BAB 3
BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 di Rumah Kaca Fakultas Pertanian USU, Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan FMIPA USU, dan Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, polibag, sendok semen, sprayer, timbangan digital, timbangan analitik, bak plastik,
spektofotometer, mikroskop, jangka sorong, penggaris, silet, objek glass, cover glass
, alu, mortar, corong, pipet serologi, pipet volume, pipet tetes, beaker glass, gelas ukur, camera digital, gunting, amplop, pembolong kertas, cawan petri, labu
takar, kertas saring, spatula, pinset, paranet, plastik kaca dan terpal. Bahan
penelitian yang digunakan adalah benih cabai varietas Lokal, Genie dan Bhaskara, air, tanah, fungisida, insektisida, kompos, aseton 80, alkohol 70, pemutih dan
aquadest
.
3.3 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan dengan Rancangan Acak Lengkap RAL Faktorial yang terdiri dari tiga varietas
dan lima tingkat ketersediaan air . Varietas cabai rawit
C
1
= varietas Lokal C
2
= varietas Genie C
3
= varietas Bhaskara
Universitas Sumatera Utara
Tingkat ketersediaan air W
= 100 kapasitas lapang W
1
= 75 kapasitas lapang W
2
= 50 kapasitas lapang W
3
= 25 kapasitas lapang W
4
= 10 kapasitas lapang Jumlah seluruh perlakuan adalah 3 x 5= 15 perlakuan, dengan tiga kali ulangan.
Sehingga jumlah seluruh plot penelitian adalah 3 x 5 x 3= 45 tanaman.
3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Analisis Fisik Tanah
3.4.1.1 Kapasitas Lapang
Kapasitas lapang dilakukan dengan metode gravimetri dengan menghitung selisih berat basah tanah dengan berat kering dan dibandingkan dengan berat
kering tanah. Hasil yang diperoleh adalah sebesar 156,41 Lampiran 1.a.
3.4.1.2 Titik Layu Permanen
Titik layu permanen dianalisis di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian. Hasil yang diperoleh sebesar 30,084 Lampiran 1.b.
3.4.2 Persiapan Media Tanam
Media tanam berupa tanah humus yang telah dikeringanginkan terlebih dahulu. Tanah diayak untuk memperoleh tekstur tanah yang baik dan dimasukkan
ke dalam polibag sebanyak 5 kg. Tanah humus yang digunakan sebelumnya telah diketahui nilai kapasitas lapang, titik layu permanen, dan kadar air tersedia.
Penetapan kapasitas lapang, titik layu permanen, dan kadar air tersedia dilakukan dengan metode gravimetri.
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Persiapan Bahan Tanam
Bahan tanam yang digunakan berupa benih dari tiga varietas cabai rawit. Varietas Genie dan varietas Bhaskara diperoleh dari Balai Benih Jalan Bintang
No. 38C46B dan varietas lokal diperoleh dari Desa Naga Timbul Dusun I Tanjung Morawa. Benih yang dipilih bentuknya tidak keriput, berwarna kuning
dan tenggelam ketika direndam dalam air
3.4.4 Penyemaian Benih
Media persemaian terdiri dari campuran tanah humus dan kompos 1:1. Bibit direndam dalam air hangat selama 1-2 jam dengan tujuan agar mempercepat
pertumbuhan. Benih disebar secara merata pada wadah yang berisi medium lalu ditutupi tipis dengan tanah, kemudian diletakkan di tempat yang dinaungi hingga
berumur 7-8 hari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2008. Penyiraman dilakukan secara kontinyu dengan air secukupnya. Setelah terbentuk
empat helai daun ± 4 minggu bibit dipindahkan ke polibag besar.
3.4.5 Penanaman
Tanaman cabai rawit yang telah berumur satu bulan dengan ukuran yang seragam meliputi tinggi tanaman dan diameter batang dipindahkan dan ditanam
ke dalam polibag yang telah berisi tanah.
Gambar 3.1. Tanaman berumur satu bulan a Lokal, b Genie, dan c Bhaskara
a b
c
Universitas Sumatera Utara
3.4.6 Pemeliharaan
Tanaman disiram dengan air tanpa perlakuan selama satu minggu pertama pertumbuhan dalam polibag agar tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan
polibag. Penyemprotan serangan penyakit dan hama dilakukan setiap minggu.
3.4.7 Perlakuan
Tanaman diberi perlakuan saat tanaman berumur lima minggu setelah tanam. Varietas Lokal diperlakukan selama tujuh minggu, varietas Genie dan
Bhaskara diperlakukan selama tiga minggu. Perlakuan dilakukan dengan tetap mempertahankan ketersediaan air Lampiran 1.d dalam tanah agar tetap 100
7,82 L dengan berat total 12,82 kg, 75 6,24 L dengan berat total 11,24 kg, 50 4,66 L dengan berat total 9,66 kg, 25 2,4 L dengan berat total 7,4 kg,
dan 10 2,1 L dengan berat total 7,1 kg. Tanah dalam polibag ditimbang, kemudian air yang diberikan adalah sebanyak selisih antara kadar air tanah yang
telah ditetapkan dengan berat tanaman tersebut. Perlakuan pada masing-masing varietas dihentikan sampai akhir fase vegetatif dari tanaman.
