Sejarah Kebudayaan Melayu Hakikat Kebudayaan Melayu

commit to user 33 4 Lambang Ekspresi Lambang yang dikaitkan dengan segala ungkapan beraneka macam perasaan dan emosi manusia. Rasa hormat, kasih sayang, benci, kecewa, iri, rasa terima kasih, dan sebagainya.

4. Hakikat Kebudayaan Melayu

a. Sejarah Kebudayaan Melayu

Sejarah kebudayaan Melayu mencakup dimensi dan wilayah geografis yang luas, dengan rentang masa yang panjang. Secara geografis, kawasan tersebut mencakup Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Filipina, dan Thailand Selatan. Pada abad ke-7 M, orang Melayu bermigrasi dalam jumlah besar ke Madagaskar, sebuah pulau di benua Afrika. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu juga berkembang di Madagaskar. Bahasa orang-orang keturunan Melayu di pulau ini banyak memiliki persamaan dengan bahasa Dayak Maanyan di Kalimantan. Ketika Syeikh Yusuf Tajul Khalwati diasingkan kolonial Belanda ke Tanjung Harapan Afrika Selatan, ia bersama pengikutnya mengembangkan agama Islam dan budaya Melayu. Sejak saat itu, kebudayaan Melayu berkembang pula di Afrika Selatan. Sepanjang perjalanan sejarahnya, banyak kerajaan yang telah berdiri di kawasan Melayu ini, yang tertua adalah Koying di Jambi abad ke-3 M dan Kutai di Kalimantan abad ke-4 M. Tidak menutup kemungkinan, masih ada kerajaan yang berdiri lebih awal, tetapi belum ditemukan data sejarahnya. Setelah Koying commit to user 34 dan Kutai, kerajaan Melayu lainnya muncul dan tenggelam silih berganti. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut, ada yang hanya seluas kampung atau distrik kecil, tetapi ada pula yang berhasil menjadi imperium, seperti Sriwijaya di Sumatera, Indonesia. Secara kronologis, sebagian kerajaan tersebut adalah Melayu Kuno abad ke-6 M, Sriwijaya abad ke-7 M dan Minangkabau abad ke-7 M, semuanya di Indonesia; Brunei di Brunei Darussalam abad ke-7 M; Pattani di Thailand abad ke-11 M; Ternate abad ke-13 M, Pasai abad ke-13 M dan Indragiri abad ke-13 M, semuanya di Indonesia; Tumasik di Singapura abad ke-14 M; Malaka di Malaysia abad ke-14 M; Pelalawan di Indonesia abad ke- 14 M; Riau-Johor di Semenanjung Melayu abad ke-16 M; Merina di Madagaskar abad ke-17 M; Siak Sri Indrapura abad ke-18 M, Riau-Lingga abad ke-18 M dan Serdang abad ke-18 M, ketiganya di Indonesia. Kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di kawasan Melayu ini selalu menjalin relasi dengan kerajaan lain yang berdiri saat itu, terutama dengan dua kekuatan besar Asia: Cina dan India. Oleh sebab itu, kerajaan-kerajaan tersebut banyak terdapat dalam catatan Cina, seperti catatan K‘ang-tai dan Wan-chen dari dinasti Wu 222-280 M yang menceritakan tentang keberadaan kerajaan Koying di Sumatera. Selain Koying, keberadaan Sriwijaya juga banyak terdapat dalam catatan Cina. Menurut Ibnu Khaldun, kebudayaan yang besar dan kuat akan selalu memengaruhi kebudayaan yang lebih lemah. Dalam konteks ini, salah satu implikasi dari adanya relasi dengan kebudayaan besar adalah masuknya dua agama besar dari India dan Cina: Hindu dan Buddha. Maka, hampir semua kerajaan Melayu yang berdiri sebelum abad ke-10 M di Nusantara menganut dua commit to user 35 agama besar ini. Seiring dengan masuknya agama Hindu-Buddha, maka berkembang pula kebudayaan yang menyertai agama ini. Orang-orang Melayu mulai mengenal huruf dan bahasa. Dari prasasti yang ditemukan, huruf yang banyak dipakai adalah Pallawa dengan bahasa Sansekerta. Namun, ada juga yang menggunakan bahasa Melayu kuno. Selain Cina dan India, orang-orang Melayu juga memiliki relasi dagang yang baik dengan para pedagang Arab. Dengan perdagangan yang semakin intens, maka akhirnya Islam juga masuk dan menyebar di kawasan Melayu. Seiring dengan itu, huruf dan bahasa Arab juga berkembang. Berkat kreativitas orang Melayu, mereka kemudian memodifikasi huruf Arab menjadi huruf Arab Melayu Jawi. Manuskrip-manuskrip Melayu yang ada saat ini sebagian besar ditulis dalam huruf dan bahasa Arab ini, tetapi banyak juga yang berbahasa Melayu lokal. Saat ini, pengaruh dari berbagai kekuatan budaya yang pernah menjalin relasi dengan kerajaan Melayu tampak jelas dalam kebudayaan Melayu, terutama dalam bahasa. Pada abad ke-16 M, kolonial Eropa Inggris, Spanyol, Portugis, Perancis dan Belanda masuk ke kawasan Melayu. Dalam perkembangannya, hampir seluruh kawasan ini tunduk pada kekuatan kolonial tersebut, bahkan banyak yang runtuh, seperti Malaka di Malaysia. Singkat kata, Kerajaan Melayu memang telah runtuh, tetapi kebudayaannya tidak akan musnah sebagaimana dikatakan Hang Tuah, “Tak kan Melayu hilang di dunia”. Kebudayaan Melayu selalu ada dan ruhnya akan bangkit kembali, baik di daerah asalnya ataupun di kawasan lain. commit to user 36 Minat dan perhatian kita terhadap budaya ini, sebenarnya refleksi dan bukti dari masih kuatnya ruh budaya Melayu tersebut dalam jiwa para pendukungnya.

b. Kebudayaan Melayu pada Saat Novel Ditulis