Kesultanan Siak Sri Indra Pura: Islam dan perlawanan terhadap kolonialisme pada tahun 1706-1946 M

(1)

KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA: ISLAM DAN

PERLAWANAN TERHADAP KOLONIALISME PADA

TAHUN 1760-1946 M

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora

Untuk Memenuhi Syarat Mendapat Gelar Sarjana (S1) Humaniora

Oleh :

AHMAD SUPANDI

108022000013

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

AHMAD SUPANDI 108022000013

Penulis mencoba mendeskripsi pengaruh agama Islam dan perlawanan terhadap kolonialis yang terjadi pada kerajaan-kerajaan di sekitar Pekanbaru, Riau. Adapun judul skripsi ini "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M". Kesultanan Siak Sri Indrapura ini merupakan kerajaan yang bernafaskan Islam dan sebagai pewaris yang sah dari Kerajaan Melaka-Johor. Pada 292 tahun silam tepatnya tahun 1723 M, Kota Siak Sri Indrapura yang terletak disekitar Sungai Jantan (Siak) sebagai pusat perdagangan regional dan internasional, terdapat pula sebuah bukti otentik berupa istana kerajaan hingga saat ini masih berdiri kokoh yakni Astana Asserayah Hasyimiyah, Istana ini menjadi pusat peradaban dan pemerintahan (city-state). Skripsi ini bertujuan untuk menunjukan akan adanya pengaruh agama Islam dalam sistem pemeritahan, kebudayaan, sosial-ekonomi yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman.

Kemudian mengetahui kedatangan kolonialis seperti, bangsa Portugis ke Selat Melaka, bangsa Belanda dan Jepang untuk memonopoli perdagangan serta menanamkan pengaruhnya, sehingga menumbulkan aksi perlawanan di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari awal periode hingga akhir (1723-1946 M). Sebagai penguat dari skripsi ini, penulis menukil beberapa tulisan para ahli sejarah melayu yang mendeskripsikan terkait judul dengan metode kualitatif seperti, teknik pengumpulan data dengan penelitian kepustakaan (library research) hingga menyempatkan terbang ke Riau serta menggunakan beberapa pendekatan agama, sosio-politik, dan budaya.

Berdasarkan hasil analisis penulis, dapat disimpulkan hasil dari temuan masalah tersebut bahwa dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura mengalami masa transisi dari Hindu-Budha hingga bercorak dengan nilai-nilai ke-Islaman dan selama berkuasa para sultan selalu mempertahankan ajaran agama Islam yang sesuai dengan dua pokok pedoman (al Qur'an dan Hadits) mesikupun berada di bawah kekuasaan bangsa kolonial.


(6)

ii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Peta Provinsi Riau 24 Oktober 1967-sekarang

Lampiran II: Gambar Posisi Kerajaan Kuno di Riau Abad VII-XIV M

Lampiran III : Gambar Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin, Balai Rung Sari

Lampiran IV : Gambar Motif Tenun Siak

Lampiran V : Gambar Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim

Lampiran VI : Gambar Pernikahan Sultan Assaidis Syarif Kasim dengan Syarifah Latifah Tengku Embung

Lampiran VII : Gambar Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura "Muhammad Bertangkup"


(7)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Nama-nama Sultan yang Pernah Menjabat di Kesultanan Siak Sri Indrapura

Tabel 2 : Silsilah Sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1723 1946

Tabel 3 : Struktur Administrasi Pemerintahan Belanda pada Tahun 1938-1942 Tabel 4 : Susunan Pemerintahan Masa Jepang pada Tahun 1942-1945

Tabel 5 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu 1898-1915

Tabel 6 : Struktur Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahu 1915-1945

Tabel 7 : Alur Hubungan Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Kesultanan Melaka


(8)

iv

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang pantas kita ucapkan selain rasa syukur atas segala curahan nikmat, rahmat dan karunia-Nya dengan melafadzkan kalimat "Alhamdulillahiirabbil'alaamiin", penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dan semoga kita senantiasa berada dalam kategori hamba-Nya yang selalu pandai bersyukur. Shalawat beriring salam tetap terpatri kepada sang proklamotor Islam, yakni kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan kita termasuk umatnya yang mendapatkan pertolongannya. Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.

Sebagai insan akedemis di perguruan tinggi, maka harus menyelesaikan skripsi dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam rangka itulah penulis membuat karya ilmiah dalam bentuk skrpsi yang berjudul :

“KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA : ISLAM DAN PERLAWANAN TERHADAP KOLONIALISME PADA TAHUN 1760-1946 M”.

Penulis sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik agar layak menjadi suatu khazanah literatur Sejarah dan Kebudayaan Islam Nusantara.

Pada kesempatan ini, perkenankan penulis untuk menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi baik secara moral dan materil yang begitu besar, hingga skripsi ini dapat selesai.

 Kepada Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kepada Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

v

 Kepada H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan dan Sholikatus Sa'diyah, M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kapada Prof. Dr. Dien Majdid M.Hum, selaku guru besar dan sekaligus sebagai orang tua bagi penulis, yang telah bersedia membimbing dengan penuh kesabaran dan penuh dedikasi tinggi dan telah memberikan inspirasi bagi penulis.

 Kepada Pembimbing Akademik, Dr. H. M. Muslih Idris, MA, Lc, dan para dosen terhaturkan salam ta'dzim dari penulis serta seluruh Civitas Akedemik Fakultas yang telah memberikan pengetahuan baru selama menempuh studi di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Kepada Drs. H. O.K Nizami Djamil, Drs. Suwardi Mohammad Samin, Dra. Elly Roza M.Hum, Drs. H. Kadri Yasif. M.Pd selaku Kepala Dinas Pariwisata Seni Budaya dan Olah Raga Kabupaten Siak, yang telah bertemu dan berbincang hangat dengan penulis pada acara Seminar Internasional Sejarah Lisan Rumpun Melayu 2014 "Rumpun Melayu Dalam Perspektif Sejarah Dan Budaya" di Gedung Guru Riau, Pekanbaru pada tanggal 27-30 Maret 2014.

 Kepada kakanda Akbar, Kasmariadi, Suaib dan kawan-kawan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Pekanbaru yang telah menemani dan membantu penulis selama berada di Provinsi Riau.

 Kepada kedua orang tua tercinta Sarneti binti Sultan Tumanggung dan Ahmad Sahori bin Muhammad Yatin dan Adik ku Bayti Witia telah menjadi semangat hidup dan telah mendidik penulis dengan kasih sayang hingga menjadi pelita dalam hidup penulis. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan senantiaasa berada dalam selimut keberkahan dunia dan akhirat. Dari esemua sikap yang selama ini dirasakan, izinkan penulis agar bisa membahagiakan mama, bapak dan adik. Kepada keluarga


(10)

vi

Besar di Lampung, Maninjau, Tanah Datar, Bukittinggi dan Kampung Kapuk Jakarta Barat.

 Kepada orang tua dari kekasih hati penulis tersayang, umi Aminah dan abi Saruji, dan terimakasih kepada calon istri idaman penulis, Ajizah Nabilah yang telah menjadi penyemangat penulis dan sabar menunggu selama ini.

 Kepada keluarga besar Himpunan selama penulis berhimpun di Himpunan Mahasiswa Islam Kofah, dan komisariat se-Cabang Ciputat (Komtar, Komfaksyi, Komfuf, Komfakda, Kafeis, Kompsi, Komfastek, Komfakdik, Komfakdisa, Komipam, Komici, dan Kotaro) yang hebat, dan kawan-kawan angkatan 2008 di Jurusan SKI, BSA, BSI, IP, TARJAMAH. Kepada kawan-kawan di DEMA-FAH yang telah menemani dan menghabiskan hari dan bersenda gurau di basement Adab tercinta dan membimbing, menasehati, dan menegur keras disaat penulis berbuat kesalahan. Jayalah HMI, Sukses buat kita semua dan Bahagia HMI.

Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bagian dalam pengembangan ilmu sejarah dan dapat dijadikan sebagai referensi. Amiin Yaa Rabbal 'alamiin.

Ciputat, 10 Juli 2015 Penulis,


(11)

vii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan ... iii

Abstrak ... iv

Daftar Lampiran ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 12

D. Tinjauan Pustaka ... 13

E. Metode Penelitian ... 15

F. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH A. Geografis dan Demografi ... 20

B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura ... 27

1. Sebelum Islam... 27

2. Proses Bercorak Islam... 31

3. Keriwayatan Pendiri... 35

BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA A. Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan ... 46


(12)

viii

BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA TERHADAP KOLONIALISME

A. Awal Mula Kedatangan Kolonialisme ... ... 85

1. Kedatangan Bangsa Portugis di Selat Melaka ... 86

2. Kedatangan Bangsa Belanda ... . 87

3. Kedatangan Bangsa Jepang ... ... 90

B. Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam Kekuasaan Kolonialisme... 91

1. Masa Pemerintahan Belanda…. ... 91

2. Masa Pendudukanm Jepang….. ... 99

C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura Terhadap Kolonialisme... 104

1. Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung ... ... 104

2. Reaksi Rakyat Pada Pemerintahan Militer Jepang ... ... 115

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ... 119

B. SARAN ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124

LAMPIRAN- LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PENULIS


(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Benua Kuning merupakan nama lain dari Benua Asia, adapun salah satu kawasan yang berada di Benua Kuning adalah, wilayah Asia Tenggara, dari sekian banyaknya negara yang berada di zona wilayah benua Asia seperti, Asia Tengah, Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara, namun penulis hanya memfokuskan dalam pembahasan skripsi ini pada kawasan Asia Tengggara. Di daerah Asia Tenggara terdapat beberapa negara yang dipisahkan oleh lautan sempit yang berada diantara dua pulau yang dinamakan selat. Kawasan ini sungguh telah menoreh dan memiliki beberapa nilai sejarah peradaban dan kebudayaan cukup besar yang dahulunya telah terjadi dikawasan ini, hal ini bisa terjadi karena Asia Tenggara adalah kawasan "geostrategis" yang terletak pada posisi silang antara jalur perdagangan internasional yang memiliki kekayaan akan sumber daya alamnya, tenaga kerja, dan sekaligus kawasan pasar yang potensial.

Kawasan Asia Tenggara adalah kawasan yang sangat identik dengan aktivitas perniagaan antar bangsa-bangsa asing dan lokal, serta kawasan Asia Tenggara terdapat jalur sutera yang berfungsi sebagai lalu lintas utama yakni, Selat Malaka dan Selat Singgapura yang merupakan salah satu jalur yang sangat ramai dilalui dan dipenuhi oleh kapal-kapal dagang.1 Kedua faktor itulah yang menjadi magnet serta incaran bagi bangsa asing (Eropa) seperti Portugis, Belanda, Inggris, Jepang dan lain-lain, untuk memonopoli perdagangan dan menguasai

1


(14)

2

kekayaan sumber daya alam serta menanamkan pengaruhnya pada kerajaan-kerajaan yang berada di kawasan Asia Tenggara khususnya Nusantara yang kental akan akulturasi budaya, agama, bahasa, sistem pemerintahan, dan sosial-ekonomi karena dampak dari kedatangan bangsa asing di daerah kawasan Nusantara.

