ANALISA DATA PARTISIPAN 1 1 Latar Belakang Kehidupan

Di pertemuan akhir ini, terkesan mendadak. Peneliti merasa perlu menanyakan beberapa hal kepada MF. Setelah diatur jadwal pertemuan di sela-sela kegiatan MF yang padat, akhirnya kami bertemu kembali di Kafe Kopi. MF memilih tempat ini, agar ia dapat langsung pergi ke studio di sebelah kafe untuk latihan bersama band nya. Waktu wawancara termasuk singkat, namun tidak terlalu terburu- buru karena peneliti hanya melakukan probing tambahan saja. Pada hari itu, MF mengenakan kaos oblong berwarna hitam dan celana jeans longgar berwarna biru tua. Penampilannya cukup santai pada hari itu. Rambutnya masih terpotong pendek, namun bulu-bulu halus yang baru tumbuh terlihat jelas di wajahnya.Kali ini, peneliti dan MF duduk bersila dan bersampingan di lesehan. Suasana kafe saat itu tidak terlalu ramai sehingga cukup tenang. Kendaraan lalu lalang terdengar samar-samar, dan sesekali terdengar suara klakson. Sikap MF selama wawancara masih mempertahankan kontak mata dengan peneliti. Setiap peneliti menanyakan mengenai sikap dan perasaannya terhadap straight edge lain ataupun poser, MF masih menjawab acuh sambil tersenyum dengan hanya menarik sebelah bibirnya. B. ANALISA DATA PARTISIPAN 1 B.1 Latar Belakang Kehidupan SJ merupakan seorang pria yang senang mendengarkan musik. Saat duduk di bangku SMP, SJ menyukai musik punk. SJ mengenal musik punk karena diperkenalkan oleh teman-teman SMP nya pada saat itu. Kebiasaan teman-temannya memutar lagu-lagu punk pada saat jam istirahat sekolah dan saat berkumpul, membuat SJ familiar dan tertarik pada musik punk. SJ merasa musik punk sangat Universitas Sumatera Utara easy listening dan mengasyikkan. Dari awal ketertarikannya terhadap musik punk, lama-kelamaan SJ mulai mencari tahu sendiri berbagai band punk “Jadi kalau hardcore.. aku sebenernya dari awal suka musik ya. Jadi sebelum tau hardcore, aku udah banyak dengerin segala jenis musik. Awalnya sih dari punk. Musik punk.. aku denger-denger dari kawan-kawan SMP ku.” W1-SJb.711-715hal.33 “Pertama kan tau dari kawan-kawan SMP.. dikenalin. Tapi bukan hardcore langsung tapi punk-punk an masih. Kayak band Army Clown, terus band SPR, terus ada band Underdog, ada juga band Decision of Saturday Night yang pop-punk.” W1-SJb.4-7hal.1 “Ya kalau dulu kan, kawan-kawan SMP ku suka muterin lagu-lagu punk gitu. Disitu jaman-jamannya kayak band SPR kan, siapa coba yang gak ngerasa musik nya asik, easy listening, seru.. Nah dari situ aku mulai.. istilahnya jadi suka musik punk” W1-SJb.717-721hal.33-34 “Ya kadang kan pas jam istirahat, atau pas nongkrong-nongkrong. Jadi pas denger, aku kayak.. “Eh lagu siapa ni?”. Terus lama-lama aku cari-cari, kenal sendiri sama band-band punk lain.” W1-SJb.724-727hal. 34 Ketertarikannya terhadap musik, membuat SJ sering datang ke berbagai acara musik biasanya disebut gigs di kota Medan. Biasanya SJ pergi ke acara gigs bersama dengan temannya. SJ dan teman-temannya sering menghadiri pertunjukan musik gigs yang biasa diadakan setiap akhir pekan. Namun karena SJ lebih tertarik dengan musik punk, SJ lebih sering datang ke acara yang menampilkan band-band punk. “Iya ke gigs. Jadi biasanya setiap weekend tuh kan banyak acara, jadi biasanya aku sering juga kesana gigs sama kawan-kawanku. Anak acara lah.. hahaha” W1-SJb.729-731hal. 34 “Ke acara gigs juga sih.. tapi waktu itu interest nya lebih ke punk-punk nya. Jadi lebih sering kesitu.” W1-SJb.19-20hal.2 Di masa-masa ketertarikannya terhadap musik punk, SJ mengaku pernah mencoba berbagai jenis konsumsi zat-zat adiktif berbahaya, seperti rokok, alkohol, Universitas Sumatera Utara dan obat-obatan terlarang. SJ mencoba konsumsi zat adiktif tersebut sebelum menginjak bangku SMA, atau sekitar umur 15 tahun. “Emm.. aku pertama waktu SMP sebelum jadi straight edge mau masuk ke SMA tuh, SMP kelas 3 akhir-akhir tuh. Ya aku cobain semua itu rokok, minum..” W1-SJb.216-218 hal.11 “Udah pernah coba. Rokok, minum-minuman..” W1-SJb.220hal.11 “Narkoba, aku Cuma sebatas coba-coba aja. Tapi pernah lah..” W1-SJb.222hal.11 Perilaku SJ yang mengonsumsi zat-zat adiktif tersebut, bukan disebabkan oleh kesukaannya terhadap musik punk. Meskipun punk memiliki ideologi yang bebas, “live fast, die young”, SJ mengaku bahwa pengaruh teman-temannya yang mengonsumsi zat-zat adiktif lah yang membuatnya ikut terjerumus ke dalam konsumsi rokok, alkohol, dan narkoba. SJ terikut kebiasaan teman-temannya yang merokok dan minum alkohol pada saat berkumpul. “Aku rasa.. enggak pengaruh dari punk yang membuat terjerumus ke dalam konsumsi zat adiktif. Aku malah dari kawan-kawan. W2-SJb. 314hal.15 “Ya aku bukan dari anak-anak punk yang istilahnya ngajarin aku buat merokok dan minum alkohol. Tapi kawan-kawan aku itu lah yang pas SMP. Ya karena tiap nongkrong sama mereka, mereka ngerokok, mereka minum, ya aku ikut aja lah, terikut lah istilahnya. Bukan pengaruh punk yang bikin aku jadi perokok..” W2-SJb. 316-322hal.15-16 “Iya, kawan-kawan sekolah malahan yang membuat aku terikut. Bukan dari punk nya.” W2-SJb. 324-3255hal.16 Bukannya mendapatkan kenikmatan setelah mencoba-coba konsumsi rokok, alkohol, dan narkoba, SJ malah merasakan efek yang tidak menyenangkan dan tidak memperoleh kenikmatan dari apa yang dikonsumsinya. Efek yang dihasilkan rokok, membuat SJ merasakan sesak di paru-parunya dan merasa tidak bisa bernafas. Efek Universitas Sumatera Utara setelah meminum alkohol membuat SJ merasakan sangat pusing di kepalanya. Narkoba juga tidak memiliki rasa nikmat bagi SJ. “Enggak enak. Aku gak ngerokok, malamnya sesak gitu paru-paru aku, gak bisa nafas. Terus minum alkohol ya pening gitu, gaenak lah rasanya minum itu. Terus kalo ganja sama juga kayak ngerokok, gak enak lah gitu buat aku.” W1-SJb.227-231 hal.11 “Gak enak soalnya. Abis minum alkohol kepala ku pusingnya minta ampun, abis ngerokok dada ku sesak.” W2-SJb. 329-330hal. 16 Evaluasi ketidaknikmatan terhadap rokok, alkohol, dan narkoba, membuat SJ kapok untuk mencoba lagi dan memutuskan untuk langsung berhenti, tanpa mencari- cari letak kenikmatannya lagi. “Jadi langsung pas dapat ‘gak enak’, terus aku langsung berhenti. Gak aku paksain ‘cari enaknya’ waktu ngonsumsi itu semua. Jadi pas udah dapat ‘gak enak-nya’, langsung aku berhentiin.” W1-SJb.380-384hal.18 “Ya aku berhenti langsung, gaenak.” W2-SJb. 331hal. 16 “Iya. Jadi waktu aku sadar itu gak enak, ya udah aku berhenti lah, bukan malah kucari sampe dapat enaknya. Begitu.” W2-SJb. 333-335hal. 16 SJ merasa cukup mudah dan cepat melepaskan diri dari konsumsi rokok, alkohol, dan narkoba karena hanya mengonsumsinya sebentar saja. “Karena waktu itu aku juga gak lama dalam konsumsi rokok, alkohol, obat- obatan, jadi aku bisa melepaskan diri dari itu rokok, alkohol, obat-obatan semua.” W1-SJb.377-380hal.18 B.2 Latar Belakang Mengenal Musik Hardcore Menginjak bangku SMA kelas 1, SJ menghadiri menghadiri sebuah acara gigs bernama “Core and Roll” yang banyak diisi oleh band-band hardcore. Dari acara ini lah pertama kali SJ mengenal musik hardcore melalui penampilan band- band hardcore Medan, seperti Fingerprint, Empat Belas, Priority, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara “Terus ada acara namanya “Core and Roll” jadi itu acaranya ada band-band hardcore, terus ada juga band rock and roll.” W1-SJb.9-11hal.1 “Nah jadi di acara “Core and Roll” itulah ada band-band hardcore, kayak band Fingerprint, band Empat Belas, ada band Priority. Nah itu, disitu.. SMA SMA lah, kelas 1.. disitu baru kenal band-band hardcore.” W1-SJb.12-16hal.1 Setelah mendengarkan musik hardcore, SJ menilai bahwa musik hardcore lebih menarik dari musik punk yang biasanya dia dengarkan. Meskipun tidak berbeda jauh dari musik punk, SJ merasa hardcore lebih keras, dan liriknya lebih bersemangat. Penampilan, musik, serta lirik hardcore, dinilai lebih keren gagah, dan garang pada saat itu. Alasan tersebut membuatnya tertarik pada musik hardcore. “Aku ngerasanya.. hardcore musiknya keras gitu. Keras, terus lirik-liriknya semangat, gak beda jauh sih dari punk. Tapi kayaknya ada rasa lebih.. lebih keren lah sambil tersenyum untuk seumuran aku waktu itu untuk dengar musik hardcore.” W1-SJb.25-27hal.2 “Apa ya.. dari lirik-lirik nya, dari perform.. menurut aku ya.. melirik ke arah peneliti band-band hardcore Medan pada waktu itu keren lah pokoknya. Makanya aku tertarik untuk denger hardcore.” W1-SJb.30-33hal.2 “Keren lah pokoknya Dari aksi panggung, musiknya, terus orang-orangnya gitu” W1-SJb.35-36hal.2 “Aku dengerin musik hardcore nya, dan aku suka aja. Suka sama musiknya, liriknya, keren lah menurut aku.” W2-SJb.-113-115hal.6 Selain karena evaluasi terhadap hardcore yang dinilai lebih keren gagah, dan garang daripada punk, SJ menilai lirik hardcore selalu mengajarkan untuk bersikap positif dalam kehidupan. “Pada dasarnya semua musik hardcore mengajarkan untuk selalu positif.” W2-SJb. 472-474hal. 22-23 Universitas Sumatera Utara “Tapi rata-rata band hardcore selalu mengajarkan untuk berfikir positif, tentang sikap, berteman, etika, ideologi, hampir semua mengajarkan untuk positif.” W2-SJb. 475-478hal. 23 B.3 Latar Belakang Mengenal Straight Edge Selang 6 bulan setelah SJ berhenti mengonsumsi rokok, alkohol, dan minuman keras, SJ pergi ke sebuah acara gigs. Di acara tersebut, SJ pertama kali melihat simbol straight edge. Saat sedang melihat penampilan dari sebuah band hardcore bernama “Empat Belas”, SJ melihat vokalis Empat Belas mencoret kedua punggung tangannya dengan sebuah simbol. Simbol tersebut berbentuk 2 garis menyilang seperti huruf X sederhana, dikenakan di kiri dan kanan punggung tangannya, dengan mencoret garis tebal menggunakan spidol. “Sekitar 6 bulan setelah berhenti, baru aku liat tanda X di acara.” W1-SJb.241 hal.12 “Ya lihat waktu di acara gigs” W1-SJb.50hal.3 “Terus aku ada lihat ada orang yang pake X ”Apa tuh?” W1-SJb.45hal.3 “Iya, waktu di acara gigs. Waktu liat vokalis “Empat Belas” itu pake X di tangannya.” W1-SJb.52-53hal.3 “Itu lah vokalis band Empat Belas itu lah awalnya.” W1-SJb.11-12hal.1 “Kalo awalnya ya.. dari band Empat Belas lah. Waktu aku tengok vokalisnya itu pake tanda X di tangannya.” W1-SJb.24-25hal.1 “Yah bentuk huruf X lah, silang gitu. Dibuat di tangannya, disini, sini menunjuk punggung tangan kiri dan kanannya. Pake spidol warna hitam. Simbol X nya tebal. Simpel aja gitu, X” W1-SJb.741-744hal34-35 Saat pertama kali melihat simbol X, SJ sangat bingung dan heran. SJ bingung mengenai tujuan vokalis Empat Belas mencoret punggung tangannya Universitas Sumatera Utara dengan simbol X. Perasaan bingung bertambah ketika SJ memperhatikan di sekelilingnya hanya beberapa orang saja yang mencoret punggung tangannya dengan simbol X. “Aku bingung, X ini apa? Ini X simbol apa? Pertama kali itu aku gak tahu.” W1-SJb.84-85 hal.5 “Yah aku heran, ini X apa? Penasaran aku, karena kan bingung kan. Kok ada yang coret-coret tangannya pake X?” W1-SJb.9-11hal.1 “Ya karena bingung lah, kok ada yang pake-pake X gitu. Karena kan gak banyak yang pake X, Cuma abang itu aja. Jadi untuk apa abang itu lah? Kan gitu..” W1-SJb.15-17hal.1 SJ yang merasa bingung kemudian mulai menebak-nebak arti simbol X yang dikenakan vokalis Empat Belas tersebut. Awalnya Sj sempat berfikir bahwa simbol X dikenakan semata-mata hanya untuk “gaya-gaya an”. SJ juga menebak dan berfikir bahwa simbol X yang dikenakan vokalis Empat Belas aadalah identitas band Empat Belas. Kemudian SJ juga memperhatikan bahwa beberapa anak muda di gigs mengenakan simbol X. Dari observasi nya tersebut, SJ kemudian menyadari bahwa simbol X memiliki arti tersendiri. Namun SJ menahan dulu rasa penasarannya. “Aku Cuma mikir “Oh mungkin itu Cuma buat gaya-gayaan aja..”