Dasar Pemikiran Khilafah Politik Pembangunan Islam Hizbut Tahrir

48 Berikut penjelasan politik pembangunan Islam Hizbut Tahrir.

1. Dasar Pemikiran Khilafah

Visi ataupun misi merupakan bagian yang terkandung dalam politik pembangunan. Sebagaimana yang diungkapkan warjio, yaitu: “Politik pembangunan memliliki nilai, rencana, visi maupun strategi. Nilai strategi, rencana strategis, visi, maupun misi itulah yang terkandung dalam politik pembangunan.” 55 Menurut Hizbut Tahrir khilafah ialah “kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia untuk menegakkan hukum-hukum perundang-undangan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia”. Maka visi yang dimiliki oleh Hizbut tahrir adalah bagian dari Politik Pembangunan Islam Hizbut Tahrir. Adapun yang menjadi visi dan misi dari Hizbut Tahrir adalah mendirikan negara berbentuk khilafah. 56 Negara khilafah negara Islamiyah memiliki dua fungsi utama, yakni : pertama, menerapkan hukum-hukum syara’ terhadap seluruh rakyat. Mengumpulkan zakat dan mendistribusikannya, melaksanakan hudud, Intinya Hizbut Tahrir menganggap bahwa seluruh umat Islam di dunia harus memiliki seorang pemimpin yang menyatukan seluruh umat Islam di dunia. Dengan kata lain seluruh umat Islam di dunia haruslah berkemimpinan kepada satu orang dan menjalankan hukum Islam secara menyeluruh dalam kehidupan, serta tidak terpecah manjadi negara-negara seperti saat sekarang ini. 55 Warjio. Op. Cit. hal. 70. 56 Muhammad Muhsin Rodhi. Op. Cit. hal. 467. Universitas Sumatera Utara 49 memelihara urusan manusia dengan Islam, dan mengatur sistem kehidupan Islam secara umum. Kedua, mengemban dakwah Islam keluar batas kekuasaan negara Islamiyah sampai keseluruh dunia, dan melenyapkan setiap bentuk penghalang yang menghambat jalannya dakwah Islam dengan jihad. Hizbut Tahrir berpendapat bahwa hukum menegakkan khilafah adalah wajib, dengan berpedoman pada beberapa dalil dari beberapa sumber, yaitu Al- qur’an, As-Sunnah hadist, ijma’ sahabat kesepakatan para sahabat Nabi. Seperti : Surat Al-Maidah ayat 48-49, surat An-Nisa’ ayat 59. “maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalinkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” 57 “Hai orang-orang yang beriman,taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri di antara kamu.” 58 Maksud ayat tersebut adalah berupa khitob seruan Allah SWT kepada Rasul-Nya agar memutuskan perkara di antara manusia menurut apa yang diturunkan Allah adalah juga khitob seruan kepada umatnya. Artinya mereka diperintahkan agar mewujudkan mengangkat penguasa setelah Rasulullah SAW yang akan memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah. Perintah pada khitob seruan tersebut menunjukkan pada perintah yang tegas atau harus jazm. Penguasa yang memutusakn perkara di 57 Q.S Al maidah 48-49. 58 Q.S An-Nisa’ 59. Universitas Sumatera Utara 50 antara manusia menurut apa yang telah Allah turunkan, setelah wafatnya Rasulullah SAW adalah khalifah. Berdasarkan hal ini, maka sistem pemerintahan Islam adalah khilafah. Melaksanakan hudud dan hukum-hukum syara’ adalah wajib. Dengan demikian, mewujudkan penguasa yang melaksanakan syari’at hukum-hukum Islam adalah wajib. Sedangkan penguasa yag sesuai dengan kriteria tersebut adalah khalifah, dan sistem pemerintahannya adalah sistem khilafah. 59 “Barangsiapa menarik ketaatan kepada Allah, maka pada hari kiamat ia akan bertemu Allah dengan tidak memiliki hujjah. Dan barangsiapa mati sedang pada pundaknya tidak ada bai’at kepada khalifah, maka ia mati seperti mati jahiliyah.” Dalil berdasarkan As-Sunnah hadist tentang wajibnya khilafah, Hizbut Tahrir berdalil dengan sabda Rasulullah SAW: 60 Hadist Nabi tersebut mewajibkan kepada kaum Muslim agar adanya bai’at. Bai’at setelah kepergian wafatnya Nabi itu tidak ada kecuali kepada Khalifah, bukan yang lain. Karena Hadist tersebut mewajibkan adanya bai’at di pundak setiap orang Islam, maka kewajiban bai’at atas setiap orang Islam itu dapat direalisasikan hanya dengan adanya Khalifah. 61 Adapun dalil Ijma’ sahabat, maka sesungguhnya para sahabat telah berijma’ atas wajibnya mengangkat khalifah yang menggantikan Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Mereka berijma’ mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, 59 Muhammad Muhsin Rodhi. Op. Cit. hal. 489. 60 Ibid. hal. 460. 61 Ibid. Universitas Sumatera Utara 51 kemudian Umar, kemudian Ustman setelah wafatnya masing-masing dari mereka. Ijma’ sahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan khalifah, nampak jelas dalam kejadian bahwa mereka menunda kewajiban mengebumikan jenazah Rasulullah SAW setelah beliau wafat, padahal menyegerakan mengebumikan jenazah adalah wajib hukumnya. Namun sebagian para sahabat menyibukkan diri mengangkat Khalifah daripada mengebumikan jenazah Rasulullah SAW, tentu hal tersebut tidak akan terjadi seandainya pengangkatan kahlifah tidak lebih wajib daripada menguburkan jenazah. 62 Seluruh sahabat selama hidupnya telah bersepakat ijma’ mengenai wajibnya mengangkat khalifah. Walaupun mereka berselisih mengenai siapa orang yang tepat untuk dipilih dan diangkat menjadi khalifah, namun mereka tidak pernah berselisih sedikitpun mengenai wajibnya mengangkat seorang khalifah, baik ketika Nabi Muhammad telah wafat maupun ketika salah seorang dari khulufaur rosyidun wafat. 63 Hizbut Tahrir menjelaskan bahwa sistem pemerintahan Islam khilafah tegak di atas 4 pilar. Yaitu : pertama, kedaulatan di tangan syara’ bukan di tangan umat. Kedua, kekuasaan di tangan umat. Ketiga, mengangkat satu khalifah adalah wajib atas kaum Muslim. Keempat, hanya khalifah yang memiliki hak mentabanni mengadopsi hukum-hukum syara’. Menurut Hizbut Tahrir, keempat hal di atas merupakan pilar pemerintahan Islam. Essensi pemerintahan Islam tidak 62 Ibid. hal. 463. 63 Ibid. hal. 464. Universitas Sumatera Utara 52 ada kecuali dengan keempat tersebut, apabila ada salah satu dari keempat pilar itu yang hilang, maka hilanglah essensi pemerintahan Islam itu. 64 “politik pembangunan bukan saja mengenai cara atau strategi yang hendak dicapai dalam pembangunan tetapi juga pemikiran atau ideologi yang termaktub dalam pembangunan dari strategi dan cara yang dijalankan itu.” Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpuan bahwa pemikiran atau ideologi Hizbut Tahrir adalah Islam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh warjio, bahwa: 65

2. Bentuk Negara Khilafah