Peran negara dalam upaya mengatasi tindak kekerasan terhadap anak

(1)

PERAN NEGARA DALAM UPAYA MENGATASI

TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Dhini Sesi Yarrini

1110112000011

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ii ABSTRAK

Dhini Sesi Yarrini

Peran Negara dalam Upaya Mengatasi Tindak Kekerasan Terhadap Anak

Skripsi ini membahas mengenai peran negara dalam upaya tindak kekerasan terhadap anak. adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana negara berperan dalam upaya mengatasi tindak kekerasan terhadap anak. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik analisis data bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil studi pustaka dan wawancara. Penelitian pada skripsi ini menggunakan teori peran negara, dan kebijakan publik. Penelitian ini dilakukan dengan mengungkapkan akar permasalahan yang melatarbelakangi terjadinya tindak kekerasan terhadap anak. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa fenomena tindak kekerasan terhadap anak. kemudian dengan mengetahui masalah-masalah tindak kekerasan terhadap anak, diperoleh juga bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak yang meliputi beberapa faktor terjadinya kekerasan terhadap anak dengan disertai oleh dampak dan akibat dari kekerasan terhadap anak.

Temuan dari penelitian ini memberikan gambaran bahwa negara sudah ikut berperan dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak. dan yang dilakukan oleh negara adalah: 1. Perumusan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, 2. negara Indonesia ikut serta dalam meratifikasi Konvensi hak Anak (KHA) yang diselenggarakan oleh Pererikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 3. melalui keputusan undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak negara telah membentuk lembaga yang mengatur perlindungan anak yaitu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 4. negara juga telah membuat keputusan untuk terbentuknya Kota layak Anak (KLA) yang terdapat dibeberapa kota dan yang berfungsi untuk mencakup diseluruh Indonesia dalam proses upaya perlindungan anak.


(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial

(S.Sos) Program Studi Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Dalam penulisan skripsi ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan

bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang tiada hingganya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Ali Munhanif selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak M. Zaki Mubarak, MA selaku Sekretaris Jurusan sekaligus

Penasehat Akademik yang telah menjadi walimurid akademis penyusun

dengan membimbing dan menasehati sehingga penyusun bias kuliah

dengan baik sesuai rencana.

4. Ibu Dr. Haniah Hanafie, M. SI selaku Dosen Pembimbing yang telah rela

meluangkan waktu di tengah kesibukan dan jadwalnya yang padat untuk

mengarahkan dan mengajarkan banyak hal kepada penyusun, sampai


(8)

iv

5. Ibu Suryani, M.Si dan Bapak Drs. Armein Daulay, M.Si selaku dosen

penguji dalam sidang skripsi penulis dan telah memberikan arahan serta

masukan dalam proses penyempurnaan skripsi penulis.

6. Seluruh Dosen fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu

kepada penulis.

7. Segenap jajaran pegawai Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kedua orang tua penyusun. Ayahanda tercinta, Samino, yang telah

membimbing dan mengajarkan banyak hal dalam kehidupan terutama

untuk tidak takut dengan keadaan apapun. Ibunda tercinta, Umi Abidah.

Ucapan Terima Kasih tak terhingga karena kasih sayang dan perjuangan

keras yang tak kenal lelah dan tanpa pamrih serta selalu bersedia menjadi

tempat bersandar penyusun. Semoga dengan Skripsi ini menjadi kado

terindah untuk kedua orangtua penyusun.

9. Adikku tersayang Fairiza Sesiyar Riyanti dan Khalimatus Sa’diyah.

Semoga dengan limpahan doa kedua orang tua mempermudah langkah

kita menggapai cita-cita yang digariskan Tuhan.

10.Sahabat penyusun semasa kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Syaiful Amri, Desi Purwati dan Maftuhatul Ainiyah. Yang telah


(9)

v

11. Segenap anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah

melayani dan menerima penyusun dengan baik untuk memenuhi

kebutuhan yang sangat penting bagi penyusunan skripsi ini dapat diakses.

12.Keluarga Besar Komite Aksi Mahasiswa Jakarta (KAMJAKARTA).

13.Rekan-rekan Ilmu Politik FISIP UIN Angkatan 2010. Dewi pratiwi, Dinar

Annisa, Abudan, Ismet, Aris, Raisya, Aliya, Herman. Dan yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini. Maka dengan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran

yang dapat membangun guna penyempurnaan penulisan-penulisan lainnya di masa

mendatang. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat

bagi pembaca.

Jakarta, 29 September 2014


(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah... 8

C. Perumusan Penelitian ... 9

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metodologi Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN KONSEPTUAL A. Negara ... 14

B. Kebijakan Publik ... 15

C. Tindak Kekerasan, Perlindungan Terhadap Anak ... 18

D. Hak Asasi Manusia ... 20

E. Hak Asasi Anak... 28

BAB III MASALAH KEKERASAN TERHADAP ANAK DI INDONESIA A. Masalah-Masalah Kekerasan Anak di Indonesia ... 31

B. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak ... 35

C. Faktor Pemicu Kekerasan Terhadap Anak ... 37

D. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Kekerasan Terhadap Anak 42 BAB IV PERAN NEGARA DALAM MENGATASI TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK PERIODE 2002-2013 A. Pembentukan Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI) .. 46

B. Ratifikasi Konvensi Hak Anak ... 51

C. Perumusan Undang-Undang Mengenai Perlindungan Anak pada Tahun 2002-2013 ... 52

D. Pembentukan Kota Layak Anak ... 55


(11)

vii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Data tingkat kekerasan terhadap anak pada tahun 2011-2014 .... 6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tahap-tahap Perumusan Kebijakan ... 18 Gambar 2 Perkembangan HAM di Indonesia ... 27


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau

belum mencapai umur 18 Tahun dan belum menikah.Agama Islam mengajarkan

untuk memelihara keturunan agar jangan sampai tersia-sia, jangan didustakan dan

jangan dipalsukan. Islam menetapkan bahwa ketentuan keturunan itu menjadi Hak

Anak, anak akan dapat menangkis penghinaan, atau musibah terlantar yang

mungkin menimpa dirinya.1

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus mendapat

perlindungan dan kesejahteraan, dimana negara, masyarakat, dan orang tua

maupun keluarga wajib dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan

terhadap anak. Dalam diri setiap anak melekat harkat, martabat, dan hak-hak asasi

sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Perlindungan hukum bagi anak

dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan

dan hak asasi anak serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan

kesejahteraan anak.

Anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa di masa

yang akan datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak

atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan

1

Zakariya Ahmad Al Barry, Hukum Anak-anak dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1977), h. 13.


(14)

2

kebebasan. Anak menjadi salah satu modal dasar dalam pencapaian pembangunan

yang berkelanjutan, hal ini yang menyebabkan keberadaan anak harus

mendapatkan pemenuhan dan perlindungan, sehingga perkembangannya dapat

menjadi generasi yang berkualitas di masa yang akan datang. Dalam membangun

generasi yang berkualitas dan berdaya guna serta dapat menepis kekhawatiran

tentang generasi bangsa yang hilang, maka perlunya mendorong anak untuk

bersemangat dan berkemauan dalam belajar, mengembangkan dirinya sendiri

sebagai pribadi anak seutuhnya.

Perlindungan Anak adalah Segala kegiatan yang menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya

anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.2

Namun, pada kenyataannya banyak anak yang tidak mendapatkan kasih

sayang dan cenderung mendapatkan perlakuan kasar serta disia-siakan oleh orang

dewasa terutama kedua orangtuanya. Beberapa contoh kasus kekerasan terhadap

anak yang terjadi di Indonesia:

1. Kasus Pembunuhan

Pembunuhan adalah suatu tindakan yang menghilangkan nyawa seseorang

dan termasuk menghilangkan haknya untuk tetap hidup. Di Bandung, telah terjadi

kasus pembunuhan terhadap dua anak dan asisten rumah tangga yang jasadnya

ditemukan di Soreang, Bandung pada hari Selasa 15 April 2014. Menurut Kepala

2


(15)

3

Kepolisian Resor Kabupaten Bandung Ajun Komisaris Besar Jamaludin,

berdasarkan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah korban,

ditemukan bercak darah di tempat tidur kamar dan sandal serta sepatu korban.

Berdasarkan pantauan Tempo di Markas Polres Bandung, selain seprai atau bed

cover, polisi juga menyita barang bukti berupa selimut, pakaian yang dikenakan

para korban saat tewas, serta seutas kabel listrik warna putih.3

2. Kekerasan yang dilakukan oleh orangtua

Tindakan keji seorang bapak, Puryanto yang tega menabrakan anaknya ke

kereta hingga kakinya putus. pelaku percobaan pembunuhan terhadap anak tirinya

di Madiun, Jawa Timur tersebut akhirnya dibekuk polisi setelah sempat buron.

