STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
I - 1 -
BAB I PENDAHULUAN
Gambaran Umum Provinsi Gorontalo
Provinsi Gorontalo dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2000, maka secara administratif sudah terpisah dari Provinsi Sulawesi Utara sejak tanggal 16
Februari 2001. Provinsi Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi bagian Utara meliputi 1 kota dan 5 Kabupaten. Letak geografi berada di antara 121°23 ’ – 123°43’ Bujur Timur dan 0°19’ –
1°15’ Lintang Utara, mempunyai luas 12.215,44 km2 d engan jumlah penduduk tercatat 996.078 jiwa 2008 dengan batas-batas wilayah :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Buol dan Toli Toli Sulawesi Tengah dan Laut Sulawesi.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini.
Mengingat bahwa Provinsi Gorontalo merupakan Provinsi yang baru terbentuk tentunya banyak kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mewujudkan visi dan misinya, yaitu pengembangan pendidikan, pengembangan pertanian melalui konsep agropolitan, dan pengembangan perikanan. Sector lain yang menjadi
prioritas yaitu pembangunan perkebunan dan peternakan dan pembangunan infrastruktur pelayanan publik. Tentunya kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang
pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumber daya alam. Dapat dikatakan bahwa sumber daya alam mempunyai peranan penting dalam
perekonomian daerah. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi
pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha
dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya
ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup.
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
I - 2 -
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan
lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan
komponen lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu. Dimana Pada beberapa tahun ini sumber daya alam
yang ada di Provinsi Gorontalo menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin kuat. Hal ini ditunjukkan dari “ Status Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo” sekarang ini. Yang
mencoba mengungkap secara umum sebagai gambaran potret lingkungan hidup, khususnya dalam hubungannya dengan pengelolaan lingkungan hidup di era otonomi daerah.
Wilayah Kota Gorontalo, secara geologis terdiri atas endapan danau, batu gamping, deorit bone, dan batu gunung api. Di Kota Utara didominasi oleh endapan danau; di Kota
Barat, disamping ditemukan endapan danau, juga terdapat batu gamping terumbu; di Kota Selatan terdapat diorit bone dan batuan gunung. Berdasarkan Peta Geologi dari Direktorat
Geologi Tjetje Appandi, 1977 di Kota Gorontalo dijumpai batuan gunung api berupa breksi gunung api, tufa, dan lava yang mengandung batu apung berwarna kuning; batuan
gamping koral berwarna putih, pejal pada perbukitan; batuan beku terobosan Granodiorit, dijumpai menerobos batuan gunung api maupun batu gamping terjal di wilayah Kota
Selatan; dan alluvium berupa lumpur, pasir dan kerikil pada satuan morfologi daratan. Wilayah Kabupaten Gorontalo dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt,
alluvium, estuarine marine dan fandefosit. Sementara, wilayah Kabupaten Pohuwato terdiri atas sedimen lepas yang banyak tersebar di Kecamatan Paguyaman, Kecamatan Tilamuta,
dan Kecamatan Paguat bagian selatan. Sedimen padu banyak ditemukan di Kecamatan Paguyaman bagian utara, Kecamatan Tilamuta bagian tengah dan utara. Kecamatan
Popayato umumnya memiliki banyak batuan beku malihan. Wilayah Kabupaten Boalemo dibangun oleh batuan granodiorite, rhiolite, andesit, basalt, alluvium, estuarine marine dan
fandefosit. Sementara, wilayah Kecamatan Tilamuta banyak tersebar sedimen lepas, sedimen padu. Wilayah Kabupaten Gorontalo Utara berdasarkan peta satuan lahan dan
status lembar Atinggola skala 1: 250.000, yang diterbitkan Pusat Penelitian Agroklimat Bogor, bahwa formasi geologi yang terdiri dari Breksi Wubudu, Diorite dan Vulkanik Bilungala.
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
I - 3 -
Permukaan tanah di Provinsi Gorontalo sebagian besar adalah perbukitan. Oleh karenanya, provinsi ini mempunyai banyak gunung dengan ketinggian yang berbeda-beda.
Gunung Tabongo yang terletak di Kabupaten Boalemo merupakan gunung yang tertinggi di Provinsi Gorontalo dengan ketinggian 2.100 m di atas permukaan laut. Sedangkan Gunung
Litu-Litu yang terletak di Kabupaten Gorontalo merupakan gunung terendah dengan ketinggian 884 m di atas permukaan laut. Di samping mempunyai banyak gunung, provinsi
ini juga dilintasi banyak sungai. Sungai terpanjang adalah Sungai Paguyaman yang terletak di Kabupaten Boalemo dengan panjang aliran 99,3 km. Sedangkan sungai yang terpendek
adalah Sungai Bolontio dengan panjang aliran 5,3 km yang terletak di Kabupaten Gorontalo Utara.