. Pokoknya gak terfikir kalau itu merupakan suatu ‘pergerakan’.” W1-SJb.85-87 hal.5 “Kutengok lah anggota band nya yang lain, karena ku pikir itu simbol band nya. Eh rupanya enggak. Terus aku nengok juga kan selama disitu gigs ada juga beberapa yang pake simbol-simbol X itu di tangannya. Aku kayak “Eh, ini berarti ‘sesuatu’” W1-SJb. 746-747hal.35 Rasa penasaran dan heran SJ mengenai simbol X belum terjawab. Untuk menjawab rasa penasarannya, pada hari berikutnya SJ memutuskan untuk menanyakan arti simbol X tersebut kepada teman nya di sekolah, yang dirasa cukup mengerti mengenai hardcore. Dari penjelasan teman nya ini, akhirnya SJ mengetahui bahwa simbol X merupakan identitas dari sebuah budaya kelompok di Universitas Sumatera Utara lingkungan hardcore, bernama straight edge. Simbol X digunakan oleh penganut budaya straight edge untuk menunjukkan bahwa kelompok straight edge tidak mengonsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang. “Nanya nya waktu.. nongkrong di sekolah itu. “Itu apa sih? Tanda apa itu yang vokalisnya Empat Belas pake?” – “Oh, itu straight edge” – “Apa itu straight edge?” terus dikasih tahu nya.” W1-SJb.92-95 hal.5 “Terus aku aku kan aku bingung, penasaran tuh, makanya aku tanya ke teman ku yang ngerti. Nah dia lah yang ngasih tahu kalo itu adalah sebuah pergerakan namanya straight edge. Straight edge itu begini, begini..” W2-SJb.26-30hal.2 “Terus ada kawanku juga yang tahu straight edge. Tapi dia bukan straight edge..“Itu straight edge orang-orang yang gak ngerokok, gak minum, pake X di tangannya”. W1-SJb.54-57hal.3 “Setelah itu, aku tanya sama kawan aku yang tahu, walaupun dia bukan straight edge.” W1-SJb.88-89 hal.5 B.4 Proses Pembentukan Identitas Sosial menjadi Straight Edge Akhirnya rasa bingung SJ mengenai simbol X telah terjawab. SJ akhirnya mengenal eksistensi kelompok straight edge di lingkungan hardcore. Namun SJ semakin penasaran untuk lebih tahu mengenai straight edge secara detil. Informasi awal yang didapat SJ dari temannya, dipergunakannya untuk mencari seluk beluk straight edge dengan lebih dalam lagi. Internet merupakan media utama SJ dalam mencari informasi mengenai straight edge. Sumber informasi yang lain, termasuk membaca zine, saling bertukaran zine, serta bertukar pikiran dengan teman- temannya. “…itu straight edge orang-orang yang gak ngerokok, gak minum, pake X di tangannya”.. Terus aku cari tahu-cari tahu-cari tahu lagi di internet” W1-SJb.55-57hal.3 Universitas Sumatera Utara “Terus aku penasaran, terus cari tahu-cari tahu. Waktu itu kan internet juga udah mulai berguna lah, udah bisa ngasi informasi cukup banyak lah tentang straight edge.” W1-SJb.41-44hal.3 “Habis itu, kan aku udah tau tuh itu pergerakan namanya straight edge, baru lah aku cari-cari.. ngulik lagi di zine kan.. cari tahu soal sejarahnya, band-band nya. Nah gitulah sebenarnya alur nya.” W2-SJb.30-33hal.2 “Dari internet lah. Internet kan udah mulai bermanfaat waktu itu. Aku cari.. baca-baca zine.” W2-SJb. 492-493hal. 23 “Tapi aku juga sharing sama yang lain, cerita-cerita.. sejarahnya.. barang- barang unik nya.. tuker-tukeran zine.” W2-SJb. 493-496hal. 23-24 Karena lebih banyak mencari informasi mengenai straight edge lewat internet, SJ merasa lebih banyak mencari informasi secara individualis, dengan usahanya sendiri. “Dan aku mencari tahu sendiri di internet informasinya, gitu..” W1-SJb.141-143 hal.7 “Aku lebih banyak cari sendiri kayaknya.” W2-SJb. 490hal. 23 Hasil pengumpulan informasi sebelumnya, akhirnya membuat SJ mengenal banyak band-band straight edge, bahkan band straight edge di era 88-an. Selain mencari informasi melalui internet dan zine, SJ juga mencari informasi melalui lagu- lagu yang diciptakan oleh band straight edge. Dengan mendengarkan lagu, SJ juga membaca lirik lagu nya. Dengan membaca lirik dari band straight edge, membuat SJ semakin termotivasi untuk menjadi straight edge. SJ juga membaca buku-buku mengenai straight edge, dan kutipan-kutipan wawancara tokoh straight edge untuk memperkaya informasinya. “Denger lagu, baca-baca liriknya, cerita-cerita waktu.. ada tuh kan.. itulah pernah ada yang buat straight edge bukunya. Cerita tentang wawancara- wawancara dibacain juga.” Universitas Sumatera Utara W1-SJb.428-431hal.20 “Terus selain itu ya ngumpulin informasi, denger-dengerin lagu, terus kalo aku kalo baca-baca liriknya, aku makin semangat.” W1-SJb.384-386hal.18 “Oh iya, ngubek-ngubek. Ya, waktu itu aku udah mulai tau Minor Threat, dan band-band straight edge awal-awal era 88-an, atau bisa dibilang old school-old school an.” W1-SJb.136-139 hal.7 Mendengarkan dan membaca lirik lagu-lagu dari band straight edge, SJ semakin termotivasi untuk menjadi straight edge. Sebuah lagu berjudul “Make a Change” dari band Youth of Today. Dari lagu Make A Change, SJ merasa harus merubah diri nya sendiri sebelum merubah dunia. Lirik lagu Make A Change juga memberikan pesan pada SJ bahwa straight edge sebenarnya lebih ‘keras’ garang dari rokok, alkohol, dan narkoba. Straight edge lebih ‘keras’ garang daripada non- straight edge. “Emm ada Itulah yang buat straight edge’s revenge. Make a Change. Jadi ada video sebelum dia bawain lagu Make a Change, dia bilang “Before you wanna change the world you must change your self before. Make a change”. Nah gitu, jadi sebelum kau merubah dunia ini, kau harus merubah dirimu sendiri. Jadi Itulah yang buat straight edge’s revenge. Liriknya itu militant atau keras, memprofokasi kalau straight edge itu lebih ‘keras’ daripada apa yang mereka non- straight edge konsumsi, lebih ‘keras’ daripada emm.. serbuk lurus yang kau hisap, atau kokain yang kau hisap, nah itu..” W1-SJb.413-424hal.20 SJ mengumpulkan informasi secara detil mengenai straight edge untuk memastikan apakah straight edge merupakan sebuah pergerakan yang positif untuknya, dan apakah straight edge merupakan pergerakan yang pantas untuk diikutinya. “Jadi aku ingin mencari tahu, aku gak cuma ingin ikut-ikutan asal tahu aja, rupanya yang aku ikutin itu salah. Makanya aku ya.. aku cari tahu semua nya secara detil.” W1-SJb.317-320hal.15 Universitas Sumatera Utara Setelah mencari informasi secara detil dan melakukan evaluasi mengenai pergerakan straight edge, SJ merasa kagum dengan budaya straight edge. Karakteristik identitas sosial mulai terbentuk dalam proses ini. SJ mulai merasakan adanya ethnocentrism, yang membuatnya berfikir bahwa straight edge lebih baik secara moral dibanding non straight edge. “Perasaannya itu, yah bisa dibilang.. “Wah keren nih” kenapa ada suatu pergerakan yang gak ngonsumsi kek ngerokok, minum alkohol. Pergerakan yang muncul dimana musiknya yang malahan orang awam pikir hardcore dekat dengan itu rokok, alkohol semua?” W1-SJb.103-107 hal.5-6 Kekaguman tersebut membuat SJ merasakan ada ketertarikan dan kecocokan antara dirinya dan straight edge. Karena SJ sudah berhenti mengonsumsi rokok, alkohol, dan narkotika, SJ merasakan adanya kemiripan antara jalan hidup yang sedang dijalani nya dengan ideologi straight edge. Disinilah proses terjadinya self categorization. Proses ini merupakan awal yang mengubah individu menjadi group. “Wahh cocok nih samaku. Karena aku pun dari.. udah berhenti semua itu rokok, alkohol, aku suka musik-musik gitu hardcore juga. Kenapa aku gak coba cari tahu, dan aku jalanin gitu.” W1-SJb.108-114 hal.6 “Karena aku pada saat itu memang udah gak ngonsumsi rokok, alkohol dan nya. Karena aku ngerasa gak cocok dengan itu rokok, alkohol. Gak cocok, aku gak suka.” W1-SJb. 114-116 hal.6 “Memang aku gak ngerokok, gak minum alkohol. Aku gak suka dan gak butuh itu semua. Dan kebetulan juga aku suka hardcore. Jadi aku lebih ngerasa diriku ini cenderung di straight edge.” W2-SJb. 351-354hal. 17 SJ yang pada saat itu sudah berhenti dari konsumsi rokok, alkohol, dan narkotika, merasa dipertemukan dengan pergerakan straight edge dalam waktu yang pas. SJ merasa momen mengenal straight edge dengan pilihannya pada saat itu yang sudah berhenti mengonsumsi rokok, alkohol, dan narkoba sangat lah pas. Universitas Sumatera Utara “Jadi di saat aku memang ibaratnya dalam momen ‘bersih’, dan aku nemukan pergerakan ini straight edge. Jadi rasanya seperti sejalan gitu. Cocok kali momennya.” W1-SJb. 116-118 hal.6 “Iya sejalan dengan apa yang sedang aku jalanin di saat itu.” W1-SJb.236hal.11-12 Rasa ketertarikan untuk menjadi straight edge yang muncul, membuat SJ ingin turut serta menjadi bagian dari straight edge. SJ mulai mengikuti ideologi straight edge dari informasi yang sudah dikumpulkannya. Dari menjadi pengikut, SJ ingin menjadi bagian dari straight edge karena SJ sudah memastikan yang diikutinya adalah sesuatu yang benar dan positif. Rasa yakin dengan evaluasi yang telah dilakukannyapun muncul. Di masa menjadi seorang pengikut atau poser, transisi peran SJ berubah dari non-member ke quasi member. “Emm gak bisa dipungkiri, semua kita ini awalnya poser atau cuma pengikut. Ya.. sambil melirik ke peneliti cuma pengikut.Tapi balik lagi ke kita, kita ini cuma mau jadi pengikut, atau mencari.. Kita ini sebatas pengikut yang cuma ikut-ikutan, atau ingin mencari tahu, atau ingin menjadi bagian dari sebuah scene itu? Nah kalau aku, dulu aku pengikut. Kemudian aku ingin menjadi bagian dari scene straight edge itu. Jadi aku ingin mencari tahu, aku gak cuma ingin ikut-ikutan asal tahu aja, rupanya yang aku ikutin itu salah. Aku ya.. makanya aku cari tahu semua nya secara detil.” W1-SJb.310-320hal.15 Namun SJ masih merasa perlu menimbang-nimbang dalam meng-klaim dirinya sebagai straight edge. SJ merasa belum yakin mengklaim dirinya sebagai straight edge. SJ merasa dirinya harus mengetahui sejarah straight edge, band-band straight edge, secara lebih detil untuk mempersiapkan dirinya ketika berhadapan dengan straight edge lain di luar sana. SJ memiliki kecemasan jika nanti dirinya akan di-judge oleh straight edger lain. Oleh karena itu, SJ merasa belum perlu menggunakan simbol X ataupun meng-klaim dirinya sebagai straight edge. Selama masa ini, SJ berusaha menambah keyakinannya dengan mengumpulkan informasi lebih dalam lagi. Universitas Sumatera Utara “Ya jadi kan, aku kepengen jadi straight edge. tapi masih belum terlalu yakin sama.. apa yang akan aku hadapin nanti. Makanya aku Cuma ngikutin diem- diem aja dulu. Gak usah terlalu pamer atau nge klaim duluan.” W2-SJb. 590-592hal. 27 “Ya kan lebih enak kalo aku bener-bener tahu semua hal tentang straight edge, sejarahnya, band-band nya... Jadi kalau pun aku