Transformasi Energi EVALUASI PEMANFAATAN ENERGI TAHUN

141 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 141 • HEESI keliru dalam membahas neraca produksi biodiesel karena menyamakan volume produksi CPO dengan produksi biodiesel yang merupakan hasil transformasi dari kilang biodiesel. • Kebijakan ekspor gas bumi dan batubara yang harganya murah dan menganggap energi sebagai komoditi bukan sebagai modal pembangunan nasional membuat seolah-olah Indonesia ‘menyubsidi’ negara pengimpor umumnya negara maju dan ‘membiarkan’ masyarakatnya menggunakan energi yang mahal BBM. • Efisiensi PLTP dan PLTA perlu ditetapkan dan dilakukan secara hati-hati karena berdampak terhadap mudah-tidaknya pelaksanaan program EBT agar sasaran KEN dapat tercapai.

5.3. Transformasi Energi

Transformasi energi merupakan proses pengolahan sumber daya energi dan sumber energi menjadi energi dalam wujud yang sama, dan atau proses konversi sumber daya energi, sumber energi, dan energi menjadi energi listrik. Beberapa hal yang dibahas dalam Renstra KESDM adalah kapasitas kilang minyakLNGLPG, kapasitas FSRU, kapasitas pembangkit terbarukan, produksi BBMLNGLPG biodieselbioethanol, cadangan strategis, pengalihan mitan ke LPG, panjang jaringan distribusi, gardu distribusi, DME, rasio elektrifikasi, dan lainnya. Sasaran kapasitas kilang minyak bumi dalam Renstra KESDM tidak tercapai karena penambahan kapasitas kilang minyak hanya 10 MBCD dari 150 MBCD yang direncanakan. Terbatasnya penambahan kapasitas kilang minyak mendorong meningkatnya impor BBM. Pembangunan kilang minyak bumi skala besar sudah lama ditandai dengan beroperasinya kilang minyak Balongan kapasitas 125 MBCD tahun 1994. Sejak itu, tidak ada lagi penambahan kapasitas kilang minyak baru karena ditetapkannya BBM dengan harga subsidi yang membuat investor enggan berinvestasi karena tidak adanya jaminan pembelian produk sesuai harga pasar di tengah investasi kilang yang padat modal dan margin yang rendah. Hal ini terlihat dari target pangsa subsidi BBM yang Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 142