3.4.8 Parameter yang Diamati
a. Tinggi tanaman cm
, diukur dari leher akar sampai daun terakhir yang telah membuka sempurna, dilakukan setiap minggu perlakuan.
b. Bobot kering tajuk g
, tanaman dikeringkan dalam oven dengan suhu 80
o
C sampai didapat bobot yang konstan. Bobot kering tanaman dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada akhir fase pertumbuhan vegetatif.
c. Bobot kering akar g
, dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada akhir fase vegetatif dengan cara akar tanaman dikeringkan dalam oven dengan
suhu 80
o
C sampai didapat bobot yang konstan d.
Rasio tajuk dan akar dihitung pada akhir penelitian, dengan
membandingkan berat kering tajuk dengan berat kering akar.
Universitas Sumatera Utara
e. Jumlah klorofil
. Menurut Yoshida et al. 1971 penghitungan jumlah klorofil dapat dilakukan dengan cara berikut yakni, daun cabai rawit yang
segar seberat 0,5 gr dipotong dan digunting kecil-kecil, dimasukkan ke dalam mortar kemudian digerus. Potongan daun tersebut ditambahkan
aseton 80 sebanyak 20 ml dan digerus kembali hingga klorofil meluruh pada aseton. Hasil gerusan disaring ke dalam labu takar, ditambahkan aseton
80 kembali sampai garis batas yang menunjukkan 50 ml, dan diaduk sebentar. Pengenceran dilakuan dengan cara mengambil 2,5 mL larutan ke
dalam 25 mL aseton dan diaduk, kemudian dimasukkan ke dalam tabung spektofotometer dan dihitung klorofilnya.
Perhitungan klorofil meliputi: a.
klorofil a = 0,0127 x A663
– 0,00269 x A645 b.
klorofil b = 0,0229 x A645
– 0,00468 x A663 c. total klorofil = A652 x 1000
34.5 c.
Diameter batang cm diukur dengan jangka sorong yang dilakukan setiap
minggu perlakuan d.
Kerapatan stomata atas adaksial dan bawah abaksial dengan
mikrometer dan mikroskop pada akhir penelitian. Daun cabai difiksasi dalam alkohol 70, dan dibilas dengan aquadest. Daun cabai disayat dan
dijernihkan dengan pemutih selama lima menit untuk menghilangkan klorofil dari mesofil yang terikat, kemudian dibilas dengan aquadest
kembali. Sayatan yang telah didapat kemudian diletakkan di atas gelas objek dan ditutup dengan cover glass. Sayatan tersebut diamati di bawah
mikroskop, kemudian dihitung kerapatannya dengan rumus:
Kerapatan stomata = Jumlah stomatasatuan luas pandang
Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop biokamera dengan merk Axio Carl Zeiss
, dan luas pandang diukur dengan micrometer yang telah tersedia pada mikroskop yaitu sebesar 0,056 mm.
e. Diameter akar cm
dengan menggunakan jangka sorong yang dilakukan setiap minggu perlakuan
f. Tebal daun mm
dengan menggunakan micrometer dan mikroskop yang dilakukan pada akhir penelitian. Daun cabai disayat setipis mungkin dan
Universitas Sumatera Utara
difiksasi dengan menggunakan alkohol 70 dan dibilas dengan aquadest. Sayatan tersebut direndam dalam pemutih hingga berubah warna dan dibilas
kembali dengan aquadest. Sayatan diletakkan di atas gelas objek dan ditetesi dengan air lalu ditutup dengan cover glass. Amati di bawah mikroskop
dengan perbesaran 10x10. g.
Efisiensi Penggunaan Air Water Use Efficiency, dilakukan di akhir
penelitian dengan membandingkan bobot kering tanaman dengan jumlah air yang digunakan selama penelitian
h. RWC Relative Water Content,
dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung selisih berat basah dan berat kering contoh dari tanaman
dibandingkan dengan selisih berat turgor dan berat kering tanaman.