Pada abad VII dan XIII M, kedatangan negara asing tersebut tidak hanya berperan sebagai pedagang saja, melainkan juga telah memberikan pengaruh dan memperkenalkan agama yang terlebih dahulu sebelum Islam masuk di Nusantara ataupun Asia Tenggara secara luas yaitu, agama dan budaya Hindu-Budha.2 Sehingga Asia Tenggara menjadi pusat keramaian dan menjadi pusat perdagangan internasional, karena kawasan Asia Tenggara terdapat daerah-daerah yang menjadi pusat perdagangan dan berkedudukan paling penting dalam perdagangan internasional. Menurut penulis perairan Selat Melaka memegang peranan penting, karena jalur dagang yang terbentang antara India dan Cina pasti melintasi Selat Melaka sejak awal Masehi, pernyataan ini dibenarkan oleh D.G.E. Hall dalam karyanya A History of South-East Asia, bahwa Melayu Sumateralah yang memulakan perhubungan dagang jalan laut ke negeri Cina, dan bukti-bukti yang telah ada menunjukkan bahwa ahli-ahli perkapalan Melayu telah memainkan peranan yang tidak kurang penting seperti India dalam perdagangan Asia Tenggara dengan India dan Ceylon.

Kondisi di sekitar Selat Melaka pernah dikuasai oleh sebuah kerajaan yang bercorak maritim dan memilik kekuasaan wilayah cukup besar, yakni Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini juga menjadikan Selat Melaka hingga Selat Sunda sebagai

2

Bernard Phileppe Groslier, Indocina Persilangan Kebudayaan, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2007), hal. 27. Lihat juga, Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hal. 450.


(15)

3

pelabuhan pusat perdagangan. Mengenai wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya diantaranya, Pelembang, Aceh, Batak, Kampe (Jambi Hilir), Semawe (wilayah Jambi), Selat Sunda, Pahang (Timur Semenanjung), Trengganau (Semenanjung Pantai Utara Sumatera) dan Klantan, Langkasuka (Pantai Barat Semenanjung), Jeletong (Semenanjung Tenggara wilayah Jambi), Grahi, Tamralingga (Muangthai), Selangor, hingga Sailan (Sri Langka). Pada 670-673 M, Kerajaan Sriwijaya menjadi pusat agama Budha dan sangat berpengaruh, tepat pada tahun 670-an salah satu pendeta termasyhur dari Cina dalam perjalanannya ke India singgah untuk mengunjungi pusat Kerajaan Sriwijaya, pendeta itu bernama I-Tsing.3

Pada akhir abad ke-X terdapat beberapa faktor kehancuran Kerajaan Sriwijaya, faktor yang pertama ketika pemerintahan Kerajaan Sriwijaya berada di bawah kekuasaan Raja Udayadityawarman, pada masa itu pernah mengalami kekalahan pada saat melakukan perlawanan armada laut dari Jawa dibawah komando Raja Dharmawangsa Teguh. Pada faktor yang kedua abad ke-XI, Kerajaan Sriwijaya dibawah pemerintahan Sanggarwijaya menerima serangan dari Kerajaan India (1023-1030 M), pada akhirnya raja dari Kerajaan Sriwijaya menjadi tawanannya. Faktor ketiga tepat pada tahun 1377 M, Kerajaan Mojopahit dengan kekuatan besarnya berhasil mengalahkan Kerajaan Sriwijaya.

3

I-Tsing adalah seorang musafir berkebangsaan Cina, dan tepat pada tahun 671 M dirinya sampai di Fo-Che (Sriwijaya), I-Tsing sempat tinggal selama enam bulan dan selama di Fo-Che dirinya belajar tatabahasa Sanskerta. Setelah menuntut ilmu selama 14 tahun di Nalanda, pada tahun 685 M, kembali ke Sriwijaya untuk menyampaikan ilmunya selama di Nalanda dan menerjemahkan naskah suci Budha. Di Sriwijaya I-Tsing selama di Sriwijaya telah menulis beberapa karyanya kitab yang menjelaskan tentang praktek agama Budha di India agar dapat meluruskan kesalahan yang selama ini terjadi di Cina. Jadi selama berada di pusat Kerajaan Sriwijaya I-Tsing telah menulis beberapa kitab dan catatannya kemudian pada tahun 695 M, dirinya pulang ke Cina. Lihat selengkapnya, Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, 2006, Pekanbaru, Surya Benta Perkasa, hal. 94-95.


(16)

4

Akibat kekalahan tersebut yang terjadi pada akhir abad ke-XIII, Kerajaan Sriwijaya mengalami keruntuhan karena didesak oleh tiga kekuatan,dari Utara, orang-orang Siam 1292.4 Kekuatan lain dari dalam sendiri yaitu Melayu Jambi yang telah dikuasai oleh Singosari pada tahun 1275-1293 M dan akhirnya kekuatan ketiga ialah langsung Singosari dan Mojopahit. Setelah hancurnya Kerajaan Sriwijaya berdampak di kemudian hari dengan bermunculan kerajaan-kerajaan Melayu yang berada di bawah kekuasaannya. Dari beberapa faktor itulah pengaruh Kerajaan Sriwijaya sudah melemah sehingga menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan di sekitar Selat Melaka. Demikian di daerah Riau, terdapat beberapa kerajaan Melayu yang namanya masih hidup dalam sejarah.

Kerajaan Melayu yang dimaksud adalah, Kerajaan Bintan atau Tumasik dan Melaka, Kerajaan Kandia atau Kuantan, Kerajaan Gasib, Kerajaan Kritang dan Inderagiri, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pekan Tua. Dalam pepatah Melayu mengatakan "Patah tumbuh hilang berganti, tidakkan Melayu hilang di bumi", itulah semboyan orang Melayu, walaupun Sriwijaya runtuh namun setelah itu tumbuh dan berkembang beberapa kerajaan Melayu yang bercorak Islam sekitar Selat Melaka dan di daerah Riau. Melaka merupakan daerah lalu lintas dan tentunya sangat ramai dikunjungi oleh pedagang-pedangan Islam. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi, dikarenakan Selat Melaka sangat penting dan sebagai pintu gerbang (transito perdagangan) para pedagang muslim dan mubaligh (ulama) untuk meneruskan perjalanannya ke Pantai Utara Brunei, Sulu, Melaka, Jawa dan

4

Adapun yang dimaksud dari orang-orang Siam adalah Kerajaan Sukhotai di Wliayah Muang Thai sekarang ini. Orang Siam terusir oleh Raja Mongol di Cina yaitu Wangsa Yuan 1260-1368 yang menginginkan untuk menaklukan orang-orang Siam di Indo-Cina. Dan tepat pada tahun 1292 M, daerah Ligor dapat di kuasai oleh Kerajaan Sukhotai dan terus ekspansi ke daerah Selatan. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru Riau, 1976, hal. 120.


(17)

5

terus ke Maluku. Tepat pada tahun 1414 M, pada masa Sultan Muhammad Iskandar Syah agama Islam mulai terasa di Kesultanan Melaka dan berlanjut pada tahun 1445-1458 M, tepatnya pada masa Sultan Muzaffar Syah agama Islam menjadi agama rsmi di Kesultanan Melaka. Pada saatitupula pengaruh Hindu-Budha perlahan hilang dengan masuknya agama Islam di Riau dengan ditinjau dari sudut sejarah dan geografis terdiri dua jalur, yakni melalui jalur perdagangan dari luar negeri dan dalam negeri (antar daerah).5

Sejak adanya jalur perdaganga ini, para pedagang Islam (pendakwah) mulailah Islamisasi di wilayah Riau dan sekitarnya dengan mengajarkan ajaran katauhidandari kepercayaan lama masyarakat setempat yang sudah melekat yakni Hindu-Budha dengan tanpa merusak tradisi, adat, dan budaya yang sudah ada. Pada abad ke-IV-V di pedalaman kampung yang bernama Gasib yang berada sekitar Sungai Jantan (Siak) terdapat sebuah kerajaan yang kental dengan ajaran Hindu-Budha, yakni Kerajaan Gasib. Adapun daerah kekuasaan Kerajaan Gasib cukup luas, yakni sepanjang aliran Sungai Jantan hingga perbatasan daerah Minangkabau, Sumatera Barat.6 Kerajaan Gasib mendapatkan serangan dari Kesultanan Melaka yang sedang melakukan ekpansi tanah daratan Riau dan sekitarnya. Kesultanan Melaka menyadari akan potensi kekayaan alam dan kualitas tanah yang subur akan menguntungkan di sektor perekonomian.

5

Daerah Riau jika dilihat dalam globe terlihat sangat strategis bagi lalu lintas pelayaran yang menghubungkan jalur pelayaran dari Arab, Cina ke India dan sebaliknya, adapun rincian route yang dimaksud sebagai berikut: Dari Arab, ke Teluk Persia, Cambay, Gujarat, Selat Melaka, Teluk Siam, Cina. Dan apabila terjadi pergantian angin (angin muson) di Laut Cina Selatan, maka pelayaran beralih dari Selat Melaka, ke Pantai Timur Sumatera, Pantai Utara Jawa, Selat

Makassar, Philipina baru ke Cina. Dan dari jalur perdagangan dalam negeri (antar daerah) di Nusantara. Lihat Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Pekanbaru, 1976, hal. 120-125.

6

O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, CV. Sukabina Pekanbaru, LAM Kabupaten Siak, 2011, hal.8.


(18)

6

Tepat pada 1444-1477 M, Kerajaan Gasib berhasil ditaklukkan oleh Kesultanan Melaka dibawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah. Setelah dikalahkan oleh Kesultanan Melaka, Kerajaan Gasib berada di bawah empayar Kesultanan Melaka. Mulailah proses Islamisasi yang dilakukan oleh Kesultanan Melaka ketika dipimpin Sultan Mansyur Syah dengan menjadikan anak laki-laki dari seorang Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan Gasib. Sehingga pada peristiwa ini raja yang bernama Megat Kudu mendapatkan gelar yang kental dengan Islam, yakni Sultan Ibrahim dan otomatis menjadi seorang muallaf karena melihat Kera Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman.7

Peristiwa ini berdampak dengan kemunculan beberapa kerajaan yang bercorak Islam. Beberapa kerajaan yang kental dengan Hindu-Budha berbelok keyakinannya atas pengaruh Kesultanan Melaka yang terlebih dahulu memeluk Islam, diantaranya Kerajaan Gasib. Pengaruh agama Islam yang dibawa oleh Kesultanan Melaka semakin besar dan mengalami puncak kegemilangan pada masa Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M). Faktor berikutnya yang menyebabkan Kesultanan Melaka berhasil memperluas daerah kekuasaanya diantara kerajaan-kerajaan kecil yang bercorak Hindu-Budha dengan menggunakan kekuasaan politiknya dan memasukkan negeri-negeri lain ke dalam sektor perdangangan dan melakukan Islamisasi dijajaran para raja. Strategi ini sangat efektif, karena ketika raja sudah memeluk agama Islam maka otomatis jajarannya dan rakyatnya akan mengikuti apa yang dilakukan oleh rajanya. Kemudian Kesultanan Melaka juga

7

Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, Pekanbaru :Sutra Benta Pustaka, 2006, hal. 154-156.