Dia mengaku sengaja menabrakan anak tirinya bernama Tegar Kurnia ke kereta

api hingga menjadi cacat seumur hidup, sebagai pelampiasan kekesalan pada

istrinya. Setelah buron selama dua minggu akhirnya polisi dapat membekuk

Puryanto, pelaku penganiayaan terhadap anaknya yang masih balita. Pelaku

ditangkap dalam pelariannya ke Pulau Bangka. Akibat tindakan keji ayah tiri ini

Tegar Kurniadinata yang baru berusia 3 tahun, terpaksa kehilangan sebelah

kakinya setelah ditabrakan ke kereta api oleh tersangka. Sebelumnya korban

sempat dicekik oleh pelaku hingga pingsan, kemudian tubuhnya dilempar ke rel

kereta hingga tertabrak kereta yang melaju dari arah Madiun. Tersangka Puryanto

(27 tahun), mengaku kalap ketika mencoba membunuh Tegar. Tersangka

menganggap Tegar membawa sial bagi dirinya. Selain itu pelaku merasa kecewa

kepada istrinya dan menganggap istrinya telah berselingkuh hingga melampiaskan

3

Tempo, “Pembunuhan terhadap anak-anak terjadi di Bandung,” Artikel diakses pada 25 November 2014 dari http://www.tempo.co/read/news/2014/04/16/058571090/Pembunuhan-terhadap-Anak-anak-Terjadi-di-Bandung


(16)

4

kekesalannya kepada anak tirinya tersebut. Tersangka akan dijerat dengan Pasal

53 Junto Pasal 338 KUHP dengan ancaman kurungan maksimal 15 tahun

penjara.4

3. Kekerasan yang dilakukan oleh orangtua

Kekerasan adalah merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara

fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan agresi dan

penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh

perorangan atau sekelompok orang. Kasus ini terjadi di Depok yang dilakukan

oleh orang tua terhadap anaknya.

MH, 8 tahun mengalami kekerasan yang dilakukan oleh kedua

orangtuanya dan memutuskan untuk melarikan diri dari rumah. Saksi yang

menemukan korban di sebuah pusat perbelanjaan di Depok, mendapat cerita

korban sering dipukul menggunakan bambu oleh ayahnya. Polisi bergerak cepat.

Mereka mendatangi rumah korban dan menyita bambu yang diduga digunakan

untuk memukul korban. Dari tubuh korban terlihat bekas kekerasan, seperti

memar di punggung akibat pukulan dan luka ringan di telinga akibat sering

mendapat jeweran. Proses hukum kasus ini masih berjalan. Korban MH kini

tinggal di tempat perlindungan kasus kekerasan anak. Bila terbukti bermasalah,

kedua orang tua korban terancam pidana tiga setengah tahun karena melanggar

Pasal 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.5

4 Indosiar, “Ayah yang Tabrakan anak kekereta dibekuk,” Artikel diakses 25 November

2014 dari http://www.indosiar.com/patroli/ayah-yang-tabrakan-anak-ke-kereta-dibekuk_81306.html.

5 Tempo, “Kekerasan pada Anak 8 tahun di Depok,” Artikel diakses pada 4 September

2014 dari http://www.twmpo.co/read/news/2013/08/26/214507499/kekerasan-Pada-Anak-8-Tahun-di-Depok.


(17)

5

4. Kekerasan di Tempat Penitipan Anak

Tempat penitipan anak Pertamina, RAN anak 14 bulan yang dititipkan

oleh ibunya dipenitipan Pertamina dikarenakan sang ibu harus bekerja pada 29

Agustus 2014. Setelah sang ibu kembali ketempat tersebut telah mendapati

adanya luka memar kemerahan pada pipi kiri anaknya. Sang ibu curiga dan

langsung melapor kepada polisi diduga kuat telah terjadi kekerasan terhadap RAN

yang dilakukan oleh pengasuh yang bekerja dipenitipan tersebut.6 Kekerasan

merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan secara fisik ataupun secara verbal

yang mencerminkan pada tindakan agresi dan penyerangan pada kebebasan atau

martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang.

Berdasarkan data yang dimiliki Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI), kasus kekerasan terhadap anak selama kurun waktu 2011-2014

jumlahnya melonjak drastis. Pada tahun 2011 hanya terjadi 2178 kasus, tahun

2012 jumlahnya meningkat menjadi 3512 kasus, pada tahun 2013 kasus tindak

kekerasan terhadap anak menjadi 4311 kasus. tetapi pada tahun 2014 (sepanjang

Januari-Juni) jumlah 1622 kasus. Dapat dilihat pada tabel 1 dari data tersebut.7

6“Kekerasan Pada Anak Pipi Anak Memar di Tempat Penitipan,”

Kompas, 5 September 2014, h. 27.

7

Wawancara Pribadi dengan Retno Adji Prastiaju Kepala Sekretariat KPAI, Jakarta 27 Agustus 2014.


(18)

6

Tabel : 1

Data tingkat kekerasan terhadap anak pada tahun 2011-2014 Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

No. Tahun Kasus

1 2011 2178

2 2012 3512

3 2013 4311

4 2014 1622 (Januari - Juni)

Sumber: Data Sekunder dari KPAI

Melihat kasus-kasus diatas, maka negara perlu turun tangan melakukan

pencegahan dan mengatasi tindak kekerasan terhadap anak karena tindak

kekerasan dapat dikatakan sebagai penyimpangan terhadap Hak Asasi Manusia.

Membahas mengenai HAM berarti membahas dimensi kehidupan

manusia. HAM, ada bukan karena diberikan oleh masyarakat dan kebaikan dari

negara, melainkan berdasarkan dari martabatnya sebagai manusia.8 Pengakuan

atas eksistensi manusia menandakan bahwa manusia sebagai makhluk hidup

ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT patut memperoleh apresiasi secara

positif.

Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB), hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada

setiap manusia, yang tanpa hak-hak manusia mustahil dapat hidup sebagai

manusia.9

8

Franz magnis Suseno, Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral dasar Kenegaraan Modern

(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 121.

9

A Ubaedillah, dkk., demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 252.


(19)

7

Menurut John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan

langsung oleh Tuhan yang Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.

Karena sifatnya yang demikian maka tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang

dapat mencabut hak asasi setiap manusia. Ia adalah hak dasar setiap manusia yang

dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa bukan pemberian

manusia atau lembaga kekuasaan.10

Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

dijelaskan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi

dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan

serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”11

Hak-hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia

berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia.12

Maka kita tidak boleh mengecualikan kelompok-kelompok manusia tertentu.

Sudah melekat pada pengertian hak-hak manusia itu sendiri, bahwa hak-hak asasi

manusia harus difahami dan dimengerti secara universal. Memerangi atau

menentang universalitas hak-hak asasi manusia berarti memerangi dan menentang

hak-hak manusia.

10

Franz Magnis Suseno, Etika Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 220.

11

A Ubaedillah, dkk., demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 252.

12

Gunawan Setiardja, hak-hak asasi manusia berdasarkan ideologi pancasila (Yogyakarta: Kanisius (anggota IKAPI), 1993), h. 73.


(20)

8

Upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap anak bukan hanya tugas

orangtua dan masyarakat tetapi negara ikut andil dalam hal tersebut. Negara

adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi

yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.13 Tujuan Negara Menurut Roger H. Soltau,14

adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya

ciptanya sebebas mungkin dan menciptakan keadaan dimana rakyat dapat

mencapai keinginan-keinginan mereka secara maksimal. Kata Harold J. Laski.15

Melihat kasus-kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat setiap

tahunnya, maka pemerintah diharapkan bisa mengatasi dan mencegah tindak

kekerasan terhadap anak dengan cara mengeluarkan kebijakan-kebijakan,

lembaga-lembaga pemerintah yang menangani perlindungan anak. Memberikan

sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan dan melakukan pengawasan terhadap

kebijakan yang telah dikeluarkan.

B. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah penelitian ini hanya mengenai pembatasan tahun

dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak, diawali dengan adanya

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dari tahun 2011 hingga

tahun 2014.

13

Mirrian Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 17.

14

Ibid,. h. 55.

15


(21)

9

C. Rumusan Masalah

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran negara dalam

upaya mengatasi tindak kekerasan terhadap anak di Indonesia?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

D. 1. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk:

Untuk mengetahui bagaimana peran negara dalam mengatasi tindak

kekerasan terhadap anak

D. 2. Manfaat dari Penelitian ini adalah untuk: a) Manfaat Praktis

Adapun manfaat dari penelitian ini ialah untuk mengetahui upaya-upaya

yang dilakukan oleh negara dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak di

Indonesia.

b)Manfaat Akademis

Manfaat secara akademik, diharapkan dapat menambah informasi dan

bahan kajian penelitian.Memberikan kontribusi literatur keilmuan serta

menjadikan penulisan ini sebagai literatur dalam bidang Ilmu Politik.

E. Tinjauan Pustaka (Literatur Review)

Peneliti menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh

peneliti-peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan judul skripsi yang akan


(22)

10

peneliti ajukan, sehingga dalam penelitian skripsi ini nantinya tidak akan timbul

kecurigaan.