ditanya sama straight edge lain, aku udah siap.” W2-SJb. 594-597hal. 27 “Aku harus yakinkan diri aku dulu lah, baru berani nge-klaim. Pake X kan berarti aku nge-klaim.” W2-SJb. 602-603hal. 27 “Yah gak ada, ngumpulin informasi aja lah. Tapi kalau buat simbol X, nanti aja dulu. Gitu” W2-SJb. 599-600hal. 27 SJ memilih untuk menjadi bagian dari budaya straight edge meskipun banyak budaya lain di lingkungan hardcore mis: Positive Mental Attitude, veganism, karena straight edge merupakan budaya murni dari musik hardcore. Straight edge lahir dari musik hardcore, sehingga SJ merasa hardcore tidak bisa dipisahkan dari straight edge, serta straight edge tidak bisa dipisahkan dari hardcore. Dari pernyataan di bawah, tampak SJ sedang melakukan social comparison yang merupakan salah satu faktor pembentukan identitas sosial. “Counter-culture yang betul-betul lahir atau murni lahir di hardcore punk itu ya straight edge. Kalau vegan itu, culture yang mainstream yang diserap oleh hardcore punk. Tapi straight edge ini betul-betul murni lahir dari budaya hardcore punk di Amerika.” W1-SJb. 254-258hal.12 “Aku rasa hardcore.. kau ngomongin hardcore, kau ngomongin straight edge. Kau ngomongin straight edge, kau ngomongin hardcore, itu gak bisa dipisahkan. Walaupun ada yang gak straight edge tapi dia mainin hardcore. Tapi kalau ngomongin hardcore, kau gak bisa memisahkan itu dari kultur straight edge.” W1-SJb.262-266hal.13 Sebagai bahan perbandingan sosial lain, SJ merasa bahwa straight edge mampu membedakannya dari penikmat hardcore lain. SJ menyadari bahwa masuk Universitas Sumatera Utara ke lingkungan hardcore rentan akan konsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang. SJ juga menyadari bahwa stigma negatif mengenai kelompok hardcore yang dekat dengan rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang melekat di masyarakat. Dari hal tersebut, SJ ingin menunjukkan kepada lingkungannya, bahwa ia mampu mengontrol dirinya dari rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang, meskipun ia dekat dan rentan dengan itu rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang semua. SJ ingin berbeda dengan penikmat musik hardcore yang umumnya dekat dengan rokok, alkohol, dan obat-obatan terlarang, dengan pilihannya menjadi straight edge. “Apa ya.. karena aku.. aku pengen nunjukin.. ke orang lain.. kau aku bisa main musik punk hardcore yang keras, yang dekat dengan obat-obatan, bir, alkohol, tapi kau aku nggak ngelakuin itu obat-obatan, bir, rokok semua. Semua orang bisa mengontrol dirinya sendiri, yaa walaupun kau aku dekat dengan yang merusak itu semua, gitulah.. Dan aku pun pengen beda dari yang lain.” W1-SJb.145-152 hal.8 Dengan membandingkan dengan kelompok penikmat hardcore, SJ merasa straight egde termasuk kelompok minoritas, berbeda dari kelompok yang umum yang banyak dikenal orang. Karena tidak banyak dikenal orang lain dan termasuk minoritas, SJ merasa straight edge termasuk budaya yang sangat unik di lingkungan hardcore, terutama mengenai simbol X nya. “Straight edge karena kan pada saat itu belum banyak yang kenal ataupun tahu straight edge.” W2-SJb.70-72hal.4 “Karena straight edge ini minoritas, gak banyak yang tahu.” W2-SJb. 377-378hal. 18 “Straight edge memang bukan mainstream dan gak akan pernah jadi mainstream.” W2-SJb. 537-538hal. 25-26 “Unik kan.. straight edge ini minoritas, belum banyak yang tahu.” W2-SJb. 286-288hal.14 “Belum banyak orang tahu tentang simbol X, tentang straight edge. jadi ya kesannya unik gitu..” Universitas Sumatera Utara W2-SJb.77-79hal.4 Setelah dilakukan evaluasi awal di tahap investigetion, SJ merasa dirinya mampu menjadi straight edge. SJ merasa mampu menjadi straight edge karena SJ merasa memahami kapasitas dirinya sampai dimana. SJ paham dengan resiko yang akan diambilnya jika suatu saat dia break the edge. Namun dengan mengetahui kapastitas ataupun potensi yang dimilikinya, SJ memastikan dan meyakinkan dirinya tidak akan kembali mengonsumsi rokok, alkohol, dan narkotika. Keyakinan ini lah yang mengawali SJ untuk menjadi straight edge. “Aku tau kapasitas ku sampai dimana. kayak aku bilang tadi.. Jadi aku gak suka rokok, alkohol, pokoknya itu gak enak dan aku gak akan kembali lagi kesitu rokok, alkohol. Aku bisa yakinin diriku kalau aku gak akan kembali..” W2-SJb. 452-455hal. 22 “Aku bisa yakinin diriku kalau aku gak akan kembali..dan kalau aku mampu ngejalanin ini straight edge dengan segala resiko yang mungkin aku hadapi kalau misalnya suatu saat aku exit. Tapi kan pada dasarnya.. aku yang sadar kapasitasku sampai mana, jadi aku tahu kemampuanku ada dimana. Terus kenapa aku harus ragu? Yang ada aku malah yakin.” W2-SJb. 455-462hal. 22 Keyakinan SJ akan pilihannya menjadi straight edge dan keputusannya untuk tidak akan kembali ke masa lalu, merupakan dasar terbentuknya komitmen menjadi straight edge. Dari terbentuknya komitmen ini, SJ mulai berani meng-klaim dirinya sebagai straight edge di usia 15 tahun. Menurut SJ, dengan mengklaim dirinya sebagai straight edge berarti ia telah berkomitmen dengan pilihannya. Dengan berpegangan pada komitmen ini, SJ yakin bahwa straight edge bukan hanya untuk hari ini atau esok saja, tetapi untuk sepanjang kehidupannya. Komitmen juga menjadi pegangan SJ untuk mengontrol dirinya dari konsumsi-konsumsi negatif, serta mengeingatkan nya untuk menjadi orang yang lebih baik dari hari kemarin. “Umur-umur 15 tahun aku pertama kali nge-klaim sebagai straight edge” W1-SJb.206 hal.10 Universitas Sumatera Utara “Aku.. istilahnya dengan aku ngeklaim diri sebagai straight edge, berarti aku punya komitmen untuk jadi straight edge. Jadi straight edge itu bukan untuk hari ini atau besok aja, tapi seterusnya. Nah dengan ngeklaim kan berarti aku berkomitmen. Jadi aku bisa terus mengontrol diri aku dari konsumsi hal-hal negatif. Bisa mengingatkan diriku kalau aku harus bisa lebih baik di masa depan, harus bisa lebih baik dari aku yang kemaren.” W2-SJb. 407-415hal. 20 Setelah berkomitmen dan meng-klaim diri sebagai straight edge, SJ kemudian pergi ke sebuah acara gigs dengan melekatkan identitas straight edge pada dirinya. Berpatokan dengan sejarah straight edge yang telah diketahuinya, SJ membuat simbol X di kedua punggung tangannya bukan hanya satu tangan dengan menggunakan spidol. Perilaku SJ dalam menunjukkan identitasnya dengan membuat simbol X di punggung tanganya, merupakan salah proses identification dalam pembentukan identitasnya. “Ya aku pake lah, buat tanda X di pergelangan tanganku pake spidol. Dua- dua nya aku buat.” W2-SJb. 293-296hal.14 “Aku sih, dua-dua nya aku buat. Yah balik lagi ke sejarah, semua rata-rata anak straight edge dari dulu make tanda X di kedua tangan, bukan cuma satu. Ya aku balik juga lah ke sejarahnya.” W2-SJb. 300-302hal.15 Menurut SJ, dengan menggunakan identitas straight edge, berarti ia telah menunjukkan identitasnya. Dengan menunjukkan identitasnya sebagai straight edge, SJ mengakui dirinya adalah straight edge. Selain pengakuan dari dirinya, SJ juga menginginkan pengakuan, atau ingin diakui oleh orang sekitarnya. SJ juga menggunakan identitas straight edge agar orang lain dapat mengetahui sikapnya tidak merokok, minum alkohol, dan mengonsumsi narkoba. Sehingga diharapkan dapat saling menghargai dan tumbuh toleransi antara straight edge dan non-straight edge. Universitas Sumatera Utara “Iya. Menurutku kalau dia mau make simbol X, berarti dia mau disebut sebagai straight edge. Kan berarti dia menunjukkan ke- straight edge an dia. Ingin diakui. Beda cerita lah kalo dia diem-diem aja.” W2-SJb. 390-393hal. 19 “karena waktu aku juga dalam posisi make simbol X, aku menunjukkan ke- straight edge an ku. Ku pikir semua orang cuma ingin diakui lah.” W2-SJb. 395-397hal. 19 “Straight edge ini sikap, attitude yang mengontrol diri dari perilaku yang negatif seperti rokok, alkohol, sex. Jadi supaya orang tahu sikap ku terhadap itu rokok, alkohol, sex” W2-SJb. 205-208hal.10 “Paling tidak kan ada sikap saling menghargai. Jadi kalo lagi nongkrong, aku gak usah lagi ditawarin minum atau rokok. Ya kan jadi timbul toleransi gitu lah. Aku pun walaupun mereka ngerokok di depanku juga sebenarnya gak masalah. Jadi kan intinya aku ngargain mereka, mereka ngargain aku.” W2-SJb. 216-221hal.11 “Ya itu tadi, kayak aku bilang kan. Jadi orang tahu sikapku. Jadi bisa saling menghargai dan bisa mentolerir satu dengan yang lain.” W2-SJb. 399-401hal. 19 Pengakuan dari diri sendiri dan orang lain bahwa SJ adalah straight edge, membuat self esteem nya meningkat. Ada rasa bangga saat pertama kali SJ memakai simbol X di punggung tangannya. SJ merasa bangga karena dirinya lebih diperhatikan dan menjadi pusat perhatian orang lain ketika memakai simbol X. SJ juga menilai dirinya semakin unik dan berbeda dengan anak-anak seumuran nya pada saat itu, ketika memakai simbol X. Hal ini semakin menumbuhkan rasa bangga pada diri SJ. “Yang pertama apa ya.. bangga lah, karena aku straight edge karena kan pada saat itu belum banyak yang kenal ataupun tahu straight edge.” W2-SJb.70-73hal.4 “Ya bangga. Disitu aku jadi pusat perhatian orang, dilihatin kan karena aku pake X.” W2-SJb.74-75hal.4 “Hemm, bisa dibilang gitu juga sih, karena beda makanya bangga. Unik, berbeda dengan anak-anak seumuran aku pada saat itu. Ini aku ceritanya pas masa itu ya. Kan kau tanya nya kekmana perasaanku pas masa itu..” W2-SJb.84-87hal.4-5 Universitas Sumatera Utara Saat SJ mengenakan simbol X untuk pertama kalinya saat pergi ke sebuah acara gigs, SJ dihampiri oleh straight edger lain karena menggunakan simbol X di punggung tangannya. Straight edger lain menghampiri SJ karena melihat kesamaan antara SJ dengan kelompoknya. Maka kelompok straight edge mengkategorikan SJ sebagai straight edge. Dalam hal ini, kelompok straight edge melakukan categorization terhadap SJ. Simbol X merupakan ciri utama kelompok straight edge. “Terus pake X di gigs. Walaupun aku belum ngeband, tapi pas di acara aku ketemu tuh sama straight edge-straight edge lain. Dan untungnya straight edge di Medan gak sombong. Jadi waktu itu aku pake X ditangan, terus disamperin oleh straight edger lain “Eh straight edge juga ya?”. W1-SJb.63-68 hal.4 “Haa.. abang-abang straight edge ini lah yang ‘apa’ aku “Eh straight edge juga ya?”