(19)

7

memberlakukan sistem perkawinan, dengan menikahkan antar kerajaan sangat memperkuat keharmonisan di dalam keluarga-keluarga kerajaan. Dari semua langkah tersebut sudah dilaksakan ketika penaklukkan Kerajaan Gasib sehingga agama Islam masuk dan berkembang.Setelah Kerajaan Gasib ditaklukkan oleh Kesultanan Melaka, Sultan Mansyur Syah menobatkan anak Raja Gasib yang bernama Megat Kudu untuk memimpin Kerajaan Gasib di bawah kedaulatan Kesultanan Melaka. Sehingga Megat Kudu menjadi menantu dan bergelar Sultan Ibrahim. Pada tahun 1477-1488 M, ketika Sultan Alauddin Riayat Syah I menjadi sultan di Kesultanan Melaka, maka di Kerajaan Gasib juga mengalami pergantian Sultan Ibrahim digantikan anaknya bernama Raja Abdullah. Beranjak pada masa Sultan Alauddin Riayat Syah I digantikan oleh Sultan Mahmud Syah I pada tahun 1488-1511 M, senada di Kerajaan Gasib digantikan juga Raja Abdullah dengan Raja Husin. Pada periode inilah Kesultanan Melaka kedatangan tamu dari Eropa untuk menguasai Melaka dan memonopoli perdagangan. Bangsa Portugis datang ke Melaka dengan kekuatan penuh dan senjata yang memadai untuk merebut Melaka dari Kesultanan Melaka hingga berhasil di taklukkan pada tahun 1511 M, sehingga Sultan Mahmud Syah I sultan terakhir di Kesultanan Melaka menyingkir ke Johordan memimindahkan pusat kekuasaannya ke Bintan. Pada tahun 1513 M, Portugis kembali mengadakan penyerangan di Kara dan Bintan.

Sejak itulah Bintan dijadikan sebagai pusat pemerintahan Melayu Melaka hingga sultan terakhir Melaka yang berkuasa di Johor (Kota Tinggi) hingga wafatnya yakni Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M). Pada saat itu juga Kemaharajaan Melayu dikenal Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) 1699-1723 M yang berpusat di Bintan di Hulu Sungai Riau. Kemudian dilanjutkan oleh


(20)

8

Sultan Abdul Jalil Riayat Syah (1699-1719 M), pemerintahan selanjutnya oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (putera dari Sultan Mahmud Syah I yang telah mangkat Dijulang, pemberian gelar ini karena Sultan terbunuh dalam Julungan8

yang dipakul oleh pelayannya ketika berangkat ke Masjid.9 Pada masa inilah Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah mendirikan Kesultanan Siak Sri Indrapura di Buantan pada tahun 1723-1746 M.10 Sultan Abdul Jalil Riayat Syah pada waktu itu berada di Kuala Pahang, memfitnah Raja Kecik dengan mengatakan bahwa Raja Kecik bukanlah seorang anak dari Encik Pong dan zuriat Sultan Mahmud Syah II. Hal ini menyebabkan sebagian rakyat Johor cenderung membencinya, sehingga membuat keadaan di pemerintahan Kesultanan Johor resah, seolah-olah di Kesultanan Johor dipimpin oleh dua sultan. Pada akhirnya untuk menghindari keributan yang terjadi maka Raja Kecik meninggalkan Johor dan pindah ke Riau.Pada 1718-1719 M, Raja Kecik membangun kekuasaannya dan mendirikan pusat pemerintahannya di Bintan, Tanjung Pinang. Kejadian diatas merupakan bagian kecil permasalahan yang telah terjadi dan menimbulkan perpecahan intenal di Kesultanan Johor, yang berimbas kepada rakyat sehingga menimbulkan huruhara, karena rakyat Johor terpecah menjadi dua golongan, golongan pertama ada yang berpihak kepada Raja Kecik dan golongan kedua yang berpihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan rakyat yang memihak kepada Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.

8

Julungan adalah sebuah tandu kebesaran (usungan dengan pikulan yang mempunyai tempat duduk)

9

Prof. Hamka, Dari Perbendaharaan Lama, (Jakarta: Pustaka Panjimas, cet.2, 1982), hal. 245.

10

Lihat Lampiran Peta 5-6 Kesultanan Melayu Johor I (Melayu Bintan) tahun 1513-1699 M dan Kesultanan Melayu Johor II (Melayu Riau) tahun 1699-1723 M.


(21)

9

Peperangan ini terjadi karena keduanya tidak bisa menahan diri dan emosinya. Adapun dalam peperangan tersebut pihak dari Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan kemudian beliau pindah ke Pahang dan Raja Kecik juga pindah dan menetap di Riau, sejak itulah Raja Kecik menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor-Riau. Dengan terjadinya dualisme di dalam pemerintahan Kesultanan Johor sehingga terpecah daerah kekuasaannya menjadi tiga pusat kekuasaan dan kemudian wilayah kekuasaan dibagi tiga, daerah Terengganu dan Pahang berada di bawah pemerintahan Bendahara Abdul Jalil(Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan daerah Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara berada dibawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang telah dikuasai oleh orang Bugis yang pada saat itu membantu Bendahara Abdul Jalil dalam perebutan tahta Kesultanan Johor dengan Raja Kecik yaitu daerah Selanggor, Kelang dan Lingga berada dibawah pemerintahan Daeng Merewah dan Daeng Manompok.11 Setelah pembagian wilayah tersebut Raja Kecik mundur dan mencari daerah yang nyaman dan strategis untuk menghimpun kekuatan dan mengkodusifkan pemerintahannya.

Pada akhirnya Raja Kecik menemukan suatu tempat dan merapat di Siak. Adapun daerah Siak tepatnya di Buatan yang berada di sepanjang Sungai Siak (Jantan) dipilih oleh Raja Kecik untuk membuat siasat dan dapat menuntut bela atas pembunuhan ayahnya oleh Bendahara Abdul Jalil Riayat Syah.Langkah pertamanya Raja Kecik mendirikan sebuah kerajaan yang pewaris sah Kesultanan

11

Mohd. Yusoff Hashim, 1992, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara. Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusoff Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realiti. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.


(22)

10

Johor, kerajaan tersebut nantinya bernama Kesultanan Siak yang berpusat di Buantan (pedalaman Sungai Siak), meskipun berada di bawah pengaruh kekuasaan Kesultanan Johor-Riau yang pada saat itu pusat pemerintahannya terletak Bintan Hulu Sungai Riau. Raja Kecik pun dinobatkan sebagai Raja Siak pertama pada tahun 1723 M, dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.

Segenap peristiwa singkat di atas menyimpulkan bahwa Kesultanan Siak Sri Indrapura memiliki hubungan dengan Kesultanan Johor, dan Kesultanan Johor memiliki hubungan dengan Kesultanan Melaka. Ketiga kerajaan ini merupakan dinasti Kemaharajaan Melayu yang menjadi pusat peradaban Islam dikalangan masyarakat Melayu Riau maupun Johor.

Dalam benak penulis terdapat pertanyaan, bagaimana proses Islamisasi dan perkembanganya di Kesultanan Siak Sri Indrapura?, seberapa besar pengaruh agama Islam disektor budaya, bahasa, sistem pemerintahan dan ekonomi-sosial?, dan mengenai kedatangan bangsa asing di Kesultanan Siak Sri Indrapura serta bentuk perlawanan terhadap kolonialisme. Pada permasalahan itu semua penulis ingin merangkumnya dalam satu judul yaitu:Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme 1760-1946 M."

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Demikian sepenggal kisah mengenai Kerajaan Gasib-Siak serta nanti akan menjadi kerajaan yang bercorak Islam yang diperkasai oleh seorang anak laki-laki yang terbuang dan sebagai zuriat dari pada Sultan terakhir di Kesultanan Melaka yakni Sultan Mahmud Syah I, yang bernama Raja Kecik. Setelah Raja Kecik berhasil merebut kembali tahta Kesultanan Johor, akan tetapi keadaan di


(23)

11

pemerintahan tidak kondusif karena adanya orang-orang Bugis yang berkeliaran diSelat Melaka, keberadaan orang Bugis nantinya akan menimbulkan beberapa gejolak dan perpecahan selama roda pemerintahan, sehingga Raja Kecik beranjak dari Melaka ke Buantan. Pada tahun 1723 M, di Buantan, Raja Kecik mendirikan kerajaan baru yang merupakan pewaris dari Kesultanan Melaka yakni, Kesultanan Siakdi bawah kendali Raja Kecik eksistensi Kesultanan Siak menjadi sebuah kerajaan bahari dan pusat pelabuhan dan hingga disegani di daerah pesisir Timur Sumatera dan di Semenanjung Melaka. Meskipun nantinya selama masa pemerintahan Kesultanan Siak berada dalam tekanan imperialisme bangsa Eropa, namun semua Sultan yang menggenggam kekuasaan tidak pernah gentar untuk menghadapi bangsa asing itu, karena sang Sultan mendapatkan beberapa kekuatan dan sokongan dari kerajaan-kerajaan yang berada di bawah taklukan Kesultanan Siak. Berdasarkan latar belakang tentunya penulis mengkhususkan bahasan hanya mengenai awal mula pembentukan dan berdirinya Kesultanan Siak yang terjadi di sekitar Sungai Jantan (Siak), dari awal yang kental agama Hindu-Budha menjadi kesultanan yang bercorak Islam dan juga mengkaji beberapa pengaruh Islam terhadap, budaya, sistem pemerintahan dan sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Dari paparan tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah dalam penulisan skripsi ini, adapun permasalahan dalam skripsi ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Sejarah awal mula pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

b. Proses Kesultanan Siak Sri Indrapura yang sangat kental Hindu-Budha menjadi Kerajaan yang Bercorak Islam.


(24)

12

d. Kesultanan Siak Sri Indrapura menghadapi kolonialisme.

e. Campur tangan kolonial di dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

f. Aksi-aksi perlawanan terhadap Kolonialisme Belanda dan Jepang di Kesultanan Siak Sri Indrapura.

Berdasarkan identifikasi masalah diatas agar tidak melangkah lebih jauh pembahasan skripsi ini dan tidak mengalami pelebaran serta tetap terfokus pada masalah, maka penulis membatasi masalah dalam tiga pertanyaan sebagai berikut:

1. Sejarah awal pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura.

2. Masuk dan perkembangannya Agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura.

3. Aksi perlawanan terhadap kolonialisme Belanda dan Jepang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Adapun tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah :

a. Menggambarkan kondisi Kesultanan Siak Sri Indrapura dan sebelumdan sesudah masuknya Agama Islam.

b. Mengetahui pengaruh agama Islam terhadap budaya, bahasa dan sistem pemerintahan serta kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di Kesultanan Siak Sri Indrapura.

c. Merincikanaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan rakyat terhadap kolonialisme.


