C. Hak-Hak Pengungsi dalam Konflik Bersenjata atau Perang
Seperti yang telah dijelaskan sebelum-sebelumnya bahwa pengungsi adalah segolongan manusia yang sangat rentan terhadap perlakuan sewenang-
wenang oleh para penguasa baik di negara mereka sendiri ataupun di negara di mana mereka mengungsi. Sebagai subyek hukum apakah itu sebagai individu
ataupun kelompok masyarakat maka berhak mendapat perlakuan yang manusiawi karena mereka adalah manusia. Setiap pengungsi berhak mendapatkan
perlindungan baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional. Masih terdapat kesamaan hak yang dimiliki oleh para pengungsi sama ketika mereka
mencari perlindungan, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak mendapatkan penyiksaan, hak untuk mendapatkan status kewarganegaraan, hak untuk bergerak,
hak untuk mendapatkan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pengupahan yang wajar, hak dalam bidang kesehatan, hak untuk beribadah, hak
untuk tidak dipulangkan secara paksa Pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak bagi
semua manusia dianggap sebagai dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia, sehingga hak asasi manusia perlu dilindungi oleh suatu peraturan hukum.
Pernyataan ini tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights UDHR yang dijadikan dasar bagi pembentukan berbagai perjanjian dan kovensi
internasional mengenai hak asasi manusia HAM. Secara harfiah, HAM dapat dimaknai sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai
manusia. Dengan kata lain, karena dia manusia maka dia memiliki hak-hak
tersebut. Hak-hak ini bersumber dari pemikiran moral manusia, dan diperlukan untuk menjaga harkat dan martabat suatu individu sebagai seorang manusia.
Hak asasi manusia merupakan salah satu masalah global dalam isu-isu nonkonvensional dalam hubungan internasional. Salah satu di antaranya adalah
permasalahan pengungsi atau refugee. Pengungsi merupakan masalah bersama masyarakat internasional, terutama karena salah satu sifatnya yang melintasi batas
teritorial suatu negara. Oleh karena itu, menempatkan isu pengungsi pada agenda internasional secara lebih tinggi akan menciptakan kesempatan baru untuk
melakukan tindakan internasional. Di sinilah kepedulian masyarakat internasional akan tergugah karena nasib para pengungsi berkaitan dengan HAM.
Secara garis besar hak-hak yang melekat pada pengungsi adalah hak-hak yang terkait dengan hak-hak sebagai warga sipil. Bahwa tidak ada boleh
perbedaan hak antara warga sipil dengan pengungsi. Hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya yang berlaku untuk semua orang, warga negara dan
juga bukan warganegara. Hak-hak yang disebutkan di atas di rangkum dalam the international bill of human right yang terdiri dari the universal declaration of
human right, the international covenant on civil and political right, dan the international covenant on economic, sosial, and cultural right Dalam UDHR
1948 terdapat Pasal yang mengatur mengenai pengungsi, yaitu: 1.
Universal Declaration of Human Rights UDHR 1948 a
Article 9 : No one shall subjected to arbitrary arrest, detention or extile
b Article 14 : 1 Everyone has the rights to seek and to enjoy in
other countries asylum from prosecution. c
Article 13 : 1 Everyone has the rights to freedom of movement and
residence within the borders of each states.
2 Everyone has the right to leave any contry, including his own, and to return to his contry.
d Article 15 : 1 Everyone has the right to a nationality. 2. International Covenant on Civil and Political Rights ICCPR :
a Article 12 : 1. Everyone lawfully within the territory of a state shall, within
that territory, have the right to liberty of movement and freedom to choose his residence
2. Everyone shall be free to leave any country, including his own. 3. The above-mentioned right shall not be subject to any
restrictions except those which are provided by law, are necessary to protect national security, public order, public health or morals
or that right and freedoms of the others, and are consistent with the other rights recognized in the present covenant.
4. No one shall be arbitraly of the right to enter his own country.
Tidak semua hak-hak pengungsi dimuat dalam instrumen HAM diatas namun unsur utama dari perlindungan internasional terhadap diri seorang
pengungsi adalah mereka tidak untuk dipulangkan secara paksa ke negara dimana kehidupan dan kebebasan mereka akan terancam
Perlindungan terhadap pengungsi telah ada sejak abad XX. Bantuan dan perlindungan yang diberikan oleh masyarakat internasional pada masa itu masih
bersifat kemanusiaan. Masalah pengungsi ini hanya menimbulkan keprihatinan dan belas kasihan tanpa adanya upaya untuk melindungi secara hukum baik status
maupun hak-hak para pengungsi yang merupakan korban tindak kekerasan yang harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas.
