Peristiwa Penting Dalam Pemerintahan

49 Sudah diketahui bahwa seorang anak perempuan dari Paduka Raja Tun Abdul Jamil menikah dengan Sultan Ibrahim Sultan Johor ke-IX, sedangkan nenek dari Cik Pung bernama Wan Sani. Kemudian silsilah ini dilanjutkan oleh anak-anak laki-laki ataupun perempuan, dari keturunan itulah yang meneruskan sampai kepada Sultan Mahmud Syah I Sultan Melaka yang terakhir kemudian menjadi Sultan Johor yang pertama dan menikah dengan Tun Fatimah dengan gelar Marhum Kampar pada tahun 1511-1528 M. Selama Raja Kecik memerintah di Kesultanan Johor sungguh senantiasa menghadapi permasalahan, salah satunya berselisih dengan saudaranya yang bernama Raja Sulaiman yang telah koalisi dengan pasukan perang Bugis. Sehingga menyebabkan Raja Kecik berserta pengikutnya mundur dengan memindahkan pusat pemerintahannya dari Johor Bintan, ke Bengkalis hingga akhirnya ke Buantan yang berada di sekitar Sungai Jantan. Pada tahun 1723 M, tepatnya di Buantan Raja Kecik dinobatkan sebagai pewaris Kerajaan Melaka-Johor yakni sebagai raja pertama di Kesultanan Siak. Adapun Raja Kecik mengawali dengan mencoba melakukan serangan kepada penguasa Kerajaan Johor, kemudian langkah berikutnya Raja Kecik juga mengadakan konsolidasi untuk memperkuat sektor pemerintahan, perekonomian dan pertahanan militer di Kesultanan Siak. Ketiga program kerja ini merupakan program utama pada masa awal pemerintahan Raja Kecik Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Dalam pemerintahan, Raja Kecik menerapkan pemerintahan seperti yang pernah diterapkan pada saat memerintah di Kesultanan Johor dengan bentuk Sultan sebagai puncak kekuasaan, pemerintahan yang didampingi oleh Dewan Kerajaan yang terdiri dari orang-orang besar kerajaan yang berfungsi sebagai pelaksana pemerintahan dan berkerja sebagai penasihat utama sang 50 Sultan. Pemerintahan disetiap daerah yang berhasil ditaklukkan oleh Kesultanan Siak ditugaskan kepada Kepala Suku yang bergelar Penghulu, Orang Kaya dan Batin. Kepala Suku Penghulu dibantu oleh Sangko Penghulu wakil Penghulu, Malim Penghulu urusan kepercayaan agama, Lelo Penghulu urusan adat dan sebagai hulubalang. Batin dan Orang Kaya suatu jabatan yang harus diduduki oleh kepala suku asli yang terus diterapkan hingga anak cucunya dinasti system. Raja Kecik juga menjadikan daerah kekuasaannya dengan adanya perbatinan, seperti Perbatinan Gasib, Senapelan, Sejaleh dan Perawang. Terdapat juga perbatinan dibagian selatan kuala Sungai Jantan, Perbatinan Sakai dan Petalangan. Terdapat juga perbatinan antar pulau, antara lain Perbatinan Tebing Tinggi, Senggoro, Merbau dan Rangsang. Pada daerah asli yang dipimpin oleh kepala suku penghulu antara lain Siak Kecil, Siak Besar, Betung, dan Rempah. 54 Langkah berikutnya Raja Kecik memfokuskan bidang pertahanan dengan memerintahkan Datuk Laksamana Raja Dilaut untuk mempersiapkan pasukan- pasukan laut yang handal, dan diperintahkan langsung oleh Raja Kecik agar membuat kapal perang yang besar beserta perlengkapan senjatanya. Selama roda pemerintahan berjalan Raja Kecik telah menerapkan sistem pemerintahan suku yang menggunakan sistem turun menurun dari ayah kepada anak atau dari abang ke adik untuk meneruskan pemenrintahan kerajaan. Berikut beberapa suku-suku yang memiliki peran dan kontribusi sangat besar adalah: 54 Tim Universitas Riau, Sejarah Riau Masa Kolonialisme hingga Kemerdekaan RI, 2006, Pekanbaru, PT. Sutra Benta Perkasa, cet. I, hal. 59. 51 Suku Lima Puluh : Ongku Raja Senara. Ongku Biji Wangsa. Datuk Maharaja Sri Sandra Muda. Datuk Biji Wangsa Datuk Sri Indra Muda yang sekarang. Suku Pesisir : Datuk Sila Pahlawan. Maharaja Lela Muda. Datuk Sila Pahlawan yang sekarang. Suku Tanah Datar : Datuk Sri Kamaraja. Maharaja Sri Asmara. Datuk Sri Kamaraja yang sekarang. Suku Kampar : Paduka Sri Dewa. Penggantinya tidak bergelar. Paduka Sri Dewa yang sekarang. 55 Raja Kecik juga terfokuskan untuk membangun perekonomian sebagai income pembendaharaan kerajaan dengan memberlakukan pemungutan pajak berupa pancung alas pajak hasil dari hutan, dan tapak lawang pajak personal, dan membuka Bandar Saban Auh sebagai akivitas perdagangan antar negeri Pesisir Timur Sumatera, Aceh, dan Minangkabau. Langkah ini diambil oleh Raja Kecik karena melihat kondisi Selat Melaka telah berada di bawah kekuasaan Belanda. 55 Elisa Netcher, de Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Verhandelingen van het Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865, Lukisan Sejarah Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, 2002, hal 85-88. 52 Pada 1724-1726 M, Raja Kecik mulai menunjukan kekuatan pemerintahan yang telah dibangun olehnya, dengan melontarkan beberapa serangan terhadap orang-orang Bugis yang berada di Kedah, dalam pertempuran tersebut Raja Kecik berhadapan dengan Daeng Perani dan terjadi interaksi antar keduanya, Raja Kecik berkata: menyerahlah wahai Daeng Perani, namun Daeng Perani tidak merespon perkataan Raja Kecik, kemudian tanpa pikir panjang Raja Kecik mengarahkan meriam lelonya ke arah Daeng Perani. Pada saat itulah tembakan meriam mengenai dada Daeng Perani seketika itu dirinya terjatuh dan meninggal dunia. Pada akhirnya Raja Kecik berhasil membunuh salah satu pembesar Bugis yakni Daeng Perani. Kemudian Raja Kecik terus melakukan ekspansinya hingga berhasil menguasai daerah Rokan, Tanah Putih, Bangka, dan Kulo. 56 Pada tahun 1746 M, wafat di Kota Buantan dengan diberi gelar Marhum Buantan atau lebih dikenal dengan sebutan Yang Dipertuan Raja Kecik.Dewan Kerajaan Datuk Empat Suku berdasarkan wasiat dari Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah segera melantik Raja Buwang Asmara Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah yang sokong oleh Raja Minangkabau sebagai Sultan ke-II 1746- 1760. 57 Untuk mengawali pemerintahannya, Tengku Buwang Asmara mengangkat anak dari Tengku Alam yang bernama Tengku Muhammad Ali sebagai Penglima Besar.Pada tahun 1750 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah memindahkan pusat 56 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 50-52. 57 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 60-61. 53 pemerintahannya ke Mempura. Perpindahan pusat pemerintahan ini ke Mempura karena Mempura terletak dipedalaman. 58 Mengenai perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Siak ini termaktub di dalam Syair Perang Siak 59 pada bait 123-132 yang berbunyi Ada kepada suatu hari Lalu bertitah raja bestari Mengampungkan orang isi negeri Serta halubalang wazir menteri Datang menghadap sekaliannya rata Lalu bertitah Duli Mahkota Apa bicara sekarang kita Cari mufakat pulak serta Mufakat dicari dengan bicara Sebab terkenang akan saudara Lalu bertitah Sri Betara Kita hendak menyusup Mempura Tidak tersebut kisah dan peri Perkenan Baginda membuat negeri Di bandar yang bahari Zaman ini sukar dicahari Kerajaan baginda di Indrapura Yang seteru tidak bertara Wartanya masyhur tidak terkira Melaka hendak dikira-kira Substansi yang terkandung dalam Syair Perang Siak di atas telah jelas bahwa telah terjadi perisitwa konflik bersaudara antara adik dan kakak di 58 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 66. 59 Syair Raja Siak, adalah manuskrip koleksi Van de Wall dengan nomor W.273. Lihat juga buku O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak. hal. 66-69. 