Diskusi KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

lebih kepada skill dalam bergaul dengan orang lain. Berdasarkan arah pengaruhnya, variabel interpersonal relationship memiiki arah negatif artinya semakin tinggi interpersonal relationship maka semakin rendah agresivitas itu muncul. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lusiana 2009 yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan variabel interpersonal relationship terhadap agresivitas remaja. Hal tersebut dapat terjadi karena sampel yang digunakan tidak sama. Pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel remaja berusia 12 – 17 tahun, sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu remaja siswa – siswi SMA. Berdasarkan perkembangan sosial remaja usia 12-17 tahun memiliki interpersonal relationship yang belum cukup matang karena mereka belum memahami benar tentang norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat Hurlock, 1980. Pada variabel behavior control diketahui pengaruhnya tidak signifikan terhadap agresivitas, dengan arah pengaruh positif. Artinya, semakin tinggi behaviour control seseorang maka semakin tinggi pula agresivitas. Gunarsa 2009 menjelaskan, bahwa remaja yang kurang mengembangkan kontrol tingkah lakunya adalah remaja yang gagal mempelajari dua perbedaan dalam bertingkah laku, baik tingkah laku yang dapat diterima maupun tingkah laku yang tidak dapat diterima. Seperti contoh, remaja yang memukul ibunya agar ia mendapatkan uang untuk pergi bermain game online, walaupun sebenarnya ia tahu bahwa perilakunya itu adalah perbuatan yang salah, namun ia tetap melakukannya karena ia ingin bisa bermain game online bersama temannya. Jelaslah, bahwa kemampuan mengontrol tingkah laku ini bisa tidak signifikan, jika seseorang gagal menggunakan perbedaan tingkah laku yang seharusnya dilakukan dengan tingkah laku yang tidak seharusnya dilakukan. Pada variabel decisional control juga diketahui bahwa pengaruhnya tidak signifikan. Hasil ini dikarenakan individu kurang memiliki kontrol keputusan yang konsisten dalam mengambil tindakan. Penilaian baik dan buruk yang nantinya menjadi pedoman dalam pembentukan sistem kepercayaan bagi remaja dalam menjalani kehidupannya, sehingga remaja tidak mudah goyah dalam mengambil sebuah keputusan untuk menentukan tindakan yang akan diambil Gunarsa, 2012. Teori di atas diperkuat dengan penjelasan Papalia et.al dalam Gunarsa, 2009 yang mengatakan, bahwa individu yang kurang memegang nilai dari kepercayaan yang dibentuk, akan sulit mengendalikan dorongan untuk bertingkah laku dalam mengambil sebuah tindakan. Pada variabel cognitive control diketahui pengaruhnya tidak signifikan terhadap agresivitas, dengan arah pengaruh positif. Artinya, semakin tinggi cognitive control prilaku seseorang maka semakin tinggi pula agresivitas. Hal ini berbanding terbalik dengan teori Averill 1973, ketika individu memperoleh informasi, kemudian ia mampu mengolah informasi yang didapat dengan baik, maka individu tersebut akan mampu mengantisipasi segala hal yang terjadi di luar dirinya. Antisipasi ini tentunya dilakukan dengan cara yang objektif dan positif, sekalipun informasi yang diperoleh adalah sesuatu yang sifatnya negatif. Hal ini mungkin disebabkan alat ukur yang digunakan juga mempengaruhi hasil akhir penelitian, dimana kemungkinan terdapat kesalahan dalam pengisian lembar kuesioner yang diajukan, akibat terbatasnya waktu pengisian dan kondisi tempat penelitian yang kurang mendukung. Terbatasnya penelitian terdahulu dalam penelitian tentang adiksi game online juga menjadi kendala dalam penelitian ini, karena pada penelitian- penelitian sebelumnya hanya mencari gambaran atau hubungan antar IV dan DV sedangkan penelitian sebelumnya yang mecari pengaruh IV terhadap DV belum berhasil didapatkan oleh penulis dalam penelitian ini.

