102 pendidikan militer dengan baris-berbaris yang beraba-aba menggunakan bahasa
Jepang, serta terjadi mangkirnya para guru dan murid dari kewajibanya di sekolah-sekolah, karena mereka harus mencari makan dengan berladang, karena
bagi masyarakat Siak menganggap berladang hal yang lebih penting dibanding dengan belajar atau mengajar.
Pemerintahan Jepang mendirikan beberapa sekolah akedemi militer untuk keperluan perang, sekolah yang dimaksud diantaranya sekolah Gyu Gun di
Pekanbaru, Bagan Siapi-api untuk mendidiik para pemuda Riau dan sekitarnya sebagai serdadu tentara Jepang yang setia dan siap mengabdikan dirinya kepada
pemerintah kolonial Jepang. Dai Nippon merupakan istilah mengenai arti dari kekuatan serta kekuasaan kolinial Jepang, atas pengaruh dari kehadiran koloni
Jepang ini maka terjadi beberapa perubahan susunan pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Selama masa pendudukan Jepang telah merubah istilah
pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura seperti pada masa pemerintahan Belanda dari istilah Afdeeling menjadi Bun setingkat kepala distrik,
pimpinannya disebut Bun Sus Co, Onderafdeeling kabupaten dirubah menjadi Gun, pimpinannya disebut Gun Co, Onderdistrik menjadi Ku setingkat
Kecamatan, pimpinannya disebut Ku Co dan daerah penghulu dan batin menjadi Sun setingkat kelurahan, pimpinannya disebut Sun Co.
123
Karakter kolonial Jepang setiap menjalan pemerintahannya setiap daerah jajahannya selalu kental
dengan paham yang selalu diterapkan paham militerisme yang identik dengan
123
Dada Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Sumatera, Medan : Firma Hasmar, 1974, hal. 605.
103 kekerasan dan seluruh kebijakan dan kekuasaan telah dikendalikan oleh kolonial
Jepang dengan menguasai sistem pemerintahan, kehakiman dan kepolisian. Pemerintahan Jepang mengganggap Sultan Syarif Kasim II hanya sebagai
orang terkemuka, kejadian ini membuat para datuk dan kepala pemerintahan Gun sudah tidak lagi mengikuti perintah sultan.
124
Sebelum berakhirnya pemerintahan militer Jepang di Siak, maka Jepang menjadikan Bangkinang yang sebelumnya masuk dalam kawasan Sumatera Barat
dipindahkan ke Riau Syu. Bangkinang Gun terdiri dari dua Ku yakni, Bangkinang Ku dan XIII Koto Kampar Ku. Dengan penambahan Gun ini maka ditambah pula
bunsuco, dan jalur koordinasi Gun bertambah menjadi empat Bun diantaranya : Pekanbaru Bun, membawahi Pekanbaru Gun, Siak Gun, dan Pelalawan
Gun. Bengkalis Bun, membawahi Bengkalis Gun, Selat Panjang Gun, dan
Bagansiapi-api Gun. Indragiri Bun, membawahi Rengat Gun, Taluk Gun, dan Tembilahan
Gun. Bangkinang Bun, membawahi Bangkinang Gun, dan Pasir Pengaraian
Gun. Kemudian pemerintahan Jepang jugam membentuk Riau Syu Sangi Kai
secara fungsisama halnya seperti DPR Dewan Perwakilan Rakyat. Riau Syu Sangi Kai ini beranggotakan sebanyak 27 orang di ambil dua orang dari tiap-tiap
Gun di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan dewan ini tidak melalui pemilihan akan tetapi dipilih langsung oleh pemerintahan koloni militer Jepang.
124
Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 404-409.
104 Tujuan Jepang mengadakan sistem Riau Syu Sangi Kai ini bukan sebagai
badan legislatif yang menyampaikan permasalah disetiap Gun namun sebagai alat untuk pendekatan Jepang kepada rakyat ketika akan melaksanakan kegiatan
dipemerintahanya, seperti ketika mengalami hasil panen ladang berupa padi, maka ditugaskan para anggota Riau Syu Sangai Kai untuk mengambil hasil panen
rakyat.
C. Aksi Perlawanan Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura
Terhadap Kolonialisme 1.
Penyerangan Benteng Belanda di Pulau Guntung
Mengenai perlawanan pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap Belanda yang terjadi di benteng Belanda tepatnya di Pulau Guntung,
termaktub dalam karya Elisa Netcsher yang berjudul De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen, yang telah diterjemahkan Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865.
