Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 18
18
2.5. Subsidi Energi Subsidi energi menjadi salah satu beban fiskal yang signifikan bagi
Pemerintah Indonesia. Rata-rata pengeluaran terkait subsidi energi bensin, minyak solar, minyak tanah, LPG, dan listrik saja sudah
mencapai sekitar 3,0 dari PDB konstan 2010 sejak tahun fiskal 2014. Subsidi menyebabkan ketidakstabilan makroekonomi dan
cenderung membebani belanja pembangunan. Walaupun secara luas dipandang sebagai sejenis bantuan sosial, kebanyakan subsidi
energi Indonesia bersifat regresif, dengan kata lain hanya menguntungkan kelompok berpendapatan tinggi secara tidak
proporsional, sebagai akibat subsidi tidak tepat sasaran yang tidak menjangkau kalangan miskin. Pada saat yang sama, sistem harga
energi tetap mendorong konsumsi energi yang boros dan sia-sia, hanya memberikan sedikit insentif untuk meningkatkan efisiensi
energi atau mengurangi emisi gas rumah kaca domestik, dan berkontribusi pula terhadap memburuknya neraca perdagangan
Indonesia.
Hingga akhir 2014, subsidi energi baik untuk bahan bakar cair dan listrik masih menjadi pos terbesar belanja Pemerintah Indonesia.
Menyusul APBN-P 2014, total belanja yang dialokasikan untuk subsidi bahan bakar, yakni untuk bensin, minyak solar, minyak
tanah, dan LPG adalah Rp 246,5 triliun US19,7 miliar, yang setara dengan kenaikan lebih dari 13 dari total subsidi yang awalnya
dianggarkan. APBN-P 2014 juga mengalokasikan sebesar Rp103,8 triliun US8,3 miliar untuk subsidi listrik dan Rp 4,2 triliun US0,3
miliar untuk mensubsidi konsumsi LGV gas untuk kendaraan, yang berarti kenaikan sebesar 5,5 dari alokasi anggaran semula. Total
subsidi energi 2014 telah menggelembung 18,7 lebih besar daripada yang dianggarkan dalam APBN 2014
[KESDM-1, 2014]
. Subsidi BBM pada tahun 2015 akan menurun drastis karena bensin tidak
disubsidi lagi, sedangkan minyak solar untuk transportasi hanya disubsidi sebesar Rp. 1.000 per liter.
19 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik
19
Grafik 10. Target APBN-P dan Realisasi Volume Subsidi BBM
Tahun 2010 - 2014
Kenaikan subsidi BBM disebabkan karena konsumsi BBM bersubsidi melebihi kuota dan lemahnya nilai tukar rupiah terhadap US dolar.
Sebaliknya, penurunan subsidi disebabkan oleh konsumsi BBM yang dibawah kuota, menguatnya nilai tukar rupiah dan yang paling
signifikan adalah kenaikan harga jual BBM. Pada tanggal 22 Juni 2013 dilakukan penyesuaian harga BBM untuk Premium dan Solar
masing-masing menjadi sebesar Rp. 6.500liter dan Rp. 5.500liter, sehingga subsidi BBM dapat dihemat. Hasilnya, realisasi subsidi
BBM tahun 2013 lebih rendah dari tahun sebelumnya, dan realisasi volume BBM hanya sekitar 46,3 juta KL atau dibawah target APBN-P
2013 sebesar 48 juta KL. Namun, realisasi subsidi BBM tahun 2013 tersebut masih lebih besar dari target APBN-P 2013. Selanjutnya,
pada 18 November 2014 harga premium dinaikkan menjadi Rp. 8.500liter, minyak solar Rp. 7.500liter, dan harga minyak anah
tetap sebesar Rp. 2.500liter
[KESDM-1, 2014]
. Pangsa subsidi BBM pada tahun 2013 dan tahun 2014 mencapai 65 terhadap total konsumsi
BBM, sementara dalam Renstra KESDM 2010 – 2014 ditargetkan hanya 0,24. Hal ini disebabkan karena selama tahun 2010 – 2014
konsumsi minyak tanah untuk memasak di rumah tangga dan konsumsi premium dan minyak solar untuk transportasi jalan masih
ditetapkan dengan harga subsidi, padahal rencana tahun 2011 seluruh BBM ditetapkan dengan harga non-subsidi.
