commit to user
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Novel adalah suatu karya fiksi yang menawarkan suatu dunia, yaitu dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun
melalui berbagai unsur intrinsiknya, seperti peristiwa, plot, tokoh penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya bersifat imajinatif Burhan
Nurgiyantoro, 2007:4. Adapun dalam The American College Dictionary Tarigan, 1993:164, diterangkan bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang
fiktif serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kusut atau kacau. Sebagai suatu karya sastra, novel
mengandung nilai-nilai moral yang berguna bagi pembacanya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Herman J. Waluyo 2002:37, mengemukakan bahwa novel
bukan hanya alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni, yang mempelajari dan meneliti segi-segi kehidupan dan nilai baik buruk moral kehidupan ini dan
mengarahkan kepada pembaca tentang pekerti yang baik dan budi luhur.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel adalah jenis cerita fiksi yang mempunyai panjang tertentu dengan memasukkan
berbagai unsur intrinsik di dalamnya dan bersifat imajinatif.
8
commit to user
9
b. Struktur Novel
Novel merupakan sebuah totalitas keseluruhan yang bersifat artistik dan memiliki bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain.
Struktur tersebut dibedakan menjadi dua yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Menurut Burhan Nurgiyantoro 2007:23, unsur intrinsik adalah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Adapun tidak langsung
memengaruhi bangunan atau sistem organisme sastra. Unsur-unsur intrinsik novel tersebut antara lain sebagai berikut.
1 Tema Tema pada hakikatnya adalah permasalahan yang merupakan titik tolak
pengarang dalam menyusun cerita, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu. Panuti Sudjiman 1988:52
memberikan pengertian bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra. Dalam sebuah karya fiksi, tema
tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi membaur ke seluruh cerita, yaitu secara implisit, maka pembaca yang harus menafsirkan sendiri.
Usaha menafsirkan tema dapat dilakukan melalui detail kejadian dan konflik yang menonjol, yaitu konflik utama cerita yang dialami, ditimbulkan
kepada tokoh utama. Hal di atas menunjukkan betapa erat kaitan antara tema dan penokohan. Kaitannya dengan tema, tokoh mempunyai kedudukan yang
strategis, yaitu sebagai penyampai tema, baik secara terselubung maupun terang-terangan. Adanya perbedaan tema akan menyebabkan perbedaan
perlakuan tokoh cerita yang diberi tugas menyampaikan tema. Pengarang akan
commit to user
10
memilih tokoh-tokoh tertentu yang dirasa paling cocok untuk mendukung temanya Burhan Nurgiyantoro, 2007:173.
Pengarang yang baik akan mampu menampilkan cerita yang bersumber pada realitas kehidupan sebagai reaksi atau saksi sejarah terhadap praktik
kehidupan masyarakat. Budi Darma dalam Herman J. Waluyo, 1995:83 menyatakan bahwa:
Pengarang yang baik adalah pengarang yang mampu menemukan hakikat manusia. Ia mempunyai kekuatan mata seperti rontgen yang
mampu menembus tubuh manusia dan seperti televisi yang dapat menangkap gambar-gambar dari pemancar-pemancar yang jauh, serta
menerima suara-suara masyarakat, dan bagaikan memiliki indera tambahan yang mampu menangkap getaran hati manusia yang
menderita.
Tema harus mampu mengangkat ke permukaan realitas relung-relung kehidupan manusia. Mochtar Lubis dalam Herman J. Waluyo, 1995: 83
menyatakan bahwa wilayah pengarang luas sekali, seolah-olah tanpa batas. Wilayah yang baik adalah menjelajah ke ruang dalam manusia sendiri, artinya
ke berbagai batin manusia yang mempunyai berbagai permasalahan kehidupan.
2 Latar Setting Latar atau setting menyangkut tempat, waktu, dan situasi yang mendukung
dalam suatu cerita. Menurut Abrams Nurgiyantoro, 2007: 216, latar atau setting adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan
waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
commit to user
11
Latar memberi pijakan konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberi kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-
olah sungguh-sungguh terjadi. Sifat-sifat latar, dalam banyak hal akan memengaruhi sifat-sifat tokoh. Bahkan, sifat seseorang akan dibentuk oleh
keadaan latarnya. Hal tersebut dibenarkan oleh Wellek dan Warren dalam Melani Budianta, 1993: 291 bahwa latar mungkin merupakan proyeksi
kehendak tersebut, antara manusia dan alam terdapat korelasi. Latar yang baik harus benar-benar mutlak untuk menggarap karakter cerita. Latar wilayah
tertentu harus menghasilkan perwatakan tokoh dan tema tertentu. Latar harus terintegrasi dengan watak, tema, gaya, dan implikasi filosofisnya.