Pada akhirnya Raja Alam mengambil alih di Siak, dan diberi gelar Sultan Alamuddin Syah Atlimudin Raja Syah. Mengetahui kejadian ini, pihak kolonial
yang berada di Siak sangat terancam, maka segera melakukan tindakan dengan mengutus pegawainya ke Siak untuk melakukan mediasi, pegawai yang dimaksud
bernama Jan Frederick Bierman. Tuan Jan Frederick berlayar menuju Siak dengan menahkodai kapal kecil dan membawa beberapa muatan sebesar f 60.000, dengan
maksud untuk membeli emas. Namun rencana ini tidak berhasil karena Sultan Alamuddin Syah mengadang para penjual emas sehinga kolonial gagal ke Siak
105 dan kembali ke Melaka. Langkah selanjut yang dilakukan oleh Sultan Alamuddin
Syah dengan mengancam kompeni dengan dinaikan pajak sebesar 3 persen. Sikap Raja Alam ini dinilai oleh kompeni sangat arogan, maka pada tahun 1753
M, guberneur Pieter van Heemskerk mengutus juru bayar gaji yang bernama Arij Verbrugge untuk berangat ke Riau, tindakan ini semata ingin mengetahui doktrin
apa yang dilakukan oleh Sultan Sulaiman terhadao Raja Alam Sultan Alamuddin Syah dan ingin mencari solusi akan masalah yang terjadi di Siak. Pada bulan
Agustus juru bayar gaji Mr. Arij Verbrugge kembali dengan membawa supucuk surat, adapun rincian isi dari surat tersebut mengatakan bahwa Raja Muhammad
telah datang kepadanya dan menyerahkan sepenuhnya kepada kompeni, namun bersamaan pada saat itu utusan dari pihak Raja Alam datang yang menyatakan
pihaknya telah menyerahkan kedaulatan Kesultanan Siak kepada Sultan Sulaiman. Kejadian ini tidak mengahasil solusi hingga akhirnya harus diselasikan dengan
genjatan senjata dan peperangan itupun terjadi pada bulan Oktober tahun 1753 M. Peperangan ini dipenuhi kapa-kapal perang yang besar dan kokoh yang terdiri dari
pasukan Riau dengan membawa 75 kapal dan ditambah 15 kapal dari pasukan Sultan Muhammad, pasukan Raja Alam pun menyambut serang itu dengan
menurunkan kapal-kapalnya yang berjumlah 75 buah dan peristiwa peperangan ini terjadi disekitar Selat Melaka pada bagian selatan. Pada tanggal 18 Oktober,
pihak kompeni di Melaka mengutus seorang pedagang atau syahbandar yang bernama Mr. Andries van Bockom bersama rombongan untuk segera menemui
Sultan Sulaiman di Pulau Buru, Kepulauan Karimun.
125
Keduanya membuat
125
Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan Ghalib
106 kontrak yang terdiri dai beberapa pasal diantaranya, tawaran yang pertama adalah
pihak kompeni akan menetapkan seorang bendahara di Siak, apabila tahta Kesultanan Siak berada di tangan Sultan Sulaiman. Tawaran kedua, ketika Sultan
Sulaiman dapat meraih tahta, pihak kompeni mengajukan tawaran agar dapat mendirikan loji atau benteng di Pulau Guntung yang terletak disekitar muara
Sunga Jantan atau di tempat yang dikehendaki Sultan Sulaiman. Tawaran ketiga, pihak kompeni meminta agar diberi kebebasan untuk menyusuri Sungai Jantan.
Tawaran yang keempat, pihak kompeni juga terbebas dari cukai dan mendapatkan sebagian hasil dari cukai. Tawaran yang kelima pihak kompeni meminta agar
orang-orangnya dapat berkedudukan di Buantan sebagai bendahara. Pada tanggal 3 November 1754 M, tambahan pasal itupun disepakati oleh
seorang syahbandar yang bernama Mr. Andries van Bockom. Sultan Sulaiman menyarankan agar diberitahukan kepada Sultan Mahmud yang berada di Bukit
Batu. Kemudian Mr. Andries van Bockom dan Sultan Sulaiman menuju Bukit Bati untuk menemui Sultan Mahmud dan melaporkan hasil kontrak itu. Setelah
menerima kontak itu dan Sultan Mahmud juga menyepakatinya maka Mr. Andries van Bockom membawa hasil kontrak itu ke Melaka. Sesampainya di Melaka,
Gubernur dan Dewan Melaka menolak keras tambahan pasal yang diajukan oleh Sultan Sulaiman. Penolakan ini segera diinfokan kepada Sultan Sulaiman melalui
surat yang dibawa oleh Mr. Everhard Cramer untuk meyakini Sultan Sulaiman dengan alasan bahwa kompeni juga sedang mengalami kekurangan kapal-kapal,
maka dengan amunisi seadanya pihak kompeni memerintahakan Mr. Everhard
dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 132-137.
107 Cramer untuk pergi ke Siak. Pada tanggal 15 Desember 1754 M, Mr. Everhard
Cramer menuju ke Siak dengan membawa kapal yang lengkap dengan awak kapal dan senjata, kapal tersebut didapati dari penduduk yang berada di Melaka yang
bernama Brigantijn dan Tiga Chalup dan kompeni juga memberikan bantuan kapalnya yang bernama Candauwa. Namun pada tanggal 5 Maret 1755 M, Mr,
Everhard Cramer kembali ke Melaka dengan membawa surat di Sultan Sulaiman, karena melihat kekuatan kapal-kapal yang diberikan pihak kompeni tidak dapat
menandingi kapal-kapal yang dimiliki Raja Alam. Kemudian pihak Belanda segera mengutus kapalnya yang dilengkapi dengan persenjataan perang, kapal ini
bernama Jerussalem, pada awal bulan Maret 1755 M, kapal ini berangkat ke Sungai Siak.
126
Pemerintah Tinggi di Batavia menambah lagi amunisi dengan mengirim beberapa kapal yang bernama De Herstelling yang dilengkapi dengan 60 pasukan
perang, fregat Admiraal Tromp, De Kaaskooper, Weltevreden dan Vriedschap, seluruh kapal-kapal tersebut dilayarkan ke Melaka agar dapat menduduki Pulau
Guntung dan untuk membantu Sultan dalam mengahadapi Raja Alam dan pasukannya yang berkeliaran di Melaka. Pada 1755 M, pasukan dari kompeni
Belanda berhasil memukul mundur pasukan perang Raja Alam ke Batu Bara, namun dalam peperangan itu pasukan perang kompeni tidak dapat menangkap
Raja Alam.
127
Setelah berhasil merebut Siak yang berada di bawah kuasa Raja
126
Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh, Wan
Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, hal. 138-140.
127
Elisa Netcsher, De Nederlanders In Djohor En Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan olehWan Ghalib