(25)

13 Adapun kegunaannya :

a. Untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan sejarah khususnya kawasan Asia Tenggara mengenai pengaruh agama Islam, kepada mahasiswa/i atau masyarakat luas terkait sejarah kerajaaan Melayu yang berada di Siak, Pekanbaru Riau yang terjadi pada tahun 1723 M.

b. Untuk dijadikan sumber kajian atau sember sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya di tanah Melayu Siak, Riau, Pekanbaru. c. Dapat bermanfaat sebagai alat bantu untuk memperluas khazanah

kepustakaan sejarah peradaban Islam di kawasan Asia Tenggara. d. Dapat menambah pengetahuan masyarakat umum, mahasiswa/i dan

masyarakat Melayu yang berada di Provinsi Riau, khususnya di Siak agar memahami sebuah sejarah yang panjang dan menjadikan suatu pembelajaran yang telah terjadi pada masa Kemaharajaan Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, sehingga menjadi acuan dalam penelitian selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian skripsi ini yang menjadi inspirasi terkait dengan judul skripsi "Kesultanan Siak Sri Indrapura : Islam dan Perlawanan Terhadap Kolonialisme Pada Tahun 1760-1946 M" yang membahas tentang awal mulapembentukan dan perkembangan agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura tentunya buku-buku yang akan digunakan terkait dengan judul. Mengenai sumber data yang dipergunakan oleh penulis dapat di kategorikan


(26)

14

menjadi dua, yang pertama sumber primer dalam buku karya dari seorang keturunan dari sekretaris pribadi Sultan Assaidis Syarif Kasim Tsani menduduki kursi pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapuradalam karya yang ditulis oleh Tim Penulis Drs. H. O.K Nizami Djamil dkk, yang berjudul Sejarah Kerajaan Siak, dalam buku ini merupakan acuan pertama penulis dan sangat terbantu dalam proses penulisan skripsi ini karena didalamnya membahas sangat jelas sejarah Kerajaan Siak sebelum dan sesudah Islam masuk, mengenai adat dan budaya serta dari bidang perekonomian Kerajaan Siak telah dijelaskan didalamnya. Kemudian dalam buku berikutnya yang disusun oleh Tim Universitas Riau dkk, yang awalnya merupakan draff seminar Sejarah Riau, seminar ini berlangsung pada tanggal 20-25 Mei 1975 M, dalam buku ini terdapat beberapa pembahasan mengenai kesultanan Melayu adapun kesultanan Melayu yang disinggung dalam buku ini adalah Kesultanan Siak, Indragiri, Pelalawan dan Rokan, kemudian membahas kondisi Riau. Penulis juga mendapati buku karangan Elisa Netscher, yang berjudul De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Bruining & Wijt 1870 yang telah diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk dengan judul Belanda Di Johor Dan Siak 1602-1865, penulis sangat bersyukur, karena telah mendapatkan buku ini yang begitu sulit untuk mendapatkannya. Di dalam buku ini sangat kental pembahasan mengenai kondisi Siak dan menggambarkan akan kekuasaan pemerintahan Belanda dari Johor hingga menjalar ke Siak, dalam buku ini juga tercantum beberapa perjanjian Siak antara pihak Kesultanan Siak Sri Indrapura dengan Belanda mengenai batas teritorial Riau dan perjanjian dibidang perdagangan. Buku yang diterbitkan oleh Arsip Nasional Rapublik Indonesia dengan judul Surat-surat Perdjandjian Antara Kesultanan Riau Dengan


(27)

15

Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda 1784-1909, buku ini terdapat

perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh pemerintahan Hindia-Belanda yang mengikat Kesultanan-kesultanan Riau dan taklukkannya. Arsip Nasional juga menerbitkan buku yang berjudul Hikayat Iskandar Zurkarnain dan Syair Raja Siak, Dari Naskah W 113 & W273, buku ini terdapat dua naskah kuno yang aksara Arab Melayu (Jawi) dengan berbahasa Melayu.

Kategori sumber yang kedua yaitu sumber sekunder, dalam buku W.G. Shellaber, yang berjudul Sejarah Melayu mengulas secara rinci mengenai sejarah di Tanah Melayu dan peranannya, buku ini juga membahas mengenai sejarah awal berdirinya Malaka dan berkembang sedemikian pesat sehingga menjadi incaran bangsa Portugis yang kemudian menguasai Malaka pada tahun 1511 M. Dalam buku karya Muhammad Yusoff Hashim Ph.D yang berjudul Kesultanan Melayu Malaka membahas beberapa aspek tentang Melaka pada Abad ke XV dan Abad ke XVI, terdapat juga bahasan mengenai hubungan tradisional Melaka-Siak dilihat melalui penulisan Hikayat Siak atau Raja-raja Melayu.

E. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kembali masa lampau dari objek yang diteliti melalui metode penelitianyang memberikan gambaran dan pandangan serta dikuatkan dengan analisis penulis dari sumber-sumber yang didapat dari beberapa kali melakukan kunjungan perpustakaan. Penelitian ini jugasekilas membahas pada bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, dan Tradisi Islam. Dalam proses penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data (library research) dengan mengumpulkan data dan informasi


(28)

bermacam-16

macam material berupa buku-buku, majalah, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang relevansinya dengan kajian skripsi ini.12 Kemudian dari data tersebut untuk direkonstruksi kembali dengan meberikan gambaran serta analisa penulis melalui pendekatan kualitatif.

Adapun pengertian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.13 Penulis memulai langkah pertama dengan mengumpulkan data-data yang telah didapati dari beberapa hasil kunjungan di beberapa perpustakaan, bahkan menyempatkan diri datang ke Riau.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan beberapa tahapan yang disesuaikan dari buku pedoman akedemik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan tahapan dalam penulisan sejarah, seperti :

1. Heuristik, Pengumpulan sumber tentunya menggunakan metode

library research dengan melakukan beberapa kunjungan untuk menemukan sumber yang berkaitan dengan judul skripi dari berbagai kunjungsn perpustakaan diantaranya, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan Imam Jama' Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, Arsip Nasional Republik Indonesia, Ampera Raya, Jakarta Selatan, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, LAM (Lembaga Adat Melayu Riau), Pekanbaru Riau, dan lain-lain.

12

Mardalis, Metodologi Penelitian; Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hal. 25.

13

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 3.


(29)

17

2. Interpretasi, dengan memberikan tafsiran terhadap fakta sejarah yang terdapat dari fakta-fakta sejarah yang tercermin pada peristiwa-peristiwa masa lampau dengan tahapan-tahapan seperti, diseleksi, disusun, diberikan tekanan dan ditempatkan dalam urutan yang kausal agar dapat disimpulkan data yang dimaksud dalam penulisan skripsi ini.

3. Analisa, merupakan tahapan dengan menganalisis dan mengkritik sumber-sumber yang telah didapat oleh penulis. Kritik ini terbagi menjadi dua penyaringan, yang pertama, mengacu pada kredibilitas sumber, apakah dari beberapa kualitas sumber yang digunakan tidak dimanipulasi, mengandung bias dan data-data dapat diklasifikasi layak dan pantas dijadikan sebagai acuan sumber atau kurang layak sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenerannya.

4. Historiografi, metode ini merupakan tahapan akhir dalam penulisan skripsi ini. Setelah data-data yang telah diinterpretasikan dengan mengacu dari beberapa fakta sejarah dan dapat disusun strategi dalam bentuk sistematika penulisan sejarah sesuai dengan judul skripsi.


(30)

18

F. SistematikaPenulisan

Sistematika Penulisan dalam skripsi ini terdiri darilima bab, adapun rinciannya di bawah ini :

BAB I PENDAHULUAN

Mengenai signifikasi judul yang dibahas terdiri dari, latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS

SEJARAH

Dalam bab ini memaparkan mengenai geografis dan demografis kota Siak Sri Indrapura, selayang pandang sejarah dan awal mula pembentukan Kesultanan Siak Sri Indrapura ysng masih kental Hindu-Budha hingga menjadi sebuah kerajaan yang bercorak Islam (proses Islamisasi) serta keriwayatan pendiri Kesultanan Siak Sri Indrapura.

BAB III PEMERINTAHAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

Pada bab ini memaparkan periodisasi beriring dengan peristiwa penting yangterjadi pada singgahsana pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura dan mengulas perkembangan serta pengaruh Agama Islam. Kemudian mengungkapkan unsur-unsur ke-Islaman di dalam sistem pemerintahan, sektor keagamaan, kebudayaan dan sosial-ekonomi.


(31)

19

BAB IV PERLAWANAN KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA

TERHADAP KOLONIALISME

Bab yang keempat ini mengenai kedatangan pihak kolonialisme di Kesultanan Siak Sri Indrapura, posisi pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura yang berada di bawah kekuasaan kolonialisme, campur tangan kolonial Belanda dan pendudukan Jepang, terdapat juga mengenai aksi-aksi perlawanan sultan dan rakyat yang berada dalam tekanan pihak kolonial.

BAB V PENUTUP

Pada bagian terakhir ini terdiri dari kesimpulan dari tiap-tiap bab yang mampu menjawab dari batasan dan rumusan masalah. Selanjutnya terdiri berupa saran untuk kebaikan dalam penelitian ini, terdapat pula daftar pustaka, lembar lampiran dalam penulisan skripsi ini, dan data riwayat hidup penulis.


(32)

20

BAB II

KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA DALAM LINTAS SEJARAH

A. Geografis dan Demografis Siak Sri Indrapura 1. Geografis

Siak sebuah perkampungan yang memiliki sejarah yang amat panjang. Di perkampungan ini cikal-bakal terwujudnya sebuah peradaban dan kebudayaan Melayu Islam yang kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Karena dahulu daerah Siak menjadi pusat peradaban Islam Melayu yang berada di bawah imperium Kersultana Melaka. Sehingga begitu kentalnya siar dan ajaran agama Islam di Siak, yang berdampak dalam peradaban, kebudayaan, dan adat. Sampai saat ini orang yang pandai dalam pengetahuan Islamnya dikenal dengan sebutan Orang Siak.14 Adapun bukti otentik dari pernyataan diatas terdapat beberapa peninggalan sejarah berupa sebuah Istana yang masih kokoh sebagai simbol kekuasaan pada era pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yang bernama Istana Asserayah Hasyimiah15, Balai Rung Sari16 dan adanya bagunan masjid kerajaan yang

14

Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5.

15

Istana ini adalah peninggalan dan bukti nyata bahwasannya telah ada Kesultanan Siak Sri Indrapura dan pemerintahannya yang terletak di tepi Sungai Siak. Istana ini dibangun pada tahun 1846 di bawah kekuasaan Sultan Siak IX ( sembilan ), Sultan Sayid Syarif Ismail Abdul Jalil Syarifuddin, kemudian direkonstruksi kembali oleh Sultan Siak XI ( sebelas ), Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin. Bangunannya terdiri dari dua Lantai, lantai pertama terdapat beberapa ruangan, diantaranya ruang makan dan tempat para permaisyuri menyambut tamu Sultan, sekarang diisi oleh benda-benda peninggalan Sultan, diantaranya gramofon atau komet.Komet adalah sebuah lemari kayu yang isinya piringan terbuat dari baja sebanyak 17 buah lempengan yang bisa mengeluarkan suara berupa lagu instrumentalis tiap buahnya.Komet ini dibawa pada masa Sultan Sayid Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dari Jerman pada tahun 1889. Dan terdapat pula sebuah gong yang berasal dari Tiongkok, foto-foto Sultan, tiga lemari berisi surat-surat resmi Kesultanan dan peti terbuat dari besi berfungsi sebagai penyimpanan kas.


(33)

21

bernama Masjid Agung Syahabuddin17 ketiga institusi ini pada saat itu berperan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Siak dan sekitarnya. Siak merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Riau yang telah dibentuk sejak tahun 2000, kabupaten Siak terbentuk awalnya sebuah kecamatan dan masih satu wilayah dengan kabupaten Bengkalis namun terjadi pemekaran. Adapun jarak tempuh Siak ke Pekanbaru Riau sekitar 65 km dari jalur darat.18

Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak terbentuk berdasarkan ketetapan dalam UU No. 53 tahun 1999, yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999 oleh Faisal Tanjung pada saat itu selaku Mendagri (Menteri Dalam Negeri), sekaligus diadakan pelantikan perdana bupati Siak yang dipimpin oleh H. Tengku Rafian berdasarkan dengan Surat Keputusan Mendagri No.131.24-1129 tanggal 8 Oktober 1999. Pembentukan kabupaten Siak berawal dari keinginan masyarakat yang pernah berada di bawah kebesaran daerah Siak untuk dijadikan wedana (setara kabupaten) sebagai pembantu wilayah Tingkat II. Sejak tahun 1964, gagasan ini sudah timbul dikalangan masyarakat Siak dengan membentuk panitia yang akan mengadakan musyawarah besar (Mubes) masyarakat eks kewedanan Siak pada 11 Juni 1999 dan menghasilkan suatu pernyataan sikap dari

Pada lantai kedua terdapat kamar tidur tamu, kamar mandi dimana sekarang hanya terdapat foto-foto peniggalan Sultan.