Pertama, “Peranan Komisi Perlindungan Anak indonesia dalam mengatasi

Kekerasan terhadap Anak” dengan nama peneliti Siti Chodijah. Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Dalam

skripsi ini dibahas tentang bagaimana upaya Komisi Perlindungan Anak Indonesia

dalam hal melindungi anak-anak dari kekerasan yang masih banyak terjadi

dimasyarakat. Sedangkan yang membedakan dalam skripsi yang akan peneliti

buat adalah bagaimana peran negara dalam upaya mengatasi tindak kekerasan

terhadap anak di Indonesia.

Kedua, “Kontribusi hukum Islam dalam menanggulangi tindakan

Kekerasan terhadap anak” dangan nama peneliti Miskah Halimah. Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007.

Dalam skripsi ini peneliti membahas hukum-hukum Islam dalam menanggulangi

tindakan kekerasan yang terjadi pada anak. Hukum Islam menjadi patokan

peneliti dalam meneliti upaya perlindungan anak dalam menanggulangi tindakan

kekerasan yang terjadi pada anak serta sumbangan hukum Islam dalam

memecahkan permasalahan tindakan kekerasan yang terjadi pada anak.

Sedangkan yang membedakan dalam skripsi yang peneliti akan buat adalah lebih

menekankan kepada bagaimana peran negara dalam upaya mengatasi tindak


(23)

11

F. Metodologi Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, serta tujuan

dari dibuatnya penelitian, maka penulis akan melakukan penelitian dengan cara:

1) Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang diamati.16penelitian kualitatif juga merupakan penelitian yang

sampel serta sumber datanya belum mantap dan rinci, masih fleksibel sehingga

masih adanya kemungkinan terjadi perubahan.17

2) Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Lembaga yang mengatur masalah perlindungan

anak. Yaitu: Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). sedangkan waktu

penelitian dilakukan secara bertahap hingga selesai penelitian tersebut.

3) Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan

data, yang antara lain:

a) Studi Literatur

Pengumpulan data yang lain dilakukan melalui studi literatur, dimana pada

studi literatur ini peneliti melakukan pengambilan data yang berasal dari

16

Nurul zuriah, Metodologi penelitian sosial dan pendidikan: teori dan aplikasi

(Jakarta:PT bumi aksara, 2006), h. 92.

17

Suharsini Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), h. 13.


(24)

12

buku, jurnal,artikel yang termuat diberbagai media cetak yang berhubungan

dengan permasalahan penelitian.

b) Wawancara

Sumber data yang didapat memalui wawancara, dimana wawancara

merupakan pertemuan antara peneliti dan responden, jawaban responden akan

menjadi data mentah yang akan dikembangkan oleh peneliti. Secara khusus

wawancara adalah alat yang baik untuk menghidupkan topik penelitian.

Wawancara juga merupakan metode untuk pengumpulan data tentang subjek

kontemporer yang belum dikaji secara ekstensif dan tidak banyak literatur yang

membahasnya.18

Peneliti melakukan wawancara denganKepala SekretariatKomisi

Perlindungan Anak Indonesia Retno Adji Prasetiadju, SH. Penulis melakuakn

wawancara dengan maksud untuk menganalisis serta memproses jawaban atas

penelitian permasalahan yang diangkat penulis.

G. Sistematika Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini peneliti menyusun pembahasan yang menjadi

beberapa bagian dari sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, pada bab ini penulis akan memaparkan permasalahan

yang melatarbelakangi pembahasan dan perumusan masalah serta tujuan terkait

dalam penelitian peran negara dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak di

Indonesia berdasarkan pada penelitian kualitatif.

18

Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 104.


(25)

13

Bab II : Pada bab ini akan dipaparkan mengenai teori dan konsep yang

dipergunakan dalam pendekatan yang menjelaskan pokok permasalahan skripsi

ini yaitu peran Negara, formulasi kebijakan-kebijakan publik dan tindak

kekerasan terhadap anak serta hak asasi manusia.

Bab III : Pada bab ini penulis akan membahas gambaran umum tentang

masalah kekerasan di Indonesia, seperti: bentuk-bentuk kekerasan, faktor-faktor

penyebab terjadinya kekerasan dan dampak dari tindak kekerasan,

Bab IV : Pada bab ini merupakan bagian yang berisikan tentang

permasalahan yang penulis angkat. Penulis akan menjelaskan solusi-solusi yang

diberikan oleh negara dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak di

Indonesia.

Bab V : Pada bab ini penulis akan berusaha untuk menyimpulkan

pembahasan mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok

permasalahan mengenai kebijakan-kebijakan dalam mengatasi tindak kekerasan


(26)

14

BAB II

KERANGKA TEORETIS DAN KONSEPTUAL

Bab kedua dalam penelitian ini menggunakan teori dan penjelasan

mengenai pengertian dan peran negara, kebijakan-kebijakan publik serta Hak

Asasi Manusia dalam menganalisis upaya pemerintah dalam mengatasi tindak

kekerasan terhadap anak. Teori ini akan menjelaskan bagaimana pemerintah

mengatasi tindak kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun yang semakin

meningkat. Sehingga pada bagian ini peneliti menggunakan teori tersebut untuk

menjelaskan peran negara dalam upaya mengatasi tindak kekerasan terhadap

anak.

A. Negara

Negara dapat dilihat sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerja

sama untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Menurut Max Weber

(Miriam, 49). Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam

penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah.19 Dan tujuan

negara adalah mencapai kebahagiaan rakyatnya.20

Terdapat beberapa fungsi serta peran negara dalam melaksanakan

terwujudnya kebahagiaan bagi rakyatnya, yaitu:21

19

Miriam Budirdjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 49.

20

Ibid, h. 54.

21


(27)

15

1. Melaksanaakan penertiban.

2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

3. Pertahanan.

4. Menegakkan keadilan.

Fungsi negara menurut Charles E. Merriam,22 yaitu : keamanan ekstern,

ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan kebebasan.

B. Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan publik ada karena untuk mengatasi permasalahan masyarakat

umum dan juga dapat digunakan dengan maksud menentukan ruang lingkup

permasalahan yang dihadapi pemerintah. Kebijakan publik ada berawal dari

sebuah tuntutan untuk memperoleh kebijakan yang lebih baik.

Kebijakan publik mempunyai pengertian beberapa versi dari setiap tokoh

yang mendefinisikan, kebijakan publik menurut James Anderson bahwa arah

tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau

sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.23 Kebijakan

publik menurut Anderson lebih tepat digunakan karena konsep anderson

memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan bukan kepada apa

yang diusulkan.

22

Miriam Budirdjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 56.

23

Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus (Yogyakarta: CAPS, 2011), h. 20.


(28)

16

Namun, dalam mendefinisikan kebijakan harus tetap mempunyai

pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan ketimbang apa yang

diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal tersebut

dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup tahap

implementasi dan evaluasi sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan

pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai. Oleh karena itu pengertian

mengenai kebijakan publik lebih tepat bila mencakup arah tindakan atau apa yang

dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan.

2. Tahap-tahap Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang sangat

kompleks karena melibatkan banyak proses yang harus dikaji. Tahap-tahap

kebijakan publik adalah sebagai berikut:24

a. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menetapkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya banyak masalah-masalah yang ingin masuk ke dalam agenda

kebijakan para perumusan kebijakan. Pada tahap ini banyak masalah yang

tertunda dalam jagka waktu yang lama, sementara masalah yang lainnya banyak

yang tidak disentuh sama sekali.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang masuk ke dalam agenda kebijakan publik dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut akan dicari dan ditentukan cara

24

William N Dunn, Pengantar Analisi Kebijakan Publik ( Yogyakarta: Gadjah Mada university Press, 2003), h. 24-25.


(29)

17

memecahkan masalah tersebut dan pemecahan masalah tersebut diambil dari

beberapa usulan para pembuat kebijakan.

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari beberapa alternatif kebijakan yang ditawarka oleh para pembuat

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga

atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah diambil dilakanakan oleh unit-unit administrai yang

memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi

berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan

mendapatkan dukungan dari para pelaksana dan ada beberapa implementasi

kebijakan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Tahap evaluasi kebijakan ini setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan

dan dijalankan akan dinilai dan dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan


(30)

18

Gambar 1 : Tahap-tahap Perumusan Kebijakan

Sumber : William N Dunn, Pengantar Analisi Kebijakan Publik ( Yogyakarta: Gadjah Mada

university Press, 2003), h. 24-25.

C. Tindak Kekerasan, Perlindungan terhadap anak

Untuk menghindari dari pengertian dan penafsiran yang berbeba-beda

dalam beberapa istilah, maka peneliti memberikan beberapa pengertian istilah

istilah dalam penelitian ini.

1. Pengertian Anak

Anak diartikan sebagai keturunan kedua dan setiap orang dibawah usia 18

tahun. Anak pada hakekatnya adalah seorang yang berada pada suatu masa

perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.25

2. Pengertian Tindak Kekerasan

Kekerasan terhadap anak merupakan segala bentuk perbuatan dan tindakan

yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis,

maupun seksual yang terjadi kepada anak.