54 Kesultanan Siak dan pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah juga merubah sebuah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak. Kemudian pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, mulai melakukan perlawanan kepada pihak kolonial Belanda, perlawanan ini sebagai reaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap kolonialisme. Dengan dimulainya beberapa perjanjian yang dibentuk oleh pemerintahan Belanda yang akan diajukan dan mengikat kepada sultan, berbagai tipu dayanya dan kelicikannya sang Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah berhasil terhanyut dalam permainan kolonial Belanda. Kemudian setelah berhasil masuk dalam sistem pemerintahan Kesultanan Siak, pemerintahan Belanda mendirikan sebuah benteng dengan maksud untuk memudahkan pemerintahan Belanda memantau daerah kekuasaan Kesultanan Siak dari tindakan kejahatan. Pada tahun 1752 M, Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah mengabulkan keinginan Belanda untuk mendirikan benteng yang berada di Pulau Guntung. Setelah berhasil mendirikan benteng, nampak sikap asli Belanda yang arogan. Salah satunya dengan mengeksploitasi perdagangan di muara Sungai Siak. Bentuk eksploitasi adalah dengan memungut pajak para pedagang yang melakukan aktivitas berdagang di sekitar muara Sungai Siak, pajak yang diberlakukan oleh Belanda berupa pajak pancung alas dan pajak lawang. Kejadian inilah yang menyalakan api amarah dipihak pemerintahan Kesultanan Siak, maka terjadilah aksi perlawanan kepada pemerintahan Belanda yang berada di Pulau Guntung. Pada tahun 1752 M, terjadi serangan pihak Kesultanan Siak ke benteng Pulau Guntung sebagai basecamp pemerintahan Belanda, namun pasukan perang Belanda masih sangat kuat untuk dikalahkan. Peristiwa peperangan ini terjadi 55 selama satu bulan lamanya, hingga akhirnya pada tahun 1760 M, pasukan perang Kesultanan Siak melakukan tipu muslihat untuk mengajukan perdamaian kepada penguasa Belanda yang berada di Benteng Pulau Guntung. 60 Kurang lebih 14 empat belas tahun pemerintahan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah 1746-1760 M, pada saat menjelang hayatnya Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah telah berwasiat kepada anaknya yang bernama Tengku Ismail sebagai penerus estafet perjuangannya di Kesultanan Siak, wasiat tersebut berbunyi: Janganlah tunduk kepada Belanda yang kafir dan penjajah itu dan jangan melakukan perang terhadap saudara, apalagi keluarga sendiri serta apabila pamanmu Raja Alamuddin datang ke negeri Siak, serahkanlah tahta Kerajaan Siak ini kepada pamanmu Raja Alamuddin. 61 Tepat pada tahun 1760 M, Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah mangkat di Kota Mempura dengan gelar Marhum Mempura. 62 Sebagai pewaris tahta kerajaan maka ditunjuk putera mahkotanya yang bernama Tengku Ismail dan dinobatkan sebagai Sultan Siak ke-III dengan gelar Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah 1760-1766 M. Tengku Ismail lahir pada tahun 1745 dari rahim ibunya yang merupakan anak perempuan dari Daeng Mattekuh yang beristri dua, isteri pertamanya bernama Tengku Sani seorang anak perempuan dari Tengku Busu, dan isteri keduanya yang bernama Tengku Neh seorang anak perempuan dari Sultan Mansur di Terangganu. 63 60 O.K Nizami Jamil dkk,Sejarah Kerajaan Siak, hal. 73-75. 61 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 86-87. 62 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 84. 63 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 85. 56 Setelah satu tahun menjabat sebagai sultan, Belanda kembali melancarkan serangan dengan memperalat paman dari Sultan Ismail yang bernama Tengku Alam yang merupakan anak kedua dari Raja Kecik. Tengku Alam dipengaruhi oleh Belanda agar segera merebut kembali tahta kerajaan untuk melengserkan keponakannya itu. Setelah terbentuk kesepakatan antara Tengku Alam dengan Belanda yakni ketika Tengku Alam berhasil merebut tahta kerajaan maka pihak Belanda tidak diperkenankan mencampuri pemerintahannya, dan pihak Belanda juga hanya sekedar meminta kepada Tengku Alam agar dapat mendirikan kembali benteng di Pulau Guntung. Setelah keduanya menyepakati semua pernjanjian tersebut maka Tengku Alam dan para pasukan perang Belanda mendatangi Siak. Berdasarkan wasiat itulah Sultan Ismail menjalankan amanah dan tunduk kepada ayahnya yang telah berwasiat kepadanya. Karena mengalami cup de taat, kemudian Sultan Ismail resmi menyerahkan tahta Kesultanan Siak kepada pamannya dan meninggalkan Siak menuju beranjak Pelalawan, dan ke Langkat. Kemudian Sultan Ismail mengembara dari daerah ke daerah lain, hingga pada suatu saat orang-orang Melayu yang berada di Riau-Lingga yang dipimpin oleh Datuk Bendahara Tun Hasan mengirimkan surat kepada Sultan Ismail dan Sultan Mansyur di pemerintahan Kesultanan Terengganu untuk membantu Datuk Bendahara Tun Hasan yang sedang berhadapan melawan orang-orang Bugis yang berambisi menghilangkan pengaruh dari orang-orang Melayu yang berdomisili di Johor-Riau. Setelah menerima surat dari Datuk Bendaharan Tun Hasan maka Sultan Ismail menuju Terengganu untuk menemui Sultan Mansyur dan sekaligus membahas mengenai taktik dan strategi untuk melawan orang-orang Bugis yang berada di Johor-Riau. 57 Pada Musyawarah tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan, bahwa Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berangkat lebih awal, karena Sultan Mansyur sedang menyelesaikan beberapa urusan, akan menyusul Sultan Ismail, setelah sampai Sultan Ismail di Singgapura, tak kunjung jua Sultan Mansyur. Dari Singgapura terdengar kabar atas ketidakhadiran Sultan Mansyur, karena Sultan Mansyur sedang menghadapi serangan dari Kesultanan Kelantan, kemudian Sultan Ismail kembali ke Terengganu untuk membantu Sultan Mansyur dari serangan Kesultanan Kelantan. Setelah bergabungnya Sultan Ismail dan Sultan Mansyur, kemudian pasukan dari Kesultanan Kelantan berhasil mundur. Pada tahun 1763 M, Sultan Ismail menikahi seorang puteri mahkota Kesultanan Terengganu, yakni puteri dari Sultan Mansyur yang bernama Tengku Tipah. 64 Satu tahun setelah menikah, tepatnya pada tahun 1764, tanpa ditemani mertuanya, dari Terengganu Sultan Ismail beserta pasukan perangnya berlayar menuju Singgapura untuk membantu Datuk Bendahara Tun Hasan. Sesampainya di Singgapura Sultan Ismail langsung berperang dengan angkatan perang orang- orang Bugis yang dipimpin oleh Daeng Kamboja. Dalam pertempuran antara Sultan Ismail dengan Daeng Kamboja maka dipihak Sultan Ismail mengalami kekalahan dan mundur kembali ke Siak bersama istri tercintanya dan para pasukannya. Pada masa pemerintahan ini, asal usul adanya kerajinan tangan berupa tenun di Siak, karena istri dari Sultan Ismail yang bernama Tengku Tipeh menerapkan kerajinan tenun yang dibantu oleh para dayang dan perempuan Terengganu yang pandai menenun mulai bersosialisasi kerajinan bertenun yang 64 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 88-89. 58 dibawanya dari Terengganu ke Siak. 65 Sultan Ismail mangkat sesaat akan menyelenggarakan persidangan di Balairung Sari dan bergelar Marhum Mangkat Dibalai. Mengenai sosok dari Sultan Ismail yang dikasihkan oleh Hikayat Siak dan berdasarkan cerita rakyat Siak juga menyatakan gelar lain dari Sultan Ismail yaitu Sultan Bertangan Kudung. Gelar Sultan Ismail ini menyatakan bahwa kondisi tangannya kudung terpotong kerena pada saat berperang tangan Sultan Ismail terpotong. 