16

Balai Rung Sari adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai kantor Sultan, Dewan Kesultanan dan Kerapatan Tinggi. Namun sebelumnya ada bangunan Balai Rung Sari ini, sultan-sultan berpindah-pindah tempat nya.

17

Masjid Agung Syahabuddin merupakan peninggalan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pada masa Sultan Siak X. Masjid ini dilengkapi dengan kubah yang bernama

Kasimiah.Masjid ini terletak ditepi Sungai Siak dan masih digunakkan oleh penduduk Siak sampai saat ini.Dibagian Barat masjid terdapat makam Sultan, diantaranya makam Sultan Siak XII 1915-1945 dan para permasyurinya.

18

Amir Lutfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, Pekanbaru : Susqa Press, 1991, hal.131 dan lihat juga Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, Pekanbaru :Yayasan Pusaka Riau, 2007, hal. 5.


(34)

22

tokoh masyarakat yang mewakili dari kecamatan-kecamatan yang berada di bawah kewedanan Siak dan pembentuk panitia Pembentukan Kebupaten Siak pada tanggal 24 Mei 1999, panitia pembentukan ini diketuai oleh Wan Galib. Selain untuk membentuk Siak menjadi sebuah kabupaten, panitia ini membentuk Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Siak (KPPKS) yang diketuai oleh M Azaly Djohan, komite ini bertanggung jawab untuk mengatur beberapa program demi memajukan Kabupaten Siak. Semua gagasan dan sikap masyarakat Siak ini mendapatkan respon positif dari Tim DPOP Departemen Dalam Negeri dan dari Tim Komisi DPR RI untuk meresmikan Siak sebagai Kabupaten Siak berdasarkan UU No. 53 tahun 1999.19

Kabupaten Siak memiliki luas wilayah 8.233,57 km² dan kota Siak Sri Indrapura sebagai pusat administrasi, daerah ini berada pada posisi 1º16‘30" LU dan 100º54‘21" 102º54‘21" 102º10‘59" BT, dengan suhu maksimum 32,7ºC sedangkan suhu minimum 22,1ºC dan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau pada bulan Maret sampai bulan Agustus dan musim hujan pada bulan September sampai bulan Februari. Kabupaten Siak memiliki iklim yang sama pada wilayah-wilayah yang berada di Indonesia yakni beriklim tropis dan ketinggian Kabupaten Siak ± 8 meter diatas permukaan laut.20

Adapun batas wilayah Kabupaten Siak, pada bagian Utara yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis, Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kampar, Barat berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis dan Pelalawan.

19

Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU,

PT. Sutra Benta Perkasa, 2003, hal. 52-53. 20

Prof. Drs. Suwardi, M.S dkk, PETA SEJARAH DAN BUDAYA PROVINSI RIAU, hal. 53.


(35)

23

Wilayah Kabupaten Siak tepatnya di Kota Siak Sri Indrapura yang terletak di bibir sungai yang bernama Sungai Jantan (saat ini Sungai Siak) dan termasuk daerah pesisir bagian Timur Sumatera. Sungai Siak Sri Indrapura ini ternyata salah satu sungai terdalam dan terpanjang di negara ini, dengan panjang ± 300 kilometer. Sungai Siak Sri Indrapura berdekatan dengan Sungai Jantan, sungai ini berfungsi sebagai uratnadi perekonomian sekaligus akses utama pengembangan kebudayaan dan agama.21 Karena Sungai Siak Sri Indrapura dan Sungai Jantan berfungsi sebagai jalur keluar-masuk barang-barang komoditi dari para pedagang lokal maupun pedagang interlokal dan juga sebagai pintu gerbang perniagaan yang sangat termashur, karena daerah ini sangat kaya akan sumber daya alamnya, berupa karet, kelapa sawit, kelapa dan ikan terubuk.

2. Demografis

2.1 Kehidupan Mayarakat

Kabupaten Siak ini dari dahulu kala hingga saat ini terdapat suku asli yang masih terasingkan dari peradaban, suku asli itu dapat diindentifikasi yakni Suku Sakai. Suku Sakai ini hidup di pedalaman dan orang Sakai hidup dengan berburu hewan dan bercocok tanam, mereka juga masih kental akan paham animisme dan

dinamisme. Adapun mengenai kehidupan masyarakat pada umumnya di Siak Sri

Indrapura dikenal sebagai perantau hingga antar pulau untuk mencari dan menuntut ilmu, bekerja serta melakukan aktifitas berdagang. Adapun mata pencaharian masyarakatnya sangat beraneka ragam, antaralain perikanan ada yang menjadi nelayan maupun peternak ikan terubuk. Pada sektor pertanian diantaranya

21

Asril dalamJurnal Ilmu-Ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial yang berjudul, ("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), hal.50-51, diakses pada tanggal 7 November 2014, pukul 14.00 wib.


(36)

24

ada yang menjadi petani mulai daripetani padi, pohon karet dan kelapa sawit. Kemudian masyarakat Siak Sri Indrapura terpaksa merantau untuk memenuhi kehidupan mereka dengan berdagang, kebanyakan memilih berdagang diluar Siak tepatnya di Pekan Baharu (pasar baru) pada saat itu merupakan pusat keramaian kota yang selalu dipadati oleh aktivitas perdagangan, dan dewasa ini menjadi Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau.

2.2 Kepercayaan Masyarakat

Dewasa ini, pada umumnya keyakinan yang dianut oleh penduduk Siak Sri Indrapura adalah agama Islam, terlihat dari pengertian kata "Siak" mempunyai arti tersendiri dalam penyiaran agama Islam di daerah ini, kata Siak bermakna orang yang mempunyai dan memahami pengetahuan agama Islam yang disebut "Orang Siak".22 Agama yang menjadi keyakinan masyarakat Melayu Islam di Siak adalah agama Islam yang bermazhab dari salah satu imam besar yang bernama Imam Muhammad bin Idris Asy-Syaafi’i yang dikenal Imam Syafi'i, tidak hanya agama Islam saja yang dianut, dewasa ini juga terdapat agama Hindu-Budha, Kristen dan

Kong Hu Tsu yang dianut dari sebagian kecil dari penduduk pribumi dan sebagian penduduk keturunan China yang berdomisili di Siak Sri Indrapura.

Pada masa kekuasaan Kesultanan Siak Sri Indrapuraterdapat pula paham

"Animisme-Dinamisme"23 khususnya dipelosok kampung sebagai indentitas suku

22

Amir Luthfi, Hukum dan Perubahan Struktur Kekuasaan Pelaksanaan Hukum Islam dalam Kesultanan Melayu Siak 1901-1942, 1991, hal. 131. Lihat juga Amir Luthfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915-1945, Pekanbaru : Lembaga Penelitian Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qaim, 1983.

23

Animisme adalah suatu kepercayaan yang beranggapan bahwa setiap benda mempunyai roh dan kekuatan.Sedangkan Dinamisme yaitu kepercayaan primitive yang menganggap bahwa alam sebagai suatu benda yang memiliki kekuatan, dan dapat memberikan akibat baik dan buruk kepada manusia( Sutan Rajasa, KAMUS ILMIAH POPULER, hal. 34 dan 116. )


(37)

25

asli yang berada di Mandau dan sekitar Siak yakni, Suku Sakai24,Suku Akit, Suku Hutan, Suku Petalangan, Suku Talang Mamak, dan Suku Duano. Semua suku asli tersebut masih dilestarikan oleh pemerintahan Siak Sri Indrapura.

2.3 Bahasa

Dalam percakapan untuk berkomunikasi penduduk di Riau khususnya daerah Siak Sri Indrapura dengan menggunakan bahasa Melayu-Riau. Mengenai sejarah bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia yang berasal dari bahasa Austris. Selain dari Austronesia terdapat juga bahasa rumpun Austro-Asia dan rumpun Tibet-Cina. Bahasa Melayu memiliki tiga periode, yakni periode Bahasa Melayu Kuno, Bahasa Melayu Klasik dan Bahasa Melayu Modern.

Periode pertama, Bahasa Melayu kuno digunakan pada abad ke-VII-XIII, tepatnya pada masa imperium Kerajaan Sriwijaya. Pada saat itu Bahasa Melayu Kuno dijadikan sebagai lingua franca, karena bahasa Melayu tidak membedakan status sosial dan mudah dipengaruhi dari luar. Bahasa Melayu Kuno oleh bahasa Sanskrit yang memperkaya pembendaharaan kata dari bahasa melayu. Karena pada saat itu bahasa Sanskrit merupakan bahasa para bangsawan dan ilmuawan. Bahasa melayu kuno dapat diidentifikasi dengan beberapa ciri sebagai berikut: huruf b dibunyikan w (bulan-wulan), huruf e tidak dibunyikan (dengan-dngan atau dangan), awalan ber dibaca mar (berlepas-marlamas), awalan di dibaca ni

(diperbuat-niparwuat). Periode yang keduaBahasa Melayu Klasik, pada abad ke XIII, pada periode ini masa kegemilangan bahasa Melayu karena berada di tiga

24

Suku Sakai adalah suku yangterbelakang dalam perkembangan kebudayaannya.Suku ini hidup di daerah pedalaman yang jauh dari tepi Sungai Siak dan mereka sebagian besar hidup sederhana dan belum dipengaruhi oleh kebudayaan luar.Pada masa Kesultanan Siak berkuasa, Sultan sangat memberikan kebebasan beragama sesuai dengan kepercayaan masyarakatnya.Sultan juga menghargai hasil adat kebiasaan Suku Sakai dengan mengakui kepala suku mereka yang disebut Batin.


(38)

26

zaman kerajaan yang besar, seperti Kesultanan Melaka, Kesultanan Acheh dan Kesultanan Johor-Riau.

Pada masa yang berbeda ini, tiga kerajaan tersebut menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa internasional dan bahasa wajib ketika melakukan aktivitas berdagang diarea Semenanjung Melaka. Bahasa melayu juga sebagai media yang efektif dalam proses Islamnisasi di Semenanjung Melayu. Seorang pegawai pada masa pemerintahan Portugis yang bernama Jan Hugen van Lischotten yang berkebangsaan Belanda mengatakan bahwa pada saat itu Bahasa Melayu dianggap sebagai bahasa yang paling dihormati antara bangsa-bangsa negeri Timur.

Terdapat beberapa hipotesis yang terbangun, baik mengenai kedatangan maupun tarikh kedatangannya yang mungkin saling melengkapi satu sama lain. Dalam bahasa Arab-Melayu ini menjadi bahasa orang-orang Melayu pada masa beberapa Kesultanandi tanah Melayu seperti, Kesultanan Pasai, Kesultanan Aceh, Kesultanan Melaka, Kesultanan Johor-Riau, Kesultanan Siak Sri Indrapura.25

Demikian sekilas penjelasan mengenai bahasa Melayu, dan pada dahulu masa pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu Islam yang pernah menjadikannya sebagai bahasa internasional dan sebagai bahasa wajib setiap melakukan aktifitas perdagangan dan sebagai alat komunikasi utama dalam penyebaran agama Islam di kepulauan Melayu.

25

Yusuf Yusmar, Studi Melayu, (Jakarta: PT. Wedatama Widya Sastra) cet I, 2009, hal. 23-26.