.” W1-SJb.75-77 hal.4 SJ termasuk yang paling muda pada saat itu. Untungnya, Abang-abangan straight edge yang menghampiri SJ dinilai tidak sombong dan mau merangkul dirinya. Investigation yang sudah dilakukan SJ menghasilkan role transition dari new member menjadi full member saat dia meng-klaim dirinya sebagai straight edge dan menggunakan simbol X saat pergi ke gigs. Proses investigation yang sukses dari kelompok dalam merekrut SJ, menghasilkan role transition. SJ yang awalnya sebagai new member menjadi full member. Seiring dengan proses ini, pada awalnya kelompok juga melakukan socialization terhadap SJ yang merupakan new member. Saling mengevaluasi satu sama lain antara kelompok terhadap SJ, serta SJ terhadap kelompok, terjadi pada tahap socialization ini. Membaurnya SJ dan kelompok hardcore yang berjalan dengan sukses, menghasilkan acceptance dari kelompok. “Karena dia yang lebih tua, karena aku juga paling muda kan waktu itu SMA kelas 1 awal tuh, awal tuh baru masuk SMA terus nonton acara gigs ya. Otomatis yang aku tonton atau yang banyak disitu yang lebih tua, bisa dibilang abang-abangan lah.” Universitas Sumatera Utara W1-SJb.70-75 hal.4 “Dan untungnya straight edge di Medan gak sombong. “ W1-SJb.66 hal.4 “Jadi kayaknya ngerangkul gitu.” W1-SJb.69 hal.4 Proses sosialisasi antara SJ dan kelompok straight edge terus terjadi. Kelompok memfasilitasi informasi yang lebih dalam mengenai straight edge kepada SJ. Dalam hal ini, kelompok merupakan sumber informasi untuk membuka wawasan SJ mengenai straight edge secara lebih luas. Kelompok memberikan referensi musik, dan berbagai pemikiran, serta sudut pandang mengenai straight edge secara lebih dalam. “Ya abis ketemu itu, dia straight edger lain nanya-nanya lah dan ngasi tahu. Straight edge itu ‘begini-begini’ dan ‘ini-ini’ band-band nya. Mereka abang-abangan straight edge juga bilang kalo straight edge itu bukan ‘ini’ aja, tapi juga merangkap pemikiran positif. Ya gitu-gitu lah..” W1-SJb.75-81 hal.4 “Aku udah tahu banyak band straight edge, ya karena dikasih referensi- referensi sama temen-temen aku dan Abang-abangan yang udah straight edge duluan.” W1-SJb.139-141 hal.7 SJ merasa kelompok banyak membantunya mengumpulkan informasi lebih dalam lagi. Kelompok mempengaruhi SJ untuk memperdalam pengetahuan mengenai straight edge melalui komunikasi, sharing, dan referensi lagu-lagu, serta band. Pada saat itu, SJ merasa Abang-abang straight edge yang dikenalnya sangat membantu mengumpulkan informasi. Bang Yudha merupakan Abang-abangan yang menghampiri SJ saat pertama kali mengenakan simbol X. Melalui Bang Yudha, SJ dikenalkan dengan straight edge lain bernama Bang Yopie. Dengan dikenalkannya Bang Yopie oleh Bang Yudha, SJ merasa lebih memiliki kedekatan dengan Bang Yopie. Bang Yopie merupakan salah satu vegan straight edge di Kota Medan. Bang Yopie banyak mengajarkan dan memberi informasi mengenai straight edge serta Universitas Sumatera Utara band-band nya, terutama band millitant straight edge. Karena Bang Yopie merupakan orang yang paling banyak mengenalkan straight edge secara mendalam pada SJ, SJ menyebut Bang Yopie sebagai “tokoh penting” dalam pembentukan identitasnya. “Jadi yang nyamperin aku itu namanya sebut saja Bang Yudha. Nah bang Yudha ini lah orang yang istilahnya merangkul aku kan.. pas pertama kali make tanda X itu, yang pas aku di acara itu.” W2-SJb.48-51hal.3 “Terus dari Bang Yudha ini lah, aku dikenalin sama Bang Yopie. Sebenernya aku jadinya lebih deket ke Bang Yopie karena dikenalin bang Yudha ini. Makanya Bang Yopie sebenernya yang lebih banyak ngenalin aku tentang straight edge yang lebih dalam, karena aku lebih deketnya sama dia. Bang Yopie yang ngasih tau aku soal straight edge lebih dalam, ngenalin ban-band nya..” W2-SJb.51-59hal.3 “Itu dulu ada namanya Bang Yopie. Bang Yopi ini dulu vegan straight edge, dia ngasi referensi-referensi band.. band-band 90-an lah metalic-metalic hardcore. Yang bisa dibilang band-band ‘militant straight edge’. Karena bang Yopie pun vegan, jadi otomatis dia ngasi tau aku band-band ‘militant straight edge’ gitu.” W1-SJb.122-128 hal.6-7 “Iya gitu Bang Yopie merupakan tokoh penting menurut aku. Ya karena banyak yang diajarkannya, yang dikenalkannya ke aku.” W2-SJb.66-67hal.4 Seiring berjalan nya waktu dengan semakin dalamnya SJ mengenal straight edge, SJ mengenakan simbol X di punggung tangannya secara berlebihan. SJ bahkan pernah mengenakannya di sekolah. Hal itu dilakukan SJ agar mendapatkan perhatian orang lain. “Hahahaha kalau dulu jangan tanya lah, pas-pas aku baru nge-klaim diri aku straight edge.“Marok” berlebihan kali lah istilahnya. Dulu pun sempet aku pake ke sekolah hahahaha.” W2-SJb.122-125hal.6 “Ya namanya kalo dulu ya masih “marok-marok” nya lah ya kan, biar diperhatiin orang, atau gimana.. hahahhaa.” W2-SJb.127-128hal.7 Universitas Sumatera Utara Karena diperhatikan orang lain, beberapa dari teman nya menanyakan arti simbol tersebut kepada SJ. SJ pun menjelaskan bahwa simbol X yang dikenakannya merupakan simbol idnetitas straight edge. Rasa ingin tahu dari lingkungan, menumbuhkan rasa bangga yang berlebihan dan senang pada SJ. Namun jika mengingat-ingat peristiwa itu sekarang, SJ merasa berlebihan dan malu. “Ya nanyain lah. “Eh ‘itu’ X apa?”. Terus aku jelasin lah, ini straight edge. straight edge itu “gini..gini..” W2-SJb.138-139hal.7 “Perasaanku, yang pertama sih bangga lah ya. Seneng juga. Eh.. tapi kalau dipikir-pikir sekarang ya.. “marok” juga. Hahaha” W2-SJb.141-143hal.7 “Hahaha mungkin lah ada rasa bangga. Tapi bangga yang berlebihan kalau menurut aku. Hahaha malu juga kalau diingat-ingat.” W2-SJb.133-134hal.7 Seiring berjalannya waktu selama SJ menjadi straight edge, SJ merasa kehidupannya cukup monoton. SJ yang sehari-hari nya sekolah dari senin sampai sabtu, dan pergi berkumpul dengan teman-temannya, mulai merasakan ketidak puasan karena bosan. SJ ingin memiliki kegiatan lain yang berbeda dengan anak- anak se-usia nya pada saat itu. “Kayaknya.. kayak.. apa ya.. aku gak kek.. Aku laki-laki, aku gak pengen kek.. apa ya bilangnya.. Kayak kawan-kawan aku yang ngabisin waktunya Cuma buat sekolah, pulang, terus nongkrong, pulang lagi. Ya aku bosen ngelakuin itu, aku kepengen ada hal yang lain..” W1-SJb.156-160 hal.8 “Aku gak pengen sekolah dari senin sampe sabtu Cuma gitu-gitu aja, aku pingin ada yang berbeda lah dari hidup aku, gitu..” W1-SJb.165-167 hal.8 SJ yang menginginkan kehidupan yang berbeda. SJ ingin melakukan kegiatan yang dapat menyampaikan emosi yang tertahan dalam dirinya. SJ akhirnya memiliki niat untuk membentuk sebuah band hardcore. Menurut SJ, musik Universitas Sumatera Utara hardcore punk penuh dengan kebebasan yang tidak akan membatasi dirinya untuk berekspresi. “Aku pingin ada dunia lain yang.. apa ya.. pingin menyampaikan emosi aku lah, kayak ngeband di hardcore punk yang penuh dengan kebebasan, menyampaikan yang kita ingin sampaikan, yah aku ingin kek gitu.” W1-SJb.161-165 hal.8 Dengan niat membuat band, SJ akhirnya untuk mengajak salah satu teman nya, MF subjek 2 untuk membuat sebuah band. Bagai gayung bersambut, MF menerima tawaran SJ. Akhirnya mereka berdua mulai mengumpulkan personil- personil lain yang tidak jauh dari pergaulan mereka. Tak disangka, personil yang mereka kumpulkan ternyata sama-sama straight edge. Akhirnya Hero bisa terbentuk karena semua anggotanya adalah straight edge. Karena kesamaan visi misi tiap anggota nya lah maka Hero terbentuk. Menyatukan pemikiran untuk menyebar luaskan straight edge ke khalayak yang lebih luas. “Hero pun terbentuk karena semuanya straight edge. Karena sama-sama satu misi makanya kita bisa buat Hero, begitu.” W1-SJb.473-475hal.22 Hero menunjukkan identitasnya sebagai band straight edge dengan mengenakan simbol X di punggung tangan setiap anggotanya pada saat akan perform. Dengan niat untuk mengenakan simbol X di punggung tangan, member Hero sengaja membawa spidol dari rumah. Namun terkadang, selayaknya manusia, perilaku lupa sering terjadi. “Ya niat buat nunjukin identitas sambil mengangguk tersenyum” W2-SJb.158hal.8 “Iya bawa spidol. Tapi kan namanya manusia, kadang juga bisa lupa. Jadi kadang kan perwakilannya aja lah, misalnya aku yang bawa, terus aku coret pergelangan tanganku. W2-SJb.160-163hal.8 Universitas Sumatera Utara Jika kelupaan terjadi, perilaku saling-pinjam spidol akan muncul. Anggota lain akan terpengaruh ketika ada teman nya yang sesama straight edge sedang membuat simbol X. Jika salah satu dari anggota Hero melihat anggota lain nya sedang membuat simbol X di punggung tangan, anggota tersebut secara sukarela turut membuat simbol X di tangannya tanpa diminta. Hal ini merupakan bentuk ke- kohesivan yang terjadi di kelompok straight edge, yang menghasilkan perilaku conformity. Jika ada salah satu dari anggota Hero yang tidak membuat simbol X di punggung tangannya, misalnya karena alasan tidak sempat, SJ tidak mempermasalahkan hal itu, karena sudah sama-sama mengenal anggota nya sebagai straight edge. Menurut SJ, bukan simbol X lah yang menentukan seberapa besar sikap mereka sebagai straight edge. Straight edge lebih dari sekedar coretan tinta More Than Ink. “Jadi kadang kan perwakilannya aja lah, misalnya aku yang bawa, terus aku coret pergelangan tanganku. Terus nanti kawanku yang ‘ini’ satu band lihat terus bilang “Eh pinjem lah spidolnya..” Ya gitu lah.” W2-SJb.163-165hal.8 “Enggak diingetin. Jadi kan kalau mau, pake aja. Bukan jadi keharusan karena kami band straight edge, jadi Aku bilang ke temanku “Kau buatlah lambang X di tangan mu” gitu. Kadang kan ada juga gitu yang gak mau buat karena gak sempat atau gimana. Ya terserah kita dia. Jadi kayak istilah “More Than Ink”, jadi sebenernya straight edge ini lebih dari coretan di tangan itu. Lebih dari sekedar “tinta” – “More Than Ink”.” W2-SJb.168-175hal.8 “Iya enggak saling diingatkan. Kan udah sama-sama tahu.” W2-SJb. 180hal. 9 Selain bertujuan untuk menunjukkan identitas mereka sebagai band straight edge, Martyr mengenakan simbol X di punggung tangan nya agar bisa menginspirasi orang lain untuk mau menjadi straight edge. Dengan kata lain, berdasarkan pengalaman SJ yang telah dialami sebelumnya, SJ menilai bahwa simbol X merupakan awal rasa penasaran yang akan mempengaruhi sikap seseorang. Dengan Universitas Sumatera Utara simbol X, SJ berharap dapat mengajak orang lain untuk menjadi straight edge secara tidak langsung. “Sebenernya kalau ditanya soal tujuan.. selain menunjukkan kalau kami ini band straight edge. Kami juga.. istilahnya.. kayak aku dulu. Kalau enggak gara-gara vokalis band Empat Belas make tanda X di tangannya, aku gak bakal penasaran, aku gak bakal pengen tahu soal tanda X straight edge, aku pada akhirnya juga gak bakal bisa jadi straight edge seperti sekarang. Nah aku mau dengan aku pake simbol X waktu manggung, aku bisa bikin anak-anak lain penasaran seperti yang aku alami dulu.” W2-SJb. 184-193hal. 9 “Ya.. dengan kata lain, aku kami juga mau menginspirasi orang lain, anak- anak lain untuk menjadi straight edge tapi secara tidak langsung ya.” W2-SJb. 195-197hal.10 SJ tidak pernah secara langsung mengajak orang lain untuk bergabung dengan straight edge. Menurut SJ dengan mengajak orang lain secara langsung untuk bergabung dengan straight edge, berarti SJ telah menghakimi bahwa apa yang dilakukan orang lain adalah salah, dan apa yang dilakukannya merupakan hal yang benar. Straight edge tidak mengajarkan untuk merasa lebih baik dari orang lain, tetapi untuk menjadi lebih baik masa lalu. Maka dengan menampilkan simbol X di setiap penampilannya bersama Martyr, SJ merasa cara ini dinilai lebih halus, lebih menginspirasi, dan menghormati pilihan orang lain. “Enggak lah.. aku.. aku apa ya.. aku gak boleh kayak gitu, secara gak langsung aku kan artinya menghakimi kalau yang dia lakukan itu salah, dan yang aku lakukan ini benar. Straight edge ini bukan menunjukkan kau aku lebih baik dari orang lain, tapi