3 Sudut Pandang Sudut pandang atau point of view merupakan cara memandang yang
digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita. Dengan demikian, pada
hakikatnya sudut pandang merupakan strategi, teknik, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan atau ceritanya. Sudut
pandang pada hakikatnya adalah visi pengarang yang berarti sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini,
tentunya harus dibedakan dengan pandangan pengarang sebagai pribadi, sebab sebuah karya sastra sebenarnya merupakan pandangan pengarang terhadap
kehidupan Jakob Sumardjo, 1994:82. Sudut pandang dibagi menjadi dua yaitu sudut pandang orang pertama
Pencerita Akuan dan sudut pandang orang ketiga Pencerita Diaan. Dalam
commit to user
12
sudut pandang orang pertama, pencerita sebagai salah satu tokoh dalam cerita dalam berkisah mengacu pada dirinya sendiri dengan sebutan aku atau saya.
Apabila dalam cerita itu pencerita bertindak sebagai tokoh utama disebut sudut pandang orang pertama tokoh utama atau Akuan-Sertaan, sedangkan
apabila pencerita menjadi tokoh bawahan yang disebut sudut pandang orang pertama tokoh bawahan atau Akuan-Taksertaan.
Dalam sudut pandang orang ketiga, pencerita berada di luar cerita. Dalam kisahannya pencerita mengacu pada tokoh-tokoh cerita dengan menggunakan
kata ganti orang ketiga ia, dia, atau menyebut nama tokoh. Sudut pandang orang ketiga ada dua, yaitu orang ketiga mahatahu dan orang ketiga terbatas.
Orang ketiga mahatahu, apabila pencerita mengetahui dan dapat menceritakan segala sesuatu tentang tokoh dan peristiwa yang berlaku dalam cerita, bahkan
mampu mengungkap pikiran. Orang ketiga terbatas, apabila pencerita hanya dapat menceritakan apa yang dapat diamati dari luar.
4 Plot Plot atau alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, tetapi setiap
kejadian itu hanya dihubungkan dari berbagai akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain Burhan
Nurgiyantoro, 2007:113. Adapun menurut Aminnudin 1987: 83, plot atau alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihindarkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Plot merupakan tulang punggung cerita sehingga keberadaannya begitu penting. Namun, tokoh-tokoh cerita akan lebih menarik perhatian pembaca.
commit to user
13
Pembaca terkesan pada penampilan kehidupan dan jati diri tokoh yang memang lebih banyak menjanjikan. Dalam kaitan ini, plot sekadar sarana
untuk memahami perjalanan kehidupan tokoh, atau untuk menunjukkan jati diri dan kehidupan tokoh, maka perlu diplotkan perjalanan hidupnya. Seperti
pendapat MacLaughlin dan Devoodg dalam Morawski, 2010, “Readers are always making choices about their thingking, focusing on both stances and
sometimes more on one thatn the other”. Pembaca selalu dapat menentukan pilihan tentang cara berpikir, memfokuskan cara pandangan dan kadang-
kadang melebihi dari yang lain. Maksudnya, setiap pembaca memiliki cara pandang sendiri terhadap novel yang sedang dibacanya yang dapat diamati
dari alurnya. Plot atau alur tidak bisa dipaparkan begitu saja. Kejadian-kejadian dalam
plot mengalami perkembangan itu disebabkan oleh konflik. Konflik dalam suatu cerita dipaparkan melalui gerak atau jalan cerita yang tersusun dari
kejadian-kejadian yang saling terkait dan merupakan sebab akibat. Konflik dalam cerita dikupas menjadi elemen-elemen tertentu Herman J. Waluyo,
1995:91. Tahap-tahap plot atau alur, yakni exposition, inciting moment, rising
action, complication, climax, falling action, dan denoument. a
Exposition, yaitu paparan cerita awal. Pengarang mulai memperkenalkan tempat kejadian, waktu, topik, dan tokoh-tokoh. Tingkat intensitas paparan
tergantung keinginan pengarang, apakah ia akan menulis novel atau cerpen.
