dan mencolok. Evaluation - Merasa kagum dengan budaya straight edge. - Merasa straight edge adalah pergerakan yang ‘keren’. - Suka dengan band-band straight edge. - Introspeksi muncul setelah mendengarkan lagu Break Down The Wall dari band Youth of Today. - Merasa selama ini perilaku nya terbentengi dengan budaya mainstream. - Introspeksi bahwa perilakunya selama ini bukan- lah kebutuhan diri - Merasa tidak perlu lagi untuk “ter-ikut musim” dan ingin menjadi diri sendiri. Memiliki kemauan dan ingin turut andil dalam budaya straight edge. Mnyukai straight edge, sehingga ingin mendalami nya. - Merasakan ketidak puasan terhadap budaya hardcore yang hedonis. - Merasa tidak membutuhkan konsumsi rokok dan alkohol lagi. Universitas Sumatera Utara - Merasa tidak menjadi diri sendiri ketika dalam keadaan “mabuk” - Ingin mengontrol dirinya untuk tetap memiliki ‘kesadaran’ sekalipun sedang bersenang-senang. Role Transition non-member menjadi new member - Setelah merasa cukup mengumpulkan informasi, MF berhenti dari kebiasaannya merokok dan minum alkohol. - Spontan untuk berhenti dari kebiasaan buruknya setelah mendengar lagu. - Memiliki visi dan misi untuk membentuk band straight edge. Sebulan setelah berhenti, merasa dirinya adalah straight edge. Merasa telah menjadi straight edge, karena dia memiliki pengetahuan dan segala informasi tentang straight edge. MF merasa tidak melakukan kegiatan hedonis lagi rokok, alkohol Identification - Mengklaim diri sebagai straight edge. - MF mengklaim diri agar diakui orang lain. - Klaim straight edge lebih di apresiasi di scene hardcore. - Mulai memakai simbol X ketika merasa sudah menjadi bagian dari straight egde. - Menggunakan simbol X di punggung tangannya saat ke acara gigs. - Saat menggunakan X, MF hanya diperhatikan oleh orang lain. Universitas Sumatera Utara Evaluation - - MF sempat dijadikan bahan olokan oleh teman- temannya karena tidak merokok. - Teman-temannya menjadikan MF sebagai bahan lelucon - Menurut MF, dia dijadikan bahan lelucon mungkin karena dianggap ‘kurang jantan’. - MF sempat sakit hati karena olokan temannya. - Akhirnya MF berfikir positif mengenai perilaku teman-temannya. Temuan Baru Role Transition - acceptance new member menjadi full-member - MF bertemu dengan SJ di sebuah acara. - MF mengenali SJ adalah straight edge, dari baju yang dikenakan SJ. - Setelah bertukar nomor, SJ mengajak MF untuk membentuk band straight edge. - MF yang memang memiliki keinginan untuk membentuk band straight edge pun menerima nya. - Menurut MF, band straight edge bisa memberikan warna di musik hardcore. - Memiliki band straight edge, seakan dreams comes true Commitment - MF merasa sudah benar-benar menjadi straight edge setelah bergabung dengan band straight egde. - Melalui band, MF menyampaikan pesan positif mengenai straight edge. Universitas Sumatera Utara Evaluation - Merasa telah menemukan jati dirinya setelah menjadi straight edge. - Tidak mau memamerkan identitasnya sebagai straight edge. - Tidak memamerkan identitasnya karena sulit menjelaskan ideologi straight edge kepada orang lain. - Menghindari narsis, sehingga memilih untuk tidak ‘pamer’ Commitment low - MF memakai simbol X berdasarkan mood. - Jika tidak menemukan spidol, ataupun tidak sesuai dengan penampilannya, MF tidak memakai simbol X . Categorization - Simbol X digunakan straight edger di punggung tangan. - Simbol X juga digunakan di pakaian oleh straight edger. - Straight edger biasanya membuat band straight edge dan zine. Social Comparison - MF membedakan in group – out group melalui konsumsi yang tampak.. Group Streotype - Straight edge harus dibarengi pengetahuan dan klaim. - Terkadang yang tidak merokok belum tentu straight edge. - Yang menggunakan baju band straight egde belum Universitas Sumatera Utara tentu straight edge. Evaluation - Unexpected Divergence - MF kesal dengan beberapa straight edger - MF tidak suka dengan perilaku straight edge yang mengumbar identitas secara berlebihan. - MF masih menyangsikan komitmen beberapa straight edger. - Beberapa straight edger yang dilihat MF menggunakan simbol X tapi tetap merokok. - MF terkadang cemburu dengan non-straight edge yang terkesan liar dan bebas. - MF pun terkadang rindu dengan ‘masa lalu’ nya Resocialisation - MF merasa kelompok straight edge yang informal membuatnya tidak punya hak untuk menegur ‘poser’. - Perasaan cemburu dan rindu dijadikan MF untuk bercanda dengan orang lain. Evaluation + - Merasa lebih baik dari masa lalu nya. - Merasa lebih baik dari segi finansial dan penampilan. - Senang karena punya band straight edge. - Disenangi oleh orang tua wanita yang sedang didekatinya, karena tidak merokok. - Menambah pengalaman band - Bisa kenal dengan straight edge lain di luar Medan. - Merasa telah masuk ke dalam subculture hardcore. Universitas Sumatera Utara - Dikenali orang lain sebagai straight edge. - Dipercaya oleh keluarga. Commitment - Merasa straight edge adalah bagian hidupnya. - Rasa cinta terhadap straight edge membuatnya ingin bertahan. - Merasa bangga telah menjadi bagian dari straight edge. - MF akan marah, bahkan akan melakukan kekerasan jika ada yang mengucilkan straight edge. Universitas Sumatera Utara

D. ANALISA BANDING PARTISIPAN I DAN II Responden 1

Dokumen yang terkait

POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS PUNK DALAM PENYEBARAN PAHAM STRAIGHT EDGE (Studi pada Komunitas Punk Straight Edge di Malang)

6 34 21

Konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground : (studi fenomenologi mengenal konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground di Kota Bandung)

0 9 14

KOMUNITAS MUSIK HARDCORE STRAIGHT EDGE DI KABUPATEN BATANG

8 94 126

Konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground : (studi fenomenologi mengenal konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground di Kota Bandung)

0 5 116

REKONSTRUKSI IDENTITAS ETNIK PADA KELOMPOK KOMUNITAS ETNIK MANDAILING DI KOTA MEDAN.

0 6 39

Dinamika pembentukan internalized homophobia pada orang yang mengalami gangguan identitas gender.

5 13 194

BAB II LANDASAN TEORI A. IDENTITAS SOSIAL 1. Definisi Identitas Sosial - Dinamika Pembentukan Identitas pada Kelompok Straight Edge di Kota Medan

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Dinamika Pembentukan Identitas pada Kelompok Straight Edge di Kota Medan

0 0 13

Dinamika Faktor Pembentukan Identitas Sosial Pada Kelompok Straight Edge di Kota Medan SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

0 0 10

PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK PADA GRUP MUSIK KERONCONG LIWET DI KOTA SURABAYA Wahyu Eka Prasetyo 071311433081 (Prodi S1 Sosiologi, FISIP, UNAIR) ABSTRAK - PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK PADA GRUP MUSIK KERONCONG LIWET DI KOTA SURABAYA Repository - UNAIR

0 0 21