kau aku lebih baik dari kau aku yang dulu. Jadi yah.. aku harus menghormati pilihan orang lain lah, terlepas dia straight edge atau enggak.” W2-SJb. 234-241hal.12 Berbeda dengan pengalaman nya yang terdahulu dalam mengenakan simbol X secara berlebihan, sekarang SJ hanya mengenakan identitas simbol X pada saat akan perform saja. Evaluasi nya terhadap masa lalu yang merasa dirinya berlebihan, membuat SJ mengenakan identitas straight edge secukupnya. SJ mengenakan simbol Universitas Sumatera Utara X di punggung tangan nya hanya pada saat berada di gigs, atau sedang melakukan perform dengan band nya. “Sekarang kalo buat tanda X di tangan pas aku main dengan band ku aja di gigs. Kalo sehari-hari sih enggak. W2-SJb.116-118hal.6 “Kalau aku kan, make aksesorisnya straight edge hampir setiap hari. Beda dengan simbol X yang aku pakai sekali-kali aja kalau lagi di gigs atau lagi manggung.” W2-SJb. 258-261hal.13 Untuk sehari-hari, SJ menunjukkan identitasnya sebagai straight edge melalui aksesoris-aksesoris berbau straight edge. SJ sehari-harinya menggunakan baju, jam, ataupun aksesoris lain yang mengandung unsur straight edge. SJ mengenakan akesoris dan outfit straight edge hampir setipa hari pada saat berkumpul dengan teman-teman nya, atau pergi ke kampus. “Kalau aku kan, make aksesorisnya straight edge hampir setiap hari” W2-SJb. 258hal.13 “Tapi kalau sehari-hari aku lebih menunjukkan kalo aku itu straight edge sih lewat baju lah gitu ya kan.. aksesoris. Gitu lah sekarang..” W2-SJb.118-120hal.6 “Ya aku pasti memakai simbol-simbol, aksesoris yang berbau straight edge. Baju sambil melirik simbol X di dada sebelah kiri kaos yang dikenakannya, aku pake jam.. tapi sekarang lagi gak pake jam memang, gitulah pake simbol- simbol” W1-SJb.199-203 hal.10 “Yah kalau baju, aku pake pas ke kampus, nongkrong, gitu lah.” W2-SJb. 272-273hal.13 Meskipun hanya mengenakan aksesoris dari simbol straight edge, SJ tetap merasakan rasa bangga in-group favoritsm. Dengan memakai simbol-simbol straight edge, SJ merasa telah mengakui dan menghargai pilihannya sebagai straight edge. Bagi SJ, perilaku nya menunjukkan identitas straight edge bukan lah bentuk pamer. Dari hasil identification sebelumnya saat menggunakan simbol X di Universitas Sumatera Utara punggung tangan nya, self esteem SJ sebagai straight edge meningkat meski hanya menggunakan simbol straight edge di aksesorisnya. “Perlu lah, tapi bukan pamer ya. Karena ada suatu kebanggan. “ W1-SJb.194-195 hal.10 “Hem..gimana ya.. tetep lah ngerasa bangga. Dengan aku memakai berarti aku menghargai dan mengakui pilihan aku kan. Jadi aku bangga dengan pilihanku yang aku jalanin.” W2-SJb. 255-258hal.13 Berbeda dari pengalaman saat menggunakan simbol X secara berlebihan, simbol dari unsur straight edge yang hanya dikenakan melalui aksesoris sehari-hari, tidak menjadi perhatian karena tidak terlalu mencolok. Hanya ada beberapa orang rekan nya yang menanyakan simbol X di aksesoris yang dikenakan SJ. Karena orang sekelilingnya tidak mengenal straight edge yang termasuk minoritas, simbol X yang hanya dikenakan pada baju dan aksesoris yang terkesan biasa, membuat orang sekelilingnya kurang peduli dengan apa yang dia kenakan. Membuat simbol X di punggung tangan sangatlah mencolok, sehingga membuat SJ merasa aneh jika menggunakan simbol X di punggung tangannya pada saat ke kampus. “Kalau aksesoris sih enggak ya. Kayak baju, jam.. aku gak terlalu menonjol kalo gitu. Kan kesannya kayak outfit sehari-hari.” W2-SJb. 268-270hal.13 “Hem.. beberapa sih ada. Tapi beberapa sih ya, tapi kebanyakan sih enggak. Soalnya kan kebanyakan mereka gak ngerti jadi mungkin kurang peduli juga. Lagian Cuma baju gitu kok. Nah beda cerita kalau aku pake tanda X di kampus hahaha.” W2-SJb. 276-280hal.14 “Ya pasti aneh lah karena kek aku bilang tadi. Unik kan, straight edge ini minoritas, belum banyak yang tahu. Tapi ya aku gak pake juga ke kampus. Hahahaha” W2-SJb. 282-284hal.14 Universitas Sumatera Utara Sekarang SJ merasa tidak perlu berlebihan dalam mengenakan simbol X, sebab SJ merasa X straight edge sudah tersilang di dalam hati nya. SJ merasa bahwa X straight edge lebih dari sekedar tinta hitam yang dicoretkan di punggung tangan. Komitmen mengenai straight edge tidak bisa dibuktikan hanya dengan membuat simbol X di punggung tangan. Hal ini merupakan bukti meningkatnya commitment SJ terhadap straight edge. “Gak perlu aku pake X itu, karena X nya udah ada di dalam hati, udah dalam hidup aku gitu.” W2-SJb.129-131hal.7 “Jadi kayak istilah “More Than Ink”, jadi sebenernya straight edge ini lebih dari coretan di tangan itu. Lebih dari sekedar “tinta” – “More Than Ink”. Seharusnya X straight edge ini udah di dalam hati, di kehidupan masing- masing. Bukan bikin X lah yang menentukan seberapa besar komitmen kita terhadap straight edge ini.” W2-SJb. 172-177hal. 9 Berbeda saat pertama kali mengenakan simbol X yang berlebihan dan tak berarti, motivasi SJ sekarang dalam mengenakan simbol X adalah untuk dapat menginspirasi orang lain agar menjadi positif dengan menjadi straight edge. “Hemm.. kalau dulu.. ya kayak aku bilang tadi, kalau dulu istilahnya kan masih “marok” jadi mungkin beda lah sama tujuan nya sama sekarang. Kalau sekarang sih kepingin menginspirasi orang lain untuk jadi “positif” dengan jadi straight edge.” W2-SJb. 226-231hal.11 “Kalau dulu kan Cuma sekedar nunjukin aja lah istilahnya. Sekarang niat nya lebih baik, supaya menginspirasi hahahaha.” W2-SJb. 244-246hal.12 Simbol X adalah straight edge. Simbol X merupakan ciri utama identitas kelompok straight edge. Dalam hal ini, SJ meng-categorization simbol-simbol X di yang ditemuinya di scene hardcore sebagai anggota kelompok straight edge. SJ merasa bahwa jika seseorang mengenakan simbol X, berarti dia adalah straight Universitas Sumatera Utara edge. Ke-minoritasan straight edge di lingkungan hardcore membuat SJ yakin bahwa orang yang mengenakan simbol X memahami apa yang ia kenakan. “Ya.. karena.. X adalah straight edge. Kalau kita melihat lagi sejarahnya yang tanda X digunakan di pub supaya anak di bawah umur gak beli minum, ini kan udah beda ceritanya.” W2-SJb. 364-367hal. 18 “Tapi beda cerita kalo aku lihat tanda X nya itu di scene hardcore, kalo aku lihat itu di scene hardcore, aku bilang pasti yang make tanda X itu adalah straight edge.” W2-SJb. 371-374hal. 18 “Karena straight edge ini minoritas, gak banyak yang tahu. Jadi menurutku, kalau dia pake simbol X di tangannya pada scene hardcore, berarti kan dia paham apa yang dia kenakan. Karena dia ada di scene hardcore. Straight edge lahirnya dari hardcore. Ya menurutku gitu..” W2-SJb. 377-382hal. 18 “Ya selain itu, dari apa yang dipakainya lah. Kan gak mungkin orang-orang yang pada ngerti, gak mungkin dia pakai baju yang betul-betul menyimbolkan straight edge, kayak tanda X nya gitu.” W1-SJb.671-674hal.31 Dari simbol X lah SJ mampu membedakan antara in-group dan out-group.Jika SJ melihat seseorang ataupun band menggunakan simbol X, SJ menganggap bahwa orang tersebut adalah straight edge. Sekalipun poserfollower yang menggunakan simbol X tersebut, SJ tetap menganggap orang tersebut adalah straight edge sejak kesan pertama. “Tapi kalau misalnya dia satu band, ada personilnya yang pake simbol- simbol atau aksesoris yang ngelambangin straight edge, ya pasti aku bisa tanda “Oh ini band straight edge, oh ini personilnya straight edge” gitu..” W1-SJb.287-291hal.14 “Kalau dia gak make aksesoris atau simbol-simbol yang lambangnya straight edge, aku gak tahu.” W1-SJb.283-285hal.14 “Iya, he’eh X membedakan straight edge dan non-straight edge. Walaupun ada yang ‘terong-terongan’ hahahah” W1-SJb.327-328hal.16 Universitas Sumatera Utara Dari evaluasi dirinya saat mengenakan simbol X untuk diakui, SJ merasa bahwa dengan mengenakan simbol X, berarti seseorang ingin diakui sebagai straight edge. Dari evaluasi tersebut, maka SJ menganggap semua orang yang mengenakan simbol X di scene hardcore adalah straight edge. Terlepas apakah seseorang yang mengenakan simbol X tersebut benar-benar straight edge atau tidak, SJ merasa hal itu tidak perlu dicampurinya. “Iya. Menurutku kalau dia mau make simbol X, berarti dia mau disebut sebagai straight edge. Kan berarti dia menunjukkan ke- straight edge an dia. Beda cerita lah kalo dia diem-diem aja.” W2-SJb. 390-393hal. 19 “Kan gak mungkin orang-orang yang pada ngerti, gak mungkin dia pakai baju yang betul-betul menyimbolkan straight edge, kayak tanda X nya gitu.” W1-SJb.671-674hal.31 “Terlepas dia make simbol X di tangannya, terus dia merokok, itu gak urusan aku. Tapi kalo ngelihat di awal dia pake simbol X, bagi aku dia straight edge.” W2-SJb. 384-386hal. 18-19 SJ hanya menganggap simbol X sebagai straight edge di lingkungan hardcore saja. Jika di luar lingkungan hardcore, SJ tidak mengkategorikan simbol X sebagai simbol straight edge. Dalam skala lingkungan yang lebih besar, SJ menyadari bahwa simbol X digunakan oleh berbagai pihak, misalnya XXX sebagai simbol film porno. Dari pengamatan tersebut, maka SJ hanya mengakategorisasikan X sebagai straight edge di lingkungan hardcore saja. “Kalau di Indonesia, gak semua aku lihat tanda X adalah straight edge. Kayak kau tahu sendiri ada istilah “XXX” untuk tanda film bokep porno, jadi gak semua tanda X itu artinya straight edge.” W2-SJb. 367-371hal. 18 Universitas Sumatera Utara Di scene hardcore sendiri, selain dengan simbol X, SJ juga membedakan antara straight edge dan non-stright edge dari konsumsi yang tampak. Biasanya SJ men-streotype kan non-straight edge dari konsumsi rokok. “Yah dari apa yang dikonsumsinya. Kalau dia ngerokok..” W1-SJb. 331-332hal.16 “Ya dia non-straight edge ngerokok pasti. ” W1-SJb.703hal.33 Dalam menilai seseorang apakah merupakan straight edge atau non-straight edge, SJ merasa perlu melakukan komunikasi. SJ tidak bisa langsung menyimpulkan seseorang adalah straight edge, hanya karena orang tersebut tidak merokok. SJ berpendapat untuk tidak menilai orang lain hanya dengan apa yang tampak karena mengenal beberapa streotype dari out-group yang tidak merokok, tapi tidak mengaku sebagai straight edge. Maka dalam hal ini, komunikasi juga perlu. Karena menurut SJ tidak semua orang yang tidak merokok adalah straight edge. Tergantung apakah seseorang mau meng-klaim dirinya sebagai straight edge atau tidak. “Biasanya nih kan, ada dia ni yang gak ngerokok, dia main hardcore tapi dia gak ngerokok, gak minum, terus aku tanya “Kau straight edge ya?” dia jawab “Oh enggak, aku gak straight edge, aku Cuma gak minum. Jadi dia Cuma sebatas gak minum, gak ‘ini’, tapi dia bukan straight edge. Jadi belum tentu gak merokok adalah straight edge.” W1-SJb.332-337hal.16 “Kalau kita lihat dengan mata telanjang, kita gak bisa. Kita harus mengerti orang itu yang memakai baju. Don’t judge a book by its cover.” W1-SJb.694-696hal.32-33 “Tapi kalau aku misalnya nongkrong sama orang itu atau cerita-cerita, mungkin aku bisa tahu kalau dia straight edge.” W1-SJb.285-287hal.14 Sekalipun menganggap straight edge merupakan pergerakan yang positif, SJ menyatakan bahwa straight edge bukanlah acuan