commit to user
14
b Inciting moment, yaitu mulai munculnya problem-problem. Problem-
problem mulai dimunculkan pengarang untuk kemudian dikembangkan. c
Rising action, yaitu problem dalam cerita dalam mulai meningkat dan selanjutnya terjadi konflik.
d Complication, yaitu saat konflik semakin ruwet.
e Climax merupakan puncak seluruh cerita, dan semua cerita sebelumnya
ditahan untuk menonjolkan saat klimaks tersebut. f
Falling action, yaitu konflik yang dibangun mulai menurun karena telah mencapai klimaksnya. Emosi yang memuncak telah berkurang.
g Denoument, yaitu penyelesaian atau pemecahan masalah.
Unsur-unsur plot berpusat pada konflik. Dengan adanya plot seperti di atas, pembaca dibawa ke suatu keadaan yang menegangkan, timbul suatu
suspens dalam cerita. Suspens inilah yang menarik pembaca untuk mengikuti jalan cerita. Kekuatan sebuah cerita terdapat pada bagaimana seorang
pengarang membawa pembacanya mengikuti timbulnya konflik dan berakhirnya konflik. Timbulnya konflik atau terbinanya plot sering berkaitan
dengan watak atau tema, bahkan juga setting. Konflik dalam cerita mungkin terjadi karena watak seseorang yang begitu rupa sehingga menimbulkan
konflik bagi orang lain dan lingkungannya.
5 Tokoh dan Penokohan Tokoh dalam novel merupakan satu hal yang paling utama dalam cerita.
Hal ini dikarenakan bahwa tokoh merupakan unsur pembangun agar sebuah
commit to user
15
cerita menjadi lebih menarik untuk dinikmati. Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
menjalin suatu cerita Aminuddin, 1987:78. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa
atau berkelakuan dalam tindakan. Novel pada dasarnya mengisahkan seorang atau beberapa orang yang
memerankan karakter, dan selanjutnya disebut tokoh. Tokoh cerita adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai
peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita. Jadi, tokoh adalah orangnya. Dalam cerita rekaan, terdapat bermacam-macam tokoh. Berdasar
cara menampilkannya, tokoh yang mendominasi jalannya cerita disebut tokoh utama.
Berdasarkan segi peranannya, tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama main character, dan tokoh tambahan peripheral character. Tokoh
utama yaitu tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Sedangkan tokoh
tambahan yaitu tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita. Menurut Burhan Nurgiyantoro 2007:165, istilah tokoh merujuk
pada pelaku cerita. Watak, perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh, seperti ditafsirkan pembaca, lebih menunjuk kepada kualitas
pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi diartikan dengan perwatakan atau karakter.
commit to user
16
Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peranan penting dalam sebuah cerita. Tokoh utama merupakan tokoh dengan tingkat kemunculan paling
sering dan dibicarakan oleh pengarang. Tokoh tambahan adalah tokoh yang memiliki peranan penting yang kemunculannya hanyalah untuk melengkapi,
melayani, dan mendukung pelaku utama. Ia merupakan tokoh yang terlalu sering muncul dan dibicarakan ala kadarnya oleh pengarang Aminudin,
1987:79-80. Terdapat jenis-jenis tokoh, antara lain sebagai berikut.
a Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan Tokoh utama adalah tokoh yang ditampilkan terus-menerus sehingga
terasa mendominasi cerita dan yang diutamakan penceritaannya. Adapun tokoh tambahan adalah tokoh-tokoh yang dimunculkan sekali atau
beberapa kali dan itu pun dalam porsi yang relatif pendek. Kehadiran tokoh tambahan berfungsi memperkuat karakter tokoh utama
b Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendapat simpati dan empati
dari pembacanya. Pembaca sering mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh tersebut dan sering terlihat secara emosional. Adapun tokoh
antagonis adalah lawan dari tokoh protagonis yang menyebabkan ketegangan dan konflik terutama bagi tokoh protagonis. Tokoh antagonis
tidak selalu berwujud manusia, tetapi bisa juga berwujud hal-hal di luar individualitas seseorang.
