Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas

seksual diperkirakan memunculkan reaksi kuat dari agresi di kebudayaan tersebut. 3. Kepribadian Berikut ini adalah trait atau karakteristik yang memicu beberapa orang melakukan agresivitas: 1 Pola perilaku tipe A type A behavior pattern. Menurut Glass dan Strube pola perilaku tipe A merupakan pola perilaku yang sangat kompetitif, selalu terburu-buru, irritable atau mudah marah dan agresif. Sedangkan pola tipe B type B behavior pattern adalah kebalikan dari pola perilaku tipe A. pola perilaku tipe B tidak memiliki karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan pola perilaku tipe A. Tipe A cenderung lebih agresif dari pada tipe B. Orang tipe A yang benar-benar hostile: mereka tidak melakukan agresi pada orang lain hanya karena hal itu merupakan alat yang bermanfaaat untuk mencapai tujuan. Tapi mereka lebih cenderung untuk terlibat dalam agresi hostile daripada tipe B yaitu agresi yang tujuan utamanya adalah untuk melakukan suatu kekerasan pada korban. Tipe A cenderung tidak terlibat dalam agresi instrumental, dimana agresi ini dilakukan untuk mendapatkan tujuan lain seperti mengontrol sumber-sumber daya yang berharga. 4. Emosi Salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku agresif adalah kondisi emosi. Munculnya perilaku yang negatif, menurut Goleman 2000 merupakan gambaran adanya emosi-emosi yang tidak terkendali dan mencerminkan semakin meningkatnya ketidakseimbangan emosi. Penelitian yang dilakukan oleh Dodge dan Coie dalam Berkowitz, 1993 menunjukkan bahwa ada orang-orang yang cenderung melakukan agresi berdasarkan emosi. peneliti tersebut menemukan bahwa orang yang sering melakukan agresi berdasarkan emosi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Cenderung memberi atribusi bahwa orang lain menampilkan sikap permusuhan hostility meskipun orang lain belum tentu bersikapbertindak demikian. 2. Cenderung percaya bahwa agresi merupakan respon yang tepat untuk sikap bermusuhan seperti yang mereka persepsikan tersebut. 5. Alkohol Terjadinya perilaku agresi dikaitkan pada mereka yang mengkonsumsi alkohol. Penjelasan yang lain menyatakan bahwa mengkonsumsi alcohol dalam dosis tinggi akan memperburuk proses kognitif terutama pada informasi yang kompleks dan menyebabkan gangguan kognitif, yaitu mengurangi kemampuan seseorang untuk mengatasi atau bertahan dalam situasi-situasi yang sulit. 2.2. Kecerdasan Emosi 2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosi Dalam istilah latin emosi di jelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya “jiwa yang menggerakan kita” Goleman,2000. Kecerdasan emosi atau lebih di kenal dengan Emotional Intelligence menurutGoleman 2000 di definisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasan diri, komitmen dan ntegritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomuikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri dan perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungannya dengan pihak lain. Goleman mengartikan emosi sebagai satu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi, merujuk pada suatu kadaan dalam diri seseorang yang memperlihatkan ciri-ciri kognisi tertentu, pengindraan, reaksi fisiologis dan pelampiasan dalam perilaku. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa emosi adalah reaksi perasaan perasaan diri seseorang yang timbul karena ada suatu stimulus dan memperlihatkan kognisi, reaksi fisiologis, reaksi biologis, dan bahkan reaksi behavioral tertentu. Setelah di sebutkan beberapa istilah emosi secara umum, dan kemudian di kaitkan dengan istilah kecerdasan, maka dapat dipersempit pembahasan ini, yaitu mengenai kecerdasan emosional, maka pengertian kecerdasan emosi menurut Goleman, kecerasan emosi adalah kemampuan- kemampuan unt mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, empati dan kemamuan untuk membina hubungan. Goleman,2000.

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi

Goleman 2000 menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang yaitu: 1. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam mempelajari emosi. Kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat masih bayi dengan cara contoh-contoh ekspresi. Peristiwa emosional yang terjadi pada masa anak-anak akan melekat dan menetap secara permanen hingga dewasa kehidupan emosional yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak dikemudian hari. 2. Lingkungan non keluarga. Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan perkembangan fisik dan mental anak. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu aktivitas bermain peran sebagai seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai keadaan orang lain. Menurut Le Dove Goleman. 2002 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain: a. Fisik. Secara fisik bagian yang paling menentukan atau paling berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah anatomi saraf emosinya. Bagian otak yang digunakan untuk berfikir yaitu konteks kadang kadang disebut juga neo konteks. Sebagai bagian yang berada dibagian otak yang mengurusi emosi yaitu system limbic, tetapi sesungguhnya antara kedua bagian inilah yang menentukan kecerdasan emosi seseorang. 1. Konteks. Bagian ini berupa bagian berlipat-lipat kira kira 3 milimeter yang membungkus hemisfer serebral dalam otak. Konteks berperan penting dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa mengalami perasaan tertentu dan selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Konteks khusus lobus prefrontal, dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu. 2. Sistem limbic. Bagian ini sering disebut sebagai emosi otak yang letaknya jauh didalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan implus. Sistem limbic meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya emosi. Selain itu ada amygdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak. b. Psikis. Kecerdasan emosi selain dipengaruhi oleh kepribadian individu, juga dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri individu.Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang yaitu secara fisik dan psikis.Secara fisik terletak dibagian otak yaitu konteks dan sistem limbic, secara psikis meliputi lingkungan keluarga dan lingkungan non keluarga.

2.2.3 Pengukuran kecerdasan emosi

Dalam Cherniss 2000 Pengukuran kecerdasan emosi yang pernah digunakan adalah Bar- On’s EQ-I Bar-On, 1997. Instrument ini berbentuk self-repot yang di desain untuk kualitas personal “emotional well-being” dan bebas budaya. EQ-I telah digunakan untuk menilai ribuan individu dengan reliabilitas sebesar 6.21. Dan saat ini EQ-I dikenal dalam memperdiksi validitas di situasi kerja, salah satunya yang paling sukses dan sering digunakan pada pengrekrutan di U.S.Air Force. Pengukuran yang lain dalam mengukur kecerdasan emosi adalah Multifactor Emotional Intelligence Scale Mayer, Caruso Salovey. Berbeda dengan EQ-I, MEIS berbentuk tes kemampuan test of ability yang terdiri dari 402 pernyataan. Peserta diberikan rangkaian tugas yang di disain