salah satu tujuannya adalah untuk melindungi para pemegang saham yang telah memberikan uangnya berupa modal kepada manajemen perusahaan untuk diolah
menjadi keuntungan. ROE menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola modal yang tersedia untuk mendapatkan laba bersih, ini merupakan
rasio yang lebih tinggi dan lebih baik untuk mengukur profitabilitas menurut bidang dan sudut pandang pemilik Helfert: 1997 karena perusahaan dapat
menambah laba ditahan dan mampu membayar dividen lebih tinggi.
2.1.3. Rasio Profitabilitas Return On Equity
Return on Equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilanIncome yang tersedia bagi para pemilik perusahaan baik pemegang saham biasa maupun
pemegang saham preferen atas modal yang mereka investasikan didalam perusahaan Syamsuddin:2009. Secara umum tentu saja semakin tinggi return
sahampenghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Rasio ini menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen
dalam memaksimumkan tingkat hasil pengembalian investasi pemegang saham dan menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang
diinvestasikan Astuti: 2004. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan
dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai
perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Laba setelah pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional
setelah dikurangi pajak. Rata-rata total ekuitas adalah rata-rata modal inti yang
Universitas Sumatera Utara
dimiliki perusahaan, perhitungan modal inti dilakukan berdasarkan ketentuan kewajiban modal minimum yang berlaku Almilia, Herdiningtyas; 2005. Rasio
ini banyak diamati oleh para pemegang saham baik pemegang saham pendiri maupun pemegang saham baru serta para investor di pasar modal yang ingin
membeli saham yang bersangkutan. Rasio ROE merupakan indikator penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari
perusahaan yang bersangkutan.
2.1.4. Mekanisme Good Corporate Governance
Latar belakang timbulnya good corporate governance adalah akibat dari berbagai praktek tata kelola perusahaan yang buruk oleh perusahaan-perusahaan
besar yang menimbulkan krisis ekonomi. Untuk mengatasi krisis ekonomi itu dan meredam kepanikan para investor yaitu dengan mengeluarkan undang-undang
yang terkenal dengan nama Sarbanes-Oxley Act 2002. Undang-undang ini berisi penataan kembali akuntansi perusahaan publik, tata kelola perusahaan dan
perlindungan terhadap investor. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam menjabarkan dan menegakkan good corporate governance baik
di Amerika maupun di Indonesia. Agoes 2009 mendefinisikan bahwa tata kelola perusahaan yang baik
sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola
Universitas Sumatera Utara
perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya dan penilaian kinerjanya.
Dan Organizations for Economic Coorperation and Development-OECD Tjager dkk, 2004 dalam Agoes: 2009 menyatakan bahwa: “Good corporate
governance sebagai suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat
yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.” Keputusan Menteri BUMN Indonesia No.KEP-117M-MBU2002
mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai berikut: Tata kelola perusahaan adalah suatu proses dan struktur yang digunakan BUMN untuk
meningkatkan efisiensi organisasikeberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan dalam rangka mencapai nilai seluruh stakeholderpemegang saham
untuk prospek jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, sesuai dengan peraturan pemerintah dan prinsip etika.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat diketahui bahwa good corporate governance merupakan suatu sistem tata kelola perusahaan yang baik
guna mengarahkan dan mengendalikan perusahaan untuk mencegah timbulnya kecurangan atau kesalahan dari pihak menejemen yang dapat merugikan
komisaris, investor, kreditur, pemerintah dan masyarakat serta pihak-pihak berkepentingan lainnya.
Tjager dkk, 2003 dalam Agoes, 2009 mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa penerapan Good Corporate Governance itu bermanfaat,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey Company
menunjukan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
2. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara
terjadinya krisis finansial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola perusahaan.
3. Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar
modal menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG. 4.
Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi dasar bagi berkembangnya sistem nilai baru yang lebih
sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah banyak berubah. 5.
Secara teoritis praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Konsep Good Corporate Governance merupakan upaya perbaikan
terhadap sistem dan seperangkat peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang pada esensinya mengatur dan memperjelas hubungan, wewenang, hak, dan
kewajiban semua pemangku kepentingan dalam arti luas dan khususnya organ Rapat Umum Pemegang Saham RUPS, dewan komisaris, dan dewan direksi
dalam arti sempit. Namun harus disadari bahwa betapa pun baiknya suatu sistem dan perangkat hukum yang ada, pada akhirnya yang menjadi penentu utama
adalah kualitas dan tingkat kesadaran moral dan spiritual dari para pelaku bisnis itu sendiri.