66 Para ahli peneliti sejarah Terangganu dan Siak memastikan dan meyakini makam Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah berada di Mempura Siak. Selanjutnya roda pemerintahan Kesultanan Siak dipimpin oleh Raja Alam pada tahun 1766 M,dengan gelar Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Raja Alam memiliki adik tiri yang bernama Tengku Buwang Asmara Sultan Muhammad Mahmud yang berbeda ibu dari Raja Alam, adapun ibu dari Tengku Muhammad bernama Tengku Kamariah. Raja Alam ini sebagai paman daripada Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah.Tengku Alam memiliki seorang putera yang bernama Tengku Muhammad Ali dan pada saat Sultan Muhammad Mahmud menjabat sebagai Sultan Siak ke-II, Tengku Muhammad Ali berperan sebagai panglima perang hingga pada masa Sultan III yakni Sultan Ismail. Dalam catatan Elisa Netscher dalam bukunya De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, menerangkan bahwa Raja Alam seorang pengembara yang mempunyai kapal- kapal dari hasil rampoknya. Seperti tiga puluh senjata berat dan puluhan senjata tangan. Kapal-kapal yang lewat di Selat Melaka atau disekitar Laut China Selatan, 65 Lihat Lampiran V gambar tenunan yang bermotif khas Siak. 66 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 90-91. 59 adapun kapal-kapal yang berhasil dirampok oleh Raja Alam dan pengikutnya diantaranya kapal-kapal dari Belanda, dari Eropa dan kapal Inggris yang bernama Nancy yang dikapteni oleh Thomas Halnes menjadi korban perompakan Raja Alam. Berhubung kompeni Belanda telah membantu Raja Alam dalam merebut tahta Kesultanan Siak, dan meminta untuk mendirikan kembali benteng yang telah hancur pada tahun 1760 M, di Pulau Guntung. Serta menghukum orang- orang Siak yang telah melakukan pembantaian di Benteng Pulau Guntung dan lain-lainnya yang terdiri 13 pasal. 67 Pada tahun 1767, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memindahkan pusat pemerintahanya ke Bandar Senapelan yang terletak di Hulu Sungai Jantan. 68 Di Senapelan Raja Alam membangun istananya di Kampung Bukit yang berdekatan dengan Dusun Senapelan saat ini sekitar Masjid Raja Pekanbaru sebagai pusat pemerintahanya, kemudian Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah mendirikan pasar pekan di Senapelan yang bernama Pekan Baharu, nama Pekan Baharu ini disahkan berdasarkan hasil musyawarah para datuk empat suku Pesisir, Lima Puluh, Tanah Datar, dan Kampar pada tanggal 21 Rajab 1204 H bertepatan pada tanggal 23 Juni 1784 M. Pada saat itupula sebutan Senapelan perlahan dilupakan dan masyarakat mulai menyebutnya Pekan Baharu. Dewasa ini nama Pekan Baharu lebih kita kenal Pekanbaru, dan setiap tanggal 23 Juni sebagai hari jadi kota Pekanbaru dan sebagai ibukota Provinsi Riau. 67 Elisa Natcsher, De Nederlanders in Djohor en Siak 1602 tot 1865, Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diterjemahkan oleh Wan Ghalib dkk, Belanda di Johor dan Siak 1602-1865 Lukisan Sejarah, Batavia, Bruinning dan Wijt 1870, Pemerintahan Daerah Kabupaten Siak dan Yayasan Arkeologi dan Sejarah, Bina Pusaka, 2002, hal. 191. 68 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 92-99. 60 Pada pemerintahannya, Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah tidak mau lagi tunduk kepada Belanda dan Benteng Belanda di Pulau Guntung ditutup oleh Sultan. 69 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah merubah tradisi pernikahan yang biasanya terjadi antara anak dari keluarga atau dari kalangan suku sendiri. Kebetulan Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah memiliki anak perwanan yang bernama Tengku Embung Badariah, menikahi dengan seorang dari keturunan Arab yang gagah dan rupawan dan memiliki langsung garis silsilah Nabi Muhammad SAW yang bernama Sayid Syarif Usman bin Syarif Abdul Rahman Syahabuddin. Mengenai asal usul dari Sayid Syarif Usman ini, terdapat empat orang penyiar Agama Islam dari Negeri Arab Yaman Tarim yang turun ke wilayah Asia Tenggara, mereka adalah Syed Abdullah Al Qudsi, Syaid Usman bin Syahabuddin, Sayid Muhammad bin Akhmad Allydrus, Sayid Husen Al Qadri. Sayid Usman meneruskan perjalannya ke daerah Kesultanan Siak, beliau memiliki garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW sebagaimana tersebut di bawah ini : Sayid Usman bin Abdul Rahman Syahabuddin bin Sayid bin Ali bin Muhammad bin Hasan bin Umar bin Hasan bin Syeh Ali bin Abu Bakar Asyakran bin Abdul Rahman As-Sagaf bin Achmad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isya bin Muhammad Annaqep bin Syaidina Ali dengan isterinya Siti Fatimah Azzahra binti Muhammad SAW. Melihat panjangnya garis silsilah diatas terlihat sangat jelas bahwasannya Sayid Syarif Usman dari Syaidina Ali bin Abi Thalib yang menikahi puteri kesayangan Nabi Muhammad SAW yang bernama 69 Muchtar Lutfi, Sejarah Riau, hal. 179. 61 Fatimah Azzahra. 70 Pada pernikahan inilah yang nantinya berawal nantinya raja- raja yang berketurunan bangsa Melayu di Kesultanan Siak berubah menjadi sultan keturunan dari Bangsa Arab yang ditandai dengan sebutan Assayid dan Assyarif. Pada tahun 1780 M, Sultan Alamuddin Syah mangkat di Kampung Bukit di Mesjid Raya Pekanbaru sekarang dan digelar dengan Marhum Bukit. 71 Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah nampak kecintaan terhadap Islam yang dibuktikan dengan mendirikan masjid di Senapelan kampung Bukit yang bernama Masjid Nur Alam yang saat ini menjadi Masjid Raya Pekanbaru. 72 Pada 1780 M, Tengku Muhammad Ali dikukuhkan oleh Datuk Empat Suku dengan gelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah 1780-1782 M. Kemudian Sultan Muhammad Abdul Jalil Muazzam Syah meminang sepupunya yang bernama Tengku Mandak binti Sultan Abdul Jalil Muhammad Muzaffar Syah. Sultan Muhammad Ali memimpin kerajaan tidak begitu lama mengingat usia lanjut dan telah banyak tenaga fisiknya terkuras sejak tahun 1760 M, ketika membantu pamannya Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah dalam melawan kompeni Belanda. Sultan Muhammad Ali memberikan jabatan kepada anak dari Syarif Usman yang bernama Syarif Ali sebagai panglima perang. Adapun Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah dan Tengku Khatijah memiliki anak yang berjumlah enam orang diantaranya, Tengku Muhammad Ali, Tengku Akil, Tengku Embong Badariah, Tengku Hawi, Tengku Sukma dan Tengku Mas Ayu. 73 Sultan Muhammad Ali wafat pada tahun 1782 M, ditanah leluhurnya di 70 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 100-102. 71 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal 101-102. 72 Lihat Lampiran Gambar Komplek Makam Raja-raja Siak di Masjid Raya Pekanbaru. 73 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal.103. 