142

kurang dari 1 yang berarti seluruh harga BBM ditetapkan sesuai dengan harga pasar, padahal pada tahun 2013 dan 2014 subsidi BBM masih diberikan untuk bensin dan minyak solar untuk transportasi darat, nelayan, koperasi, rumah sakit, dan kapal ikan dengan DWT tertentu, serta minyak tanah untuk memasak di rumah tangga. Kondisi ini membuat pangsa konsumsi BBM subsidi masih sekitar 65 terhadap totak konsumsi BBM. Terbatasnya penambahan kapasitas kilang membuat target produksi BBM yang ditetapkan dalam Renstra KESDM juga tidak tercapai. Produk BBM ditampung di depot di stok pemasaran dan niaga, stok pengolahan, daily of take. Data pembangunan infrastruktur BBM tidak tersedia, sedangkan kemampuan atau cadangan operasional Pertamina tahun 2013 dan 2014 rata-rata 15 hari, lebih rendah dari rencana Renstra KESDM. Peningkatan cadangan operasional perlu didorong karena akan meningkatkan ketahanan energi nasional tetapi memerlukan dukungan pendanaan karena peningkatan 1 hari cadangan operasional membutuhkan investasi sekitar 1,4 triliun rupiah [BPMIGAS,2015] . Realisasi kapasitas kilang LNG tidak berbeda jauh dengan target Renstra KESDM, namun realisasi produksi LNG hanya 82 pada tahun 2013 dan menurun menjadi 79 pada tahun 2014 yang disebabkan oleh berhentinya beberapa train LNG Bontang dan LNG Arun. Renstra KESDM juga sudah mengintrodusir pembangunan FSRU yang realisasinya pada tahun 2013 lebih besar dari rencana Renstra KESDM dan lebih rendah pada tahun 2014 sebagai akibat dari pembangunan FSRU di Lampung hanya berkapasitas 267 MMCFD dari rencana 400 MMCFD. Dalam Renstra KESDM terdapat sasaran yang ambisius karena target pemanfaatan gas bumi untuk keperluan domestik mencapai 94 pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 96 pada tahun 2014. Hal ini berarti bahwa seluruh produksi LNG akan dipasok untuk memenuhi kebutuhan gas domestik, namun karena pembangunan FSRU terbatas maka target tersebut tidak tercapai. Untuk mencapai target tersebut diperlukan pembangunan sekitar 8 unit FSRU kapasitas 400 MMCFD dan pembangunan infrastruktur pipa transmisi dan distribusi gas bumi 143 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 143 untuk menyalurkan gas dari FSRU ke konsumen. Rencana pembangunan pipa gas juga direncanakan dalam Renstra KESDM dimana realisasi pembangunan pipa gas tahun 2014 melebihi target yang ditetapkan dan kondisi ini mestinya juga berlangsung pada tahun 2013 sayang data tidak berhasil diperoleh. Selain itu, Renstra KESDM juga menetapkan sasaran penyambungan jaringan gas bumi jargas untuk rumah tangga guna mengurangi ketergantungan akan minyak tanah bersubsidi dan saat ini untuk mengurangi konsumsi LPG bersubsidi. Program ini berjalan melebihi target yang direncanakan karena sepenuhnya dibawa kendali KESDM. Renstra KESDM juga mengatur tentang kapasitas kilang LPG, produksi LPG, kemampuan penyimpanan LPG dan pengalihan minyak tanah ke LPG. Realisasi kapasitas kilang LPG dan produksi LPG melebihi target yang ditetapkan karena inverstor kilang LPG yakin bahwa produksi LPG akan diserap oleh konsumen karena didukung oleh adanya program pemerintah untuk menkonversi penggunaan minyak tanah untuk memasak di rumah tangga dengan LPG, apalagi realisasi konversi minyak tanah ke LPG melebihi target yang ditetapkan dalam Renstra KESDM. Pembangunan kapasitas pembangkit listrik dalam Renstra KESDM juga ditetapkan dan penambahan kapasitas pembangkit listrik tahun 2014 hanya sekitar separuh dari target yang ada 5.059 MW. Hal ini terjadi karena terhambatnya pembangunan PLTU batubara sebagai akibat dari kendala investasi, perizinan, pembebasan lahan, ketersediaan SDM dan peralatan pendukung, serta faktor lainnya. Dalam Renstra KESDM ditetapkan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik menggunakan bahan bakar energi terbarukan panas bumi, minimikro hidro, tenaga surya, tenaga angin, dan tenaga biomasa. Hanya penambahan kapasitas PLTP dan PLTB yang tidak dapat mencapai target karena berbagai faktor dan yang paling dominan disebabkan oleh keekonomian pembangkit. Pemerintah juga mendorong pembangunan jaringan distribusi dan gardu distribusi melampaui target yang ditetapkan yang berdampak Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 144 144 terhadap percepatan pencapaian rasio elektrifikasi listrik nasional. Meskipun demikian, masih terdapat sekitar 40 juta penduduk atau sekitar 10 juta rumah tangga yang belum memperoleh penerangan listrik. Renstra KESDM juga mendorong pemanfaatan biofuel biodiesel dan bioethanol dan Desa Mandiri Energi DME. Kecuali pemanfaatan biodiesel, pemanfaatan bioethanol dan DME merupakan 2 program gagal lainnya yang direncanakan oleh KESDM sebagai akibat dari lemahnya koordinasi lintas sektor tatkala program tersebut ditetapkan. Produksi bioethanol dapat dihasilkan dari proses pembuatan gula dengan bahan baku tebu yang menghasilkan molases. Pemanfaatan molases beragam misalnya dijadikan alkohol berkadar tinggi, bahan penyedap masakan MSG, monosodium glutamat, energi, bahan kosmetik, dan lainnya. Luasnya pemanfaatan molases membuat pemanfaatannya sebagai sumber energi tidak kompetitif karena harganya yang lebih murah. Demikian halnya dengan sasaran untuk mewujudkan 50 DME praktis tidak berjalan karena tidak semua wewenang pembentukan DME berada dalam kewenangan KESDM, sehingga jika koordinasi listas sektor tidak dijalin sejak awal maka sulit untuk mengharapkan program ini dapat terealisasi. 145 Perkembangan Penyediaan dan Pemanfaatan Migas, Batubara, EBT dan Listrik 145 Tabel 13. Pencapaian Target Transformasi Energi dalam Renstra KESDM 2013-2014

5.4. Kebijakan Energi