25

Wasty soemanto, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1990), cet ke-3, h. 66. Perumusan Masalah

Peramalan (Formulasi Kebijakan)

Rekomendasi (Adopsi Kebijakan)

Pemantauan ( Implementasi Kebijakan )

Penilaian ( Evaluasi Kebijakan )


(31)

19

Kekerasan Menurut galtung, kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi

sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah

realisasi potensialnya. Dalam definisi tersebut kekerasan bukan hanya soal

memukul, melukai, menganiaya, sampai membunuh, tetapi lebih luas dari itu.

Negara menelantarkan rakyatnya sehingga banyak yang menderita kelaparan

sampai mati, itu juga termasuk kekerasan. Penyalahgunaan kekuasaan dan

wewenang, dana dan sumber daya yang lain demi segelintir pejabat, itu juga

termasuk kekerasaan.26

3. Pengertian Perlindungan Anak

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi

secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.27

Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak

dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok

minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual,

anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,

alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,

penjualan, perdagangan, anak kekerasan baik fisik dan atau mental, anak yang

menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.28

26

I Warsana Windhu, Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan: Dimensi Kekerasan, Tinjuan Teoritis atas Fenomen Kekerasan(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 13.

27

Undang-undang Republik indonsia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. pasal I Butir 2.

28


(32)

20

D. Hak Asasi Manusia

1. Hak Asasi Manusia Perspektif Barat

Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia bermula dengan lahirnya

Magna Charta di Eropa pada 15 Juni 1215 yang membatasi kekuasaan absolut

raja, dengan lahirnya Magna Charta merupakan proses lahirnya monarki

konstitusional. Keterikatan penguasa dengan hukum terdapat pada pasal 21

Magna Charta bahwa “para pangeran dan baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya”, sedangkan pada pasal 40 dijelaskan bahwa “tidak seorangpun menghendaki kita

mengingkari atau menunda tegaknya hak dan kewajiban”.29

Kemudian muncul Undang-Undang Hak Asasi Manusia (Bill of Rights)

pada tahun 1689 di Inggris. Pada masa itu muncul equality before the law atau

manusia sama dimuka hukum. Menurut Bill of Rights asas persamaan harus

diwujudkan betapapun berat rintangan yang dihadapi karena tanpa hak persamaan

maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkan kebebasan

persamaan hak warga negara maka lahirlah teori sosial yang identik dengan

masyarakat Eropa dan Amerika.30

Pertama, teori kontrak sosial. Menurut J.J. Rousseau, teori kontrak sosial

adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan rakyat

didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah

pihak.

29

A Ubaedillah, dkk., Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 253-254.

30


(33)

21

Kedua, trias politika. Menurut Montesquieu, trias politika adalah teori

sistem politik yang membagi kekuasaan pemerintahan negara dalam tiga bagian:

pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif), dan kekuasaan peradilan (yudikatif).

Ketiga, teori kodrati. Menurut Jhon Locke di dalam masyarakat ada hak

hak manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan kepada

negara. Bagi Locke hak dasar tersebut harus dilindungi oleh negara dan menjadi

batasan bagi kekuasaan negara yang mutlak. Hak hak kondrati bagi Locke terdiri

dari hak atas kehidupan, hak atas kemerdekaan, dan hak atas milik pribadi.

Keempat, hak hak dasar persamaan dan kebebasan. Menurut Thomas

Jefferson, semua manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia dianugerahi

beberapa hak yang tidak dapat dipisahkan. Termasuk hak kebebasan dan hak

kesenangan.31

Kemudian muncullah Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia dan warga

Negara (Declaratio des Droits de I’Homme et du Citoyen/Declaration of the

Rights of Man and of the Citizen) di Perancis tahun 1789. Ada lima Hak, yaitu:

Hak Kepemilikan Harta, Hak kebebasan, Hak persamaan, Hak keamanan dan hak

perlawanan.32 Kemudian lahirlah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

(DUHAM) diterbitkan oleh PBB dalam Universal Declaration of Human Rights

(UDHR) pada 10 Desember 1948 yang terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki

oleh setiap individu. Pertama, hak personal (hak jaminan kebutuhan peribadi),

kedua, hak legal (hak jaminan perlindungan hukum), ketiga, hak sipil dan politik,

31

Ibid, h. 254. 32

Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, danBudaya


(34)

22

keempat, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang

kehidupan), dan yang kelima, hak ekonomi, sosial, dan budaya.33

2. Hak Asasi Manusia Perspektif Islam

Agama Islam telah menetapkan sejak beberapa abad yang lalu, beberapa

hak perorangan yang harus dipenuhi oleh masyarakat, yang baru diketahui oleh

undang-undang duniawi yang menciptakan manusia. Hak Asasi Manusia tidak

dilahirkan oleh revolusi Perancis dan tidak pula oleh PBB. Hak yang

dimaksudkan adalah meninggikan derajat manusia dan memungkinkan mereka

untuk berserikat, berusaha untuk kebajikan manusia umum dan untuk memelihara

kemuliaan kemanusiaan serta menghidupkan bakat yang ada pada diri seseorang

dan membantu manusia dalam usaha mereka mempergunakan segala kekuatan

akal dan tubuh.34

Islam adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua

manusia. Islam meletakkan manusia sebagai posisi yang sangat mulia serta

sebagai makhluk yang sangat sempurna dan harus dimuliakan.35

Menurut Abu A’la Al-Maududi, Hak Asasi Manusia adalah hak kodrati yang dianugerahkan Allah SWT kepada setiap manusia dan tidak dapat di cabut

atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang diberikan Allah

bersifat permanen, kekal dan abadi.36

33

A Ubaedillah, dkk., Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 254.

34

Teungku Muhammad hasbi Ash shiddieqy. Islam dan HAM (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1999), h. 8.

35

Ibid,. 253. 36


(35)

23

Tonggak sejarah islam sebagai agama yang memiliki komitmen yang

sangat tinggi kepada hak asasi manusia secara universal dibuktikan dengan

deklarasi Nabi Muhammad di Madinah yang biasa dikenal dengan nama piagam

Madinah. Dan deklarasi Kairo. terdapat dua prnsip pokok HAM dalam piagam

Madinah: pertama semua pemeluk islam adalah satu umat walaupun mereka

berbeda suku bangsa, kedua hubungan antara komunitas muslim dengan non

muslim di dasarkan pada prinsip-prinsip: 1. Berinteraksi secara baik dengan

sesama tetangga 2. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama 3.

Membela mereka yang teraniaya 4. Saling menasehati 5. Menghormati kebebasan

beragama.37

Ketentuan HAM yang terdapat dalam deklarasi kairo adalah 1: hak

persamaan dan kebebasan 2. Hak hidup 3. Hak perlindungan diri 4. Hak

kehormatan pribadi 5. Hak berkeluarga 6. Hak kesetaraan wanita dengan pria 7.

Hak anak dari orang tua 8. Hak mendapatkan pendidikan 9. Hak kebebasan

beragama 10. Hak kebebasan mencari suaka 11. Hak memperoleh pekerjaan 12.

Hak memperoleh perlakuan sama 13. Hak kepemilikan 14. Hak ketahanan38

3. Hak Asasi Manusia Perspektif Indonesia

Pada awal kemerdekaaan Indonesia melalui sidang BPUPKI, Moehammad

Hatta bersama dengan Moehammad yamin gigih memperjuangkan peraturan

mengenai HAM dalam konstitusi Indonesia pertama kali. Hatta mengakui bahwa

Indonesia didirikan atas asas kekeluargaan, akan tetapi perlindungan atas hak-hak

37

Sukron Kamil, dkk., Syariah Islam dan HAM (Jakarta: CSRC UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 17.

38

A Ubaedillah, dkk., Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 254.


(36)

24

warga negara sebagai individu manusia harus tetap diberikan. Hatta menjelaskan

bahwa:

“hendaklah kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin, jangan menjadi negara kekuasaan, kita menghendaki negara pengurus, kita membangun masyarakat baru berdasarkan kepada gotong-royong, usaha bersama, tujuan kita ialah membaharui masyarakat. Tetapi disebelah itu janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan negara baru itu suatu fasal, misalnya fasal yang mengenai warga negara...supaya tiap-tiap warga negara jangan takut mengeluarkan suaranya. Yang perlu disebut disini hak untuk

berkumpul dan besidang atau mensyaratkan dan lain-lain. Formulering

-nya atau redaksi-nya boleh diserahkan kepada panitia kecil. Tetapi tanggungan ini perlu untuk menjaga, supaya negara kita tidak menajadi negara kekuasaan sebab kita mendasarkan negara kita atas kedaulatan

rakyat.”39

Pada masa 1945-1950, konsekuensi sebagai suatu negara yang baru

berdiri, Indonesia lebih memberikan penekanan kepada hak untuk merdeka, hak

kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan dan hak

untuk menyatakan pendapat. Dalam upaya untuk mengimplementasikan hak-hak

asasi tersebut, maka pemerintah RI memberikan sarananya melalui Maklumat

Pemerintah tanggal 3 November 1945 tentang partai politik dengan tujuan untuk

mengatur segala aliran yang ada dalam masyarakat dan pemerintah berharap

partai-partai tersebut telah terbentuk sebelum pemilu DPR pada bulan Januari

1946.40

Kemudian perkembangan HAM di Indonesia cukup mengalami perubahan

pada masa 1950-1959. Dimana pada masa itu orientasi terhadap HAM lebih

39

R.M. AB Kusuma, lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: menurut Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan kemerdekaan, (Jakarta: Badan Penerbit FH UI, t.t), h. 299.