62 Siak dengan gelar Marhum Pekan dan dimakamkan di Komplek Pemakaman Bukit Pekanbaru, saat ini Masjid Raya Pekanbaru. Berikutnya pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Yahya seorang putera dari Sultan Ismail Abdul Jalil Jalaluddin Syah dan memiliki adik perempuan yang bernama Tengku Puteri. Pada tahun 1781 M, Tengku Yahya dinobatkan menjadi Sultan Siak ke-VI dengan gelar Sultan Yahya Abdul Jalil Muzaffar Syah1782-1784 M. Dalam menjalankan pemerintahannya tidak banyak yang dilakukan kerena sejak menjadi sultan selalu terjadi konflik internal antar keluarga kerajaan, untuk meminimalisir konflik tersebut maka Sultan Yahya memindahkan pusat pemerintahannya dari Bandar Senapelan ke Mempura dengan tujuan semata untuk benahi roda pemerintahan yang telah kakek dan ayahnya perjuangkan di Mempura. Selama memimpin Kesultanan Siak, Sultan Yahya memiliki masalah dengan Syarif Ali yang selalu menyalahi kepercayaan yang diberikannya. Hal ini terlihat jelas bahwa Syarif Ali memiliki hasrat besar untuk menguasai tahta kerajaan dengan adanya Cop de Taat ambil alih kekuasaan tanpa ada peperangan. Pada tahun 1784 M, Sultan Yahya mangkat karena terjatuh sakit karena mengalami stress akan sikap yang dilakukan adik sepupunya itu, dan dimakamkan di kampung Che Lijah Dungun dengan gelar Marhum Mangkat di Dungun. 74 Pada dinasti ketujuh ini pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Udo Syarif Ali yang telah mengambil alih kekuasaan Cup de Taat dari tangan Sultan Yahya dan pusat kerajaan kembali dipindahkan ke seberang Kota Mempura tepatnya dipinggiran Sungai Siak. Pada periode ketujuhlah terjadi perubahan nama dari 74 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 109-120. 63 Kesultanan Siak menjadi Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun maksud dari Sultan Assaidis Syarif Ali dalam merubah nama Kesultanan Siak menjadi Kesultanan Siak Sri Indrapura berdasarkan asal dari kata Siak Sri Indrapura, secara harfiah dapat bermakna pusat kota raja yg taat beragama, dalam bahasa Sanskerta, sri berarti “bercahaya” dan indera atau indra dapat bermakna raja dan pura dapat dimaknai “kota” atau “kerajaan”. Kemudian Sultan Assaidis Syarif Ali mendirikan istana di Koto Tinggi dan memperkuat pasukan perangnya untuk mempersatukan raja-raja Melayu yang berada di Pantai Timur Sumatera.Selama pemerintahannya, Sultan Syarif Ali berhasil menyatukan duabelas Kesultanan Melayu sekitar Pesisir Pantai Timur Sumatera. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan jajahan duabelas yaitu : Kota Pinang, Asahan, Kualuh, Bilah Panai, Deli, Langkat, Badagai Batu Bara, Serdang, Temiang, Sambas, dan Pelalawan. 75 Kemudian Sultan Syarif Ali mengadakan bentuk kerjasama dalam bidang perdagangan tanpa bergabung dengan musuh-musuh Belanda, sehingga langkah ini membuat Sultan Syarif Ali dalam menyatukan raja-raja Melayu, Kesultanan Siak terbebas dari gangguan pemerintahan Belanda. Persahabatan perdagangan ini berupa siasat agar kolonial Belanda tidak semena-mena terhadap sultan-sultan Melayu.Pada tahun 1810, Sultan Syarif Ali mangkat dan diberi gelar Marhum Kota Tinggi, atas mangkatnya Sultan Syarif Ali maka barang tentu diadakan upacara kebesaran adat raja-raja di Koto Tinggi. 76 Roda pemerintahan selanjutnya oleh Syarif Ibrahim sebagai Sultan Siak ke- VIII dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ibrahim Abdul Jalil Khaliluddin 1810- 75 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 114-116. 76 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 120. 64 1815 M. Pada saat Sultan Syarif Ibrahim menjalani pemerintahannya kurang maksimal dikarenakan kesehatan beliau yang kurang baik, sehingga Sultan Syarif Ibrahim dibantu oleh seorang panglima besar yang bernama Tengku Muhammad bin Sayid Ahmad. Sultan Syarif Ibrahim semasa menjabat sebagai Sultan Siak ke- VIII telah mendirikan Istana di Kuala Mempura Kecil. 77 Istana ini berfungsi sebagai tempat peristirahatan Sultan Syarif Ibrahim dan sebagai pusat aktifitas pemerintahannya. Kemudian Sultan Syarif Ibrahim mangkat di Sungai Mempura Kecil, dan dimakamkan di komplek pemakaman yang berada di Koto Tinggi Siak Sri Indrapura yang berdekatan dengan makam ayahnya Sultan Syarif Ali Sultan Siak ke-VII dan diberi gelar Marhum Mempura Kecil. Dewan Kerajaan memiliki wewenang untuk mempertimbangkan, menilai dan menentukan siapa dari calon sultan yang akan memimpin di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dewan Kerajaan mengadakan musyawarah untuk menentukanmasa depan kerajaan di bawah pemimpin selanjutnya, tentunya dengan pedoman yang telah ditetapkan dalam undang-undang kerajaan untuk menentukan penerus tahta selanjutnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dalam menentukan siapa bakal calon penerus tahta pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura pasca wafatnya Sultan Syarif Ali. Berdasarkan pertimbangan dan penilaian dimata Dewan Kerajaan dengan nilai kecerdasan, tingkah laku, kemampuan, kelembutan sikap beradab dan memiliki sifat problem soulving cepat tanggap dalam suatu masalah, maka Dewan Kerajaan memutuskan dan menetapkan Tengku Sayid Ismail. Beliau adalah seorang putera dari Sayid Muhammad bin Sayid Ahmad yang merupakan adik dari Sultan Siak ke-VII Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul 77 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 123-124. 65 Jalil Syaifuddin. Tengku Sayid Ismail dinobatkan oleh Dewan Kerajaan sebagai Sultan ke-IX dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Saifuddin 1815-1864 M. Pada tahun 1864, Sultan Syarif Ismail menghebus nafas terakhirnya di Koto Tinggi dengan gelar Marhum Indrapura. Setelah turun tahta Sultan Syarif Ismail maka Dewan Kerajaan kembali mengambil sikap untuk menggantikan posisi Sultan Syarif Ismail sebagai penerus dinasti kerajaan, Dewan Kerajaan memilih Tengku Syarif Kesuma bin Sayid Muhammad merupakan sosok yang layak, karena selama masa pemerintahan Sultan Syarif Ismail menjadi panglima perang yang hebat, gagah, dan tegas. Sultan Syarif Ismail yang dinobatkan dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Kasim I 1864-1889 M. Pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Kasim I, kolonial Belanda selalu mencari peluang agar dapat menapakkan pengaruhnya dan menggendelikan sistem pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Bentuk usaha Belanda ini terlihat ketika akan mengadakan beberapa perjanjian dari awal pemerintahan hingga akhir di pemerintahan Kesultanan Sia Sri Indrapura. Adapun wujud perjanjian yang telah dilakukan oleh pihak kolonial Belanda diantaranya, Perjanjian yang terjadi pada tanggal 1 Desember 1857 M, 1 Februari 1858 M, 26 Juli 1873 M, 25 Oktober 1891 M, inti dari perjanjian tersebut pihak pemerintahan Hindia-Belanda mengintimidasi Sultan agar daerah taklukkannya berada di bawah kedaulatan Belanda. 78 Dampak dengan adanya perjanjian yang telah disepakti antara Belanda dengan Kesultanan Siak Sri Indrapura tersebut 78 Arsip Nasional Rapublik Indonesia, Surat-surat Perjanjian Antara Kesultanan Riau Dengan Pemerintahan V.O.C Dan Hindia-Belanda1784-1909, 1970, hal. 90-221. 66 menjadikan sultan kehilangan kekuatannya, namun Sultan Assaidis Syarif Kasim I berinisiatif untuk segera mengadakan pertemuan dengan Dewan Kerajaan Datuk Empat Suku dan membuat terobosan dari sektor ekonomi kerajaan, infrastruktur dengan merenovasi Istana Kerajaan yang sebelumnya telah didirikan oleh Sultan Syarif Ismail. Sultan Assiadis Syarif Kasim I kembali memfokuskan untuk membuat sebuahmahkota kerajaan 79 simbol kejayaan dan kedaulatan yang berbahan dasar emas yang dilengkapi dengan intan berlian kurang lebih 600 butir dan permata zambrud, nilam dan delima. 80 Dewasa ini The crown of Siak Sultanate Sri Indrapura aslinya terdapat di Museum Gajah Nasional tepat di muka Monumen Nasional Monas dan replikanya di Istana Asserayah Hasyimiyah. 