(39)

27

B. Selayang Pandang Kesultanan Siak Sri Indrapura 1. Sebelum Islam

Dewasa ini Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang masih memiliki nilai sejarah dan peradaban Islam sangat kental di tanah Melayu. Terdapat bagunan istana masjid, dan makam sultan yang mengisyaratkan dahulu pernah berdiri sebuah kesultanan bercorak Islam, yakni Kesultanan Siak Sri Indrapura. Awalnya Kesultanan Siak Sri Indrapura bernama Kerajaan Gasib yang kental dengan ajaran Hindu-Budha, dan berada di bawah empayar kerajaan maritim yang kuat dan kokoh yakni Kerajaan Sriwijaya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, ketika runtuhnya Kerajaan Sriwijaya yang pernah menampakkan kakinya di Riau tepatnya di Muara Takus, Bangkinang, desa ini merupakan pusat agama Budha tepatnya berada di komplek candi Muara Takus. Adapun jarak dari Pekanbaru 135 kilometer, adapun letak candi Muara Takus terletak 2,5 kilometer dari pusat desa dan berdampingan dari Sungai Kampar Kanan. Candi ini juga menjadi saksi bisu bahwasannya dahulu pernah menjadi sebagai pelabuhan, pernyataan ini tampak jelas terlihat dari masyarakat Kerajaan Sriwijaya terkenal sebagai pelaut yang handal. Kapal-kapal besar yang datang dari penjuru untuk bersandar di dermaga Muara Takus.

Daerah Muara Takus pada saat itu sebagai ibukota Kerajaan Sriwijaya atau salahsatu pusat pembelajaran agama Budha yang merupakan misi utama dari India dan dari daratan lainnya. Dari sususan candi ini dikelilingi oleh dinding 74 X 74 meter dan lokasi yang lebih luas dikelilingi dengan dinding dunia dengan ukuran 1,5 X 1,5 kilometer, yang menjangkau ketepian Sungai Kampar Kanan. Candi Muara Takus ini terdiri dari enam kelompok piring, dalam susunan dari kota kecil


(40)

28

dan beberapa kota ditemukan berdekatan dengan Jawa dari enam reruntuhan, dua dari mereka merupakan lubang yang kosong. Tetapi empat lainnya dikenal dengan Candi Tua, Candi Bungsu, Candi Mahligai Stupa dan Candi Patangka. Candi Muara Takus ini terbuat dari bahan dasar berupa batu pasir, batu kali dan batubara. Menurut sumber lokal, bahan batu bata yang digunakan untuk komplek candi ini berasal dari Desa Pongkai yang terletak di hilir dari candi.26 Setelah Kerajaan Sriwijaya hancur maka bermunculankerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti, Kerajaan Gasib, Kerajaan Inderagiri, Kerajaan Kampar, Kerajaan Rokan, Kerajaan Pekantua dan lain-lain. Fenomena ini dapat terjadi karena daerah Riau merupakan daerah yang terdapat beberapa sungai besar dan anak sungai, adapun sungai besar tersebut, Sungai Inderagiri, Kampar, Rokan, Gangsal dan Jantan (Siak) yang memiliki nilai sejarah dimana dari setiap nama-nama sungai tersebut mengisyaratkan dahulu telahhadir dan pernah berdiri suatu kerajaan dari setiap sungai tersebut karena nama dari kerajaan pada saat itu diambil dari nama sebuah sungai.Pada bab ini, penulis berupaya mendeskripsikan kembali apa yang telah terjadi di sepanjang Sungai Jantan (Siak) pada abad ke-XIV-XV M, yakni anak Sungai Siak yang bernama Gasib, tempat ini sekarang berada di hulu Kuala Mandau.27

Mengenai keberadaan Kerajaan Gasib memang sulit diungkap karena keterbatasan sumber, namun berdasarkan pernyataan dari beberapa tokoh lokal meyakini Kerajaan Gasib ini memang benar ada dan diketahui material bangunan

26

Adila Suwarno dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung Offest, hal. 16-17.

27

Muchtar Lutfi dkk, Sejarah Riau, 1977, Pekanbaru, Percetakan Riau, Pemda Tk. I Riau, hal. 154-156 dan lihat juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 152-153.


(41)

29

kerajaan berbahan dasar kayu yang besar dan kokoh. Istana kerajaan berbentuk panggung dan ketinggiannya diperkirakan mencapai enam meter dan Kerajaan Gasib ini memiliki seorang puteri mahkota yang cantik jelita bernama Puteri Kaca Mayang. Pada masa pemerintahan Raja Begadai memiliki panglima perang yang berawak gagah (besar), tinggi (panjang) dan pandai berperang yang bernama Panglima Jimban (Panglima Panjang), gelar yang diberikan kepadanya disusaikan dengan fisiknya (perawakan). Panglima Panjang ini telah menerima tugas besar dari Raja Begadai untuk mempersiapkan serangan ke Aceh, serangan ini terpicu karena Raja Begadai ingin memulangkan Puteri Kaca Mayang yang telah dipaksa oleh Raja Aceh untuk dijadikan sebagai permaisyuri.

Kemudian Panglima Panjang lekas menuju Aceh dengan pasukannya, hingga terjadi bentrokan antar keduanya. Pertempuran ini sudah lama terjadi, berawal dari ekspansi Kesultanan Aceh di daerah kekuasaan Kerajaan Gasib yang akan melakukan Islamisasi. Berhubung Kerajaan Gasib masih dipenuhi oleh paham Hindu-Budha pihak Kerajaan Gasib jelas berontak karena akan merusak semua tatanan masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Gasib.28 Dalam perjalanan Puteri Kaca Mayang menghembuskan nafasnya dan dibawanya kabar kepada Raja Gasib, pada saat itu pula raja sangat terkejut akan wafatnya Puteri Mahkota kesayangannya itu hingga terjatuh sakit karena berlarut dalam kesedihan.

28

Mengenai penjelasan yang lebih mendalam lagi tentang Panglima Panjang tidak dapat diketahui secara jelas hingga akhir hayatnyapun tidak dapat diketahui keberadaannya, dalam peribahasa orang Siak "sahlah si Jimban mati hanyut tikar bantalnya"dan sosok dari seorang puteri tercinta Raja Begadai yang bernama Kaca Mayang itu tidak dapat diceritakan secara tuntas, karena keterbatasan sumber dan data, namun mengenai keberadaan Puteri Kaca Mayang dewasa ini, hanya terpaku pada sebuah makam yang diyakini oleh masyrakat setempat adalah makam dari Puteri Kaca Mayang, keterangan Selanjutnya dapat dilihat dari buku, O.K Nizami Jamil dkk,


(42)

30

Setelah wafat puteri kesayangannya itu, Raja Gasib hijrah ke Gunung Ledang yang berada di Melaka. Untuk sementara tahta kerajaan dipinggul oleh panglima Jimban, meskipun sang panglima Jimban menguasai Kerajaan Gasib, karena kesetiaanya kepada raja sangat tinggi,maka dirinya tidak ingin menari dalam kesedihan yang dialami oleh rajanya itu. Kejadian tersebut secara ilmiah memang belum dapat dibuktikan secara nyata,bermodalkan pada keyakinan mayarakat setempat berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan disekitar area pusat pemerintahan Kerajaan Gasib seperti, ditemukan mahkota Puteri Kaca Mayang, di Tapung Kiri yang didapatkan dari seorang Bendahara dari Batu Gajah yang masih menyimpan sebuah gagang keris yang diberikan oleh raja Gasib sebagai hadiah. Bukti-bukti lainnya juga yang dimiliki Bendahara dari Tadun dari raja Gasib berupa perisai dan dikuatkan oleh adanya makam yang diyakini oleh penduduk setempat yakni makam Puteri Kaca Mayang. Adapun raja yang dapat diketahui periode pertama bernama Raja Begadai, pernyataan ini berlandaskan Tarikh Cina

yang dikatakan didalamnya bahwa para raja yang berada di Gasib, Indragiri dan Siantan pernah memohon perlindungan kepada Cina. Keadaan ini bisa dibenarkan karena saat itu terjadi perluasan wilayah jajahan yang dilakukan oleh Kesultanan Melaka yang mulai merambat ke sungai-sungai yang berada di Riau, menginggat daerah ini memiliki sumber daya alam yang melimpah dan diiringi kepentingan dakwah (syiar) Islam yang dilakukan oleh pengusa Kesultanan Melaka.29

Pada tahun 1444-1477 M, Kesultanan Melaka yang dikendalikan oleh Sultan Mansyur Syah berhasil menjadikan Kerajaan Gasib yang kental akan Hindu-Budha berada di bawah kedaulatan Kesultanan Melaka.

29


(43)

31

Berhubung Kesultanan Melaka telah menjadi kerajaan yang telah terpengaruh oleh agama Islam maka status Kerajaan Gasib yang berada di bawah taklukkannya maka raja dari Kerajaan Gasib yang bernama Permaisura ditawan oleh Kesultanan Melaka. Selain daripada itu raja Gasib tidak hanya dijadikan sebagai tawanan, sisi lain juga anak dari Permaisura yang bernama Megat Kudu telah menjadi seorang muallaf dan dinobatkan sebagai raja untuk mengendalikan kekuasaan Kerajaan Siak Gasib.30

2. Proses Bercorak Islam

Adapun dalam pemerintahan Kerajaan Gasib ini mengalami dua fase, fase yang pertama Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha dan fase yang kedua Kerajaan Gasib bercorak Islam. Pada akhir abad ke-XIV, Kerajaan Majapahit menyerang negeri Tumasik, dalam serangan tersebut Permaisyura melarikan diri ke wilayah bagian utara tepatnya Semenanjung dan disanalah Permaisyura mendirikan kerajaan baru yang nanti akan menjadi kerajaan besar yakni Kesultanan Melaka.

Dalam perluasan kekuasaan Kerajaan Majapahit di dearah kekuasaan Raja Begadai di Gasib, maka Raja Begadai memikirkan cara untuk menghadang para pasukan perang yang kuat dari Kerajaan Majapahit. Raja Begadai bersiasat dengan menggunakan taktik tipu muslihat untuk berkoalisi dengan Kerajaan Majapahit. Kemudian Raja Begadai memerintahkan Panglima Panjang untuk bergabung dengan pasukan perang Majapahit, taktik Raja Begadai ini dapat terlaksana dengan mudah. Dengan mendapatkan sokongan dari pasukan perang

30


(44)

32

Kerajaan Gasib di bawah komando Panglima Panjang maka Kerajaan Majapahit perlahan mulai memasuki Selat Melaka dan terus beranjak ke Laut Cina Selatan.31

Pada tahun 1433 M, Kerajaan Gasib di bawah kekuasaan Raja Begadai, saat itu masih memeluk agama Hindu-Budha. Kerajaan Gasib terancam akan ekspansi Kesultanan Melaka yang akan menyebarkan ajaran Islam. Daerah Gasib yang berada di sekitar Sungai Jantan (Siak) memiliki keunggulan tanah yang baik dan subur, tidak hanya kesuburan tanahnya daerah Gasib juga sangat kaya akan sumber daya alam yang dihasilkan dari hutan dan perkebunannya berupa damar, gaharu, getah sonde, rotan, dan biji-biji timah. Kekayaan alam ini sangat berguna untuk perbendaharaan kerajaan, fenomena ini menjadikan magnet Kesultanan Melaka untuk menguasai daerah Gasib dan sekitarnya.