40

Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 169.


(37)

25

ditekankan pada demokrasi liberal yang menggandeng paham kebebasan individu.

Implementasi pemikiran HAM pada periode ini lebih memberi ruang hidup bagi

tumbuhnya lembaga demokrasi yang antara lain:Partai politik dengan berbagai

ideologinya, kebebasan pers yang bersifat liberal, pemilihan umum dengan sistem

multipartai, parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah dan wacana pemikiran

HAM yang kondusif karena memberikan kebebasan41

Selanjutnya pada periode 1959-1966, yang pada periode ini Indonesia

berada di bawah naungan demokrasi terpimpin. Dengan penerapan demokrasi

terpimpin ini, pemerintah pada masa itu telah melakukan pemasungan HAM,

yaitu hak sipil, seperti hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran

dan tulisan. Sikap pemerintah bersifat retriktif (pembatasan yang ketat oleh

kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.42

Lalu perkembangan HAM di era Orde Baru 1966-1998. Dalam era orde

baru, HAM dapat dilihat dalam tiga kurun waktu yang berbeda.

1. Awal pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1967, berusaha melindungi

kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan adanya hak uji materiil

(judicial riview) yang diberikan kepada Mahkamah Agung.43

2. 1970-1980 pemerintah melakukan pemasungan HAM dengan sikap bertahan

(defensif), kekerasan (refresif) yang dicerminkan dengan produk hukum yang

bersifat membatasi (retriktif) terhadap HAM. Alasan pemerintah adalah bahwa

41

Muhamad erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 169.

42

Ibid, h. 169. 43


(38)

26

HAM merupakan produk pemikiran barat dan tidak sesuai dengan nilai-nilai

luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila.44

3. 1990-an HAM tidak lagi hanya bersifat wacana saja melainkan sudah dibentuk

lembaga penegakan HAM, yaitu KOMNAS HAM berdasarkan Keppres No.

50 Tahun 1993, tanggal 7 Juni 1993.45

Perkembangan selanjutnya 1998-sekarang HAM mendapat perhatian yang

resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin

HAM dan menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi

manusia. Serta keluarnya Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor XVII/MPR/998 tentang Hak Asasi Manusia.46 Perkembangan

hak asasi manusia di Indonesia semakin pesat. hal tersebut dapat ditunjukkan oleh

dengan semakin banyaknya instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang

hak asasi manusia yang diratifikasi oleh peraturan perundang-undangan nasional

kita. Artinya bahwa pemerintah memberi perlindungan yang signifikan terhadap

kebebasan HAM dalam semua aspek, yaitu aspek hak politik, hak sosial, hak

ekonomi, hak budaya, hak keamanan, hak hukum, dan hak pemerintahan.47

44

Ibid, h. 170. 45

Ibid, h. 170. 46

Rozali Abdullah, Syamsir, Perkembangan HAM dan Keberadaan Peradilan HAM di Indonesi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 16.

47

Muhamad erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), h. 170.


(39)

27

Gambar 2: Perkembangan HAM di Indonesia Perkembangan HAM di Indonesia

1945 -1950

Penekanan kepada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik

yang didirikan dan hak untuk menyatakan pendapat.

Tumbuhnya partai-partai politik dengan beragam ideologinya

Kebebasan pers yang bersifat liberal

Pemilihan umum dengan sistem multipartai

Parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah 1966 -1998 Pertam a (1967) Berusaha melindungi kebebasan dasar

manusia

Adanya hak uji materiil kepada Mahkamah

Agung

Kedua (1970-1980)

Pemasungan HAM dengan sikap represif

Produk hukum yang bersifat restriktif

Ketiga (1990-an) Dibentuknya KOMNAS HAM 1999 -sekarang Membe rikan perlindungan HAM Hak pemerintah hak sosial, hak politik, hak budaya, hak keamanan, hak

hukum, hak ekonomi.

Sumber : Muhamad erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia


(40)

28

E. Hak Asasi Anak

Anak dilahirkan merdeka, dan tidak boleh dilenyapkan atau dihilangkan

kemerdekaannya tetapi kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam

hal mendapatkan hak atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua,

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Perlindungan anak tersebut berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi

mutlak dan mendasar yang tidak boleh dikurangi satupun atau mengorbankan hak

mutlak lainnya untuk mendapatkan hak lainnya. Sehingga anak tersebut akan

mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila ia beranjak dewasa.

Dengan demikian bila anak telah menjadi dewasa maka anak tersebut akan

mengetahui dan memahami mengenai apa yang menjadi hak dan kewajiban baik

terhadap keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.48

Hak Asasi Anak adalah Hak Asasi Manusia dalam arti kata harus

mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan agar anak yang

baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh.

Dalam undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal

2, menyatakan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan pancasila

dan berlandaskan undang-undang tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi

hak-hak anak meliputi: a. Non diskriminasi, b. Kepentingan yang terbaik bagi

anak, c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, d.

Penghargaan terhadap pendapat anak.49

48

Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak (Jakarta: PTIK, 2012), h. 10-11.

49

Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 2.


(41)

29

Hak Asasi Anak merupakan bagian dari HAM, maka prinsip-prinsip HAM

berlaku juga sebagai prinsip hak anak. prinsip-prinsip HAM yang utama

meliputi:50

1. Prinsip inalienabilitas (tak terenggutkan). menyatakan bahwa hak asasi

manusia bukanlah pemberian dan menyatu dalam harkat dan martabat

manusia dan tidak dapat dicabut bahkan oleh pemerintah sekalipun.

2. Prinsip universalitas atau bisa disebut dengan non-diskriminasi. Menyatakan

bahwa semua manusia memiliki hak-hak yang sama terlepas dari ras, warna

kulit, agama, jenis kelamin, kebangsaan, dll.berlaku untuk semua anak.

3. Prinsip indivisibilitas (kesatuan hak asasi) dan inter-dependensi (saling

tergantung). Prinsip ini menyatakan bahwa semua HAM merupakan suatu

kesatuan yang tidak boleh dipilah-pilahkan. Semua hak asasi saling

terkaitantar satu dengan yang lainnya. Oelh karena itu semua hak asasi

memilliki nilai yang sama dan semua sama pentingnya.

4. Kepentingan terbaik anak.

5. Menghargai pendapat anak dengan mempertimbangkan usia dan tingkat

kematangannya.

Dalam undang-undang No. 39 tahun 1999 pasal 52 ayat 1 dan 2 tentang

hak asasi manusia, menyebutkan bahwa setiap anak berhak atas perlindungan oleh

orangtua, keluarga, masyarakat dan negara. Hak anak adalah hak asasi manusia

50

Mohammad Farid, Panduan Penggunaan Instrumen Pemantauan (yogyakarta: yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia, 2010), h. 8.


(42)

30

dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan

sejak dalam kandungan.51

Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

pasal 21, Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

menghormati dan menjamin hak asasi anak tanpa membedakan suku, agama, ras,

golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan

kelahiran anak dan kondisi fisik dan atau mental.52

51

Undang-undang Republik Indonesia nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 52 ayat 1 dan 2.

52

Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 21.


(43)

31

BAB III

MASALAH KEKERASAN TERHADAP ANAK DI INDONESIA

Bab ketiga ini peneliti menjelaskan masalah-masalah kekerasan terhadap

anak di Indonesia, dari masalah-masalah tersebut peneliti menjabarkan lebih

terperinci dengan menjelaskan bentuk-bentuk kekerasan dari bentuk kekerasan

dijelaskan yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap anak serta dampak

atau akibat dari kekerasan terhadap anak tersebut. Pada bab ketiga ini secara garis

besar menjelaskan sebab dan akibat terjadinya kekerasan terhadap anak di

Indonesia.

A. Masalah-masalah kekerasan terhadap anak di Indonesia

Berbicara tentang masalah kekerasan sama halnya dengan berbicara

macam-macam kekerasan yang terjadi terhadap anak. Berdasarkan hasil

wawancara dengan kepala sekretariat KPAI Retno Adji Prasetiadju.53 KPAI

membagi masalah-masalah kekerasan di Indonesia menjadi sembilan kategori,

yaitu:

1. Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat

Pada masalah ini dapat dikategorikan sebagai: Anak korban bencana alam,

anak korban kerusuhan, anak jalanan atau anak terlantar, anak terisolasi, dan anak

penyandang disabilitas.