38 ,5
40 ,49
40 48
48 38
,23 41
,79 45
,22 48
,25 48
,79 10
20 30
40 50
80
2010 2011
2012 2013
2014
Ju ta
KL
Target APBN‐P Realisasi
Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 20
20
Pemerintah juga menetapkan harga LPG tabung 3 kg melon merupakan harga subsidi. Peningkatan konsumsi LPG 3 kg sejalan
dengan realisasi program substitusi minyak tanah untuk memasak di rumah tangga dan usaha kecil serta kenaikan harga minyak bumi
dunia mendorong besaran subsidi LPG 3 kg juga meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, guna mendorong substitusi bensin
dengan bioethanol dan minyak solar dengan biodiesel, Pemerintah menetapkan subsidi biodiesel sebesar Rp. 1.500liter dan subsidi
bioethanol sebanyak Rp. 2.000liter pada tahun 2014. Namun, pemanfaatan bioethanol tidak berjalan dengan baik karena
menariknya harga bahan baku bioethanol untuk pangan dan kosmetik daripada sebagai energi. Adapun konsumsi biodiesel terus
meningkat dari 1,05 juta KL pada tahun 2013 menjadi 1,85 juta KL pada tahun 2014.
Di sisi lain, Biaya Pokok Produksi BPP listrik selama tahun 2013 s.d. 2014 selalu lebih mahal dibanding Tarif Tenaga Listrik TTL yang
ditetapkan oleh Pemerintah yang menyebabkan terjadinya subsidi listrik.
Untuk mengurangi subsidi listrik Pemerintah telah
melaksanakan penyesuaian TTL secara bertahap pada tahun 2013 dan pada akhir tahun 2013 terdapat 4 empat golongan tarif
ditetapkan sebagai tarif non-subsidi, yaitu golongan pelanggan Rumah Tangga Besar R-3 daya 6.600 VA keatas, golongan
pelanggan Bisnis Menengah B-2 daya 6.600 VA s.d. 200 kVA, golongan pelanggan Bisnis Besar B-3 daya diatas 200 kVA, dan
golongan pelanggan Kantor Pemerintah Sedang P-1 daya 6.600 VA s.d 200 kVA. Selanjutnya, keempat golongan pelanggan tarif non-
subsidi tersebut diterapkan tarif adjustment pada tahun 2014, yang dilakukan dengan mengacu pada perubahan indikator ekonomi
makro, yaitu kurs, ICP, dan inflasi.
21 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik
21
Grafik 11 . Perkembangan BPP dan TTL Tahun 2010 - 2014
Peningkatan konsumsi BBM subsidi, LPG subsidi, BBN, dan listrik selama tahun 2010 s.d. 2014 menyebabkan subsidi BBM dan listrik
meningkat drastis selama tahun tersebut. Jumlah subsidi BBM bensin, minyak tanah, minyak solar, LPG, dan biodiesel mencapai
67 terhadap total subsidi tahun 2013 dan meningkat menjadi 73 pada tahun 2014. Penurunan subsidi listrik pada tahun 2014
disebabkan oleh adanya kenaikan TTL dan konsumen tertentu sudah tidak mendapat subsidi harga listrik. Subsidi BBM akan
menurun drastis pada tahun 2015 karena dicabutnya subsidi bensin dan ditetapkannya subsidi minyak solar hanya sebesar Rp.
1.000liter. Realisasi subsidi jauh lebih tinggi dibanding rencana subsidi energi. Rencana subsidi energi tahun 2013 hanya sebesar
26 terhadap realisasi subsidi dan menurun menjadi 23 terhadap realisasi subsidi energi tahun 2014.
1008 1251
1272 1289
1271
703 738
745 819
928
500 600
700 800
900 1000
1100 1200
1300 1400
2010 2011
2012 2013
2014
Rp p
er K
W h
BPP TTL
Perk embangan P
eny ediaan dan P
emanf aatan M
igas , Batubar
a, EB T dan Listrik
22
G ra
fik 1
2 . S
u b
s id
i E n
e rg
i T a
h u
n 2
1 –
2 1
4
27.8 58.11