I nformasi menyangkut jenis tanah yang mencakup seluruh wilayah Provinsi Gorontalo saat ini hanya tersedia dalam skala Tanah Tinjau skala 1 : 250.000 dengan sistem
kelasifikasi Dudal dan Supratoharjo. Meskipun demikian, di lokasi tertentu, khususnya di Kabupaten Gorontalo, telah tersedia data sampai skala semi detail berdasarkan sistem
Taxonomi Tanah. I nformasi menyangkut kondisi tanah dalam skala Provinsi, terutama didasarkan pada Peta Tanah Tinjau yang ada. I nformasi dari peta tanah semi detail
dimanfaatkan jika terjadi keraguan dalam pengambilan keputusan peruntukan kawasan, khususnya untuk lokasi yang termasuk wilayah Kabupaten Gorontalo.
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau tersebut, di Provinsi Gorontalo ditemukan tanah yang diklasifikasikan sebagai Aluvial, Grumusol, Andosol, Latosol, Podsolik dan Litosol.
Berdasarkan sifat-sifatnya, tanah-tanah ini mempunyai kemampuan lahan potensi pengembangan sebagai kawasan atau lahan budidaya dan faktor penghambat yang
bervariasi dari rendah sampai tinggi. Tanah Aluvial yang terbentuk pada topografi datar, sebagai contoh, memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan, walaupun di sejumlah
lokasi tertentu mempunyai hambatan yang serius dalam hal drainase permukaan. Tanah Lithosol di lain pihak, selain tidak layak untuk dibudidayakan, karena dangkal dan berbatu,
juga sangat peka terhadap erosi dan proses degradasi. Berdasarkan petunjuk teknis yang diberikan di dalam SK Menteri Pertanian No.
837 Kpts Um 1980, tanah Lithosol berdasarkan Peta Tanah Tinjau terdapat di Kabupaten Bualemo, berbatasan dengan wilayah Sulawesi Tengah dikategorikan sebagai sangat peka
erosi dan diperuntukkan hanya sebagai kawasan hutan lindung. Sementara, tanah-tanah
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
I - 4 -
lainnya dinilai boleh dibudidayakan, tetapi dengan tetap memperhatikan pengendalian faktor-faktor pembatas masing-masing.
Berdasarkan hasil survei dan pemetaan tanah tingkat tinjau skala 1 : 250.000 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor 1992, tanah di wilayah
Kabupaten Gorontalo termasuk dalam ordo menurut Taxonomi Tanah, USDA: Alfisols dominan, I nceptisols, Entisols, Vertisols dan Mollisols. Kelas kemampuannya bervariasi dari
Kelas I sampai Kelas VI I I dengan faktor pembatas dominan berupa bahaya erosi dan di beberapa lokasi berupa drainase.
Jika hanya didasarkan pada kondisi tanah, kebanyakan lahan di wilayah Provinsi Gorontalo dapat dibudidayakan, kecuali yang diklasifikasikan sebagai Lithosol, walaupun
sebagian di antaranya memerlukan usaha pengelolaan yang spesifik, berdasarkan kendala masing-masing. Yang menjadi pembatas utama bagi pengembangannya adalah faktor
kondisi lereng yang akan diuraiakan berikut ini. Provinsi Gorontalo dibangun terutama 69,7 dari seluruh areal provinsi oleh
hamparan lahan dengan kemiringan lereng lebih dari 40 , disusul oleh kelas lereng datar 0 sampai 2 dan kelas-kelas lereng lainnya. Jadi, jika digunakan kriteria yang
dikeluarkan di dalam SK Menteri Pertanian No. 837 Kpts Um 1980, yang mensyaratkan bahwa lahan dengan lereng 40 harus menjadi kawasan lindung, maka 824.668 ha 69,7
dari lahan di Provinsi Gorontalo tidak boleh dibudidayakan. Kendalanya, tentunya, adalah bahaya erosi. Dan, demi kepentingan konservasi air dan sumberdaya alam lainnya, lahan
dengan lereng terjal ini perlu dimasukkan ke dalam kawasan lindung. Dalam kenyataannya, sebagian dari areal dengan kemiringan lereng 40 tetap
dibudidayakan, atau tidak belum dibudidayakan tetapi juga tidak dipetakan sebagai kawasan lindung, meskipun menurut SK Menteri pertanian harus menjadi hutan lindung. I ni
menjadi jelas jika kawasan budidaya dan kawasan lindung atau konservasi diplotkan bersama-sama dengan kawasan lahan dengan lereng 40 . Artinya, kriteria dan
penetapan kawasan lindung dan budidaya di Provinsi Gorontalo merupakan salah satu dari agenda penting yang harus diselesaikan oleh pemerintah Provinsi maupun Kabupaten.
Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan eceng gundog
“Jika engkau berpikir untuk satu tahun ke depan, semailah sebiji benih. Namun jika engkau berpikir untuk sepuluh tahun ke depan,
tanamlah sebatang pohon.”
BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP
KECENDERNGANNYA
QQ
STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI GORONTALO
I I - 1 -
Grafik 2.1 Luas Wilayah menurut Penggunaan Lahan Utama
Sumber: Hasil analisis
BAB I I KONDI SI LI NGKUNGAN HI DUP KECENDERNGANNYA