2. Keluarga dan Pengasuhan Alternatif

53

Wawancara Pribadi dengan Retno Adji Prastiaju Kepala Sekretariat KPAI, Jakarta 27 Agustus 2014.


(44)

32

Masalah keluarga adalah faktor utama terjadinya kekerasan. Masalah

keluarga ini biasanya mengenai hal Perebutan hak kuasa asuh, akses bertemu

anak, anak kabur dari rumah atau melarikan anak, anak hilang, pengangkatan anak

(adopsi) domestik, pengangkatan anak (adopsi) mancanegara, anak nakal,

penelantaran anak atau ekonomi, pengakuan anak temuan, dan pengasuhan anak

bermasalah.

3. Agama dan Budaya

Agama menjadi tiangnya iman seseorang jika agama disalahartikan maka

dapat menimbulkan kekerasan seperti: Ajaran menyimpang (jihad, terorisme),

konflik antar agama (kawin campur atau lintas agama, paksaan agama), tayangan

yang tidak layak anak, budaya seks bebas, sarana hiburan rekreasi dan budaya

bermasalah atau berbahaya, layanan keagamaan anak (keluarga, panti, lembaga

pendidikan), perkawinan sirih anak atau pernikahan anak di bawah umur.

4. Hak Sipil dan Partisipasi

Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masa depan

bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga Negara berkewajiban

memenuhi hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,

berpartisipasi, perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung


(45)

33

perkembangan fisik dan psikis manusia merupakan pribadi yang lemah, belum

dewasa dan masih membutuhkan perlindungan.54

Salah satu hak anak yang paling wajib dipenuhi adalah masalah sipil dan

kebebasan. Namun, pada kenyataannya banyak temuan yang menunjukkan bahwa

rendahnya penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan terkait hak sipil dan

kebebasan anak. Masalah dominan dalam kerangka bidang sipil dan kebebasan

yang selama ini terjadi meliputi: hak nama dan kewarganegaraan, hak

mempertahankan identitas, hak kebebasan menyatakan pendapat, dan hak akses

kepada informasi yang layak, hak akta kelahiran.

5. Kesehatan dan Napza

Masalah kekerasan jenis ini biasaya sering ditemui pada kasus Mal

praktek, penahanan anak di rumah sakit, gizi buruk, anak penyandang cacat, anak

keracunan, penyakit menular dan wabah penyakit (HIV/AIDS), kematiaan anak di

rumah sakit, fasilitas dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai, anak

pengguna NAPZA (rokok, minuman keras, narkotika, dsb).

6. Pendidikan

Tindak kekerasan memang tidak diinginkan oleh siapapun,apalagi di

bidang pendidikan yang seharusnya menyelesaikan masalah dengan cara

edukatif.kekerasan bukan hal yang wajar apalagi di dunia pendidikan tetapi masih

banyak tindak kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan ini bisa terjadi antara

54 “Pemenuhan Hak Anak atas Akta Kelahiran dan hak Sipil,” artikel diakses pada 17

September 2014 dari http://www.kpai.go.id/artikel/pemenuhan-hak-anak-atas-akta-kelahiran-merupakan-bagian-dari-hak-sipil-yang-harus-dilindungi-konstitusi/


(46)

34

murid dengan murid atau guru dengan murid.55 Kekerasan dalam dunia

pendidikan dapat dijumpai seperti: Tawuran pelajar, diskriminasi pendidikan atau

intimidasi, sarana dan prasarana sekolah kurang, bulliying, anak membolos

sekolah, anak putus sekolah, tidak lulus ujian sekolah, anak korban kebijakan

(pungli di sekolah, penyegelan sekolah, tidak boleh ikut ujian, dsb), media

pembelajaran atau buku pelajaran yang tidak mendidik.

7. Pornografi dan Cyber Crime

Dengan maraknya Media online yang saat ini menjadi akses semua orang

dalam melakukan berbagai kegiatan sangat mudah didapatkan oleh anak-anak

yang tak jarang lepas dari pengawasan orangtua. Anak-anak dapat dengan

mudahnya mengakses semua hal dalam media online dan pada akhirnya tidak

jarang anak-anak menjadi korban dari media online tersebut termasuk: Kekerasan

seksual online, anak korban pornografi atau pornoaksi (dari internet, CD, material

cetak, perilaku orang lain, sumber lainnya), kepemilikan media pornografi.

8. ABH dan Kekerasan

Anak berkonflik dengan hukum. Kekerasan fisik, kekerasan psikis,

kekerasan seksual (pemerkosaan, sodomi, pencabulan, pedofilia), pembunuhan,

pencurian, kecelakaan lalu lintas, bunuh diri, aborsi, kepemilikan senjata tajam,

dan penganiayaan.

9. Trafficking dan Eksploitasi

Tindak kekerasan ini sangat banyak ditemui di Indonesia. Banyak

anak-anak yang menjadi korban atas tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa yang

55 “Kekerasan dalam Dunia Pendidikan,” artikel diakses pada 17 September 2014 dari


(47)

35

menjadikan anak sebagai: Eksploitasi seks komersil anak, eksploitasi ekonomi

dan pekerja anak, perdagangan anak (trafficking), dan prostitusi anak online.

Berdasarkan penjelasan mengenai masalah kekerasan diatas, dapat

dikatakan bahwa masih banyak masalah kekerasan dalam bentuk apapun yang

ditemui di sekitar kita. Namun penanganan yang maksimal belum juga diberikan

dan didapatkan. lagi-lagi pihak orangtua, masyarakat dan pemerintah lah yang

bertanggungjawab atas penanganan dan penyelesaian masalah kekerasan tersebut.

B. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak

Untuk mengetahui tindak kekerasan yang terjadi pada anak tidak sulit dan

tidak jauh dari pandangan kita. Realitas kekerasan yang dialami anak-anak sampai

saat ini masih menjadi masalah yang cukup besar di Indonesia. Pemberitaan pada

media masa mengenai kekerasan terhadap anak dapat dijumpai setiap hari.

Beberapa para ahli mengklarifikasikan bahwa tindakan kekerasan atau

pelanggaran terhadap hak anak dapat terwujud dalam empat bentuk, yaitu:56

a. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah agresi fisik yang diarahkan pada seorang anak oleh

orang dewasa. Hal ini dapat dikategorikan sebagai meninju, memukul,

mendorong, menggigit, mencekik, membenturkan, mengancam dengan benda

tajam dan sebagainya.

56

Bagong Suyanto, Masalah sosial anak ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 29-30.


(48)

36

b. Kekerasan Psikis

Wujud konkret kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah penggunaan

kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan

orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata dan

sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut korban akan merasa rendah diri,

minder, merasa tidak berharga, dan lemah dalam membuat keputusan (decision

making).

c. Kekerasan Seksual

Segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam

untuk melakukan hubungan seksual, melakukan penyiksaan atau sadis atau

meninggalkan seseorang termasuk mereka yang masih tergolong berusia

anak-anak setelah melakukan hubungan seksualitas.

d. Kekerasan Ekonomi

Kekerasan jenis ini sering kali dijumpai pada lingkungan keluarga.

Perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau mencampuri pekerjaan pasangan,

menolak memberikan uang atau mengambil uang, serta mengurangi jatah belanja

bulanan merupakan contoh konkret bentuk kekerasan ekonomi. Pada anak-anak

kekerasan jenis ini sering terjadi ketika orang tua memaksa anak yang masih

berusia dibawah umur untuk dapat memberikan kontribusi ekonomi keluarga,

sehingga fenomena penjual koran anak-anak, pengemis anak, pengamen jalanan


(49)

37

C. Faktor Pemicu Kekerasan Terhadap Anak

Masyarakat banyak yang sulit memahami mengapa seseorang melukai

anak-anak. Masyarakat sering beranggapan bahwa orang yang menganiaya

anaknya mengalami kelainan jiwa. Tetapi banyak pelaku penganiayaan

sebenarnya menyayangi anak-anak namun cenderung bersikap kurang sabar dan

kurang dewasa secara pribadi. Menurut mereka hal tersebut sebagai salah satu dari

pengajaran kepada seorang anak.

Siti fatimah, seorang pemerhati masalah anak dari Malaysia

mengungkapkan bahwa terdapat enam kondisi yang menjadi faktor penyebab

terjadinya kekerasan atau pelanggaran dalam keluarga yang dilakukan terhadap

anak.57

1. Faktor ekonomi

Kemiskinan yang dihadapi sebuah keluarga sering kali membawa keluarga

tersebut pada situasi kekecewaan yang pada akhirnya menimbulkan kekerasan.

Hal ini biasanya terjadi pada keluarga dengan anggota yang sangat besar.58Badan

Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada

September 2013 mencapai 28,55 juta orang (11,47 persen) atau meningkat 0,48

juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 tercatat 28,07

juta orang (11,37 persen).59 Melihat data tersebut dan kenyataan dilapangan,

57

Bagong Suyanto, Masalah sosial anak ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 33.

58

Ibid,. h. 33.