81 Pada masa pemerintahannya juga Sultan Assyaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin mendirikan tempat yang berfungsi sebagai tempat persidangan perkara pengadilan negeri yang bernama Balai Rung Sari. Sultan Assaidis Syarif Kasim I juga fokus memperbaiki bidang perekonomian dengan meningkatkan perdagangan impor dan ekspor, selanjutnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I memajukan dibidang pertanian, dengan mengajak rakyatnya untuk bertaniatau berkebun, seperti membuat kebun karet, kebun lada, kebun merica dan lain-lain. Pada akhirnya Sultan Assaidis Syarif Kasim I berhasil menjadikan Kesultanan Siak Sri Indrapura sebagai kerajaan yang mandiri. Meskipun berada di bawah 79 Lihat Lampiran Gambar Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura. 80 Wawancara Pribadi dengan Pengelola Museum, pada saat Kunjungan ke Museum Nasional, Jakarta, pada tanggal 22 April 2014. 81 Adila Suwarmo dkk, Siak Sri Indrapura, 2007, Lontar Foundation, Jakarta : Jayakarta Agung, hal. 113. 67 pengaruh kolonial Belanda, Sultan Assaidis Syarif Kasim I mampu menjalani pemerintahan selama dua puluh lima tahun. Tepat pada tahun 1889 baginda Sultan Assaidis Syarif Kasim I Abdul Jalil Syaifuddin wafat, dengan gelar Marhum Mahkota, dan dikebumikan di Koto Tinggi Siak Sri Indrapura. 82 Generasi selanjutnya dilanjutkan oleh seorang putera dari Sultan Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin dari istri yang keduanya bernama Tengku Dalam Tengku Long Jiwa yang memiliki dua orang anak laki-laki, anak pertamanya Tengku Sulung Sayid Alwi dan yang kedua Tengku Ngah Sayid Hasyim. Pada saat ayahnya yakni Sultan Syarif Kasim I menjadi sultan, beliau menjadikan anaknya yang kedua bernama Tengku Ngah Sayid Hasyim dari rahim isterinya yang kedua sebagai panglima perang yang mampu menguasai Selat Melaka dan bersikap bijaksana terhadap pedagang yang datang ke Siak baik dari China, India, Belanda bahkan Inggris. Berdasarkan dengan beberapa prestasi Syarif Hasyim selama menjadi panglima perang maka Dewan Kerajaan Datuk Empat Suku dan mendapat dukungan dari pihak Pemerintahan Belanda di Batavia tertarik dan memilih Tengku Ngah Sayid Hasyim sebagai penerus dari ayahnya. Tepat pada tanggal 21 Oktober 1889 M, Syarif Hasyim dilantik sebagai Sultan Siak ke-XI dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin 1889-1908 M. Pada saat pemerintahan inilah sultan bertekad untuk mensejahterakan rakyat-rakyatnya dengan memfokuskan di sektor perdagangan dan perekonomian. Sultan Assadis Syarif Hasyim menyerukan kepada rakyatnya 82 Hasbullah, Islam dan Transformasi Kebudayaan Melayu di Kerajaan Siak, 2007, cet. I Yayasan Pusaka Riau, hal. 64. Lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 133- 139. 68 agar senantiasa bersinergi dalam membantuprogram sultan dalam memajukan perekonomian kerajaan dan perekonomian. 83 Selain dariprogram sultan yang telah dipaparkan diatas, Sultan Syarif juga memperbaiki infrastruktur dipemerintahannya dan pada tahun 1889 M, Sultan Syarif Hasyim mendirikan istana yang dikhususkan untuk isterinya Tengku Embung. Istana yang dimaksud bernama Istana Peraduan Sultan Syarif Hasyim. Kemudian mendirikan balai yang bernama Balai Kerapatan Tinggi sebagai ruang kerja Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dan jajaran pemerintahanya untuk bermusyawarah dalam menentukan kebijakan-kebijakan, berfungsi juga untuk penobatan sultan serta tempat pelaksanaan persidangan adat baik kasus- kasus adat ataupun mahkamah syariah yang langsung dipimpin oleh sultan. Sultan Syairf Hasyim juga memperindah Istana Asserayah Hasyimiyah, sultan menunjuk seorang arsitek dari Perancis dan para pekerja orang-orang Tionghua di Singapura dan komponen material dari Jerman dan selesai pada tahun 1899 M. Dalam menjalani pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim dibantu oleh beberapa menteri kerajaan dan datuk yang diberi kekuasaan untuk memimpin daerah masing-masing. Adapun nama-nama yang dimaksud adalah:  Datuk M. Tahir Sri Pakerma Raja, Kepala Suku Tanah Datar.  Datuk M. Saleh Sri Berjuangsah, Kepala Suku Lima Puluh.  Datuk H. Mustafa Amar Pahlawan, Datuk. Maharaja Sri Wangsa, Kepala Suku Kampar.  Datuk Sentol Sri Dewa Raja, Kepala Suku Pesisir. 83 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348. 69  Datuk Mohd. Syekh gelar Datuk. Raja Lela Pahlawan, Kepala Suku Hamba Raja Dalam, Jaksa Kerapatan Tinggi. Pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terbagi 10 Provinsi yang di kepalai oleh seorang Hakim Polisi, adapun 10 Provinsi tersebut :  Provinsi Negeri Tebing Tinggi, dikepalai oleh Temenggung Muda.  Provinsi Negeri Siak Sri Indrapura, dikepali oleh Tengku Besar.  Provinsi Negeri Merbau, dikepalai oleh Orang Kaya Setia Raja.  Provinsi Negeri Bukit Batu, dikepalai oleh Datuk Laksamana.  Provinsi Negeri Bangko, dikepalai oleh Datuk Dewa Pahlawan.  Provinsi Negeri Tanah Putih, dikepalai oleh Datuk Setia Maharaja.  Provinsi Negeri Kubu, dikepalai oleh Datuk Jaya Perkasa.  Provinsi Negeri Pekanbaru, di kepalai oleh Datuk Syahbandar.  Provinsi Negeri Tapung Kiri, di kepalai oleh Syarif Bendahara.  Provinsi Negeri Tapung Kanan, di kepalai oleh Datuk Bendahara. Di bentuk juga dua Komisaris Jajahan yakni : o Tengku Mansyur Putera Mangkubumi Sayid Ahmad Sayid Hasan gelar Tengku Pangeran Waira Negara commissaris zhbenedin strom. Menguasai daerah jajahan sebelah Barat Laut. o Tengku Cik gelar Tengku Pangeran Waira Kesuma Tengku Kecil Besar Sayid Mahdar atau dikenal dengan commissaris zhboupen strom yang menguasai daerah jajahan sebelah hulu. 84 84 Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, hal. 348. Lihat juga O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 149. 70 Selanjutnya Sultan Syarif Hasyim mendirikan sebuah percetakan untuk memenuhi kebutuhan kerajaan yang terkait administrasi pemerintahan kerajaan, pada masa Sultan Assaidis Syarif Hasyim ini tejadi kodifikasi di pemerintahan. Adapun yang dimaksud dengan menyusun undang-undang pemerintahan sejak 1898-1916 M, dinamakan kodifikasi Baabul Qawaid dan lebih dikenal dengan sebutan Baabul al-Qawaid 85 yang bermakna pintu segala pegangan. 86 Baabul Qawaid berupa perubahan dan tambahan tentang peraturan- peraturan pemerintahan sebelum masa Sultan Assaidis Syairf Hasyim, sebagai pedoman kerajaan, dan juga berisi struktur pemerintahan semasa Sultan Assaidis Syarif Hasyim berkuasa. Segala peraturan yang telah disusun itu berdasarkan kontrak politik dengan Belanda yang telah disepakati dan disahkan pada tanggal 1 Desember 1898 M. Menyadari akan kemajuan dan prestasi Sultan Syarif Hayim 85 Baabul al Qowaid ditulis pada periode ketika Kesultanan Siak Sri Indrapura dipimpin oleh sultan yang berketurunan bangsa Arab. Baabul al Qowaid ini terdiri 22 bab yang dibagi dari 154 pasal. Adapun bab yang pertama mengenai Batas-batas propinsi yang terdiri 10 pasal. Bab yang kedua mengenai Gelar yang berkuasa di Kerapatan Tinggi Balai Rung Sari, terdiri 10 Pasal. Bab ketiga mengenai perkara yang akan disidang dihadapan Keraparan Tinggi, terdiri dari 9 pasal. Bab yang keempat mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi, terdiri dari 5 pasal. Bab kelima mengenai perkara yang akan dihadapan Hakim Polisi di daerah jajahan, terdiri 7 pasal. Bab keenam mengenai menentukan musyawarah antara Hakim Polisi, terdiri dari 13 pasal. Bab