93
C. Analisis Politik Pembangunan Islam Hizbut Tahrir di Sumatera Utara
Untuk melihat atau menilai apakah sesuatu politik pembangunan tersebut bertaraskan Islam atau tidak dapat dilihat dengan menggunakan 7 prinsip yang
dikemukakan oleh Muhammad Syukri Salleh dalam buku karangan Warjio “Dilema Politik Pembangunan PKS Islam dan Konvensional”, yaitu : pertama,
tasawwur Islam sebagai acuan pembangunan. Kedua, manusia sebagai pelaku pembangunan. Ketiga, alam roh, alam dunia, alam akhirat sebagai skala waktu
pembanguanan. Keempat, ilmu fardhu ain sebagai kerangka pembangunan. Kelima, ibadah sebagai pendekatan pembangunan. Keenam, sumber alam sebagai
alat pembangunan. Ketujuh, mardatillah sebagai tujuan pembangunan.
126
1. Tassawwur Islam Sebagai acuan pembangunan
Maksud dari tassawwur Islam ini adalah gambaran bentuk Islam yang hakiki, yang menjelaskan secara keseluruhan prinsip-prinsip asas Islam secara
benar dan lengkap, sehingga menyatu di dalam diri orang yang memahaminya.
127
126
Warjio. 2013. Op. Cit. hal. 163.
127
Ibid. hal. 164.
Maka pembangunan bertaraskan Islam harus lahir dari acuannya sendiri, dari akar epistimologi dan tassawwurnya sendiri. Atas sebab itu pula tidak bisa ada sistem
pembangunan bertaraskan Islam yang lahir dari campur aduk antara epistiomologi konvensional dan tassawwur Islam dengan epistimologi dan tassawwur bukan
Islam. Dengan demikian tidak bisa ada campur baur antara isme-isme lain dengan Islam, seperti kapitalisme Islam, sosialisme Islam. Hanya dengan acuan
Universitas Sumatera Utara
94
epistimologi dan tassawwur Islam sendiri sajalah maka akan lahir pembangunan bertaraskan Islam.
128
Pemikiran-pemikiran HTI seperti itu mengindikasikan bahwa HTI dalam melakukan pembangunan di Sumut tunduk pada konsepsi pemikiran Islam,
tepatnya dengan mencotoh pemerintahan yang dilakukan Rasulullah SAW di masa madinah dan diteruskan oleh 4 sahabat Abu bakar, Umar, Usman, Ali hal
Berdasarkan konsep dia atas. Maka, melihat politik pembangunan HTI di Sumatera Utara dapat diketahui terbentuk pada masa perubahan politik Indonesia
pada tahun 1998, yang memberi dampak pada daerah-daerah yang ada di Indonesia. Sebagaimana diungkapkan ustadz marwan rangkuti bahwa pada sekitar
tahun 1999 beberapa mahasiswa dari beberapa kampus yang ada di Medan tertarik untuk menghadirkan Hizbut Tahrir di Sumatera Utara
.
Konsep HTI tentang Khilafah Islamiyyah dalam konteks pembangunan masyarakat, mengindikasikan bahwa HTI mengadopsi dari pemikiran ataupun
tassawwur Islam. Seperti dalam beberapa kesempatan HTI menunjukkan ide-ide pemikirannya di Sumut mengenai pembangunan dengan politik Islam dan
ekonomi Islam yang dapat ditemui ketika mereka melakukan aksi maupun buklet ataupun jurnal yang mereka sebarkan di Sumatera Utara. Terlihat juga pemikiran
pemikiran HTI yang menginginkan menerapkan sistem syariah secara total dan juga pengelolaan ekonomi yang berdasarkan pemikiran Islam.
128
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
95
ini dapat dilihat dalam kitab Hizbut Tahrir yang mengutip dan mengadopsi tata kelola pemerintahan pada masa itu dalam membangun masyarakat.
HTI menolak kapitalisme, Liberalisme, demokrasi dalam slogan-slogannya baik ketika menggelar rapat pawai akbar maupun dalam tulisan-tulisan mereka
dalam jurnal al-waie maupun buletin Al-Islam. Hal ini dapat dilihat sebagai tanda bahwa HTI yang tidak kenal kompromi dengan sistem yang di luar Islam dalam
metode pembangunannya. Berdasarkan asas yang dimaksud syukri Salleh dalam buku Warjio,
“Dilema politik Pembangunan PKS” bahwa tassawwur Islam sebagai acuan pembangunan haruslah berdasarkan epistimologi Islam yang bersumber dari Al-
Qur’an, Hadist, Qiyas, dan Ijma’ Ulama. Maka dapat dikatakan bahwa politik pembangunan HTI di Sumatera Utara berdasarkan asas tassawwur Islam dalam
melakukan pembangunan.
2. Manusia sebagai pelaku pembangunan