Dalam konflik bersenjata atau perang, pengungsi yang bukan merupakan angkatan bersenjata mempunyai hak-hak atas hal yang terjadi kepada mereka,
dalam hal ini yang paling utama dalam memberikan hak kepada para pengungsi adalah hak mendapatkan perlindungan, Dalam hal memberikan perlindungan
terhadap orang yang tidak terlibat perang dalam suatu konflik bersenjata maka
Hukum Humaniter Internasional memberikan perlindungan terhadap mereka, baik sebagai akibat adanya international armed conflict maupun non-international
armed conflict. Pembagian ini juga didasarkan kepada instrumen hukum internasional tentang itu. Perlindungan terhadap penduduk sipil dalam
international armed conflict terdapat dalam Konvensi Jenewa IV 1949 beserta additional protocol I tentang protection for victims of international armed conflict
1977. Sedangkan untuk non-international armed conflict yaitu additional protocol II tentang protection for victims of non-international armed conflict 1977.
Perlindungan terhadap pengungsi dalam konflik bersenjata dalam hal ini terlihat diberikan kepada pengungsi hanya kalau dia berada di luar wilayah
negaranya dan keberadaannya itu karena ingin menyelamatkan diri dari konflik bersenjata tersebut. Saat ini, perlindungan pengungsi masih menjadi alasan bagi
keberadaan UNHCR. UNHCR mempunyai tanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada pengungsi.
53
Setiap negara mempunyai tugas umum untuk memberikan perlindungan Internasional sebagai kewajiban yang dilandasi Hukum Internasional , termaksud
hukum hak asasi internasional dan kebiasaan internasional. Jadi Negara-negara yang menjadi pesertapenanda tangan konvensi 1951 mengenai status pengungsi
atau protokol 1967 mempunyai kewajiba-kewajiban seperti yang tertera dalam Dalam konteks kompetensi UNHCR, mereka
yang menyelamatkan diri dan berada di luar negaranya dengan alasan seperti terdapat dalam Konvensi 1951, mereka dapat diproses statusnya oleh UNHCR
menjadi pengungsi dan dikirim ke negara tujuan mereka.
53
Alexander Betts,”Towards a soft law framework for the protection of vanurable irregular imgrants”. International Journal of Refugees Law Vol.22 No.2 2010 Oxford University
Press, hlm.210
perangkat-perangkat hukum yang diatur dalam konvensi 1951 tentang kerangka hukum bagi perlindungan pengungsi dan pencari suaka.
54
Namun kadang kala kendala yang dihadapi para pengungsi adalah banyak negara-negara belum menjadi peserta dari instrumen HAM di atas dan konvensi
pada tahun 1951 ataupun protokol tahun 1967. Sehingga tidak jarang kehadiran pengungsi di negara persinggahan, atau negara tujuan, di pulangkan secara paksa.
Perlakuan seperti itu jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum internasional yang telah diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab. Kewajiban
Dalam konflik bersenjata yang bersifat internasional ataupun bukan bersifat internasional pengungsi termasuk orang-orang yang harus diberi
perlindungan. Perlindungan yang diberikan terhadap mereka sudah dimulai semenjak dia memasuki wilayah negara lain melalui prinsip non refoulement,
kemudian perlindungan yang dilakukan oleh UNHCR dan negara penampung pengungsi dalam memproses status, serta perlindungan yang berupa pemenuhan
hak mereka sebagai pengungsi di negara ketiga. Kewajiban memberikan perlindungan bagi pengungsi merupakan
konsekwensi logis yang harus dilakukan Negara penampung, karena sebelum Negara yang bersangkutan memutuskan untuk menerima, pengungsi sebelumnya
melalui UNHCR mengajukan permohonan kepada Negara penerima tersebut untuk menampungnya. Perlindungan terhadap pengungsi sebetulnya sudah
dimulai semenjak dia akan memasuki wilayah suatu negara asing dalam rangka menyelamatkan diri dari konflik bersenjata yang terjadi dalam negaranya.
54
Alice Edwards, Human Rights, Refugees and The Right to Enjoy Assylum, 2005. hlm. 301
internasional yang melekat kepada setiap negara yang menganggap mereka adalah bagian masyarakat internasional, terlepas apakah negara itu menjadi anggota dari
organisasi internasional seperti PBB, atau anggota dari organisasi internasional lainnya, ataupun peserta atau bukan dari sebuah konvensi intenasional untuk
memperlakukan secara manusiawi para pengungsi. Contoh yang sangat jelas dalam kasus di atas adalah negara Thailand,
Kamboja, dan Vietnam yang belum terikat dengan instrumen internasional tentang pengungsi, negara-negara itu tetap menghormati prinsip-prinsip hukum
internasional dalam menerima dan membantu para pengungsi yang berada dalam wilayah negara mereka.
D. Pengungsi Vietnam di Indonesia