ketujuh mengenai nama Kepala Suku dan suku yang dipegangnya, terdiri dari 18 pasal. Bab kedelapan mengenai kuasa Kepala Suku dalam menyelesaikan perkara, terdiri dari 4 nomor. Bab kesembilan mengenai kuasa Bendahara. Bab kesepuluh mengenai kuasa Qodhi, terdiri atas 13 pasal. Bab kesebelas mengenai kuasa Imam pada 9 provinsi, terdiri 9 pasal. Bab keduabelas mengenai kuasa Kepala Imam jajahan, terdiri 6 pasal. Bab ketigabelas mengenai Ketinggian Sultan atas Hakim Polisi dan Kepala Suku, terdiri atas 4 pasal. Bab keempatbelas mengenai tugas Hakim Polisi Kerajaan dan Propinsi Jajahan, terdiri atas 3 pasal. Bab kelimabelas mengenai Kewajiban Pangeran-pangeran, terdiri atas 3 pasal. Bab keenambelas mengenai Pekerjaan Jaksa, terdiri atas 5 pasal. Bab ketujuhbelas mengenai Pekerjaan Tambahan Beduanda Perkasa, terdiri atas 5 pasal. Bab kedelapanbelas mengenai Kuasa Penghulu Balai, terdiri dari 8 pasal. Bab kesembilanbelas mengenai Aturan Jual-Beli, terdiri dari 4 pasal. Bab keduapuluh mengenai Nama-nama Suku, tidak ada pasal. Bab keduapuluh satu mengenai Aturan Kepala-kepala mengenai apabila mendapat perintah dari Sultan, terdiri 14 pasal. Bab keduapuluh dua mengenai bahagian-bahagian denda dan sapu meja yang dapat dari tempat keadilan yang dilakukan oleh Kerapatan Tinggi dan Hakim Polisi Negeri Siak dan Hakim Polisi Jajahan, terdiri dari 6 pasal. Pada bagian akhir terdapat penutup dengan beberapa cap, diantaranya Cap Sultan Siak Sri Indrapura, Cap Residen Vasthust Sumatera, Cap Datuk Laksemana, Cap Datuk Kampar, Cap Datuk Pesisir, Cap Datuk Lima Puluh, dan Cap Datuk Tanah Datar. O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, cet.2, Lembaga Adat Melayu Kab. Siak, CV. Sukabina Pekanbaru, 2011, hal. 148... 86 Amir Luthfi, 1983, hal. 25-26. 71 selama menjabat sebagai pemimpin kerajaan maka Sultan Syarif Hasyim segera memikirkan masa depan kerajaan ketikabeliau wafat, maka Sultan Syarif Hasyim menentukan balon bakal calon untuk menggantikan dirinya nanti. 87 Masa kejayaan Kesultanan Siak Sri Indrapura terjadi pada pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim, namun kejayaan ini terlalu singkat, meskipun singkat telah terasa perubahan yang signifikan. Pada 1908 M, Sultan Assaidis Syarif Hasyim bersama beberapa orang besar kerajaan untuk melakukan perjalanan ke Negeri Singapura dengan maksud untuk mencari pengalaman dan memperdalam hubungan dibidang ekonomi khususnya sektor perdangangan dengan para pengusaha asing diantaranya dari Belanda, Inggris, dan Cina. Namun dalam perjalanan itu, tepatnya pada tanggal 2 April 1908 M, Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di Singapura dan dimakamkan di Kota Tinggi Siak Sri Indrapura dengan gelar Marhum Baginda. 88 Roda pemerintahan dilanjutkan oleh Tengku Sulung Sayid Kasim adalah anak dari Sultan Siak ke-XI yakni Sultan Assaidis Sayid Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin dan ibunda tercinta yang bernama Tengku Yuk Syarifah Aminah binti Tengku Musa Sayid Said, Tengku Yuk ini merupakan permaisuri dan istri kedua Sultan Sayid Hasyim sedangakan istri pertamanya bernama Encik Rafiah binti Datuk perempuan bukan dari ketururan bangsawan Muhammad Saleh seorang Datuk Orang Besar Kerajaan Siak dan melahirkan seorang anak lelaki yang bernama Tengku Long Putih Sayid Muhammad, adapun saudara dari Tengku Sulung ini mengahabiskan waktunya di Singgapura kerena memiliki kesibukan di 87 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 152. 88 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 150-151. 72 sektor perdagangan. 89 Latar belakang pendidikan seorang Tengku Sulung Sayid Kasim banyak mempelajari ilmu agama Islam di Siak, hingga pada tahun 1904 M, Tengku Sayid Kasim beranjak ke Batavia untuk mendalami pendidikannya yang dibimbing oleh seorang ulama besar dari keturunan Arab yang bernama Sayid Husein al-Aidit. Tengku Sulung Sayid Kasim sangat gemar belajar tentang ilmu hukum dan ketatanegaraan, maka dipilihnya seorang guru yang bernama Snouck Hurgronje yang berasal dari Belanda. Sikap ini dilakukan oleh pihak Belanda, agar Tengku Sulung dapat diperalat dan dijadikan kaki tangan pemerintahan Belanda, akan tetapi maksud tersebut tidak dapat menjadi kenyataan. 90 Pada tahun 1908 M, ayah dari Tengku Sulung Sayid Kasim menghembus nafas terakhir, kemudian roda pemerintahan diserahkan kepada anaknya yakni Tengku Sayid Kasim yang masih belia. Tengku Sulung Sayid Kasim lebih fokus untuk menuntut ilmu di Batavia, maka untuk sementara waktu pemerintahan dipimpin oleh regent wakil sultan yang terdiri dari dua regent sebagai menteri Datuk Sri Bejuang Syah Datuk Lima Puluh dan Tengku Besar Sayid Sagaf sebagai Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan tinggat propinsi sepupu dari Tengku Sayid Kasim di Propinsi Siak Sri Indrapura. 91 Pada tahun1912 M, Tengku Sulung Sayid Kasim menikahi Tengku Syarifah Latifah Tengku Bih dan medapatkan gelar Tengku Agung. 92 Tengku Agung adalah seorang puteri dari Tengku Embung Djaya Setia dari Langkat. Singkat kisah, Tengku Sulung Sayid Kasim beranjak dewasa berusia 23 tahun, yang telah digadang-gadangkan untuk 89 O.K Nizami Jamil dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 154-155. 90 Tenas Effendy dan Nahar Effendy, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, 1972, Pekanbaru: BPKD Riau, hal. 44-47. 91 Mukhtar Lutfi, Sejarah Riau,hal. 348. 92 Lihat Lampiran Gambar Pernikahan Sultan Syarif Kasim II dengan Syarifah Latifah binti Tengku Embong gelar Tengku Agung. 73 menjadi sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Tengku Sulung Sayid Kasim dinobatkan pada tanggal 3 Maret 1915 M, sebagai Sultan Siak ke-XII dengan gelar Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin dan istrinya diberi gelar Tengku Agung. Pasca menjadi pemimpin Sultan Syarif Kasim II sangatlah paham akan statusnya sebagai sultan hanya menjabat sebagai khalifatullah atau jabatan sultan sebagai bayangan Allah SWT dipermukaan bumi ini. 93 Sultan Assaidis Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin sosok yang sangat kental nilai-nilai ke-Islamannya. 94 Dalam menjalani roda pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin awalnya masih sama seperti masa pemerintahan ayahnya tercinta, namun perlahan mengalami perubahan sedikit pada struktur dan tugas-tugasnya dari yang telah ditentukan di dalam Baabul Qawaid. Berikut struktur pemerintahan yang baru pada era Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin. 95 93 Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, hal. 266. 94 O.K Nizami Jamil, Dkk, Sejarah Kerajaan Siak, hal. 156. 