5 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik
5
BAB II MAKRO EKONOMI
2.1. Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Bruto PDB merupakan salah satu penggerak
kebutuhan energi. Antara PDB dan kebutuhan energi terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Dengan adanya aktivitas
ekonomi akan terbentuk permintaan energi dari konsumen, baik di sisi akhir end use maupun sebagai penghubung intermediate.
Sebaliknya, permintaan energi menyebabkan terjadinya aktivitas yang berdampak ekonomi. Konsumen energi akhir end-use
meliputi sektor industri, transportasi, komersial, rumah tangga, dan sektor lainnya pertanian, konstruksi,
dan pertambangan. Sementara itu, konsumen energi di sisi penghubung antara lain
dapat berupa transformasi energi konversi dan proses energi. Kondisi ekonomi makro sepanjang tahun 2014 menunjukkan kinerja
yang cukup baik sebagaimana ditunjukkan melalui indikator makro ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 tercatat sebesar
5,02 lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan APBN-P 2014 yang
sebesar 5,5. Selain itu, tingkat inflasi tahun 2014 tercatat sebesar 8,36, lebih tinggi dari asumsi APBN-P 2014 yang sebesar 5,3.
Hal ini terjadi karena APBN-P 2014 belum mengasumsikan adanya penyesuaian harga bahan bakar minyak BBM. Realisasi tingkat
suku bunga Surat Perbendaharaan Negara SPN 3 bulan sebesar 5,8, lebih rendah dari asumsi dalam APBN-P 2014 yang sebesar
6,0. Sementara itu, realisasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat AS tercatat rata-rata sebesar Rp. 11.878dolar AS,
lebih tinggi dari angka yang ditetapkan dalam APBN-P 2014 sebesar Rp. 11.600dolar AS. Harga minyak mentah Indonesia tercatat
Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 6
6
sebesar 97 dolar AS per barel, lebih rendah dari asumsi dalam APBN-P 2014 sebesar 105 dolar AS per barel.
PDB merupakan penjumlahan antara nilai tambah bruto atas harga dasar ditambah dengan pajak dikurang subsidi atas produk. Nilai
tambah bruto atas harga dasar pada tahun 2013 mengalami peningkatan 4,20 yoy dan pada tahun 2014 sebesar 4,18 yoy.
Total nilai tambah bruto atas harga dasar pada tahun 2013 mencapai 7.954.509,4 miliar rupiah konstan tahun 2010 dan
meningkat menjadi 8.353.989 miliar rupiah konstan tahun 2010. Terdapat 21 lapangan usaha penyumbang nilai tambah bruto atas
harga dasar, namun 50 dari nilai tambah tersebut dihasilkan hanya oleh 3 tiga lapangan usaha, yaitu 1 industri pengolahan, 2
perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor, dan 3 pertanian, kehutanan, dan perikanan. Lapangan
usaha penghasil nilai tambah bruto atas harga dasar terbanyak dihasilkan oleh industri pengolahan mencapai 22,30 pada tahun
2013 dan 22,22 pada tahun 2014, disusul oleh lapangan usaha perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda
motor 2013 = 14,06 dan 2014 = 14,03, diikuti oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan,dan perikanan 2013 = 13,62 dan
2014 = 13,51. Grafik nilai tambah bruto atas harga dasar ditunjukkan pada Grafik 1.
Grafik 1. Nilai Tambah Bruto Atas Harga Dasar
[BPS-1,2015]
1.000.000 2.000.000
3.000.000 4.000.000
5.000.000 6.000.000
7.000.000 8.000.000
9.000.000
2010 2011
2012 2013
2014 N
ila i T
am ba
h B ru
to
M ili
ar R
up ia
h ko
ns ta
n 20
10
Jasa‐jasa lainnya Jasa perusahaan
Real estat Jasa keuangan dan asuransi
Informasi dan komunikasi Penyediaan akomodasi dan makan‐
minum Transportasi dan pergudangan
Perdagangan besar dan eceran, reparasi kendaraan
Konstruksi Air bersih, sampah, dan limbah
Listrik dan Gas Industri Pengolahan
Pertambangan dan Penggalian Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan
7 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik
7
Lapangan usaha industri pengolahan merupakan sektor penghasil nilai tambah bruto atas harga dasar terbesar sekaligus merupakan
lapangan usaha pengkonsumsi energi terbesar dibanding ke 20 lapangan usaha yang lain. Harga energi fosil di industri pengolahan
merupakan harga pasar, sedangkan harga listrik sebagian masih ditetapkan sebagai harga subsidi. Harga energi yang mahal pada
tahun 2013 dan 2014 masih mampu mendorong industri pengolahan menyumbang nilai tambah bruto atas harga dasar terbesar.