untuk menilai baik-buruknya Universitas Sumatera Utara seseorang. Belum tentu straight edger juga memiliki sifat yang baik di lingkungan, dan belum tentu juga non-straight edger sudah pasti memiliki sifat yang buruk. SJ menilai bahwa setiap orang memiliki sifat masing-masing di lingkungan, maka straight edge bukanlah acuan menilai baik-buruknya seseorang. Namun kohesivitas yang dimiliki sesama straight edger membuat SJ tetap membela teman nya sesama straight edge jika melakukan kesalahan. “Straight edge maupun non-straight edge itu bukan acuan kita menilai orang buruk atau enggak. Temen-temenku banyak juga yang gak straight edge, tapi mereka baik-baik kok. Jadi itu balik ke orangnya masing-masing bagaimana menilainya.” W1-SJb.346-348hal.17 “Ya setiap orang punya sifat masing-masing. Jadi baik-buruknya seseorang, ke-straight edge-an nya itu bukan acuan. Kan jadi ada bawaan sifat asli dia.” W1-SJb.517-519hal.24 “Ya setiap orang punya sifat masing-masing. Jadi baik-buruknya seseorang, ke-straight edge-an nya itu bukan acuan. Kan jadi ada bawaan sifat asli dia. Kalau memang yang dibilangnya orang yang menjelekkan salah, ya ku bela lah si straight edge ini. Tapi kalau yang dibilangnya orang yang menjelekkan benar, ya aku Cuma bisa bilang sesuatu yang membenarkan aja. Tanpa ada unsur-unsur penambahan atau menjelekkan si straight edge ini. Ya aku paling Cuma “Udahlah ngapain gitu kali, kan kawan-kawan juga..” gitu. Tapi sebenernya baik-buruk aku bela juga sih. Soalnya kan namanya temen, baik-buruk pasti dibela lah.Gitu sih.” W1-SJb.517-528hal.24 Selama menjadi straight edge selama 8 tahun lebih, SJ merasakan banyak keuntungan yang telah diperolehnya. Dalam proses evaluation ini, SJ merasakan banyak dampak positif untuk dirinya. SJ merasa lebih baik dan berbeda dari dirinya yang dulu. SJ merasa sejak menjadi straight edge, ia lebih mampu mengontrol diri agar tidak terjerumus kembali ke dalam hal-hal negatif. “Aku ngerasa berbeda. Aku ngerasa lebih kayak.. bisa ngontrol diri, bisa.. yah positifnya aku bisa ngontrol diri.” W1-SJb.169-171 hal.8-9 “Iya. Lebih baik karena lebih mengontrol diri. Yang orang pikir aku dekat dengan itu rokok, alkohol semua karena aku main hardcore, padahal aku bisa ngontrol diri aku supaya gak ikut terjerumus.” Universitas Sumatera Utara W2-SJb. 508-511hal. 24 “Ya mungkin aku bisa nahan diri dari apa yang aku lakuin. Bisa nahan nafsu, Apalagi waktu berbuka puasa hahhaa.” W1-SJb.465-467hal.22 SJ merasa mampu mengontrol diri dari perilaku negatif karena dirinya telah memiliki komitmen penuh pada straight edge. SJ telah menganggap straight edge adalah pegangan untuk berperilaku. Pegangan ini lah yang merupakan acuan SJ dalam mengontrol diri agar tidak kembali ‘jatuh’ ke lubang yang sama. Evaluasi tidak menyenangkan dari konsumsi rokok, alkohol, dan narkoba yang terdahulu juga menambah keyakinan SJ untuk tidak kembali ke dirinya yang dulu. “Membuat kayak.. aku punya pegangan. Kayak aku kepengen berbuat sesuatu yang negatif kayak ngerokok, nge-drugs, aku punya pegangan kalau aku itu straight edge. Aku udah pernah ngejalanin itu semua, aku tahu gak enaknya gimana, jadi yaudahlah ngapain lagi sih.” W1-SJb.173-176-178 hal.9 “Ya.. jadi.. alasan untuk tetap mengontrol diri. Jadi kayak.. aku punya alasan untuk tidak merokok, tidak nge drugs..” W2-SJb. 430-432hal. 21 “Iya, supaya aku gak terjerumus lagi ke ‘lubang’ yang sama. Aku udah pernah ngerasain rokok, alkohol, drugs, gak enak semuanya. Aku berhenti, dan aku gak mau lagi kembali ke sesuatu yang “gak enak” tadi. Makanya aku harus tetap mengontrol diri.” W2-SJb. 437-439hal. 21 “Enggak lah, yang dulu gak enak. Minum, ngerokok, apa enaknya sama aku. Jadi aku lebih baik jadi diri aku yang sekarang.” W2-SJb. 504-506hal. 24 Dengan banyaknya perubahan diri yang dialaminya setelah menjadi straight edge, SJ kembali mengevaluasi masa lalunya. SJ merasa bahwa jika tidak menjadi straight edge, dia tidak akan bisa menjadi dirinya yang sekarang. Jika tidak menjadi straight edge, SJ berfikir bahwa dirinya mungkin saja menjadi alkoholik, junkies, dan menjalankan perilaku lain yang dapat merusak diri. SJ merasa bahwa straight Universitas Sumatera Utara edge telah menyelamatkan hidupnya. Perasaan dan evaluasi yang melibatkan emosi ini merupakan salah satu proses pembentukan identitas sosial, yaitu identification. “Mungkin kalau aku gak straight edge, mungkin kalau aku gak main hardcore punk, mungkin aku entah dimana sekarang. Gak bisa ketemu kawan-kawan aku yang sekarang. Dan aku mungkin gak bisa.. apa ya.. mungkin aku bisa jadi alkoholik, atau jadi junkies, atu jadi party harder tiap malam, gitu lah mungkin hal-hal yang ngerusak diri aku.” W1-SJb.178-185hal.9 “Jadi itulah mungkin hardcore straight edge.. hardcore punk straight edge menyelamatkan hidup aku” W1-SJb.185-187 hal.10 Selain evaluasi untuk diri sendiri, lingkungan juga memberikan evaluasi positif. Keuntungan yang paling menonjol menurut SJ ialah memiliki jaringan yang lebih luas karena punya banyak teman. Semakin lama SJ menjadi straight edge, semakin banyak pula teman yang ia miliki. SJ bisa berkenalan dengan berbagai band dan straight edger- straight edger lain baik dari Medan, luar Medan, bahkan sampai ke mancanegara. “Senangnya.. yang paling senang sih karena punya banyak kawan sih ya. Aku bisa kenal sama anak-anak hardcore dan straight edge dari kota lain, ada yang dari luar Medan, Jakarta, Bandung, bahkan Malaysia. Aku juga bisa main di Australia, banyak ketemu sama straight edge-straight edge lain di luar sana.” W2-SJb. 515-520hal. 24-25 “Tambah temen pasti, kayak dulu kenal-kenal straight edger dari luar kota, kenal kawan-kawan dari Jakarta band Braveheart. Karena aku straight edge, kalo aku gak straight edge mungkin.. gak bakal kenal si AB sampel preliminary research, si MF subjek 2” W1-SJb.467-472hal.22 “Dan juga aku bisa nambah-nambah kawan.” W1-SJb.178hal.9 “Bisa nambah-nambah kawan juga.” W1-SJb.544hal.25-26 Sukanya ya tambah kawan lah” W1-SJb.577hal.27 Universitas Sumatera Utara Bisa punya band straight edge juga merupakan evaluasi positif yang dirasakan SJ setelah menjadi straight edge. SJ merasa semakin berkembang setelah menjadi straight edge dan memiliki band straight edge. Hero yang awalnya terbentuk karena kesamaan visi dan misi setiap anggota nya terhadap sraight edge bahkan bisa menjadi band yang semakin besar dan pernah berkesempatan untuk tampil di mancanegara. “Hero pun terbentuk karena semuanya straight edge. Karena sama-sama satu misi makanya kita bisa buat Hero, begitu.” W1-SJb.473-475hal.22 “Aku juga bisa main di luar negeri, banyak ketemu sama straight edge- straight edge lain di luar sana. Semua ini karena aku jadi straight edge. Jadi aku ngerasa diriku ini berkembang. Itu sih yang paling bikin senang.” W2-SJb. 519-523hal. 25 Dengan menjadi seorang straight edger yang memiliki identitas yang cukup dikenal di Kota Medan, SJ juga bahkan telah disponsori oleh salah satu clothing line milik teman nya. “Disponsori endorse, dikenal..” W1-SJb.577-578hal.27 “Iya, gara-gara aku straight edge, jadi disponsori endorse, dapat kaos gratis dari clothing line temen aku.” W1-SJb.580-583hal.27 Straight edge yang lebih positif dari kelompok hardcore juga membuat SJ banyak mendapatkan sanjungan dari orang lain. SJ merasa senang setiap menerima sanjungan dari orang lain. SJ juga dapat merubah stereotype hardcore yang diidentikkan dengan perilaku mabuk-mabukan. Kontrol diri SJ membuat dirinya bangga. “Hemm, apa ya.. Rasa seneng lah, bisa jadi straight edge” W1-SJb.543-544hal.25 “Senang karena berarti kan orang lain menghargai aku. Bangga nya juga sejalan. Di saat orang lain pikir aku ini perokok atau peminum karena aku Universitas Sumatera Utara main hardcore, aku bisa buktiin ke mereka kalau aku gak seperti itu meskipun aku dekat dengan itu. Kontrol diri juga sih yang buat aku bangga.” W2-SJb. 564-569hal. 27 “Aah.. kadang ada, kadang enggak juga “Eh SJ, kau main musik-musik gini, kau pasti mabok-mabokan” – “Mana pulak, aku bahkan gak ngerokok” – “Wahh hebat kau ya..” – “Ya biasa aja sih, kau pun juga bisa kalau kau mau.” – “Kau kenapa gitu?” – Yah, abistu aku jelasin, aku ini straight edge. Straight edge itu begini, begini.. Gitu..” W1-SJb.607-613hal.28-29 Selain mendapatkan manfaat dan keuntungan selama menjadi straight edge, SJ juga terkadang mendapatkan hal-hal yang tidak menyenangkan selama menjadi straight edge. SJ merasa sering diremehkan oleh wanita karena perilaku nya yang tidak merokok dan minum alkohol. Menurut SJ, beberapa wanita menganggapnya ”kurang jantan”. Hal tersebut sempat membuat SJ merasa kesal, dan merasa bahwa sesungguhnya bahwa straight edge pun lebih menarik daripada harus menjadi bad boy. SJ merasa menjadi dirinya sendiri dengan menjadi straight edge. “Banyak juga sih, gara-gara cewek. Katanya enggak bad boy “Ih masa gak minum, gak bad boy”. Ya aku selo aja lah, kek betul aja, aku straight edge kok. Aku lebih keren daripada bad boy. Aku pengen jadi diri aku sendiri, ya kenapa aku harus jadi bad boy.” W1-SJb.570-574.hal.27 Pengalaman nya yang dianggap wanita “kurang jantan” membuat SJ kembali mengevaluasi bahwa sesungguhnya diirnya bisa lebih “nakal” daripada “bad boy”. SJ menganggap bahwa menjadi bad boy sudahlah mainstream, sudah banyak dilakukan orang. Sedangkan dengan menjadi straight edge, tidak banyak orang yang bisa melakukannya, sehingga SJ merasa menjadi straight edge adalah sebuah kelebihan. “Aku bahkan memilih untuk tidak bad boy. Malah aku lebih bad boy dari si bad boy itu Karena bad boy itu sudah mainstream, straight edge yang enggak mainstream. Dimana-mana semua cowok udah bad boy.” Universitas Sumatera Utara W1-SJb.589-593hal.28 Pengalaman tersebut membuat SJ semakin ingin membuktikan komitmen nya sebagai straight edge. Dengan semakin banyak nya orang yang menganggap bahwa straight edge “tidak keren”, semakin SJ membuktikan komitmen nya. SJ merasa bisa menjadi dirinya sendiri dengan menjadi straight edge. Keunikan straight edge yang tidak mainstream tampaknya merupakan sebuah kelebihan bagi SJ yang membedakannya dengan orang lain yang sudah biasa. “Enggak. Makanya malah buat aku semakin straight edge. Karena masih banyak orang yang menganggap straight edge itu gak keren. Nah, aku gak keren. Aku pengen gak keren. Karena aku jadi straight edge bukan buat keren-kerenan. Aku jadi diri aku sendiri, begitu. Thats the point, man.” W1-SJb.596-603hal.28 Dari rasa cinta nya pada straight edge, SJ akan membela diri jika ada yang menjelek-jelekkan straight edge. SJ akan kembali men-judge orang yang menjelekkan atau menghina straight edge. Terlebih jika orang yang mencemooh berasal dari scene hardcore yang merupakan budaya kelahiran straight edge, SJ bahkan akan beradu argumen untuk membuktikan bahwa straight edge tidak bisa dipisahkan dari hardcore karena merupakan satu kesatuan. Hal itu dilakukan SJ untuk membuktikan bahwa yang dilakukan orang yang menghina tersebut adalah salah. “Kek betul aja, aku straight edge kok.” W1-SJb.572hal.27 “Ya aku bakal.. pasti ya pertama kali sebagai manusia, yang