95 Amir Lutfi, Unsur Islam Dalam Sistem Peradilan Kesultanan Siak Sri Indrapura 1915- 1945, hal.28. SULTAN DEWAN KERAJAAN HAKIM KERAPATAN TINGGI -Ketua Sultan Anggota : -Datuk Empat Suku -Qhadi Negeri -Controleur Siak Sri Indrapura perwakilan dari Gubernur Belanda. HAKIM SYARIAH HAKIM POLISI HAKIM KEPALA SUKU Kepala Suku Hinduk 74 Keterangan: Sultan adalah pucuk pemerintahan di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Dewan Kerajaan sebagai asisten Sultan dalam menjalankan tugasnya untuk membuat undang-undang dan peraturan. Hakim Kerapatan Tinggi mempunyai tugas penting dalam menyelesaikan perkara-perkara kerajaan atau rakyat di daerah kedaultan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Badan pengadilan umum ini memiliki susunan pengurus; Hakim Kerapatan Tinggi ini langsung diketuai oleh Sultan, dan anggota terdiri dari para Datuk Kerajaan dan para pembesar kerajaan, seperti Datuk Empat Suku, Qhadi Negeri, dan Controleur Siak sebagai perwakilan dari Gubernur Belanda yang selalu dihadirkan setiap persidangan. Hakim Polisi adalah kepala pemerintahan di dalam pemerintahan namun di tingkatan provinsi, secara fungsi Hakim Polisi ini sebagai wakil Sultan. Hakim Polisi ini berjumlah yang sama pada era Sultan Assaidis Syarif Hasyim yang terbagai dari 10 provinsi namun pada era Sultan Assaidis Syarif Kasim memilik perbedaan terletak pada Provinsi Tanah Putih di tiadakan dan perbedaan itu tidak terlalu signifikan, adapun yang dimaksud sebagai berikut : - Provinsi Siak bergelar Tengku Besar. - Provinsi Tebing Tinggi bergelar Tengku Temenggung Muar Muda. - Provinsi Merbau bergelar Orang Kaya Setia Indra. - Provinsi Bukit Batu bergelar Datuk Laksemana Setiadiraja. - Provinsi Bangko bergelar Datuk Dewa Pahlawan. - Provinsi Kubu bergelar Datuk Jaya Perkasa. - Provinsi Pekanbaru bergelar Datuk Syahbandar. 75 - Provinsi Tapung Kiri bergelar Syarif Bendahara. - Provinsi Tapung Kanan bergelar Datuk Bendahara. - Komisaris Negara terdiri II dua : Pangeran Wira Negara dan Pangeran Wira Kesuma. Hakim Syariah badan ini terbentuk karena di Kesultanan Siak Sri Indrapura mempunyai 10 provinsi maka harus di posisikan seorang Hakim Syariah. Hakim Syariah yang berkedudukan di Negeri Siak Sri Indrapura bergelar Qadhi yang tugasnya mengenai permasalahan sosial seperti, harta pusaka- hak waris dan masalah hukum adat dan agama. Hakim Syariah di provinsi lainnya bergelar Imam Jajahan. Meskipun terbagi seperti itu namun keduanya saling bersinergi dalam menjalankan tugas. Hakim Kepala Suku, badan pemerintahan ini menurut hirarki kekuasaan di Kesultanan Siak Sri Indrapura berada paling bawah posisinya di struktur. Hakim Kepala Suku Hinduk ini berjumalah 211 Suku Hinduk dari 10 provinsi. Tugas utamanya adalah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan, mengurusi dan mengatur kehidupan masyarakat dari sisi agama, budaya, adat istiadat yang taat kepada keputusan kerajaan dan perintah Sultan. Secara struktural Hakim Kepala Suku ini harus patuh kepada Hakim Polisi karena sebagai wakil sultan di setiap provinsinya. Setelah membentuk sistem pemerintahan dengan sangat baik, kemudian Sultan Assadis Syarif Kasim juga memfokuskan dibidang pendidikan. Untuk tahap awal Sultan Assaidis Syarif Kasim membentuk beberapa sarana pendidikan baik yang formal, informal dan nonformal. Dalam pengembangan pendidikan di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura. Berikut bidang pendidikan formal yang telah berdiri di Siak sejak masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Hasyim 76 yang bernama Volkschool sekolah tingkat dasar dengan masa pendidikan tiga tahun dengan materi pembelajaran diantaranya, membaca, menulis dan berhitung. 96 Sekolah ini merupakan tempat pendidikan formal satu-satunya, kemudian Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin bertekad untuk terus mendirikan sarana pendidikan agar rakyat-rakyatnya tidak asing terhadap dunia pendidikan. Sarana pendidikan formal yang didirikan oleh Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin yaitu HIS Hollandsh Inlandsche School. 97 Pada tahun 1917 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jali Syaifuddin juga mendirikan sebuah sekolah yang kental dengan unsur Islam yang bernama Madrasah Taufiqiyyah al Hasyimiyyah sekolah ini pada dasarnya setingkat dengan Ibtidaiyah SD, Tsanawiyyah SMP dan Aliyah SMA. Dalam kegiatan belajar dan mengajar disekolah ini berjalan pada sora hari yang didalamnya diajarkan pengetahuan agama Islam dan nilai-nilai ke-Islaman. Bagi sang Sultan agar anak-anak di sekolah Volkschool dan HIS dapat belajar pagi hari dengan mendapatkan pengetahuan umum kemudian dilanjutkan sora harinya belajar tentang pengetahuan agama Islam. Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin juga tidak melupakan kaum perempuan, karena Sultan ingin menjadikan kaum perempuannya menjadi kaum yang berintelektual tinggi. Adapun sekolah yang dimaksud adalah Latifah School yang berasal dari nama 96 Sartono Kartodirdjo, Sejarah Nasional Indonesia jilid III, Jakarta : Balai Pustaka, cet ke-V, 1984, hal. 122. 97 Pengertian HIS Hollandsch Indlandsche School adalah sebuah tempat pendidikan formal pada kurikulimnya di sekolah ini kental dengan pengaruh Belanda, karena sekolah ini bahasa pengantarnya dengan berhasa Belanda dan sebagain besar pengajarnya dari orang-orang Belanda. Sekolah ini juga berada di lingkungan militer Belanda, tujuan dari semua ini tentunya bangsa Belanda tidak ingin memberlakukan sistem pendidikan yang menjurus nasional. Tidak semua orang bisa belajar di sekolah ini, hanya anak-anak golongan bangsawan dan para pegawai pemerintahan Belanda yang memiliki gaji f. 100,00 saja yang berhak duduk di sekolah ini. Tenas Effendi, Lintasan Sejarah Kerajaan Siak Sri Indrapura, Pekanbaru : Badan Pembina Kesenian Daerah Provinsi Riau, 1973, hal. 51. 77 permaisyuri tercintanya yang telah wafat bernama Tengku Syarifah Latifah. Sekolah ini didirikan pada tahun 1926 M, dan setara dengan Volkschool. Pada tahun 1929 M, juga didirikan sekolah khusus kaum perempuan dengan materi belajar yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Sekolah ini bernama Madrasah an-Nisa, dan guru-gurunya berasal dari Sumatera Barat, ada juga yang berasal dari Universiatas al Azhar, Kairo. 98 Semua sikap yang dilakukan oleh sultan semata demi menjadikan rakyat-rakyatnya lebih baik dan kaya akan ilmu pengetahuan meskipun kita miskin harta karena berada di bawah tekanan penjajah, namun merdeka dalam pengetahuan. Menurut Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin pendidikan unsur terpenting menuju perkembangan dalam kehidupan yang nantinya akan terbentuk jiwa nasionalisme dan patriot nasionalis yang kental dengan unsur Islam. Pada tahun 1964 M, kondisi kesehatan Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin menurun dan sempatdilarikan ke rumah sakit Cartex Rumbai di Pekanbaru. Namun apa daya pada tahun 1967 M, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin mulai melemah dan kurus karena sakit, dan akhirnya pada 23 April 1968, Sultan Assaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin mangkat di rumah sakit Caltex Rumbai Pekanbaru. 98 Asmuni Marleilly, Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial di Daerah Riau Pada Awal Abad XX, Seminar Sejarah Lokal Pendidikan Sebagai Faktor Dinamisme Sosial, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah, hal. 70-85. Lihat Juga Tim Penulisan Universitas Riau, Sejarah Riau, 1976, Pekanbaru, hal. 348-349. 78

B. Pengaruh Agama Islam