Lapangan usaha pedagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor merupakan pengguna listrik, dan lapangan usaha
pertanan, kehutanan, dan perikanan merupakan pengkonsumsi energi fosil.
Pada tahun 2013, ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 5,2, melambat bila dibanding dengan tahun 2012 yang sebesar 6,2.
Lemahnya kinerja ekonomi global memberikan dampak terhadap sisi eksternal PDB. Sementara itu, masih kuatnya permintaan domestik
utamanya konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi sumber pendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013. Konsumsi
rumah tangga merupakan komponen yang cukup penting dalam menopang laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal tersebut
tidak saja disebabkan oleh perannya yang cukup besar dalam PDB, tetapi juga mengingat pertumbuhannya yang cukup stabil. Hal yang
sama juga berlangsung pada tahun 2014 yang menyebabkan PDB mengalami penurunan menjadi 5,02. Jasa-jasa lainnya dalam
Tabel
1 termasuk jasa perusahan, administrasi
pemerintahanpertahananjaminan sosial wajib, jasa pendidikan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, serta jasa lainnya.
Penghasilan dari pajak setelah dikurangi subsidi atas produk masih tumbuh dari 204 triliun rupiah pada tahun 2013 menjadi 214 triliun
rupiah pada tahun 2014 konstan harga tahun 2010. Subsidi yang terjadi mencakup subsidi energi bensin, minyak solar, minyak tanah,
LPG, gas bumi dan subsidi non-energi. Subsidi energi pada tahun 2014 mencapai 301,8 triliun rupiah yang mengalami kenaikan
dibanding tahun 2013 sebesar 310,0 triliun rupiah.
Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 8
8
Grafik 2. Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk dan PDB Triliun Rupiah Konstan 2010
[BPS-1,2015]
Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDB Tahun 2013 - 2014
[BPS-1,2015]
Sumber: diolah dari Statistik Indonesia 2015, BPS
Distribusi PDB nasional mengalami ketimpangan karena 57,90 dari total PDB tahun 2014 dihasilkan di Pulau Jawa, disusul Sumatera
22,03, Kalimantan 9,06, Sulawesi 5,64, Bali dan Nusa Tenggara 2,90, serta Maluku dan Papua 2,48. Ketimpangan
1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000 8000
9000
2010 2011
2012 2013
2014
180 145
167 204
214 6.864
7.288 7.727
8.158 8.568
Tr ili
un Ru
pi an
K on
st an
2 01
Pajak Dikurangi Subsidi Atas Produk PDB
9 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik
9
ini dapat semakin besar karena Pulau Jawa, Sulawesi, serta Bali dan Nusa Tenggara menunjukkan distribusi PDB yang meningkat rata-
rata 0,21, 0,09, dan 0,02 terhadap PDB tahun 2013. Sedangkan Pulau Sumatera, Kalimantan, serta Maluku dan Papua
menunjukkan tren penurunan untuk Sumatera -0,12, Kalimantan 0,18, serta Maluku dan Papua -0,02 terhdapa PDB tahun
2013. Hal ini mencerminkan bahwa Pulau Jawa mempunyai magnet pertumbuhan PDB yang lebih kuat dibanding Sumatera, Pulau
Sulawesi merupakan magnet pertumbuhan PDB untuk wilayah Kalimantan, serta Maluku dan Papua.
Grafik 3. Pangsa PDB per Wilayah
[BPS-1,2015]
2.2. Pertumbuhan Penduduk Penduduk Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai sekitar 252