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa kontribusi BUMN terhadap keterpurukan keuangan dan moneter negara sangat signifikan. Atas dasar hal
tersebut, sepanjang tahun 2002 pemerintah memberlakukan beberapa peraturan tentang kewajiban untuk menerapkan corporate governance dilingkungan
BUMN. Penerapan GCG telah menjadi kebutuhan yang nyata bagi peningkatan kinerja BUMN. Berdasarkan analisis yang cukup komprehensif dapat dikatakan
bahwa peraturan-peraturan yang terkait dengan kebijakan penerapan GCG dalam BUMN telah cukup lengkap dan memadai. Bahkan hasil penelitian sebuah
Universitas Sumatera Utara
lembaga penelitian menghasilkan data yang menunjukkan bahwa kinerja BUMN Terbuka yang telah menerapkan prinsip-prinsip GCG menjadi lebih baik
dibandingkan dengan yang belum Surya Yustiavandana: 2008. Informasi akuntansi memberikan input yang paling penting ke dalam
mekanisme Corporate Governance. Informasi akuntansi secara impilisittersirat digunakan untuk menunjukkan apakah aksi governance melawan manajemen
dibutuhkan, dan untuk membantu menentukan pengeluaran stakeholder lainnya jika terjadi masalah hukum dan penurunan kinerja keuangan Arijanto: 2011.
Untuk mendorong implementasi prinsip-prinsip GCG, muncul suatu ide tentang organ tambahan dalam struktur perseroan. Organ-organ tambahan tersebut
diharapkan dapat meningkatkan penerapan good corporate governance didalam perusahaan-perusahaan di Indonesia dan meningkatkan perlindungan bagi para
kreditur Surya Yustiavandana: 2008. Organ-organ tambahan tersebut seperti : komisaris independen, direktur independendirektur tidak terafiliasi, komite audit,
sekretaris perusahaan dan lain sebagainya.
2.1.4.1. Ukuran Dewan Direksi
Dewan direksi dalam Surya Yustiavandana: 2008 merupakan agen para pemegang saham untuk memastikan perusahaan dikelola guna kepentingan
perusahaan tersebut. Direksi sendiri menurut UU Perseroan Terbatas adalah organ perseroan yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan dengan ketentuan Anggaran Dasar. Direksi bertanggungjawab
penuh atas manajemen perusahaan. Direksi harus memastikan bahwa perusahaan
Universitas Sumatera Utara
telah sepenuhnya menjalankan seluruh ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Chtourou, Jean dan Lucie 2001 ukuran dewan direksi yang lebih besar dapat memonitor proses pelaporan keuangan dengan lebih efektif
dibandingkan ukuran dewan direksi yang lebih kecil. Fokusnya setiap dewan direksi terhadap bidang yang dikelola dapat mempengaruhi keuntungan yang
dicapai serta tingkat pengembalian atas modal yang telah diinvestasikan para pemegang saham. Besarnya ukuran dewan direksi yang ideal menurut Jensen
1993 adalah tujuh 7 orang sebab jika jumlah dewan direksi yang terlalu besar yang lebih dari tujuh orang akan memberikan kesempatan kepada manajemen
untuk melakukan manipulasi data. Dewan direksi menetapkan suatu sistem pengawasan internal yang efektif.
Tujuannya adalah untuk mencapai kepastian yang berkenaan dengan kebenaran informasi keuangan, efektivitas dan efisiensi proses pengelolaan perusahaan, dan
kepatuhan pada peraturan dan perundang-undangan yang terkait serta mangamankan investasi dan asset perusahaan sehingga memungkinkan terjadinya
peningkatan kinerja perusahaan.
2.1.4.2. Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris menurut Surya Yustiavandana 2008 merupakan organ yang mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta
memberikan nasihat kepada direksi. Dewan komisaris memiliki peran yang sangat penting dalam perusahaan terutama dalam penerapan tata kelola perusahaan yang
sehat. Dewan komisaris terletak pada inti dari tanggungjawab corporate
Universitas Sumatera Utara
governance untuk memastikan bimbingan mekanisme yang strategis. Manajemen bertanggung jawab atas efisiensi perusahaan serta daya saing, dan dewan
komisaris adalah titik fokus yang tepat dalam keberhasilan dan pelestarian korporasi Keputusan Menteri Indonesia No 1172002.
Dewan komisaris memiliki tanggung jawab untuk mengawasi kualitas informasi dalam laporan keuangan. Besarnya ukuran dewan komisaris
menunjukkan semakin banyak pula pemegang saham dalam perusahaan tersebut. Hal ini menunjukkan modal yang dikelola oleh manajemen semakin besar pula
sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat pengembalian modal perusahaan yang diharapkan karena pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan
kepada tenaga professional tujuannya agar pemilik perusahaan memperoleh keuntungan yang semaksimal mungkin dengan biaya yang sangat efisien. Dewan
komisaris tidak memiliki otoritas di perusahaan, sehingga manajemen bertanggung jawab kepada dewan untuk memberikan informasi yang
berhubungan dengan perusahaan NCCG, 2006. Selain itu, fungsi dewan komisaris adalah untuk memastikan perusahaan telah melakukan tanggung jawab
sosial CSR dan mempertimbangkan pemangku kepentingan dalam memantau efektifitas dari praktik tata kelola perusahaan Kode Nasional Good Corporate
Governance, 2006.
2.1.4.3. Komisaris Independen
Komisaris independen menurut Surya Yustiavandana 2008 adalah komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham
mayoritas, pejabat atau yang berhubungan langsung maupun tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan.
