internasional yang melekat kepada setiap negara yang menganggap mereka adalah bagian masyarakat internasional, terlepas apakah negara itu menjadi anggota dari
organisasi internasional seperti PBB, atau anggota dari organisasi internasional lainnya, ataupun peserta atau bukan dari sebuah konvensi intenasional untuk
memperlakukan secara manusiawi para pengungsi. Contoh yang sangat jelas dalam kasus di atas adalah negara Thailand,
Kamboja, dan Vietnam yang belum terikat dengan instrumen internasional tentang pengungsi, negara-negara itu tetap menghormati prinsip-prinsip hukum
internasional dalam menerima dan membantu para pengungsi yang berada dalam wilayah negara mereka.
D. Pengungsi Vietnam di Indonesia
Indonesia menjadi salah satu tempat favorit para pencari suaka ataupun pengungsi internasional sebagai tempat singgah. Ditjen Imigrasi misalnya
mencatat pada periode Januari sampai Juli 2010 terdapat 3.434 imigran. Sejumlah 843 orang diantaranya adalah pengungsi dan sisanya adalah pencari suaka.
Sebagian besar imigran berasal dari Afganistan.
55
Dari kasus pengungsi internasional di Indonesia, yang paling menarik perhatian adalah kasus pengungsi Internasional dari Vietnam, Perang Vietnam
yang berlangsung sejak 1955 adalah penyebab para warga sipil kabur dari kampung halamannya. Perang antara Vietnam Utara didukung oleh China
dengan Vietnam Selatan didukung oleh AS merenggut banyak nyawa. Perang Vietnam, juga disebut Perang Indocina Kedua, adalah sebuah
perang yang terjadi
55
http:travel.detik.comread2013061809505222764511383jejak-pilu-para-pengungsi- vietnam-di-ujung-indonesia. diakses pada tanggal 18 April 2015
antara 1957 dan 1975 di Vietnam. Perang ini merupakan bagian dari Perang Dingin antara dua kubu ideologi besar, yakni Komunis dan Liberal.
Dua kubu yang saling berperang adalah Republik Vietnam Vietnam Selatan dan Republik Demokratik Vietnam Vietnam Utara. Amerika Serikat,
Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina bersekutu dengan Vietnam Selatan, sedangkan Uni Soviet dan Tiongkok mendukung Vietnam Utara
yang berideologi komunis. Jumlah korban yang meninggal diperkirakan lebih dari 280.000 jiwa di
pihak Vietnam Selatan dan lebih dari 1.000.000 jiwa di pihak Vietnam Utara.Perang ini mengakibatkan eksodus besar-besaran warga Vietnam ke negara
lain, terutamanya Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Barat lainnya, sehingga di negara-negara tersebut bisa ditemukan komunitas Vietnam yang
cukup besar.Setelah berakhirnya perang ini, kedua Vietnam tersebut pun bersatu pada tahun 1976.
Warga Vietnam yang merasa kehidupanya terancam akhirnya pergi mengungsi dari Vietnam. Laut Cina Selatan adalah satu-satunya jalan keluar
mereka. Mereka Menggunakan kapal nelayan dan memuat 1 kapal sampai 40-100 orang dan berdesakan di setiap kapal. Mereka terombang-ambing di laut selama
berbulan-bulan. Banyak yang meninggal, banyak juga yang bertahan. Mereka menuju satu tempat ke tempat lain untuk mendapatkan perlindungan.
Hingga pada 1979, tibalah mereka di Pulau Galang. Sekitar 250.000 pengungsi menerobos masuk ke pulau tersebut, mencari perlindungan dari
Indonesia.
56
Gelombang pengungsi ini menarik perhatian Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB United Nation High Commisioner for Refugees UNHCR dan
Pemerintah Indonesia. Pulau Galang, tepatnya di Desa Sijantung, Kepulauan Riau, akhirnya disepakati untuk digunakan sebagai tempat penampungan
sementara bagi para pengungsi. Persoalan muncul ketika pemerintah tidak tanggap dalam menangani para pengungsi ataupun pencari suaka itu. Karena
Indonesia belum meratifikasi Konvensi Internasional 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi, maka pemerintah tak bisa langsung menetapkan status
para imigran tersebut sebagai pencari suaka atau pengungsi. Penentuan status dilakukan oleh UNHCR Komisi Tinggi PBB bidang Pengungsi yang memakan
waktu yang lama. Kondisi ini diperparah dengan belum adanya instrumen nasional yang mengatur perihal serupa. Indonesia memang punya UU No.37
Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang mengamanatkan tentang pengungsi dan pencari suaka. Seharusnya ketentuan itu ditindaklanjuti pemerintah
dengan menerbitkan Keputusan Presiden Keppres. Akibatnya, ketika ada sekelompok orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia mereka dikategorikan
sebagai imigran gelap yang melakukan pelanggaran administrasi imigrasi sebagaimana UU No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Akhirnya kelompok
orang asing itu dikelompokan menjadi satu dan ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi Rudenim.
Di sisi lain, Komnas HAM menilai lamanya masa tunggu bagi para pengungsi dan pencari suaka atas kejelasan statusnya berpotensi menimbulkan
56
Ibid
pelanggaran HAM. Pasalnya lamanya proses kejelasan status itu dapat menimbulkan tekanan psikologis bagi para pengungsi dan pencari suaka. Hal itu
terjadi ketika mereka ditempatkan di Rudenim yang fasilitasnya tergolong tidak layak. Contohnya daya tampung Rudenim yang melebihi batas.
UNHCR dan Pemerintah Indonesia akhirnya membangun berbagai fasilitas, seperti barak pengungsian, tempat ibadah, rumah sakit, dan sekolah, yang
digunakan untuk memfasilitasi sekitar 250.000 pengungsi. Di tempat ini, para pengungsi Vietnam meneruskan hidupnya sepanjang tahun 1979-1996, hingga
akhirnya mereka mendapat suaka di negara-negara maju yang mau menerima mereka ataupun dipulangkan ke Vietnam.
BAB IV PERAN UNITED NATION HIGH COMMISIONER FOR REFUGEES
UNHCR DALAM PERLINDUNGAN PENGUNGSI KONFLIK SURIAH DI WILAYAH TURKI
A. Upaya Perlindungan Pengungsi pada Konflik Suriah di Wilayah Turki