59

Jumlah penduduk miskin bertambah,” artikel diakses pada 22 Agustus 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/03/mysfdt-jumlah-penduduk-miskin-indonesia-bertambah.


(50)

38

masih banyak masyarakat Indonesia yang miskin, maka faktor ekonomilah yang

sangat berpengaruh terjadinya kekerasan terhadap anak selama ini.

2. Faktor Masalah Keluarga

Masalah keluarga ini lebih mengacu pada situasi keluarga khususnya

hubungan orang tua yang kurang harmonis. Seorang ayah akan sanggup

menganiaya anaknya semata-mata sebagai pelampiasan atau upaya pelepasan rasa

jengkel dan marahnya terhadap istri.

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan

manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam

hubungan interaksi dengan kelompoknya.60

3. Faktor Perceraian

Perceraian dapat menimbulkan problematika kerumahtanggaan seperti

persoalan hak pemeliharaan anak, pemberian kasih sayang, pemberian nafkah dan

sebagainya.Angka perceraian pasangan di Indonesia terus meningkat drastis. Data

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (Dirjen Badilag

MA) mencatat selama periode 2005 hingga 2010 terjadi peningkatan perceraian

hingga 70 %. Pada tahun 2010, terjadi 285.184 perkara berakhir dengan

perceraian di seluruh Indonesia.61

4. Faktor kelahiran anak di luar nikah.

Kelahiran anak diluar nikah tidak jarang sebagai akibat adanya kelahiran

diluar nikah menimbulkan masalah diantara kedua orang tua anak. Belum lagi jika

60

WA Gerungan, Psikologi sosial ( Bandung: PT Refika Aditama, 1988), h. 180.

61“Angka Perceraian Pasangan Indonesia Naik Drastis 70%,”

artikel diakses pada 22 Agustus 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/01/24/lya2yg-angka-perceraian-pasangan-indonesia-naik-drastis-70-persen.


(51)

39

melibatkan pihak keluarga dari pasangan tersebut. Akibatnya anak akan banyak

menerima perlakuan yang tidak menguntungkan.

5. Faktor permasalahan jiwa atau psikologis

Dalam berbagai kajian psikologis disebutkan bahwa orang tua yang

melakukan tindak kekerasan atau penganiayaan terhadap anak-anak adalah

mereka tang memiliki problem psikologis. Orang tua yang pada waktu kecil

mendapat perlakuan salah, depresi, kelaian karakter atau gangguan jiwa. Hal ini

akan berpengaruh pada saat mereka telah menjadi orang tua dan berdampak pada

anaknya.

6. Faktor pendidikan

Terjadinya kekerasan atau pelanggaran terhadap anak-anak adalah tidak

dimilikinya pendidikan atau pengetahuan religi yang memadai. Disamping itu

kekerasan pada anak terjadi karena terinspirasi oleh tayangan-tanyangan televisi

atau media-media yang tersebar dimasyarakat yang telah membangun dan

menciptakan perilaku tindak kekerasan.

Menurut Ismail dalam sebuah model “The Abusive Environment Model”

menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap anak-anak

sesungguhnya dapat dilihat dari tiga faktor, yaitu:62

1. Faktor kondisi sang anak

Kekerasan dan pelanggaran terhadap hak anak dapat terjadi karena faktor

pada anak, seperti: anak yang mengalami kelahiran prematur, anak yang

mengalami sakit sehingga mendatangkan masalah, hubungan yang tidak harmonis

62

Bagong Suyanto, Masalah sosial anak ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 35-36.


(52)

40

sehingga mempengaruhi watak sang anak, kehadiran anak yang tidak dikehendaki

dan sebagainya.

2. Faktor pada orang tua

Pada faktor orang tua ini lebih kepada pernah atau tidaknya orang tua

tersebut mengalami kekerasan atau penganiayaan sewaktu kecil, sering

kalimengalami gangguan kepribadia, berusia terlalu muda, sehingga belum

matang, terutama sekali mereka yang mendapatkan anak sebelum berusia 20

tahun. Kebanyakan orang tua yang seperti ini kurang memahami kebutuhan anak

dan mengira bahwa anak dapat memenuhi perasaannya sendiri dan latar belakang

pendidikan orang tua yang rendah.

3. Faktor Lingkungan Sosial

Kondisi kemiskinan dalam masyarakat dan tekanan nilai materialistis,

kondisi sosial ekonomi yang rendah, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak

adlah milik orang tua sendiri, status wanita yang rendah, sistem keluarga

patriakat, nilai masyarakat yang terlalu individualistis dan sebagainya.

Namun, berbeda dengan pendapat Retno Adji Prasetiadju,63 faktor

terjadinya kekerasan terhadap anak dibagi berdasarkan faktor dari anak itu sendiri,

faktor orangtua, situasi keluarga, faktor budaya, dan faktor lainnya.

1. Faktor anak

Kepribadian serta prilaku anak itu sendiri yang dapat menimbulkan

kekerasan seperti: Anakbandel, anak yang bermasalah di sekolah dan

63

Wawancara Pribadi dengan Retno Adji Prastiaju Kepala Sekretariat KPAI, Jakarta 27 Agustus 2014.


(53)

41

lingkungannya, anak yang mudah dan sering nangis, anak yang mengganggu, dan

anak yang berisik.

2. Faktor orangtua

Banyakorang tua yang menyalahkan anaknya dan menjadikambing hitam

bila menerima kegagalan baik dalam kehidupanrumahtangga, pekerjaan, usaha,

sehingga ada istilah anak pembawa sial.

3. Situasi keluarga

Keluarga sebagai institusi utama dalam perlindungan anak ternyata belum

sepenuhnya mampu menjalankan peranannya dengan baik. Kasus perceraian,

disharmoni keluarga, keluarga miskin, perilaku ayah atau ibu yang salah,

pernikahan siri, sampai kepada upaya pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak

dalam berbagai permasalahan lainnya menjadi salah satu pemicu terabaikannya

hak-hak anak dalam keluarga.Hubungan dalam keluarga yang tidak

harmonis,Banyak anak,baby sitter atau pembantu (untuk mengurus anak

diperlukan bantuan dari mereka dan apabila ada permasalahan dengan mereka

maka anak menjadi korbannya),keluarga terisolasi,Sosial -ekonomi -politik:

miskin, padat lingkungan, pengangguran. Masalah interaksi dengan lingkungan

juga termasuk dalam permasalahan yang dapat memicu terjadinya kekerasan.

4. Faktor budaya

Kepercayaan atau adat tentang pola asuh anak, Hak orangtua atas anak,

pergeseran budaya, media massa merupakan salah satu dari beberapa faktor yang


(54)

42

5. Umum

Biasanya faktor lain yang dapat dijumpai dilihat dari Struktur masyarakat

yang masih kental dengan budaya patriarki,Pandangan masyarakat tentang

kedudukan anak (anak merupakan aset keluarga),Preferensi anak laki-laki

(mengutamakan anak laki-laki, sehingga terjadi diskriminasi antara anak laki-laki

dan anak perempuan; dan anak perempuan sering menjadi korban

kekerasan),Persepsi masyarakat tentang kekerasan.

D. Dampak yang ditimbulkan Akibat Kekerasan Terhadap Anak

Kekerasan terhadap anak akan berdampak panjang, di samping berdampak

pada masalah kesehatan di kemudian hari, juga berkaitan dengan trauma yang

berkepanjangan, bahkan hingga dewasa. anak yang mendapat kekerasan akan

mengalami mimpi-mimpi buruk yang tidak pernah hilang dari benak anak yang

menjadi korban, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi

menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Bisa juga setelah

menjadi dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya

semasa kecilnya.64

Dampak kekerasan yang terjadi terhadap anak secara fisik, psikis, dan

seksual dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kekerasan Fisik dapat mengakibatkan luka memar, patah tulang, pingsan, luka

ringan dan luka berat sehingga dapat mengalami kematian.

64“Dampak Buruk Kekerasan Seksual Terhadap Anak,” artikel diakses pada 22 Agustus

2014 dari http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/13/01/16/mgpam4-ini-dampak-buruk-kekerasan-seksual-terhadap-anak.


(55)

43

2. Kekerasan Psikis dapat mengakibatkan kecemasan yang berlebihan, rasa takut,

tidak percaya diri, trauma, emosi dan depresi yang mendalam.

3. Kekerasan Seksual dapat mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan,

kerusakan pada organ reproduksi, hilangnya virginitas, serta mengalami

gangguan jiwa hingga dapat melakukan bunuh diri.

Menurut Pinky Saptandari, dampak kekerasan pada anak dalam

masyarakat dapat dilihat sebagai berikut:65

1. Pewarisan lingkaran kekerasan secara turun-temurun atau dari generasi ke

generasi.

2. Tetap bertahan kepercayaan yang keliru bahwa orang tua mempunyai hak

untuk melakukan apa saja terhadap anaknya, termasuk melakukan kekerasan.