Kebudayaan Melayu yang telah diterima dikalangan masyarakat Melayu dan menjadi tumbuh atau berkembang dengan kekuatan agama Islam yang telah merobohkan kerajaan-kerajaan yang bernaung di bawah agama Hindu-Budha dan dapat mengusai perdagangan internasional. Jauh sebelum hadirnya Islam di tanah Melayu, khususnya di Kesultanan Siak Sri Indrapura, keberadaan Islam yang mulai memasuki tanah Melayu yang dihadapkan langsung dengan tata nilai orang- orang Melayu. Tata nilai orang-orang Melayu yang dimaksud adalah mengenai kepercayaan nenek moyang yang sangat kental yakni, Animisme dan Dinamisme. Kedua pemahaman ini merupakan tantangan suatu agama dengan adat dan tradisi orang-orang Melayu yang sudah berkembang. Setelah hadirnya agama Islam di masyarakat Melayu, khususnya di Siak memulai lembaran baru dengan didasari rasionalisme dan intelektualisme untuk merekonstruksi pandangan masyarakat dari pemahaman lama nenek moyang menuju pemahaman baru, tentunya yang bernafaskan Islam. Mengenai perkembangan agama Islam dapat terlihat pada masa pemerintahan Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin 1784- 1810M, meskipun tidak ada legalitas secara tertulis yang menyatakan bahwa Islam dijadikan sebagai agama resmi di Siak. Hal ini bisa terjadi kerena KesultananSiak Sri Indrapuraberada di bawah kekuasaan Kesultanan Johor yang lebih awal memeluk agama Islam, berbagai pengaruhnya terlihat pada Kesultanan Siak Sri Indrapura, dan secara otomatis perlahan menerapkan ajaran-ajaran sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu agama Islam terus berkembang di Siak. Terlebih pada 1784, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-VII, yakni Sultan Assaidis Syarif Ali Abdul Jalil Saifuddin dimana beliau adalah keturunan Arab, 79 sejak itulah sultan-sultan di Kesultanan Siak Sri Indrapura diberi gelar Assaidis Syarif yang merupakan tanda yang kental yang menyatakan dari keturunan Arabyang hadir di tengah-tengah pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura yakni Syarif Usman Syahabuddin, beliau adalah seorang Panglima Perang ketika masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah pada 1766-1780 M.Pada periode ini terjadi suatu keunikan, dari keunikan tersebut adalah, dari duabelas sultan yang pernah berkuasa di pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, pada tahun 1723- 1784 M, tepatnya pada masa Sultan Siak ke-I sampai Sultan Siak ke-VII berasal dari keturunan orang Melayu-Johor dan dari Sultan Siak VII hingga Sultan Siak XII adalah keturanan yang berasal dari Arab yang memiliki gelar Sayid dan Syarif. 99 Bukti lain yang menunjukkan besarnya pengaruh Islam tercermin dalam permasalahan yang terjadi di pemerintahan harus di selesaikan berdasarkan syariat Islam, seperti masalah pernikahan, talak, rujuk, warisan dan hal-hal lainnya. Pada sistem pemerintahan juga sangat kental akan pengaruh agama Islam, seperti dalam menjalankan pemerintahan sang sultan dibantu oleh pegawainya yang terdiri dari 99 Sayid dan Syarif adalah gelar kebangsaan dari keturunan sultan-sultan Siak di Kesultanan Siak Sri Indrapura. Adapun sebenarnya gelar Sayid berasal dari Hadramaut dan gelar Syarif berasal dari keturunan Saidina Husen. Gelar ini mulai ada di Siak sejak berkuasanya Sultan Siak VII yang berasal dari keturanan Arab. Gelar kebangsaan ini sangat besar pengaruhnya dalam perkawinan, cara berbicara, berpakaian dan lain-lain. Terutama perkawinan dapat menentukan gelar kebangsaannya. Dalam gelar kebangsaan terdapat lima golongan, yaitu :  Golongan Tengku Sayid Sultan, Sayid, atau Syarif, dan Syarifah galar untuk perempuan. Syarifah hanya boleh kawin dengan golongan yang sederajat dengannya, sedangkan Tengku atau Sayid boleh nikah dengan siapa saja.  Golongan Tengku Sayid dengan rakyat biasa, maka anaknya bergelar Tengku, Wan keturunan Temenggung, Bendahara, hasil dari perkawinan sayid atau syarif dengan rakyat biasa.  Golongan Datuk gelar yang pemberian sultan, dan tidak diturunkan pada anak-anaknya.  Golongan Encik hasil dari perkawinan dari keturunan orang baik-baik dan terhormat dengan keturunan DatukEmpat Suku, dan golongan kedua dengan rakyat biasa.  Golongan Rakyat Biasa perkawinan encik dan rakyat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit. Hal. 108. 80 imam dan khatib, sedangkan untuk tingkat kepenghuluan dan kebatinan dibantu oleh penghulu dan batin dalam bidang keagamaan. Kemudian agamaIslam berkembang dibidang kesenian dan kebudayaan yang telah ada sebelum masuknya Islamdi Kesultanan Siak Sri Indrapura, seperti adanya tarian zapin, ada juga tapung tawar. Karena keduanya itu tidak dapat dilepaskan dari keseharian masyarakat, maka dari itu Islam bisa diterima dan disambut baik oleh masyarakat Siak. Dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura terdapat faham modernisasi, faham ini mendapat pengaruh dari Wahabi yang berasa dari Makkah yang dibawa oleh golongan salaf, selain itu faham ini dipelopori oleh kaum bangsawan yang ikut sebagai anggota Rusydiah Club kaum cerdik dan pandai yang membahas dan mempunyai masalah dalam pemerintahan, agama, sastra dan ilmu pengetahuan. Paham modernisasi pembaharuan mulai masuk dari aspek pendidikan, dengan berdirinya beberapa lembaga yang bercorak Islam Modern ataupun madrasah, sepertiMadrasah Taufiqiyah al-Hasyimiyyah yang berdiri dari tahun 1917-1942 M, dan Madrasah Al-Nisa yang berdiri dari tahun 1929-1942 M. Begitupula adanya ajaran Muhammadiyah yang ajarannya sejalan dengan gerakan padri yang dapat dengan mudah masuk dan diterima masyarakat Siak. Aliran Muhammadiyah atau sering dikenal gerakan kaum muda, aliran ini berkembang pesat di daerah Bengkalis. Sultan Syarif Kasim II berupaya untuk menyebarkan agama Islam dengan mengembangkan, serta mengatur masyarakat agar selalu berpedoman pada hukum Islam, namun tidak merusak hukum adat yang sudah berlaku. Baginya antara 81 hukum adat dan hukum Islam tidak ada pertentangan, bahkan keduanya memiliki peran untuk mengatur masyarakat di Siak. 100 Pengaruh Islam juga tampak dari lambang Kesultanan Siak Sri Indrapurayang diberi nama Muhammad Bertangkup. 101 Pembahasan mengenai pengaruh Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura, terlihat jugadari aspek sosial-ekonomi yang terjadi dikalangan masyarakat Siak. Beriring dengan masuknya agama Islam di Kesultanan Siak Sri Indrapura sejak masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah hingga pada masasultan terakhirAssaidis Syarif Sultan Sayid Syarif Kasim Tsani Abdul Jalil Syaifuddin 1915-1946 M. Pengaruh agama Islam terlihat ketika segala kebijakan yang diberlakukan selama menjalani roda pemerintahan tetap berada dalam koridor nilai-nilai ke-Islaman. Menurut pandangan penulis hal ini terlihat pada aspek sosial, sejak ajaran Islam sebagai landasan, maka dari itu sangatlah mempengaruhi segala apapundi dalam pemerintahan Kesultanan Siak Sri Indrapura, diantaranya terdapat pada sisi garis keturunan yang bersifat parental, sistem kekerabatan dalam keluarga yang bersifat atau berhubungan dengan orang tua ayah-ibu sebagai pusat kekuasaan, artinya kedudukan serta tanggungjawab ibu dan ayah harus sama terhadap anaknya. Adapun sistem garis keturunan ini berlaku diwilayah Kepulauan Riau, Bengkalis, Rokan, Pelalawan, Indragiri, Kuantan dan Siak. 100 Barzanji adalah beberapa kumpulan doa yang dibacanya mengguanakan irama, yang berisi mengenai puji-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW dan terdapat riwayat sang Nabi dan para sahabat-sahabatnya. Dan pembacaan Barzanzi ini dilakukan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan 44 hari keliharan anak adam sambil memberi nama dan akekahan, pada khitanan pada anak laki-laki, dan pada pernikahan di rumah mempelai wanita. departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Adat Istiadat Daerah Riau, 1977, hal. 100-101 dan 104. 101 Lihat Lampiran gambar lambang Kesultanan Siak