pasti bakal kayak.. “ngapain sih ngejek-ngejek, macam betul aja”. Kalau dia di scene hardcore, atau main hardcore, aku bakalan adu argumen sama dia “Kenapa coba ngejek-ngejek straight edge, kau aja mainin hardcore. Kau gak bisa misahin hardcore dengan straight edge, dan straight edge dengan hardcore. Toh ini straight edge adalah budaya murni yang lahir dari budaya hardcore juga.” W1-SJb.503-511hal.24 Universitas Sumatera Utara Salah satu pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut terkadang membuat SJ menjadi resah dan galau. Cara SJ mengatasi perasaan gundah nya adalah dengan mendengarkan lagu. SJ mengaku, dengan mendengarkan musik dari band straight edge, dan membaca liriknya, membuat SJ kembali bangkit dan bersemangat. SJ juga menonton video-video band straight edge untuk membangkitkan lagi semangatnya untuk menjadi straight edge. Dengan melakukan kegiatan tersebut, SJ merasa semangat nya kembali muncul. SJ merasa tidak sendirian dalam menjalani kehidupan sebagai straight edge, karena band-band straight edge menjadi panutan baginya. “Ketika disitu aku juga lagi.. lagi.. lagi banyak masalah, atau lagi galau, terus aku denger-dengerin atau baca lirik band straight edge, aku jadi semangat lagi. Terus juga liatin video-video mereka band straight edge, entah kenapa aku jadi semangat lagi. Kayaknya, aku gak sendiri ngejalanin ini straight edge semua, ada mereka band straight edge kok yang jadi panutan aku.” W1-SJb.390-397hal.18-19 Straight edge sebagai sebuah kelompok yang tidak formal juga memiliki pola komunikasi yang kekeluargaan dan saling mendukung. Sesama staright edge saling mengingatkan untuk mempertahankan komitmen maintance dan tidak exit break the edge. Namun lingkungan kelompok straight edge yang tidak formal juga membuat komunikasi dalam mengingatkan dan mendukung yang tidak resmi pula. SJ sendiri menggunakan media lagu dan lirik dalam mengingatkan dan mendukung teman-teman straight edge nya. SJ hanya menggunakan bahasa yang sederhana dan metode yang casual dalam mendukung dan mengingatkan teman-teman nya untuk “true til death”. Dengan memberi, SJ juga menerima dukungan dari teman- temannya untuk tetap “true til death”. “Kadang aku ngingetin, kadang..” W1-SJb.629hal.29 “Ya biasanya sih, aku ngasih lagu “Oi, ini lagunya bagus nih”. Jadi tanpa sadar aku ngingetin juga. “Baca liriknya, supaya tau gimana ini straight Universitas Sumatera Utara edge sebenarnya, gimana supaya terus struggle”. Jadi aku ngasi taunya gitu, gak langsung “Oi, kau jangan ‘gini-gini’,nanti gak straight edge”. jadi aku Cuma ngasih tau lagu, dan suruh baca liriknya. Gitu. “ W1-SJb.632-638hal.29-30 “Ada. Mereka bilang, “Jangan lupa solat ya” Hahaha, enggak lah. Ada sih terkadang mereka bilang “Tetap positif ya” atau kadang “Tetep dengerin Youth of Today ya” W1-SJb.645-648hal.30 Scene hardcore juga memberikan lingkungan yang kooperatif pada kelompok straiht edge dan non-straight edge. Masing-masing kelompok straiht edge dan non-straight edge memiliki kebanggan masing-masing. Perbedaan perilaku pada kelompok straiht edge dan non-straight edge, tidak memberikan ‘jarak’ antara mereka, karena kedua kelompok saling menghargai. Salah satu bentuk penghargaan dari setiap kelompok adalah memakai pakaian outfit yang menggambarkan kelompok sebaliknya. Seperti misalnya non-straight edge menggunakan baju band straight edge, dan straight edge menggunakan baju band non-straight edge. “Aku bangga dengan apa yang aku lakukan. Aku lakukan untuk diri aku sendiri, bukan untuk orang itu. Jadi aku bangga lah dengan yang aku lakukan sendiri. Orang itu pun bangga dengan mainin hardcore tapi gak straight edge. Ya bangga juga lah. Ya sama-sama bangga. Jadi semua punya kebanggan masing-masing untuk dirinya. Ya karena kami semua saling menghargai.” W1-SJb.659-666hal.31 “Aku juga punya baju-baju band yang aku suka, walaupun mereka enggak straight edge. Gitu, jadi saling menghargai satu sama lain.” W1-SJb.685-687hal.32 “Tapi banyak juga kawan-kawan aku kok yang respect, kayak dia enggak straight edge tapi pakai baju Martyr. Itu senang aku. Lebih senang aku ngeliat yang gak straight edge tapi pake baju Martyr yang band straight edge.” W1-SJb.674-679hal.31-32 “Aku senang karena mereka.. itu merupakan sebuah bentuk respect terhadap band aku, dan straight edge. Aku pun juga suka pakai baju yang gak.. straight edge gak.. kan gak semua aku punya baju semuanya bertuliskan band straight edge.” Universitas Sumatera Utara W1-SJb.681-685hal.32 B.6 Rekapitulasi Dinamika Social Identity pada SJ Komponen Keterangan Latar Belakang Kehidupan SJ senang mendengarkan musik. Di masa SMP, SJ suka mendengarkan musik punk. Musik punk dikenalkan oleh teman-teman SMP nya. Menikmati pertunjukan musik gigs hampir setiap akhir pekan. Lebih tertarik dengan gigs yang menampilkan band- band punk. Mencoba mengonsumsi rokok, alkohol, dan narkoba karena terpengaruh pergaulan. Merasakan efek yang tidak menyenangkan dalam mengonsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan. Langsung berhenti mengonsumsi rokok, alkohol, dan obat-obatan setelah mendapatkan ketidakpuasan. Latar Belakang Mengenal Musik Hardcore Menginjak kelas 1 SMA, SJ menghadiri sebuah acara gigs bernama “Core and Role” Dari acara tersebut, SJ pertama kali melihat band- band hardcore. Merasa musik hardcore tidak berbeda jauh dari musik punk. Meskipun demikian, SJ merasa musik hardcore lebih keras dan liriknya lebih bersemangat dibanding punk. Penampilan, musik, serta lirik yang dinilai lebih keren gagah, dan garang dibanding punk, membuat SJ tertarik dengan musik hardcore. Universitas Sumatera Utara Latar Belakang Mengenal Straight Edge Selang 6 bulan sejak berhenti merokok, SJ pergi ke sebuah acara. Menonton perform band Empat Belas. SJ melihat sepasang simbol X yang dicoretkan di kedua punggung tangan vokalis Empat Belas. Merasa bingung dan heran. Memperhatikan sekelilingnya, dan menyadari beberapa orang memakai simbol X di punggung tangan, seperti vokalis Empat Belas. SJ menebak-nebak arti simbol X yang dilihatnya. Rasa penasaran terhadap simbol X muncul. SJ menanyakan arti simbol X tersebut kepada teman nya di sekolah yang mengerti hardcore. Dari penjelasan temannya, akhirnya SJ memperoleh informai bahwa simbol X merupakan lambang sebuah pergerakan bernama straight edge. Evaluation Bermodalkan informasi awal, SJ mencari tahu lebih dalam mengenai stright edge melalui internet, zine, serta diskusi. Mendengarkan lagu dan membaca lirik band-band stright edge. Motivasi untuk menjadi straight edge mulai muncul ketika SJ mendengarkan sebuah lagu berjudul Make a Change dari band Youth of Today. Lirik lagu Make a Change memberikan pesan bahwa straight edge sebenarnya lebih ‘keras’ garang dari rokok, alkohol, dan narkoba. Mengumpulkan informasi lebih dalam untuk memastikan apakah straight edge pantas untuk diikuti. - Kagum dengan pergerakan straight edge Universitas Sumatera Utara Pembentukan Identitas Straight Edge Categorization - Merasa cocok dengan straight edge karena sudah berhenti merokok dan suka musik hardcore. - Momen sejalan antara berhenti mengonsumsi rokok dan mengenal straight edge. Evaluation - Ingin menjadi bagian dari straight edge. - Memastikan dirinya mengenal straight edge secara mendalam, sebelum meng-klaim diri. - Merasa belum siap menggunakan simbol X Ada kecemasan akan di judge oleh straight edger lain. SJ berusaha mengumpulkan informasi lebih dalam lagi mengenai straight edge. Role Transition non-member menjadi new member Social Comparison Memilih straight edge meskipun banyak pergerakan lain di scene hardcore. Merasa straight edge merupakan budaya murni dari hardcore. Ingin berbeda dengan penikmat hardcore yang lain yang identik dengan rokok. Merasa straight edge adalah pergerakan yang unik, tidak banyak dikenal minoritas. Commitment Merasa mampu menjadi straight edge SJ menyadari kapasitas yang ia miliki. Yakin tidak akan kembali ke ‘masa lalu’. Universitas Sumatera Utara Merasa straight edge bukan hanya untuk hari ini, namun seterusnya Identification Merasa telah memiliki keyakinan commitment akan pilihannya. Usia 15 tahun, meng-klaim diri sebagai straight edge. Merasa dengan meng-klaim berarti telah berkomitmen. Merasa bangga saat memakai simbol X untuk pertama kalinya. self esteem Conformity Membuat simbol X untuk pertama kalinya di kedua punggung tangannya saat pergi ke gigs. Role Transition quasi member - acceptance - full member SJ dihampiri oleh straight edge lain karena memakai simbol X categorization SJ merasa straight edger lain tidak sombong. SJ merasa dirangkul oleh straight edger lain. SJ berbaur dengan kelompok Kelompok memfasilitasi informasi kepada SJ. Kelompok memberikan referensi musik straight edge. Dikenalkan dengan straight edge senior bernama Yopie Universitas Sumatera Utara Merasa memiliki kedekatan dengan Bang Yopie Memakai simbol X secara berlebihan, bahkan di sekolah Menggunakan simbol X agar diperhatikan oleh orang lain Rasa ingin tahu orang lain, membuat SJ bangga Evaluation Merasa kehidupannya monoton, ingin ada yang berbeda Menginginkan kegiatan yang baru dan berbeda bersama teman-temannya Temuan Baru: Membentuk band straight edge karena belum ada band straight edge. membuat kelompok kecil Identification band Mengenakan simbol X pada saat perform Membawa spidol dari rumah. Memakai X agar diakui sebagai band straight edge. Ingin menginspirasi orang lain lewat simbol X. Conformity band Jika lupa membawa spidol, member akan meminjam pada yang membawa. Membuat simbol X jika melihat member lain membuat X. Universitas Sumatera Utara Commitment band Tidak memaksa member utuk membuat X. Percaya dengan komitmen rekan nya. Merasa tidak perlu berlebihan menggunakan X - Simbol X sudah melekat di hati Evaluation + - Hanya memakai simbol X di punggung tangan saat sedang perform band dan berada di gigs - Untuk sehari-hari hanya menggunakan simbol X di aksesoris dan baju nya. - Meskipun hanya mengenakan aksesoris, SJ tetap merasa bangga. Straight edge bukan acuan menilai baik-buruk nya seseorang. Merasa lebih mampu mengontrol diri. Merasa straight edge menyelamatkan hidupnya. Mampu mengembangkan jaringan lebih luas banyak teman dari dalam, maupun mancanegara Bisa membentuk band straight edge. Merasa dirinya lebih berkembang. Di sponsori endorse oleh salah satu clothing line straight edge. Mendapat sanjungan dari orang di sekitarnya. Bangga dan senang menjadi straight edge Universitas Sumatera Utara Evaluation - Diremehkan oleh beberapa wanita, karena dianggap tidak jantan. Commitment Akan mengkritik balik jika ada yang menjelekkan straight edge Jika seseorang yang berasal dari scene hardcore menjelekkan straight edge, SJ akan mengajaknya beradu argumen. Karena diremehkan oleh wanita, semakin membuatnya ingin membuktikan komitmen nya yang berbeda anti mainstream. Dengan mendengarkan dan membaca lirik lagu band straight edge, iSJ kembali bersemangat. SJ merasa tidak sendirian dalam menjalani budaya straight edge. Band straight edge adalah panutan. C. ANALISA DATA PARTISIPAN 2 C.1 Latar Belakang Kehidupan