3. Kualitas hidup semua masyarakat merosot, sebab anak yang dianiaya tak

mengambil peran yang selayaknya dalam kehidupan kemasyarakatan.

Dilihat dari penjelasan diatas, apapun bentuk kekerasan yang dialami oleh

anak, adanya saling keterkaitan dari satu dampak dengan dampak yang lainnya.

Seperti halnya seorang anak yang mengalami kekerasan fisik sudah pasti akan

mengalami kekerasan psikis dan seorang yang mengalami kekerasan seksual akan

berdampak pada fisik dan psikis anak tersebut.

Kekerasan terhadap anak adalah perilaku tindak penganiayaan terhadap

anak-anak. Bentuk kekerasan terhadap anak diklasifikasikan kekerasan secara

fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara

sosial. Suatu permasalahan anak-anak di Indonesia semakin hari semakin

65

Bagong Suyanto, Masalah sosial anak ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 102-103.


(56)

44

memprihatinkan. Segala bentuk penderitaan yang dialami oleh anak-anak

Indonesia telah menunjukkan bahwa hak hidup anak sebagai integrasi dari suatu

hak asasi manusia telah dibiarkan terancam tanpa penanganan dan solusi.

Dengan adanya suatu bentuk-bentuk kekerasan yang telah dijelaskan

diatas, maka masyarakat dan pemerintah harus lebih memperhatikan bagaimana

menangani masalah kekerasan anak yang ada di Indonesia agar tidak ada lagi

terjadi kekerasan terhadap anak. Sebab pada dasarnya anak adalah titipan dan

Anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Dan seperti yang tertuang dalam ketentuan

konvensi hak-hak anak (KHA) maupun ketentuan umum Undang-Undang

Perlindungan Anak N0. 23 Tahun 2002 menetapkan bahwa anak adalah seseorang

yang berusia dibawah 18 Tahun termasuk anak dalam kandungan, maka dari itu

setiap orangtua, masyarakat, pemerintah dan Negara mempunyai kewajiban untuk


(57)

45

BAB IV

PERAN NEGARA DALAM UPAYA MENGATASI TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK DI INDONESIA

Peneliti menjelaskan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak. peneliti juga menjelaskan dan

mencantumkan beberapa perumusan undang-undang yang telah dibuat oleh

pemerintah untuk mengatasi tindak kekerasan terhadap anak. serta peneliti akan

menjelaskan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemerintah dalam

melaksanakan perlindungan hak-hak anak.

Anak merupakan aset utama bagi masa depan bangsa dan kemanusiaan

secara menyeluruh. kondisi kehidupan anak diseluruh dunia pada saat ini ternyata

tidak menjadi lebih baik. Ancaman terhadap anak pada saat ini baik ancaman

fisik, mental maupun sosial lebih serius.

Negara telah mengupayakan untuk mengatasi tindak kekerasan terhadap

anak secara sederhana dapat dilihat dari terbentuknya Undang-undang No 23

tahun 2002 tentang perlindungan anak dan Indonesia adalah salah satu negara

yang telah ikut merafitikasi Konvensi hak Anak (KHA)66 yang telah ditetapkan

oleh Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan

anak, pemerintah telah membentuk ini lembaga Komisi Perlindungan Anak.

66

Distia Aviandari, dkk., Analisis Situasi Hak Anak untuk Isu-isu Tertentu ( Yogyakarta: Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia, 2010), h. 56.


(58)

46

Indonesia yang bersifat independen dalam Undang-undang No 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak pasal 74.67

A. Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 1. Sejarah Terbentuknya KPAI

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),68 dibentuk berdasarkan

amanat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang tersebut disahkan oleh Sidang Paripurna DPR pada tanggal 22

September 2002 dan ditandatangani Presiden Megawati Soekarnoputri, pada

tanggal 20 Oktober 2002. Setahun kemudian sesuai ketentuan Pasal 75 dari

undang-undang tersebut, Presiden menerbitkan Keppres No. 77 Tahun 2003

tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Diperlukan waktu sekitar 8 bulan

untuk memilih dan mengangkat Anggota KPAI seperti yang diatur dalam

peraturan perundang-undangan tersebut.

Berdasarkan penjelasan pasal 75, ayat 1,2,3 dan 4 dari Undang-Undang No

23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa Keanggotaan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari satu orang ketua, dua orang

wakil ketua, satu orang sekretaris, dan lima orang anggota, dimana keanggotaan

KPAI terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi

sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya

masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap

perlindungan anak. Adapun keanggotaan KPAI diangkat dan diberhentikan oleh

67

Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak pasal 74

68“Profil Komisi Perlindungan Anak Indonesia,” artikel diakses pada 15 September 2014


(1)

76

Untuk mengimplementasikan Visi tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah menetapkan Misi, sebagai berikut:

1. Meningkatkankomitmen para pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan perlindungan anak;

2. Meningkatkan pemahaman dan peranserta masyarakat dalam perlindungan anak;

3. Membangun sistem dan jejaring pengawasan perlindungan anak; 4. Meningkatkan jumlah dan kompetensi pengawas perlindungan anak;

5. Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan utilitas laporan pengawasan perlindungan anak;

6. Meningkatkan kapasitas, aksesibilitas, dan kualitas layanan pengaduan masyarakat;

7. Meningkatkan kinerja organisasi KPAI.

8. Bagaimana Pemerintah mengatasi tindak kekerasan terhadap anak dan melakukan perlindungan hak-hak anak ditingkat daerah?

Jawab: Indonesia telah berkomitmen untuk menciptakan dunia yang layak bagi anak (World Fit For Children). Sebagai implementasi dari komitmen tersebut pemerintah mencanangkan kebijakan Kabupaten atau Kota Layak Anak. Kota Layak Anak adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak.


(2)

77

9. Apa saja langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi tindak kekerasan terhadap anak?

Jawab: Begitu mengetahui ada seorang anak mengalami kekerasan dari orang tuanya baik itu melalui pengaduan langsung atau laporan masyarakat maupun pemberitaan media, KPAI akan bergerak mengecek kebenaran permasalahan ini dan mengambil tindakan:Mengamankan anak agar kekerasan tidak berlanjut, Memberikan perlindungan untuk kepentingan terbaik bagi anak, Anak akan diamankan dengan dititipkan ke rumah aman atau LPSK atau RSPA.Memberikan penanganan kasus anak sesuai dengan kebutuhan anak.Langkah-langkah rehabilitasi terhadap anak sebagai korban penganiayaan.

10. Apa harapan KPAI pada masa pemerintahan berikutnya dalam mengatasi tindak kekerasan terhadap anak?

Jawab: Dengan mengacu pada UU Perlindungan Anak, penyelesaian kekerasan terhadap anak memerlukan kehadiran dan campur tangan negara, pemerintah, masyarakat dan orang tua. Artinya, state dan non state perlu bekerjasama sesuai tanggung jawab dan peran masing-masing.

Dalam perspektif hak asasi manusia sejatinya negaralah yang menjadi aktor utama pemenuhan penyelenggaraan perlindungan anak. Namun ironisnya negara belum memberikan perlindungan anak yang sistemik untuk mencegah dan menghentikan kekerasan terhadap anak. Negara sebagai pemegang kewajiban utama yang harus menyesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi anak dengan solusi terbaik.


(3)

78

Pada titik ini, selain institusi-institusi negara yang terkait langsung dalam melaksanakan kewajibannya memberikan perlindungan terhadap anak dari segala bentuk kekerasan, perhatian Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan sangat penting untuk pencegahan dan penghentian kekerasan terhadap anak secara nasional. Pada level berikutnya, Kemenkokesra dan Polri diperlukan keterlibatannya secara lebih intensif dalam upaya ini. Sinergi dan kordinasi antar institusi di tingkat pusat dan antara pusat dan daerah adalah hal yang niscaya karena perlindungan anak merupakan program pembangunan yang bersifat lintas bidang sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Kerja Pemerintah tahun 2012 ini.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sendiri, sebagai lembaga negara independen yang mandat utamanya adalah meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak berkesimpulan bahwa masalah kekerasan terhadap anak harus diselesaikan secara sistemik, holistik dan menyentuh akar masalah, sehingga bisa memutus mata rantai kekerasan yang ada. Pendekatannya mesti komprehensif, semua pihak pemangku kewajiban perlindungan anak mesti terlibat. Karena masalah kekerasan terhadap anak adalah persoalan bangsa, maka kebijakan nasional perlu dibuat secara partisipatoris, agar kebijakan ini dilaksanakan secara nyata dan efektif oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia.

Pada akhirnya diharapkan bahwa keseluruhan program yang dilaksanakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi penyelenggaraan perlindungan anak. Dengan kerja keras, etos dan


(4)

79

budaya kerja yang tinggi serta keseriusan seluruh penyelenggara perlindungan anak baik Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga, dan orang tua, maka harapan yang dikemukakan di atas akan dapat terwujud.


(5)

80

Foto bersama setelah wawancara dengan Ibu Retno Adji Prasetiadju, SH Kepala Sekretariat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 27 Agustus 2014


(6)