5.3 Saran

Peneliti menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti ingin memberikan saran teoritis dan saran praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti dengan dependent variable yang sama.

5.3.1 Saran Teoritis

1. Dalam penelitian ini banyak variabel-variabel atau faktor-faktor lain yang terkait erat dengan agresivitas namun tidak diikutsertakan dalam analisis sebagai independent variable IV, seperti: Tipe kepribadian, pola asuh, pemaparan kekerasan pada media, provokasi langsung dan faktor budaya. 2. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk memilih sampel yang sedang tidak bermain game online saat itu, hal ini dipertimbangkan agar mengurangi bias atau faking yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja oleh sampel, karena bisa saja sampel yang sedang bermain tersebut terburuburu atau tidak fokus dalam mengisi mengisi kuesioner. 3. Pemilihan subjek penelitian hendaknya lebih bervariasi karena agresivitas tidak hanya remaja, namun terdiri dari berbagai kalangan.

5.3.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang positif bagi orangtua, masyarakat pada umumnya, dan khususnya bagi remaja pengguna game online akan pentingnya kemampuan empati, agar mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri, sehingga ia mampu menjaga perasaan orang lain dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak baik dan berbahaya seperti perilaku agresi. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan empati sejak dini, dimulai dari hal kecil maka seseorang akan terbiasa memiliki kecakapan empati yang baik hingga dewasa. 2. Bagi remaja dapat lebih mengendaliakn emosi dan dapat mengkontrol diri mereka pada saat menyaksikan dan bermain game online yang cenderung berunsur agresivitas agar tidak menimbulkan prilaku agresivitas baik verbal maupun fisik. Untuk mengurangi perilaku agresif tersebut, dapat juga dilakukan dengan pelatihan kontrol diri. 3. Perlu diselenggarakan penyuluhan atau seminar yang membahas dampak buruk game online di sekolah-sekolah seperti SMP dan SMA, karena dari tingkat inilah kebanyakan remaja mengalami adiksi game online dan hal ini dapat memicu perilaku agresif pada remaja yang secara terus menerus menggunakan game online, khususnya game online yang berunsur agresivitas seperti point blank. DAFTAR PUSTAKA Aini, P Azhar, R. 2010. Kecerdasan emosi dan agresivitas pada remaja akhir. Jurnal Ilmiah Psikologi , 4, 1, 375-394. Anderson, C., Bushman, B. 2002. Human aggression. annual reviews psychology, 53, 27-51. Anderson, C., Carnagey, N. 2004. Violent evil and the general aggression model. Chapter in A . Miller Ed. The social psychology of good and evil 162-192. New York: Guilford publications. Ali,M.Asrori. 2004. Psikologi remaja: pengembangan peserta didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Averill, J.R. 1973. Personal control over aversive and its relationship to stress. Psychological bulletin, 804, 286-303. Baron, Branscombe Byrne. 1994. Social psychology. 12 th ed. New York: Pearson Allyn Bacon. Baron Byrne. Social psychology. Psikologi sosial. 10 th ed, 1. 2004. Jakarta: Erlangga. Baron Byrne. Social psychology. Psikologi sosial. 10 th ed, 2. 2005. Jakarta: Erlangga. Bushman, B. Huessman, L. 2010. Aggression. Handbook of social psychology. DOI: 10.10029780470561119 Buss, A. H. Perry, M. 1992. The aggression questionnaire. Journal pers social psychology , 63, 452-459. Chernis, C 2000. Emotional intelligence what it is and why it matter. Consortium for research on emotional intelligence in organizations. New Orleans: Society for industry. Chaplin, J.P. Dictionary of psychology. Kamus lengkap psikologi Ed.1. Kartono Kartini terj. 2004. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Chiou, W. 2008. Induced attitude change on online gaming among adolescents: An application of the less-leads-to-more effect. Cyber psychology behavior, 11, 2. doi: 10.1089cpb.2007.0035.