Dalam Hikayat Cina, mengisahkan mengenai ekspansi Kesultanan Melaka ke Gasib, Raja Begadai segera memohon bantuan Cina dan Kerajaan Majapahit, namun sangat disayangkan bantuan yang ditunggu-tunggu tak kunjung jua, karena Kerajaan Majapahit sedang mengalami fase kemerosotan akibat munculnya beberapa kerajaan di Nusantara (yang berada di pulau Jawa dan Selat Melaka) telah berpindah haluan dari kepercayaan Hindu-Budha ke agama Islam.32

Melalui jalur pernikahan mulailah perubahan gelar raja menjadi sultan di Kerajaan Gasib, dan pada fase yang pertama pemerintahan Kerajaan Gasib yang bercorak Hindu-Budha beranjak menjadi fase yang kedua pada pemerintahan Kerajaan Gasib yang bercorak Islam. Masuknya agama baru yakni Islam di Gasib sama halnya seperti yang terjadi di daerah Nusantara. Adapun yang dimaksud

31

O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.I, 2011, hal. 9-10. 32


(45)

33

hadirnya Islam dengan penuh keramahan dan kedamaian terhadap agama yang sudah ada sebelumnya dan karena agama Islam tidak pernah merusak adat dan budaya yang telah berlaku jauh sebelum kedatangannya, seperti yang terjadi di Gasib, justru agama Islam memadukan adat dan budaya Hindu-Budha dengan beberapa unsur yang condong dengan nilai ke-Islaman, diantaranya pada upacara adat seperti, membakar dupa, adat tepung tawar dipadukan dengan unsur ke-Islaman adanya pengucapan salam dan diakhiri dengan doa. Seluruh peristiwa ini bisa terlaksana karena apa yang telah dilakukan oleh para pendakwah Islam

mubalig (orang yang menyebarkan ajaran agama Islam) sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad ﷺ, bahwasannya agama Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian, karena di dalam suatu riwayat"Sesungguhnya Aku (Nabi Muhammad SAW) diutus oleh Allah SWT, tidak lainhanya untuk menyempurnakan (memuliakan) akhlah".Berlandaskan itulah agama Islam perlahan mendapatkan respon positif dan berkembang begitu cepat di kalangan masyarakat Gasib meskipun dahulunya kental dengan ajaran Hindu-Budha. Masuknya agama Islam di Kerajaan Gasib ini karena posisi Gasib berada di bawah kekuasaan Kesultanan Melaka yang begitu kental dengan nilai-nilai ke-Islaman. Waktu demi waktu terus berjalan di pemerintahan Kesultanan Melaka, hingga tiba saatnya Sultan Alauddin Riayat Syah mangkat, kemudian tahta kerajaan selanjutnya diwariskan kepada putera mahkotanya yang bernama Sultan Mahmud Syah I (1488-1511 M). Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah I mengalami masa kejayaan, tepatnya selama dua puluh tiga tahun di Kesultanan Melaka dan berhasil menjadi pusat perniagaan di Selat Melaka.


(46)

34

Eksistensi Kesultanan Melaka ini tersiar hingga mancanegara, diantaranya Cina, India, Arab dan sekitar negara-negara Asia Tenggara dan beberapa negara Eropa. Kemudian Sultan Mahmud Syah I juga memperkuat kerjasama dengan Kerajaan Cina disektor intern dan ekstern untuk kepentingan pemerintahannya. Tindakan Sultan Mahmud Syah I ini semata melanjutkan perjuangan daripada buyutnya yang menjadi Sultan Melaka yakni Sultan Mansyur Syah. Kerjasama semakin harmonis antara Kesultanan Melaka dengan Kerajaan Cina berlanjut dengan diadakan pernikahan antara Sultan Melaka dengan puteri-puteri dari Kerajaan Cina. Berjalannya waktu maka Sultan Mahmud Syah I menobatkan sultan baru di Kerajaan Gasib, dimana Sultan Abdullah digantikan oleh Sultan Husin.33 Tantangan dan masalah terus menghampiri Sultan Mahmud Syah I selama pemerintahan, sehingga Kesultanan Melaka mengalami fase kemerosotan karena kedatangan bangsa asing, yakni bangsa Portugis. Mengenai kehadiran bangsa-bangsa asing di dunia Timur dapat terjadi karena masalah polarisasi antara negara Barat dengan negara Timur (Eropa dan Asia), sesungguhnya telah terulang untuk kedua kalinya yang terjadi pada masa kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu agama Islam telah menguasai Pantai Utara Afrika hingga ke Semenanjung Liberia sekitar tahun 711 M. Atas besarnya pengaruh agama Islam maka Portugis dan Spanyol dan bagian negara Eropa lainnya berada di bawah kekuasaan agama Islam. Kejayaan agama Islam pada saat itu dibuktikan dengan adanya pusat-pusat peradaban Islam di Cordova dan Granada dan Laut Tengah dan terdapat pula

33


(47)

35

pangkalan-pangkalan basis agama Islam di sekitar perairan (Cordova, Granada dan Laut Tengah).34

Setelah bangsa Portugis datang ke Melaka untuk menguasai perdagangan internasional, bangsa lain yang hadir dan berambisi seperti, Belanda, Inggris, Jepang juga hadir ke Melaka dalam rentan waktu yang berbeda-beda. Mengenai awal proses perjalanan Kerajaan Gasib menjadi kerajaan yang bercorak Islam kini dapat di simpulkan pada abad ke VII-VIII, para pedagang Islam telah datang ke daerah Riau yang bertujuan untuk mencari komoditi dan sekaligus melakukan Islamisasi namun belum mendapatkan respon yang signifikan karena saat itu di Riau masih kuat pengaruh agama Hindu-Budha. Berlanjut pada abad IX-XI M, di Riau mengalami fase kemunduran dan terjadi vacuumnya aktifitas perdagangan, masuk pada abad ke XII, aktifitas perdagangan mulai ramai berdatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, Marokko ke Riau, pada abad ini dipastikan agama Islam masuk dan tersebar pada abad ke XII di Riau. Setelah melewati abad ke XII, pada abad ke XIII, eksistensi kerajaan yang kental dengan agama Budha melemah, adapun kerajaan yang dimaksud adalah Kerajaan Sriwijaya, sehingga setelah melemah hingga runtuhnya kejayaan kerajaan tersebut mulai muncul beberapa kerajaan yang bercorak Islam di Riau. Khususnya Kerajaan Siak-Gasib muncul menjadi kerajaan bercorak Islam di bawah kuasa Sultan Ibrahim.35

3. Keriwayatan Pendiri

Dewasa ini daerah Siak Sri Indrapura adalah sebuah kota yang ramai, maju dan hingga saat ini masih berdiri sebuah bangunan istana yang megah dan kokoh

34

Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 178.

35

Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, hal. 176.


(48)

36

yakni Istana Asserayah Hasyimiyah, Masjid Raya Syahabuddin, Komplek Makam Pahlawan Nasional Sultan Syarif Kasim II, Balai Rung Sari.36

Pada 292 tahun silam istana ini merupakan bukti bisu dalam kesaksian yang tegas bahwa di Siak Sri Indrapura telah berdiri sebuah kerajaan bahari yang tangguh, dan memiliki armada kuat yang disegani di pesisir Timur Sumatera, dan Selat Malaka memilik perjalanan sangat panjang yang membutuhkan perjuangan dalam melawan imperialisme bangsa Eropa. Kerjaan ini juga sebagai penerus kerajaan-kerajaan Melayu, yaitu dari Kesultanan Malaka dan Kesultanan Johor. Adapun kerajaan yang berada di kota Siak Sri Indrapura yakni Kesultanan Siak Sri Indrapura yangberdiri pada tahun 1723 M.Adapun letaknya di bibir Sungai Jantan yang berada di Kampung Gasib sebagai pusat Kerajaan Gasib.37

Dari penjelasan singkat mengenai sejarah awal dari Kesultanan Siak Sri Indrapura tentu pembahasan akan mengenai kerajaan,pusat pemerintahan dan istana, maka harus diketahui siapa aktor utamanya, bagaimanakah kepribadian, dan riwayatnya yang merupakan seorang putera mahkota dari zuriat Kesultanan Johor-Riau bernama Sultan Mahmud Syah II (1685-1699 M), yang bernama Raja Kecik. Membahas mengenai asal usul dari sosok Raja Kecik sangatlah sulit karena berbeda-beda persepsi ataupun pandangan mengenai waktu kelahiran dan mengenai zuriatnya.

Mengenai pandangan yang berbeda-beda tersebut, dapat difilter oleh penulis dari beberapa sumber yang sudah dikaji antara laindari buku Sejarah Kerajaan Siak, yang ditulis oleh O.K Nizami Jamil dkk, berpendapat bahwa Raja

36

Lihat lampiran Gambar 37


(49)

37

Kecik adalah seorang putera dari Sultan Mahmud Syah II dengan gelar Marhum Mangkat di Julang, dan dilahirkan dari seorang ibu yang bernama Cik Pong puteri dari Datuk Laksemana Johor. Pada saat Raja Kecik masih dalam kandungan ibunya, ayahnya sudah terbunuh. Sebagai pengganti dari Sultan Mahmud Syah II adalah Datuk Bendahara Tun Habib dengan gelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah sebagai Sultan Johor yang ke XI. Setelah menjadi Sultan Johor dan berkuasa, maka Sultan Abdul Jalil Riayat Syah melakukan pembersihan bagi seluruh pengikut setia kepada Sultan Mahmud Syah II, diantaranya istri dari Sultan Mahmud Syah yaitu Cik Pong. Keadaan di Istana memanas setelah wafatnya Sultan Mahmud Syah maka Datuk Laksemana Johor membawa anaknya Cik Pong untuk beranjak keluar dari Istana dan keluar dari Johor dan tidak ada seorangpun yang mengetahui. Selama hijrahnya Cik Pong dari negeri Johor dalam pelariannya melahirkanseorang anak laki-laki dan diberi nama Raja Kecik, karena anak ini merupakan keturanan dari Sultan Mahmud Syah II. Kelanjutan dari perjalanan Raja Kecik, kemudian Datuk Laksemana Johor menyerahkan Raja Kecik kepada Temenggung Muar agar dirawat, selama tujuhtahun lamanya Temenggung Muar merawat Raja Kecik, hingga tercium oleh pemerintahan Johor dan tidak nyaman karena orang-orang utusan Datuk Bendahara senantiasa mencari keberadaannya. Kemudian Temenggung Muar, menyerahkan Raja Kecik kepada seorang saudagar Minangkabau yang terkenal aktifitas niaganya dengan Kerajaan Minangkabau dan Jambi bernama Nakhoda Malim. Nakhoda Halim meyerahkan Raja Kecik kepada Yamtuan Sakti Pagaruyung dan dirawat serta diasuh hingga Raja Kecik berusia tujuh belas tahun. Pada akhirnya Raja Kecik tumbuh dewasa dan sangat ingin merebut kembali tahta Kesultanan Johor.