Gambar 3.2. Pengukuran a Diameter Akar, dan b Relative Water Content RWC
3.5 Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA dan bila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test
DMRT pada taraf 5.
a b
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tinggi Tanaman cm
Hasil Analisis Sidik Ragam Lampiran 2.a menunjukkan tingkat ketersediaan air dan macam varietas cabai rawit masing-masing menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap tinggi tanaman. Interaksi keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman. Pengaruh tingkat ketersedian air
terhadap tinggi tanaman pada ketiga macam varietas cabai rawit menunjukkan respon yang sama yaitu menurunnya tinggi tanaman seiring dengan penurunan
ketersediaan air, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Pengaruh penurunan ketersediaan air terhadap tinggi tanaman cabai rawit C1, Lokal dimana Y= 13,09x + 96,12 dengan R
2
= 0,927; C2, Genie dimana Y= 5,74x + 44,64 dengan R
2
= 0,87; C3, Bhaskara dimana Y= 6,40x + 22,90 dengan R
2
= 0,93 Berdasarkan Gambar 4.1. tinggi tanaman tiga macam varietas cabai
semakin menurun seiring dengan penurunan ketersediaan air, dimana ketersediaan air 100 menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang paling besar. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
disebabkan karena pembelahan sel pada tanaman sangat sensitif terhadap kekurangan air. Pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap penurunan
ketersediaan air berhubungan dengan turgor dan hilangnya turgiditas sehingga dapat menghentikan pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan
tanaman menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan tanaman pada kondisi kapasitas lapang. Penurunan pertumbuhan tinggi tanaman akibat berkurangnya
ketersediaan air dijelaskan juga oleh Mapegau 2006 dalam penelitiannya yang dilakukan pada tanaman kedelai, dimana tinggi tanaman kedelai menurun secara
nyata seiring dengan berkurangnya ketersediaan air.
Varietas Lokal C1 selalu menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dua macam varietas lainnya pada kondisi tingkat
ketersediaan air 100 hingga ketersediaan air 10. Walaupun ketiga macam varietas cabai rawit uji menunjukkan respon yang sama pada setiap penurunan
ketersediaan air terhadap tinggi tanaman, namun laju penurunan pertumbuhannya berbeda antar tiga macam varietas cabai rawit. Varietas Lokal C1 yang
menunjukkan tinggi tanaman terbesar bila dibandingkan dua macam varietas lainnya, ternyata juga memiliki laju penurunan yang besar pula terhadap tinggi
tanaman pada setiap persen penurunan ketersediaan air. Laju penurunan tinggi tanaman varietas Lokal yaitu 13,09 cm diikuti oleh varietas Bhaskara sebesar 6,40
cm dan varietas Genie sebesar 5,74 cm setiap persen penurunan ketersediaan air. Hal ini disebabkan karena respon penurunan ketersediaan air bergantung pada
jenis tanaman yang digunakan, serta faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman, sesuai dengan pendapat Hanum et al. 2007 bahwa
pengaruh cekaman kekeringan yang dialami tanaman bergantung pada varietas, besar dan lamanya cekaman, serta masa pertumbuhan tanaman tersebut ketika
diberi cekaman kekeringan.
Besarnya penurunan tinggi tanaman tiga macam varietas cabai rawit akibat menurunnya ketersediaan air dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rata-rata Tinggi Tanaman cm Tiga Varietas Cabai Rawit
Universitas Sumatera Utara
Varietas Ketersediaan Air
Rata- rata
100 75
50 25
10 Lokal C1
167,83
±13,37
139,03
±11,68
137,23
±28,74
121,93
±11,77
110,93
±7,18
135,39
a
Genie C2 70,97
±0,71
67
±0,7
65,83
±0,84
59,37
±2,93
46,1
±2,77
61,85
b
Bhaskara C3
53,47
±2,19
47,2
±0,9
45,77
±1,29
38
±5,89
26,07
±0,55
42,10
c
Rata-rata 97,42
a
84,41
a
82,94
a
73,10
b
61,03
b
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata setelah diuji Duncan pada taraf 5.
Tabel 4.1, menunjukkan bahwa walaupun analisis statistika menunjukkan interaksi antara tingkat ketersediaan air dan macam varietas cabai memberikan
pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, namun secara visual perbedaan tinggi tanaman sangat jelas terlihat. Penurunan pertumbuhan tinggi tanaman pada
ketersediaan air 100, 75, dan 50 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata, namun berbeda nyata pada ketersediaan air 25 dan 10, dan ketiga varietas
menunjukkan perbedaan yang nyata satu sama lain Tabel 4.1. Berarti bahwa tingkat ketersediaan air 50 yang masih mampu memberikan pertumbuhan
optimum pada ketiga varietas cabai rawit. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Songsri et al. 2009 menjelaskan bahwa derajat kekeringan
airketersedian air yang sangat rendah dibawah 13 dari kapasitas lapang pertumbuhan tanaman termasuk tinggi tanaman akan menurun dan kembali
optimum pada konsentrasi 60 23 dari kapasitas lapang. Djazuli 2010 melaporkan bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap
penurunan tinggi tanaman nilam.
4.2 Diameter Batang cm