Dokumen yang terkait

POLA KOMUNIKASI KOMUNITAS PUNK DALAM PENYEBARAN PAHAM STRAIGHT EDGE (Studi pada Komunitas Punk Straight Edge di Malang)

6 34 21

Konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground : (studi fenomenologi mengenal konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground di Kota Bandung)

0 9 14

KOMUNITAS MUSIK HARDCORE STRAIGHT EDGE DI KABUPATEN BATANG

8 94 126

Konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground : (studi fenomenologi mengenal konsep diri penganut straight edge dalam komunitas musik underground di Kota Bandung)

0 5 116

REKONSTRUKSI IDENTITAS ETNIK PADA KELOMPOK KOMUNITAS ETNIK MANDAILING DI KOTA MEDAN.

0 6 39

Dinamika pembentukan internalized homophobia pada orang yang mengalami gangguan identitas gender.

5 13 194

BAB II LANDASAN TEORI A. IDENTITAS SOSIAL 1. Definisi Identitas Sosial - Dinamika Pembentukan Identitas pada Kelompok Straight Edge di Kota Medan

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH - Dinamika Pembentukan Identitas pada Kelompok Straight Edge di Kota Medan

0 0 13

Dinamika Faktor Pembentukan Identitas Sosial Pada Kelompok Straight Edge di Kota Medan SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

0 0 10

PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK PADA GRUP MUSIK KERONCONG LIWET DI KOTA SURABAYA Wahyu Eka Prasetyo 071311433081 (Prodi S1 Sosiologi, FISIP, UNAIR) ABSTRAK - PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK PADA GRUP MUSIK KERONCONG LIWET DI KOTA SURABAYA Repository - UNAIR

0 0 21