(50)

38

Selanjutnya Raja Kecik memulai perjalanannpanjangnya dari satu negeri ke negeri lainnya untuk menuntut ilmu pengetahuan. Puteri Jamilan ibunda Yamtuan Sakti mengatakan kepada Raja Kecik bahwa lebih baik pergi ke Siak dan Bengkalis untuk menuntut bela atas kematian ayahmu dan menaklukan Johor. Untuk melaksanakan cita-citanya, Raja Kecik mulai menghimpun dan mencari beberapa dukungan dari Suku Minangkabau, Suku Melayu di Palembang, Suku Melayu Jambi, Suku Bintan, Suku Bugis, Suku Melayu di pesisir Selat Melaka dan Suku Laut di Pulau-pulau serta menjalin hubungan dengan orang Portugis agar pihak Portugis tidak berpihak kemana-mana, dan ketika Raja Kecik ingin menyerang ke Panchor,saat itu sebagai ibukota dari Kesultanan Johor. Pada bulan maret yang bertepatan pada tahun 1718 M, perahu-perahu angkatan perang Raja Kecik menyusuri sungai Johor untuk menyerang Panchor. Sesampainya di Johor pasukan Raja Kecik sudah menunggu dan segera mengejar rombonganYamtuan Muda Johor.38Peristiwa pengejaran ini berlangsung selama kurang lebih 20 hari pada akhirnya tepat pada tanggal 21 Maret Tahun 1718 M, akhirnya Sultan Abdul Jalil Riayat Syah kalah dan menyerah.Raja Kecik dengan ikhlas memaafkan dan tidak ada sikap kasar sama sekali kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, bahkan Raja Kecik memberikan izin kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah untuk tinggal di Johor. Kemudian dalam waktu itu pula Raja Kecikdinobatkan sebagai Sultan Johor XII dengan gelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah.

Menurut versi Mohd Yusouff Hashim telah terjadi perpecahan didalam pemerintahan Kesultanan Johor, akibatnya sangat berdampak kepada rakyatnya

38

Haji Buyung Bin Adil, Sejarah Johor, 1980, Kuala Lumpur : Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka Kemeterian Pelajaran Malaysia, cet: II, hal. 94. Lihat juga Raja Ali Al Haji,


(51)

39

yang selalu menimbulkan huruhara karena rakyat Johor ada berpihak kepada Raja Kecik adapula yang berpihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, sehingga timbul dualisme dalam satu pemerintahan. Pada tahun 1719 M, terjadi peperangan antar rakyat Johor yang memihak kepada Sultan Abdul Jalil Riayat Syah dengan pihak Raja Kecik yang mayoritas dari orang-orang Minangkabau.

Dalam peperangan tersebut pihak Sultan Abdul Jalil Riayat Syah IV mengalami kekalahan dan beliau pindah ke Pahang kemudian Raja Kecik juga berpindah ke Riau. Sejak itulah Raja Kecik mulai menjalankan pemerintahan Kesultanan Johor yang baru saja direbutnya. Kesultanan Johor terpecah menjadi tiga pusat kekuasaan yaitu, Terengganu dan Pahang sebagai daerah dibawah pemerintahan Bendahara Abdul Jalil (Sultan Abdul Jalil Riayat Syah). Sedangkan Johor, Siak, Bengkalis, dan Batu Bara di bawah pemerintahan Raja Kecik. Selain itu juga terdapat wilayah yang dikuasai orang Bugis yaitu, Selanggor, Kelang dan Lingga di bawah pemerintahan Daeng Merewah dan Daeng Manompok.39

Setelah diadakan musyawarah dan menghasilkan beberapa kesepakatan, maka Raja Kecik, Orang Besarnya, Hulubalang dan beserata para pengikut setianyaberanjak ke daratan Sumatera. Dalam perjalanannya sempat berhenti di Sungai Jantan (nama Sungai Siak pada waktu itu) karena menurut Raja Kecik tempat ini sangat cocok dan strategis. Kemudian Raja Kecik menentukan daerah Buantan dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan akan mendirikan istana serta benteng-benteng yang kokoh untuk pertahanan dan sebagai simbol telah ada dan

39

Mohd. Yusouf Hashim, Pensejarahan Melayu : kajian tentang tradisi sejarah Melayu Nusantara. 1992, Kuala Lumpur ; Dewan Bahasa dan Pusaka Malaysia. Baca juga tulisan lain Mohd. Yusouf Hashim, 1994. Daulat dalam tradisi budaya dan politik kesultanan Melayu abad ke-XV dan awal abad ke-XVI ; antara mitos dan realita. Dalam Journal of the historical society. Kuala Lumpur : Universitas of Malaya. No.3.


(52)

40

berdiri sebuah kerajaan. Pada saat itu Raja Kecik dinobatkan sebagai sultan pertama yang bergelar sama halnya gelar Raja Kecik semasa Sultan Johor ke XII yakni Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah dan kerajaan ini diberi nama Kesultanan Siak.Pada tahun 1722 M, setelah lengsernya Raja Kecik dari Sultan Johor ke XII, sejak itulah Kesultanan Siak memulai pemerintahan kerajaan hingga berekspansi perluasan wilayah. Seluruh peristiwa di atas menyimpulkan bahwa daerah Siak memiliki hubungan dengan Johor, dan Johor memiliki hubungan dari Melaka.40

Adapun mengenai tulisan orang Melayu yakni Hikayat Siak pastinya telah ditulis pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Dalam Hikayat Siak, secara gamblang mengisahkanasal usul Raja Kecik, menyatakan bahwa Sultan Mahmud Syah II mempunyai seorang gundik41 yang bernama Encik Pong, Encik Pong adalah seorang anak perempuan dari Laksamana. Terdapat kisah pada suatu malam menjelang sebelum baginda Sultan Mahmud Syah II terbunuh, Encik Pong dipanggil Sultan Mahmud Syah II untuk mengurut kaki baginda Sultan. Pada waktu menjelang subuh, saat itu sang Sultan begitu bergairah dan maninya hingga ke tikar. Baginda Sultan menyuruh Encik Pong untuk menelan air mani tersebut agar dapat hamil. Setelah Encik Pong melahirkan, Laksamana segera menemui Raja Negara Selat, Kepala Orang Laut Singgapura untuk menjelaskan kisah anak perempuan dan cucunya itu. Raja Negara Selat menyadari resiko yang menerima perintah dari Laksamana, namun dirinya tetap bersedia menerima cucu dari Laksamana dan segera menggantarkan kepada Temenggung Muar.42 Setelah

40

Ok. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, 2011, hal. 16-27. 41

Gundik adalah sebutan selir dari kalangan rakyat biasa, sedangkan permaisuri sebutan selir dari kalangan bangsawan.

42

Asril,Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial,("Raja Kecik Pendiri Kerajaan Siak Sri Indrapura"), diakses pada 7 November 2014, pukul 14.00 wib.hal. 54.


(53)

41

cucu Laksamana berusia tujuh tahun, Temenggung Muar pergi ke Johor dengan membawa cucu Laksamana tersebut. Seperti kebanyakan tingkah anak-anak kecil pada umumnya, anak tersebut bermain sekitar makam Sultan Mahmud Syah II bersama teman-teman seusianya. Disekitar makam terdapat beberapa tumbuhan yang mengandung racun, karena ketidaktahuan anak-anak tersebut memakannya, dan semua anak-anak itu muntah darah karena kandungan racun yang ada pada tumbuhan itu, kecuali hanya anak dari Encik Pong yang tidak mengalami reaksi dampak racun tersebut. Kemudian Laksamana juga menceritakan keanehan dan keistimewaan tentang kelahiran cucunya itu kepada Nakhoda Malin. Nakhoda Malin memberikan anak itu sebuahnama dengan sebutan Tuan Bujang, setelah beranjak dewasa, Nakhoda Malin mengajak Tuan Bujang untuk berlayar menuju Jambi dengan menyusuri Sungai Batanghari dan pada akhirnya tiba di daerah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berada di tanah Minangkabau.43

Pada saat itu Maharaja Yam Tuan Sakti sebagai penguasa di Kesultanan Pagaruyung mendengarkan penjelasan dari Nakhoda Malin, dan Maharaja Yam Tuan Sakti sangat antusias mendengarkan cerita yang diceritakan oleh Nakhoda Malin. Maharaja Yam Tuan Sakti juga tertarik akan paras tampan dari wajah anak tersebut. Kemudian Tuan Bujang dibawa kepangkuanibunda Yam Tuan Sakti yang bernama Putri Jamilan untuk bersedia merawatnya dengan penuh kasih sayang. Setelah enam tahun dirawat oleh Maharaja dan ibunda Yam Tuan Sakti, Tuan Bujang telah berusia 13 tahun, Tuan Bujang meminta restu kepada Maharaja dan Ibunda Yam Tuan Sakti merantau ke Batanghari semata untuk menuntut ilmu pengetahuan.

43


(54)

42

Sesampainya di Rawas dan di Palembang, kedatangannya disambut oleh Raja Palembang yang bernama Sultan Lemabang. Kemudian Tuan Bujang dijadikan pembawa Tapak Sirih Diraja. Tuan Bujang bersama Sultan Lemabang berserta rombongan datang ke Johor, setelah sampai di Johor rombongan termasuk Tuan Bujang, Sultan Lemabang menjadi pusat perhatian karena paras dari wajah Tuan Bujang serupa dengan paras dari Sultan Mahmud Syah II, dari Johor rombongan beranjak ke Siantan, kemudian menuju ke Bangka. Dari Bangka Tuan Bujang mohon izin kepada Sultan Lemabang untuk balik ke Rawas, setelah sampai di Rawas Tuan Bujang menikahi seorang puteri Dipati Batu Kucing dan buah dari pernikahan itu dikaruniai seorang putra dan diberi nama Raja Alam. Perjalanan berlanjut dari Rawas ke Jambi dan mengabdi kepada Sultan Maharaja Dibatu. Setelah berada di Pagaruyung, Tuan Bujang berencana menuntut bela atas pembunuhan ayahandanya.44 Sebelum keberangkatnya ke Johor, Tuan Bujang diuji oleh pemerintahan di Kesultanan Pagaruyung untuk memastikan zuriat Tuan Bujang sebagai anak dari Sultan Mahmud Syah II untuk menggenggam sebatang kayu yang terbalut dengan tumbuhan jelatang45sambil berdoa kepada Sang Kholik dengan penuh keyakinan, Tuan Bujang menggenggamnya dengan erat dan tidak terjadi reaksi apa-apa setelah melepaskan genggamannya dari sebatang kayu yang dibalut dengan tumbuhan Jelatang dan Tuan Bujang juga tidak terkena tulah46,

kejadian ini membuat semua orang terkecut salah satunya Maharaja Yam Tuan

44

Asril, Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Budaya dan Sosial, hal. 56. 45

Jelatang adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh di tanah Minangkabau, Sumatera Barat, tumbuhan ini mempunyai kandungan getah yang beracun, bahkan efek dari racun itu dapat menyebabkan kematian bagi yang menyentuhnya apalagi dengan menggenggamnya.

46

Tulah merupakan istilah atau sebutan dari kata kutukan, tulah ini akan berefek ketika rakyat biasa yang tidak memiliki zuriat dari raja ketika memakai mahkota diraja, maka akan mengalami kutukan berupa sakit, bahkan hingga menyebabkan kematian akan tulah tersebut.


(1)

Lampiran : Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura

Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011.

Lampiran Gambar Tenun Siak


(2)

Lampiaran Gambar : Lambang Kesultanan Siak Sri Indrapura

Sumber : OK. Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011. Lampiran Gambar : Kesultanan Siak Sri Indrapura pada Tahun 1858-1945 M


(3)

Lampiran Gambar : Istana Peraduan dan Area Pusat Kesultanan Siak Sri Indrapura

Sumber : www. flickriver/photo/tag/siak.com (diakses pada tanggal 22 April 2014, 21:11 WIB)


(4)

Lampiran Gambar : Istana Asseraah Hasyimiah


(5)

(6)