Ruang lingkup tugas dan wewenang serta tanggung jawab anggota komisaris secara umum telah diatur dalam Undang-Undang RI No.40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas. Pada Undang-Undang tersebut tidak dipisahkan peran
khusus dari komisaris independen. Undang-Undang tersebut diberi keleluasaan masing-masing perusahaan mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan syarat-
syarat dan tanggung jawab keanggotaan dewan komisaris secara lebih rinci sesuai dengan rujukan Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga Perusahaan.
Kementerian Indonesia menetapkan persyaratan untuk komisaris independen melalui BUMN Indonesia Keputusan Menteri Nomor 1172002,
dalam bagian keempat ini berkomentar bahwa perusahaan BUMN wajib memiliki komisaris independen secara proporsional sama dengan saham yang dimiliki oleh
pemegang saham non-pengendali. Dalam aturan ini minimum persyaratan untuk komisaris independen adalah 20 persen dari keanggotaan dewan komisaris.
Komisaris independen harus diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham dari antara orang-orang yang tidak berafiliasi dengan pemegang saham mayoritas,
setiap anggota dewan direksi dan anggota lain dari dewan komisaris. Komisaris independen merupakan salah satu karakteristik dewan yang
berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak
manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas Boediono: 2005. Adanya komisaris independen,
maka kepentingan pemegang saham, baik mayoritas dan minoritas tidak
Universitas Sumatera Utara
diabaikan, karena komisaris independen lebih bersikap netral terhadap keputusan yang dibuat oleh pihak manajer.
2.1.4.4. Komite Audit
Komite audit merupakan organ yang dibentuk dan berada dibawah dewan komisaris yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris dan dapat
berasal dari kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya yang dibutuhkan dan harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor
dan hanya bertanggungjawab kepada dewan komisaris Surya Yustiavandana: 2008.
Dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 103MBU2002 mengenai pembentukan komite audit bagi Badan Usaha Milik
Negara menyatakan bahwa komisarisdewan pengawas BUMN dapat membentuk komite audit, yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu
komisarisdewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Komite audit bersifat mandiri baik dalam pelaksanaan tugasnya maupun dalam pelaporan, dan
bertanggungjawab langsung kepada komisarisdewan pengawas. Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam
hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta
dilaksanakannya good corporate governance. Dengan berjalannya fungsi komite audit secara efektif, maka kontrol terhadap perusahaan akan lebih baik sehingga
konflik keagenan yang terjadi akibat keinginan manajemen untuk meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraanya sendiri dapat diminimalisasi Juanda: 2009. Komite audit bertanggungjawab atas Sistem Pengendalian Internal SPI perusahaan agar
aktivitas operasional perusahaan semakin efisien dan efektif, dimana pada akhirnya tingkat laba perusahaan semakin tinggi dan tingkat kesejahteraan
pemegang saham atas pengembalian modal pun akan semakin meningkat.
2.1.5. Kepemilikan Pemerintah
Kepemilikan Pemerintah adalah persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemerintah sebagai agen monitoring eksternal disebabkan oleh
besarnya investasinya pada pasar modal Yonedi Sari: 2009. Kepemilikan dalam BUMN mempunyai artian khusus bahwa pemiliknya tidak dapat
mengontrol secara langsung perusahaannya. Pemilik hanya diwakili oleh pejabat yang ditunjuk misalnya Menteri. Kesepakatan dapat terjadi antara wakil pemilik
dengan manajemen, wakil pemilik dan pihak manajemen dengan kreditur Hastuti,2005.
Perusahaan-perusahaan pemerintah mulai dirubah struktur kepemilikannya atau dengan kata lain diprivatisasi. Perubahan struktur ini mengandung banyak
pro dan kontra. Penelitian yang mendukung tentang privatisasi ini diantaranya penelitian Gupta,Ham, Svejnar : 2000 dalam Setiawan,Bernik dan Sondari: 2006
bahwa privatisasi akan menyebabkan performansi yang lebih baik. Kepemilikan oleh pemerintah menurut Shleifer dan Vishny :1997 dalam
Yonedi Sari: 2009 yang berarti kepemilikan tersebut terkonsentrasi, justru akan mendorong pengendalian atas perusahaan untuk melakukan ekspropriasi atau
dominasi terhadap pemegang saham minoritas. Kepemilikan pemerintah memiliki
Universitas Sumatera Utara
keuntungan dalam pelayanan sebagai institusional alternatif untuk regulasi. Ini menunjukkan pemerintah sebagai pemegang saham dan pemangku kepentingan
mempunyai hak dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kebijakan dalam mekanisme Good Corporate Governance. Manfaat Good
Corporate Governance akan dilihat dari premium yang bersedia dibayar oleh investor atas ekuitas perusahaan harga pasar. Jika ternyata investor bersedia
membayar mahal, maka nilai pasar perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance juga akan lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak
menerapkan atau mengungkapkan praktek Good Corporate Governance Juanda: 2009. Tujuan jenis kepemilikan ini tidak hanya memaksimalkan nilai pemegang
saham namun juga bertujuan untuk menambah nilai perusahaan dan pengembalian modal berupa keuntungan kepada Pemerintah.
2.1.6. Good Corporate Governance di Indonesia