keuntungan dalam pelayanan sebagai institusional alternatif untuk regulasi. Ini menunjukkan pemerintah sebagai pemegang saham dan pemangku kepentingan
mempunyai hak dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kebijakan dalam mekanisme Good Corporate Governance. Manfaat Good
Corporate Governance akan dilihat dari premium yang bersedia dibayar oleh investor atas ekuitas perusahaan harga pasar. Jika ternyata investor bersedia
membayar mahal, maka nilai pasar perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance juga akan lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak
menerapkan atau mengungkapkan praktek Good Corporate Governance Juanda: 2009. Tujuan jenis kepemilikan ini tidak hanya memaksimalkan nilai pemegang
saham namun juga bertujuan untuk menambah nilai perusahaan dan pengembalian modal berupa keuntungan kepada Pemerintah.
2.1.6. Good Corporate Governance di Indonesia
Sejarah tata kelola perusahaan di Indonesia berhubungan erat dengan krisis keuangan Asia Tenggara. Krisis dimulai di Thailand dan menyebar ke Filipina,
Indonesia, Malaysia dan Korea Selatan. Seorang pengamat ekonomi menyatakan bahwa tragedi keuangan Asia tahun 1997 adalah tonggak dalam sejarah
perusahaan pemerintahan di Indonesia. Hal itu mencerminkan bahwa kondisi keuangan pada pertengahan Agustus tahun 1997 yaitu dengan nilai rupiah turun
drastis sebesar 27 terhadap dollar Amerika Serikat AS. Krisis berdampak parah pada sejumlah Negara di Asia Tenggara. Sebagai contoh, mata uang
Indonesia terdepresiasi hampir 80 dan beberapa perusahaan, terutama di sektor perbankan, bangkrut Kamal :2010.
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan Pedoman Umum Good Corporate Governance oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia baik perusahaan terbuka EmitenPerusahaan
Publik maupun perusahaan tertutup pada dasarnya bersifat comply and explain. Di mana perusahaan diharapkan menerapkan seluruh aspek pedoman Good
Corporate Governance ini. Apabila seluruh aspek pedoman ini belum dilaksanakan maka perusahaan harus mengungkapkan aspek yang belum
dilaksanakan tersebut beserta alasannya dalam laporan tahunan. Namun demikian mengingat Pedoman ini hanya merupakan acuan sedangkan pelaksanaannya
diharapkan diatur lebih lanjut oleh otoritas masing-masing industri maka penerapan ini bersifat voluntary dan tidak terdapat sanksi hukum apabila
perusahaan tidak menerapkan pedoman ini. Saat ini, Bapepam-LK sebagai otoritas pasar modal tidak mewajibkan
Emiten atau Perusahaan Publik untuk menerapkan pedoman ini, namun beberapa substansi yang terdapat dalam pedoman ini diadopsi oleh Bapepam-LK ke dalam
peraturan-peraturan Bapepam-LK yang sifatnya mandatory seperti kewajiban pembentukan komite audit dan keberadaan komisaris independen dalam
perusahaan. Dengan demikian, Bapepam-LK dapat memberikan sanksi atas ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut. Lebih lanjut, Bapepam-LK juga
mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk mengungkapkan pelaksanaan tata kelola perusahaan dalam laporan tahunan seperti frekuensi rapat dewan
komisaris dan direksi, frekuensi kehadiran anggota dewan komisaris dan direksi dalam rapat tersebut, frekuensi rapat dan kehadiran komite audit, pelaksanaan
tugas dan pertanggungjawaban dewan komisaris dan direksi serta remunerasi dewan komisaris dan direksi Purwanti, et al :2010.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Yonnedi Sari 2009 melakukan penelitian “Impact of Corporate Governance Mechanisms on Firm Performance; Evidence from Indonesia’s State
– Owned Enterprises SOEs”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa : 1 Terdapat hubungan yang positif signifikan mengenai pengaruh dewan komisaris
terhadap ukuran kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA, ROE dan Sales Employe Ratio SER. 2 Adanya pengaruh negatif signifikan dari komposisi
dewan komisaris terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA namun tidak berpengaruh terhadap ROE dan SER. 3 Kepemilikan pemerintah memiliki
dampak negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan ROA dan ROE. Pada umumnya, perusahaan BUMN Indonesia masih harus merancang
mekanisme tata kelola perusahaan yang lebih efektif. Achjari, Suryaningsum, dan Sari 2009 melakukan penelitian yang
berjudul “ Implementation of Good Corporate Governance and Financial
Performance: Lessons from Telecommunication and Technology Sector in South East Asia”. Hasil penelitian mereka menunjukkan
, faktor-faktor yang mempengaruhi laba bersih Net Profit itu bervariasi. Di Indonesia, kepemilikan
masyarakat Publik dan tindakan korporasi mempengaruhi Net Profit. Di Malaysia, faktor-faktor yang berpengaruh adalah tindakan korporasi, kepemilikan
publik independen, kualitas laporan keuangan yang telah diaudit, dan Return on asset ROA. Sementara itu, di Singapura faktor-faktor yang signifikan adalah
aksi korporasi, kepemilikan publik independen, dan ROA. Selanjutnya, di Thailand menunjukkan bahwa semua variabel signifikan. Namun, di Filipina
menunjukkan semua variabel tidak signifikan. Terakhir, di Vietnam, aksi
Universitas Sumatera Utara