commit to user
17
c Tokoh Datar dan Tokoh Bulat Tokoh datar adalah tokoh yang memiliki suatu kualitas kepribadian
tertentu atau satu sifat saja. Adapun tokoh bulat yaitu tokoh yang memiliki banyak sifat dan banyak diungkap sisi kehidupannya, kepribadiannya, dan
jati dirinya d Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Tokoh statis adalah tokoh yang secara esensial tidak mengalami perubahan perwatakan sebagai akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dari plot yang dikisahkan e Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Tokoh tipikal adalah tokoh yang lebih banyak menonjolkan kualitas kebangsaannya atau pekerjaannya, atau sesuatu yang lebih bersifat
mewakili. Tokoh netral adalah tokoh-tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri, semata-mata tokoh yang dihadirkan sebagai tokoh imajiner
bebas, artinya tidak mewakili pihak mana pun. Selain jenis-jenis tokoh, terdapat pula teknik pelukisan tokoh. Teknik
pelukisan tokoh dapat dilakukan secara ekspositoris langsung atau secara dramatik tidak langsung. Pelukisan tokoh secara ekspositoris adalah teknik
tokoh dengan memberikan uraian, deskripsi, atau penjelasan secara langsung. Teknik pelukisan dramatik adalah pelukisan tokoh yang tidak dideskripsikan
secara langsung baik mengenai sifat, sikap, maupun tingkah laku tokoh.
commit to user
18
Pada umumnya, pengarang memilih secara campuran, menggunakan teknik langsung dan teknik tidak langsung. Hal ini dirasa lebih
menguntungkan karena kelemahan tiap-tiap teknik dapat ditutup dengan teknik lain.
Teknik pelukisan tokoh secara tidak langsung dapat dijelaskan melalui beberapa teknik, antara lain 1 teknik cakapan, 2 teknik tingkah laku, 3
teknik pikiran dan perasaan, 4 teknik arus kesadaran, 5 teknik reaksi tokoh terhadap rangsang dari luar, 6 teknik reaksi tokoh lain terhadap tokoh utama,
7 teknik pelukisan latar, dan 8 teknik pelukisan fisik. Burhan Nurgiyantoro, 2007:176-184.
Banyak sekali jenis novel dalam perkembangan sastra di Indonesia. Hawthron 1989: 141 membedakan 15 jenis novel,yaitu:
The picareque novel, the epistolary novel, the historical novel, the satirical novel, the bildungsroman novel information or education,
the roman a clef novel with a key the tendenzroman thesis novel, the roman noir gothic novel, the roman-fleuve, the roman
feuilieton, science fiction, the nouveau roman novel, metafiction, fiction.
Dengan mengidentifikasi jenis-jenis novel tersebut pada struktur sejumlah novel sastra Indonesia yang terbit pada akhir abad XX, dapat dikatakan
adanya jenis novel yang memuat kearifan lokal. Kearifan lokal budaya seperti nilai-nilai luhur yang ada dalam novel wajib diajarkan dalam pembelajaran
commit to user
19
sastra di sekolah Arli Parikesit, 2004. Sejalan dengan pendapatan mengenai kearifan lokal, Prasetyo Utomo 2008 mengemukakan bahwa kearifan lokal
tidak dengan sendirinya membentuk sastra lokal, yang diminati masyarakat setempat, dalam kurun waktu yang terbatas. Kearifan lokal yang menjadi
obsesi sastrawan secara kontemplatif, bisa jadi teks sastra yang digemari pembaca secara lintas waktu. Begitu banyak teks sastra yang ditulis dengan
kekuatan kearifan lokal serupa ini dan menjadi bacaan yang tidak hanya laris, melainkan juga bermuatan nilai estetik.
Perkembangan novel sastra Indonesia selama abad XX menunjukkan ciri yang dinamis. Pengarang novel dari wilayah Sumatera memperlihatkan
adanya penggabungan tiga tradisi: tradisi mereka sendiri, tradisi sastra Melayu lama, dan tradisi dari pembacaan cerita-cerita dalam bahasa Belanda Junus,
1974: 8. Dengan kata lain, novel-novel karangan wilayah Sumatera menggabungkan tradisi naratif Barat.
Penggabungan berbagai tradisi naratif dalam novel ini sesuai dengan pendapat Teeuw 1983: 201: The creation of the novel in modern Indonesian
literature is a complicated phenomenon which certainly cannot be reduced to a single source. Fenomena ini bukan hanya terjadi pada tahun 1920-an, tetapi
juga pada dekade-dekade selanjutnya.
commit to user
20
2. Hakikat Sosiologi Sastra