commit to user
109
mampu memahami serta menyesuaikan sikapnya saat di budaya orang lain yang akhirnya dia bawa dalam kehidupannya.
3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Transformasi Budaya dalam Novel
Bulang Cahaya
Terjadinya faktor-faktor budaya tersebut dipengaruhi berbagai macam hal, antara lain faktor internal berkaitan dengan sikap pendukung kebudayaan itu
sendiri; sementara faktor eksternal berhubungan dengan penetrasi kebudayaan luar. Penetrasi kebudayaan luar merupakan konsekuensi logis dari pilihan untuk
membuka relasi dengan kebudayaan lain. Namun, pengaruh dari penetrasi tersebut akan sangat bergantung pada pola respons pendukung kebudayaan yang
bersangkutan. Selain hal tersebut adanya pengaruh dengan kebudayaan lain, tokoh utama sebagai sentral yang akan memengaruhi munculnya budaya yang ada, serta
peristiwa yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam novel Bulang Cahaya ini juga merupakan faktor yang memengaruhi. Dan lebih dari itu, masih banyak faktor-
faktor yang memengaruhi transformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya hal itu dapat dilihat penyebab-penyebabnya, antara lain sebagai berikut.
a. Kontak dengan Kebudayaan Lain
Tokoh utama dalam novel Bulang Cahaya ini adalah Raja Djaafar, yang pindah ke Selangor. Dari Kelang budaya Melayu dibawa oleh tokoh utama ke
Kota Bulang, kepulauan Riau. Hal itu bisa dilihat pada kutipan berikut ini: Di Kelang pun, Djaafar sudah berkali-kali menceritakan
kabar itu kepada beberapa kerabat dekatnya. “Beta tak akan ke Riau lagi. ini sudah keputusan, jangan ada yang coba
commit to user
110
membujuk,”tambahnya dengan wajah memerah menahan amarah terpendam Bulang Cahaya: 22.
Djaafar, tokoh utama selama mudanya hidup di Riau. Dan harus pindah ke Kelang, Selangor untuk menghindari rasa sakitnya pada Tengku Butat. Dari
situlah faktor kebudayaan Melayu memengaruhi.
b. Konflik antara Melayu dan Bugis
Terjadinya konflik antara Melayu dan Bugis memengaruhi adanya faktor kebudayaan Melayu. Melayu dan Bugis pernah bersatu pada saat melawan
penjajah. Namun karena perebutan kekuasaan dalam menduduki tahta kerajaan akhirnya hubungan Melayu dan Bugis kembali pecah. Terlebih lagi tidak
direstuinya hubungan antara Raja Djaafar dengan Tengku Buntat. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:
Peristiwa inilah yang selalu dianggap menjadi puncak perseteruan antara pihak Melayu dan Bugis. Puncak dari
pelanggaran terhadap sumpah setia Melayu dan Bugis yang dibuat di masa awal perseketuan mereka di Johor dahulunya.
Bulang Cahaya: 62 .................................
“Sakit hati orang Melayu kepada kita orang Bugis dan keturunannya takkan mudah hilang. Walaupun dia berbaik
sangka dan mau menerima menantu keturunan Bugis, pasti ada apa-apanya. Mungkin itu siasat, “kata Raja Andak,
pemegang kendali adat dari Pihak Bugis. Bulang Cahaya: 129.
commit to user
111
Adanya konflik antara Melayu dan Bugis merupakan faktor yang memengaruhi adanya transformasi budaya yang dibawa oleh tokoh-utama,
Raja Djaafar.
c. Politik dalam Berebut Kekuasaan
Selain kontak dengan kebudayaan lain dan adanya konflik antara Melayu dan Bugis, politik dalam berebut kekuasaan juga memengaruhi adanya
transformasi kebudayaan. Adanya perebutan kekuasaan, padahal sudah dinobatkan bahwa tahta akan diberikan secara turun temurun. Akan tetapi
sehubungan adanya perselisihan paham antara Melayu dan Bugis maka antara pihak Melayu dan Bugis memiliki calon untuk dijadikan sebagai Yang
Dipertuan Muda atau Raja. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut. Djaafar sudah sejak lama mendengar desas desus, cerita dan
bisik-bisik ihwal pertentangan di kalangan istana di Riau. Kematian Sultan Abdul Jalil misalnya, kononnya diracun
oleh pihak Bugis, karena ingin merajakan Tengku mahmud yang ibunya berdarah Bugis. Daeng Kembodja, kononnya
diracun pihak Melayu, karena marah telah merampas tahta kesultanan Riau dari tangan orang Melayu. Lalu Raja Ali
Marhum Pulau Bayan, kabarnya diracun kerabat Temenggung yang marah karena Raja Ali merampas jabatan
yang Dipertuan Muda dari tangan Tengku Muda Muhammad yang orang Melayu. Dan sekarang Sultan Mahmud, Yang
Dipertuan Besar Riau, kononnya juga diracun, karena kecemburuan para permaisurinya, seperti yang dia dengar di
Selangor. Bulang Cahaya: 205.
Hal-hal di atas merupakan faktor-faktor yang memengaruhi adanya transformasi budaya dalam novel Bulang Cahaya karya Rida K. Liamsi.
Kebudayaan Melayu selalu ada dan ruhnya akan bangkit kembali, baik di
commit to user
112
daerah asalnya ataupun di kawasan lain. Minat dan perhatian masyarakat terhadap budaya ini, sebenarnya refleksi dan bukti dari masih kuatnya ruh
budaya Melayu tersebut dalam jiwa para pendukungnya sehingga hal itulah yang memengaruhi munculnya transformasi budaya Melayu pada novel
Bulang Cahaya ini.
4. Budaya Melayu dalam Novel Bulang Cahaya Karya Rida K. Liamsi